Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145622 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nusyalti Anwar
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herjantini
"ABSTRAK
Masalah Pokok
Tujuan dari pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur serta merata di seluruh tanah air, dan dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, dan harus benar-benar dirasakan oleh seluruh rakyat sebagai perbaikan tingkat hidup Bangsa Indonesia.
Dalam kegiatan pembangunan, baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental tidak bisa dan tidak mungkin dilaksanakan oleh pemerintah, melainkan harus didukung oleh partisipasi seluruh lapisan masyarakat, dan untuk mendorong pihak swasta, khususnya swasta nasional untuk ikut aktif melaksanakan pembangunan.
Dalam hal pembangunan fisik diperlukan adanya partisipasi dari kelompok pengusaha/kontraktor untuk turut mewujudkan pembangunan proyek-proyek pemerintah, dengan ikut sertanya pihak swasta tersebut, maka timbullah hubungan hukum antara para pihak tersebut, hubungan hukum mana termasuk dalam bidang Hukum Perdata, khususnya bidang Hukum Perjanjian Hubungan hukum tersebut dalam perwujudannya dituangkan dalam Surat Perjanjian Borongan yang mengatur hak dan kewajiban para pihak dalam proses pelaksanaan pekerjaan yang diperjanjikan.
Masalah pokok yang akan dibahas adalah tinjauan terhadap pasal-pasal yang mengatur mengenai perjanjian pemborongan pekerjaan dengan praktek pelaksanaan perjanjian pemborongan pekerjaan, antara P.T.Pembangunan Perumahan dengan P.T. Intalan Works.
Selain dari itu dikemukakan juga sampai sejauh manakah peranan pihak kontraktor dalam pembangunan, serta permasalahan-permasalahan apa saja yang dihadapi oleh para kontraktor pada umumnya, dan khususnya P.T. Intalan Works.
Disamping itu dibahas pula mengenai cara bagaimana pihak kontraktor mengatasi/menanggulangi permasalahan-permasalahan sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan, dan penyelesaian perselisihan yang terjadi akibat adanya wanprestasi.
Metode Penelitian.
Dalam penulisan skripsi ini digunakan dua metode, yaitu melalui studi kepustakaan dan studi lapangan. Di dalam penelitian studi kepustakaan, penulis berusaha untuk memperoleh data dengan membaca bahan-bahan pustaka, serta berusaha mencari pemecahannya dengan berpedoman pada KUH Perdata, maupun buku-buku ilmiah laihnya yang ada hubungannya dengan penulisan ini.
Dalam penelitian melalui studi lapangan, penulis mengadakan penelitian langsung dengan jalan melakukan wawancara secara langsung dengan pihak-pihak yang berwenang dalam memberikan pendapat, diantaranya dengan Fabrication Manager yang telah memberikan data dan menjelaskan mengenai masalah yang berhubungan dengan kontrak-kontrak, dan dari Industrial Relations Manager, yang telah memberikan data dan informasi yang menyang kut permasalahan di bidang hukum.
Disamping itu pula dipergunakan metode komparatif, yang memperbandingkan data yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan data yang diperoleh dari studi lapangan, dengan maksud untuk membandingkan teori yang sudah ada dengan praktek yang terjadi dalam masyarakat, dengan demikian akan diperoleh data yang sedikit banyaknya menghasilkan hak yang sebenarnya mendekati kenyataan.
Hal-hal yang ditemukan:
1. Pengertian dan definisi dalam pasal 1313 KUH Perdata kurang sempurna, karena tidak terlihat adanya perjanjian timbal-balik.
2. Pasal 1338 KUH Perdata memberikan kebebasan kepada para pihak untuk menentukan isi dari pada perjanjian yang mereka buat, jadi merupakan azas terbuka dalam Hukum Perjanjian (azas kebebasan berkontrak).
3. Penempatan pasal 1328 KUH Perdata yang mengatur wanprestasi, kurang sempurna adanya, karena ditempatkan dalam bagian yang mengatur tentang perikatan-perikatan untuk memberikan sesuatu, jadi seolah-olah hanya berlaku bagi perikatan yang demikian saja.
4. Terdapat ketidak seimbangan antara hak dan kewajiban pemberi tugas disatu pihak dengan hak dan kewajiban pemborong di lain pihak.
