Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 210749 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yomi Putri Yosshita Dewi
"Skripsi ini membahas mengenai tindakan pemboncengan reputasi atau passing off yang dikenal dalam negara-negara penganut common law system. Passing off dapat terjadi khususnya terhadap merek maupun trade dress suatu produk. Doktrin passing off tidak dikenal di Indonesia. Namun demikian, perbuatan serupa dengan passing off telah banyak terjadi di Indonesia yaitu perbuatan menggunakan merek yang memiliki persamaan pada pokoknya untuk barang dan/ jasa sejenis dan menggunakan merek yang sama pada keseluruhan dengan merek lain untuk barang/dan atau jasa tidak sejenis.

The focus of this study is about passing off which is known in common law system. Passing off may be occurred especially in trademark and trade dress. Passing off doctrine is not recognized in Indonesia. However, there have been some cases similar to passing off happened in Indonesia which are the using of trademark similar to another trademark for the same type of goods and/or services and the using of trademark which is totally identical with another trademark especially well known mark."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S26268
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anthonius Kanaris
"[ABSTRAK
Sengketa pelanggaran merek dalam dunia perdagangan tidak terlepas dari adanya
itikad buruk dari pelaku usaha untuk memenangkan persaingan yang kadangkala
dilakukan secara tidak jujur/ tidak fair. Salah satu tindakan tersebut adalah
tindakan passing off. Indonesia yang menganut sistem first to file (adanya
keharusan mendaftarkan merek untuk memperoleh perlindungan) sebagai sistem
perlindungan merek, pada dasarnya tidak mengenal konsep passing off, karena
passing off adalah bentuk perlindungan hukum bagi merek yang tidak terdaftar/
unregistered trademarks. Perkembangan teknologi menyebabkan merek juga
mengalami perkembangan dengan munculnya non-traditional trademark seperti
merek suara, hologram, tiga dimensi, aroma dan sebagainya yang walaupun belum
diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek namun telah
diakomodasi dalam Singapore Treaty on The Law of Trademarks. Tesis ini
bertujuan menganalisis hal yang menarik dari Singapore Treaty apabila dikaitkan
dengan bentuk perlindungan hukum merek dan konsep pendaftaran merek di
Indonesia serta menganalisis perlu/ tidaknya Indonesia melakukan ratifikasi
terhadap Singapore Treaty untuk mengembangkan konsep perlindungan hukum
merek di Indonesia. Penelitian yang akan digunakan peneliti adalah bersifat
eksploratif dan deskriptif, dengan pendekatan kualitatif. Metode yang peneliti
gunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan
konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ratifikasi Singapore Treaty
relevan dilakukan Indonesia bagi perkembangan hukum merek nasional. Adapun
hasil ratifikasi sebaiknya dapat diakomodasi dalam Rancangan Undang-Undang
tentang Merek.

ABSTRACT
Trademark infringement dispute in world trade cannot be separated from bad faith
of entrepreneurs to win the competition which is sometimes done dishonestly/
unfair. One of such action is the act of passing off. Indonesia, which adopts a first
to file system (registration is a must to gain protection of trademarks) as a
trademark protection system, basically does not recognize the concept of passing
off, because passing off is a common law tort which can be used to enforce
unregistered trademark rights. Technological developments lead to the developing
of trademarks with the emergence of non-traditional trademarks such as sound
trademarks, holograms trademarks, three-dimensional trademarks, scent
trademarks, etc. Although haven?t been regulated by Law Number 15 Year 2001
concerning Marks, those trademarks have been accommodated in Singapore
Treaty on the Law of Trademarks. This thesis aims to analyze the interesting case
of the Singapore Treaty in associated with a form of legal protection of the
trademarks and the concept of a trademark registration in Indonesia as well as to
analyze the needs of Indonesia to ratify Singapore Treaty for development of the
concept regarding trademarks protection in Indonesia. This research characters are
exploratory and descriptive. Qualitative approach is used by researcher with
normative legal research methods and conceptual approach. The results shows that
the ratification of the Singapore Treaty is relevant to be implemented in order to
develop Indonesia trademarks law. The results of the ratification should be able to
be accommodated in the Draft Law on Marks.;Trademark infringement dispute in world trade cannot be separated from bad faith
of entrepreneurs to win the competition which is sometimes done dishonestly/
unfair. One of such action is the act of passing off. Indonesia, which adopts a first
to file system (registration is a must to gain protection of trademarks) as a
trademark protection system, basically does not recognize the concept of passing
off, because passing off is a common law tort which can be used to enforce
unregistered trademark rights. Technological developments lead to the developing