5. Dalam kontrak yang dibuat para pihak tidak diatur mengenai masalah peralihan risiko, yaitu siapakah yang harus mempertanggung jawabkan risiko diluar salahnya kedua belah pihak.
6. Pada prakteknya sering dijumpai harabatan-hambatan/permasalahan-permasalahan dalam pelaksanaan perjanjian, sehingga hal ini mengakibatkan perjanjian tidak dapat dilaksanakan sebagaimana rencana semula.
7. Penyelesaian perselisihan dengan cara musyawarah untuk mufakat adalah cara yang paling sering dijumpai dalam praktek, khususnya P.T. Intalan Works sehubungan dengan pelaksanaan perjanjian pemborongan pekerjaan.
8. Harapan bahwa jika timbul sengketa diantara para pihak akan dapat diselesaikan secara cepat dan seadil-adilnya melalui peradilan wasit tidak ditemui dalam praktek, karena sengketa yang timbul dan tidak terselesaikan dengan cara musyawarah untuk mufakat tidak diajukan ke Peradilan wasit, oleh karena hingga saat ini di Indonesia belum mempunyai Peradilan wasit, melainkan diajukan melalui Pengadilan Negeri.
Kesimpulan.
Untuk memperlancar lajunya pembangunan yang sedang dilakukan pemerintah, maka untuk itu diperlukan adanya partisipasi dari pihak swasta dalam hal ini pemborong/kontraktor yang direalisir dalam bentuk Perjanjian pemborongan pekerjaan.
Perjanjian tersebut di atas akan didahului suatu proses, yaitu di pihak yang memborongkan pekerjaan membuat perencanaan kerja yang cermat untuk kemudian diadakan pelelangan/tender atau penunjukkan langsung, tergantung dari jenis dan volume pekerjaan.
Di pihak lain, Pemborong akan didahului melalui proses prakualifikasi, pengajuan penawaran, penanda-tanganan perjanjian seandainya yang bersangkutan memenuhi syarat yang diajukan oleh pihak yang memborongkan pekerjaan.
Dalam pelaksanaan pekerjaan di lapangan sering dijumpai permasalahan, sehingga menimbulkan keterlambatan pekerjaan atau hal-hal yang tidak sesuai dengan perjanjian yang telah disetujui bersama. Untuk menyelesaikan hal tersebut di atas (wanprestasi), maka selain apa yang telah ditentukan di dalam perjanjian yaitu musyawarah untuk mufakat, atau melalui Badan Arbitrase Nasional (BANI), maka dalam prakteknya akan diselesaikan melalui Pengadilan Negeri.
Saran
Kehadiran para kontraktor sebagai pasangan kerja bagi pemerintah, sangat menunjang keberhasilan dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang sedang digalakkan terutama dalam pembangunan fisik, maka untuk itu :
- Perlu adanya pengaturan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian pemborongan pekerjaan, dan peraturan tersebut hendaknya mencerminkan keseimbangan kepentingan pihak kontraktor dan pihak pemberi tugas (bouwheer), sehingga dalam pelaksanaannya tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
- Penanda-tanganan Surat Perjanjian, agar dilakukan pada saat yang bersamaan, dan pekerjaan dimulai setelah penanda-tanganan oleh para pihak.
- Demi adanya kepastian bagi pihak kontraktor dan bouwheer, pemerintah hendaknya memberikan penjelasan terhadap akibat dari adanya Perobahan kebijaksanaan dalam bidang ekonomi/moneter, sehingga dapat diketahui apakah keadaan tersebut dapat diklasifikasi kan sebagai force majeure atau tidak.
- Agar disusun suatu Perundang-undangan dan yurisprudensi tentang Peradilan wasit.