of trademarks with the emergence of non-traditional trademarks such as sound
trademarks, holograms trademarks, three-dimensional trademarks, scent
trademarks, etc. Although haven?t been regulated by Law Number 15 Year 2001
concerning Marks, those trademarks have been accommodated in Singapore
Treaty on the Law of Trademarks. This thesis aims to analyze the interesting case
of the Singapore Treaty in associated with a form of legal protection of the
trademarks and the concept of a trademark registration in Indonesia as well as to
analyze the needs of Indonesia to ratify Singapore Treaty for development of the
concept regarding trademarks protection in Indonesia. This research characters are
exploratory and descriptive. Qualitative approach is used by researcher with
normative legal research methods and conceptual approach. The results shows that
the ratification of the Singapore Treaty is relevant to be implemented in order to
develop Indonesia trademarks law. The results of the ratification should be able to
be accommodated in the Draft Law on Marks., Trademark infringement dispute in world trade cannot be separated from bad faith
of entrepreneurs to win the competition which is sometimes done dishonestly/
unfair. One of such action is the act of passing off. Indonesia, which adopts a first
to file system (registration is a must to gain protection of trademarks) as a
trademark protection system, basically does not recognize the concept of passing
off, because passing off is a common law tort which can be used to enforce
unregistered trademark rights. Technological developments lead to the developing
of trademarks with the emergence of non-traditional trademarks such as sound
trademarks, holograms trademarks, three-dimensional trademarks, scent
trademarks, etc. Although haven’t been regulated by Law Number 15 Year 2001
concerning Marks, those trademarks have been accommodated in Singapore
Treaty on the Law of Trademarks. This thesis aims to analyze the interesting case
of the Singapore Treaty in associated with a form of legal protection of the
trademarks and the concept of a trademark registration in Indonesia as well as to
analyze the needs of Indonesia to ratify Singapore Treaty for development of the
concept regarding trademarks protection in Indonesia. This research characters are
exploratory and descriptive. Qualitative approach is used by researcher with
normative legal research methods and conceptual approach. The results shows that
the ratification of the Singapore Treaty is relevant to be implemented in order to
develop Indonesia trademarks law. The results of the ratification should be able to
be accommodated in the Draft Law on Marks.]"
2015
T42921
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Elizabeth Marisa
"ABSTRAK
Undang-Undang tentang merek yang berlaku di Indonesia, mulai dari UU No. 19 Tahun 1992 hingga UU No. 15 Tahun 2001, belum ada yang mengatur secara jelas mengenai kriteria merek terkenal yang dapat diberi perlindungan di negara ini. Akibatnya, banyak terjadi kasus tindakan pemboncengan merek atau praktik passing off yaitu dengan mendaftarkan merek atas dasar itikad tidak baik terhadap merek yang sudah terkenal dengan cara mendaftrakan merek yang memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terkenal. Dalam hal ini Indonesia merupakan negara anggota Paris Convention dimana hal ini mewajibkan agar peraturan di Indonesia turut sejalan dengan konvensi tersebut dimana konvensi tersebut mengakui mengenai keberadaan merek terkenal di suatu negara harus juga dilindungi di setiap negara anggota lainnya. Penelitian ini bertujuan agar Indonesia memberikan perlindungan hukum yang jelas bagi pemilik hak atas merek terutama merek terkenal yang telah mendaftarkan mereknya atas dasar itikad baik.

ABSTRAK
Trademark Law in Indonesia, from Law No. 19 of 1992 until Law No. 15 of 2001, none of them giving the clear criteria regarding the well-known trademark that can be protect in Indonesia. As a result, there are a lot of cases about passing off practice where someone registered their trademark based on bad faith against well-known trademark. In this case, they registered their trademark which has similar in principal or in its entire with well-known mark. In fact, Indonesia is a member of Paris Convention which obligate Indonesia to adapt their Trademark Law with Paris Convention where this convention recognize and admit the existence of well-known trademark in a country should be protected in any other country members. This study aims Indonesia to provide a clear legal protection for the owner of trademark, especially for the well-known trademark, who registered their trademark based on good faith"
2015
S60811
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rataoelam Paul Siantur
"ABSTRAK
Pada sistem ekonomi terbuka seperti di Indonesia, barang,
jasa dan aset finansial (financial assets) dengan mudah mengalir
masuk ataupun keluar negara. Dengan .demikian ekonomi mempunyai
alternatif resourcing secara global dengan memanfaatkan kondisikondisi
disparitas. Sebaliknya, ekonomi menjadi terkait dengan
ekonomi dunia sehingga risiko meningkat dan persaingan juga
menjadi lebih berat.
Seperti negara sedang berkembang lainnya Indonesia harus
mengandalkan capital inflow untuk menutup Saving-Investment gap
dan gap neraca pembayaran. Perekonomian Indonesia cukup menarik
terjadinya capital inflow karena : disparitas tingkat suku bunga
luar negeri dengan dalam negeri, inflasi yang rendah (purchasing
power parity), regime devisa bebas, kebijaksanaan managed floating
rates yang mengakibatkan rupiah menjadi convertible currency,
dan kondisi politik yang stabil. Capital inflow ini dapat melalui
pinjaman pemerintah, pinjaman swasta nasional yang besar, maupun
melalui pinjaman Bank nasional yang disalurkan menjadi kredit
bagi swasta dalam negeri.
Perbankan Indonesia, dengan meminjam dana luar negeri dan
menyalurkan ke dalam negeri mendapat opportunity arbitrage kondisi-
kondisi disparitas diatas, meskipun juga menambah risiko
dalam Asset dan Liability Managementnya (ALM). Untuk itu diperlukan
perhatian khusus dalam mengelola dana yang sumbernya dari
pinjaman luar negeri.
Penyaluran dana offshore untuk menbiayai kredit dalam negeri
yang generated incomenya dalam bentuk valuta asing . (produknya
berorientasi ekspor) akan mengamankan posisi finansial Bank.
Dalam penggalian dana offshore ini, bonafiditas dan credit
worthiness bank komersial dalam negeri sangat diperhatikan investor
luar negeri. Dalam penyaluran dana offshore tersebut bank
komersial harus menghadapi kendala-kendala di dalam negeri yaitu
berupa peraturan-peraturan pemerintah, antara lain : capital
adequacy ratio (CAR), net open position (NOP) dan penggunaannya
untuk kegiatan produksi yang ber-orientasi ekspor. Dengan demikian
bank tidak bebas dalam menyalurkan dana offshore. Untuk itu
para bankers harus menggunakan tehnik-tehnik analisa yang akurat
dan memadai agar bank tersebut dapat memperoleh kinerja (performance)
yang baik dari pengelolaan dana offshore serta tetap mempertahankan
tingkat kepercayaan yang diberikan pihak investor.
"
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahma Khairunnisa
"Skripsi ini membahas mengenai bagaimana passing off diatur dalam hukum Indonesia. Untuk mengetahui bagaimana passing off diatur dalam hukum Indonesia, skripsi ini menganalisis sengketa-sengketa merek di Indonesia yang menggunakan passing off dalam dalil pihaknya. Penelitian hukum ini adalah penelitian yuridis normatif, dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan menghasilkan suatu bentuk penelitian deskriptif. Hasil penelitian hukum dengan menganalisis passing off yang terdapat dalam sengketa-sengketa merek yang terjadi di Indonesia ialah bahwa elemen-elemen passing off dapat dikualifikasikan ke dalam hukum merek Indonesia sebagai kriteria merek terkenal, persamaan pada pokoknya atau keseluruhan, dan kerugian.

This thesis discusses how passing off is regulated in Indonesian law. To find out how passing off is regulated in Indonesian law, this thesis analyzed trademark disputes in Indonesia that use passing off in their arguments. This legal research is a normative juridical research, carried out with a qualitative approach and resulted in a form of descriptive research. The result of legal research by analyzing the passing off contained in trademark disputes that occurred in Indonesia is that the elements of passing off can be qualified into Indonesian trademark law as the criteria of well-known mark, similarity in its essential part or its entirely, and damages."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ariq Fakhriditomo Taufiq
"Pendahuluan
Pasien anak, termasuk di Pediatric Intensive Care Unit (PICU), tergolong rentan menerima peresepan obat off-label, yang berpotensi menimbulkan kejadian efek samping obat. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi penggunaan obat off-label pada pasien anak di PICU RSCM, yang belum pernah diteliti.
Metode
Sampel merupakan peresepan yang diambil dari rekam medis secara consecutive sampling. Perhitungan jumlah sampel menggunakan proporsi tunggal dan beda dua proporsi. Kriteria inklusi adalah pasien anak <18 tahun yang dirawat di PICU RSCM tahun 2018. Kriteria eksklusi adalah pasien dengan data pengobatan yang sulit dibaca atau tidak lengkap, obat luar, elektrolit, dan suplemen. Data ditabulasi berdasarkan nama obat, jenis kelamin, usia, status off-label obat berdasarkan usia pasien, dan klasifikasi Anatomical Therapeutic Chemical (ATC). Uji Chi-Square dipakai untuk mengetahui beda proporsi penggunaan obat off-label antar kelompok.