Dengan adanya pengembangan dan penyempurnaan perjanjian pemborongan pekerjaan, terutama bertujuan untuk menyempurnakan sistim, bentuk dan ketentuan-ketentuan yang dibuat para pihak dalam perjanjian, sehingga masalah-masalah yang timbul akan dapat diatasi dengan mudah, dengan demikian terdapat keseimbangan antara hak dan kewajiban para pihak, serta hak dan kewajiban tersebut dapat dijamin kepastian hukumnya.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendar Ristriawan
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1984
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
IDM Puspa Adnyana
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irmatan
"Perjanjian pembarongan adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan. Ada pun alasan penulis untuk memilih topik mengenai pelaksanaan perjanjian pemborongan adalah karena akhir-akhir ini pembangunan sarana perhubungan seperti peningkatan jalan dan jembatan semakin meningkat sehinqga penting untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian pemborongan pada prakteknya. Peraturan pemborongan pekerjaan diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan A.V. tahun 1941 tentang syarat-syarat umum untuk pelaksanaan pemborongan pekerjaan umum di Indonesia. Untuk pemborongan pekerjaan yang pembiayaannya berasal dari anggaran pemerintah berlaku pula Keputusan Presiden tentang pelaksanaan APBN yang disempurnakan setiap lima tahun sekali khususnya mengenai pelelangan yang mendahului ter jadinya perjanjian pemborongan pekerjaan, Berlakunya Keputusan Presiden ini karena menyangkut keuangan negara yang cukup besar yang harus dapat dipertanggungjawabkan pengunaannya oleh instansi pemerintah yang bersangkutan. Keputusan Prssiden ini tidak berlaku untuk pemborongan pekerjaan yang pembiayaannya bukan berasal dari anggaran pemerintah."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanny Sudiarto
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmad Hadiono
"Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat dan bersatu. Pelaksanaan pembangunan dalam realisasinya menimbulkan hubungan hukum yaitu perikatan. Hubungan hukum tersebut perwujudannya dituangkan dalam Surat Perjanjian Pemborongan Pekerjaan yang mengatur dan memperinci hak dan kewajiban para pihak.
Hukum Perjanjian menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menganut sistem terbuka, yang mengandung azas kebebasan membuat perjanjian, yang dapat disimpulkan dari pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang berarti memberikan kebebasan kepada para pihak untuk menentukan setiap bentuk perjanjian yang dikehendaki. Akan tetapi kebebasan yang diberikan adalah dalam arti sempit yaitu dibatasi oleh ketertiban umum dan kesusilaan yang disebutkan dalam pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Yang menjadi masalah pokok pembahasan skripsi ini adalah bagaimana caranya mengatasi masalah-masalah yang dijumpai dalam pelaksanaan perjanjian pemborongan pekerjaan di lingkungan Perum Angkasa Pura I, sehingga setiap hak dan kewajiban para pihak betul-betul terjamin kepastian hukumnya serta terdapat keseimbangan antara hak dan kewajiban para pihak.
Penulis akan mencoba membandingkan pasal-pasal dalam Kitab Undang-,Undang Hukum Perdata yang mengatur perjanjian pemborongan pekerjaan dengan praktek pelaksanaannya, yaitu dengan menggunakan hubungan hukumantara pihak pemborong dengan pihak yang memborongkan pekerjaan dengan berpedoman pada teori hukum, khususnya Hukum Perdata serta peraturan-peraturan yang ada hubungannya dengan masalah tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasnyl Dahri
"ABSTRAK
Pertamina merupakan suatu perusahaan milik pemerintah terdiri dari beberapa Direktorat yang bergerak dibidang pertambangan minyak dan gas, bumi serta pengangkutan minyak melalui laut, dalam melaksanakan kegiatan tersebut Direktorat Perkapalan Dan Telekomunikasi Pertamina ditugaskan untuk menjamin kelancaran supply bahan bakar minyak melalui laut. Direktorat Perkapalan dan Telekomunikasi Pertamina dalam melaksanakan tugasnya meemerlukan pengadaan' kapal dengan salah satu caranya melalui pembangunan kapal baru yang dibuat dengan mengadakan perjanjian pemborongan pembangunan kapal dengan pihak swasta.
Penulisan, skripsi ini bertujuan untuk mengetahui segi-segi
hukum dari perjanjian pemborongan pembangunan kapal serta penyimpangan-penyimpangan didalam pelaksanaannya. Hal ini didasarkan atas adanya ketidak seimbangan antara hak dan kewajiban para pihak karena berdasarkan pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata hal tersebut tidak tepat dan dapat mengganggu ketenteraman para pihak terutama terlihat dalam masalah wanprestasi.
Perjanjian pemborongan pembangunan kapal diartikan suatu persetujuan dimana pihak pemborong mongikatkan diri untuk malakukan pakerjaan pembangunan kapal bagi pihak Direktorat Perkapalan Dan Telekomunikasi Pertamina dengan menerima suatu harga yang telah ditentukan. Proses pembuatan perijanjian kontrak tersebut harus memenuhi persyaratan Keputusan Presiden R.I No. 29 Tahun 1984 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sebagai pengganti Keputusan Presiden R.I No. 14A Tahun 1980 dan ketentuan tehnis yang berlaku.
Didalam prakteknya. masih banyak ditemukan lembaga hukum yang belum dijalankan sesuai dengan KUH Perdata khususnya Buku III, hal ini terlihat dalam masalah, ganti rugi yang tidak menerapkan azas keseimbangan, juga masalah pemutusan perjanjian dan penyelesaian perselisihan yang masih bersifat semu.
Berdasarkan hal tersebut diatas penulis sarankan agar diadakan penyempurnaan ketentuan, sistim dan bentuk perjanjian yang sudah ada serta diterapkannya azas keseimbangan antara para pihak dalam hal ganti rugi, pemutusan perjanjian dan penyelesaian perselisihan selain adanya kesadaran liukum yang tinggi dari pihak pejabat Diiektorat Perkapalan Dan Telekomunikasi Pertamina maupun pihak pemborong swasta. Dengan demikian hakekat perjanjian timbal balik dapat terlihat dan berfungsi dengan sesempurna mungkin serta terdapatnya keamaan kedudukan para piihak dalam bidang Hukum Perdata khususnya dalam Hukum Perjanjian."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikhsan Fernandi Z.
"Perjanjian Pemborongan Pekerjaan merupakan perjanjian antara seorang dengan orang lain dimana pihak yang memberikan pekerjaan menghendaki suatu hasil pekerjaan yang disanggupi oleh pihak pemborong dengan membayar harga borongan kepada yang merupakan hak dari pihak pemborong. Didalam KUH Perdata, perjanjian pemborongan dimasukkan kedalam jenis perjanjian-perjanjian untuk melakukan pekerjaan. Peraturan-peraturan mengenai perjanjian pemborongan pekerjaan yang berlaku di Indonesia dapat digolongkan dalam dua bagian, yaitu peraturan-peraturan yang mengatur mengenai prosedur pelelangan (Keppres No. 16 tahun 1994) dan peraturan-peraturan mengenai isi dari perjanjian pemborongannya (AV 41 dan KUH Perdata). Didalam pelaksanaan perjanjian pembohongan pekerjaan, pihak-pihak yang terlibat adalah pihak pemberi tugas/pemilik, pihak pemborong, kontraktor, dan pihak konsultan. Hubungan antara pemberi tugas dengan pemborong adalah bersifat kontrak sedangkan antara pemborong dengan konsultan adalah bersifat koordinasi. Masalah-masalah yang sering timbul dalam pelaksanaan perjanjian pemborongan pekerjaan adalah yang disebabkan oleh wanprestasi, pekerjaan tambah kurang dan klaim atau tuntutan dari pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian. Pada dasarnya penyelesaian perselisihan dalam pelaksanaan pekerjaan pada proyek Kintamani Kondominium dilakukan terlebih dahulu melalui jalan musyawarah antara para pihak atas dasar tidak saling merugikan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
S20907
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Prativi I
"Perjanjian pemborongan pekerjaan untuk pelaksanaan konstruksi ini bersifat timbal balik yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi penyedia jasa (pemborong) maupun pengguna jasa (pemberi tugas). Penyedia jasa mengikatkan diri untuk melakukan penyelenggaraan pembangunan atas permintaan pengguna jasa, dan pengguna jasa mengikatkan dirinya untuk membayar harga borongan atas pekerjaan yang dilakukan penyedia jasa, dimana harga tersebut ditentukan secara negosiatif oleh kedua pihak. Wanprestasi dalam perjanjian dapat dilakukan oleh kedua pihak. Dengan adanya peraturan perundang-undangan baru yaitu UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, PP No. 29 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi dan Keppres No. 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah, maka baik penyedia jasa maupun pengguna jasa dapat dikenakan sanksi, denda serta pemutusan perjanjian oleh pihak yang dirugikan, setelah pihak yang merugikan terlebih dahulu dinyatakan wanprestasi dengan suatu akta lalai (somasi). Dalam praktek, perselisihan yang terjadi biasanya diselesaikan melalui suatu media di luar pengadilan, yaitu dengan panitia pendamai melalui musyawarah mufakat, mediasi ataupun arbitrasi untuk mencapai hasil akhir yang mengikat dan diharapkan menguntungkan kedua belah pihak."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S20779
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>