Hasil
Dari 400 peresepan yang dievaluasi, 23,8% tergolong off-label kategori usia. Berdasarkan klasifikasi ATC, peresepan di PICU didominasi oleh obat kardiovaskular (25,25%). Obat muskuloskeletal paling sering diresepkan secara off-label (84,6%). Tidak ada perbedaan signifikan proporsi penggunaan obat off-label pada kelompok laki-laki (21%) dan perempuan (26,5%) (p = 0,196,). Proporsi off-label pada kelompok usia bayi (0-2 tahun) 33,8%, anak (2-12 tahun) 18,6%, dan remaja (12-18 tahun) 14,3%. Peresepan off-label pada bayi lebih tinggi secara signifikan dibandingkan anak (p = 0,002) dan remaja (p = 0,001)
Kesimpulan
Sebanyak 23,8% peresepan pada pasien PICU diberikan secara off-label berdasarkan usia, dan yang tersering adalah obat muskuloskeletal. Perbedaan proporsi obat off-label antar jenis kelamin tidak signifikan, sedangkan antar kelompok usia signifikan.

Introduction
Pediatric patients, including Pediatric Intensive Care Unit (PICU) patients, are prone to off-label drug prescriptions, which potentially lead to adverse drug reactions. This study aimed to assess the use of off-label drugs on PICU patients at RSCM, which has never been studied before.
Methods
Samples were prescriptions taken from medical records connsecutively. Sample size were calculated using single proportion and difference between two proportions. The inclusion criteria were <18 years old PICU patients at RSCM admitted in 2018. The exclusion criteria were patients with unclear or incomplete data, external drugs, electrolytes, and supplements. Data were tabulated by drug name, sex, age, off-label drug status based on patient age, and Anatomical Therapeutic Chemical (ATC) classification. Difference in proportions between groups were tested using Chi-Square.
Results
Of the 400 prescriptions evaluated, 23.8% were off-label by age. Based on the ATC classification, PICU prescription was dominated by cardiovascular drugs (25.25%). Musculoskeletal drugs were most often prescribed off-label (84.6%). There was no significant difference in off-label prescription between males (21%) and females (26.5%) (p = 0.196). The proportion of off-label in the infant age group (0-2 years) was 33.8%, in children (2-12 years) 18.6%, and in adolescents (12-18 years) 14.3%. Infants were given off-label drugs significantly higher than children (p = 0.002) and adolescents (p = 0.001)
Conclusion
Off-label prescription in PICU patients is 23.8%. Musculoskeletal drugs are most often prescribed off-label. The difference in the proportion of off-label drugs between sexes was not significant, whereas between age groups was significant
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Kahfi Indra Saputra
"Hak Kekayaan Intelektual pada hakikatnya merupakan hak dengan karakteristik khusus dan istimewa, karena hak tersebut diberikan oleh Negara. Salah satu kekayaan intelektual yang mendapatkan nilai ekonomi tinggi adalah merek. Merek merupakan kekayaan intelektual berupa logo, gambar, atau tulisan yang sering digunakan oleh pelaku usaha dalam kegiatan usahanya. Merek sangat penting dalam dunia perdagangan karena publik sering kali mengaitkan citra, kualitas atau reputasi suatu barang atau jasa dengan merek tertentu. Fungsi merek tidak hanya sekadar untuk membedakan suatu produk dengan produk yang lain, melainkan juga berfungsi sebagai aset perusahaan yang tidak ternilai harganya. Terdapat beberapa merek yang serupa nama memproduksi dibidang yang serupa namun dengan produk dan kualitas yang berbeda, keserupaan nama ini dijadikan sebuah alat yang terkesan menumpang image brand dan menyebabkan kebingungan di kalangan konsumen, seperti pada Nomor Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan Nomor 2/Pdt.Sus-HKI/Merek/2022/PN Niaga Mdn. Shandy Punamasari selaku pemilik dari Merek MS Glow melakukan gugatan pembatalan Merek PS Glow milik Putra karena Merek PS Glow memiliki kesamaan dan/atau kemiripan nama dan logo dengan Merek MS Glow. Terdapat dua (2) permasalah dalam penelitian ini yaitu tentang perlindungan hukum bagi merek terdaftar dan akibat hukum dari pembatalan merek. Metode penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara analisis Putusan Mahkamah Agung No. 161 K/Pdt.Sus-HKI/2023. Hasil dari penelitian yang dilakukan memperoleh kesimpulan bahwa, pertama perlindungan hukum bagi merek terdaftar diatur dalam Undan-Undang Nomor 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Bagi merek yang melakukan pendafaran dengan beritikad tidak baik maka dapat diajukan gugatan pembatalan merek kepada Pengadilan Negeri Niaga sesuai domisili dari merek tergugat terebut. Kemudian kesimpulan kedua yaitu akibat hukum dari pembatalan merek terdafar adalah hilangnya perlindungan hukum bagi merek tersebut sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU Merek dan Indikasi Geografis. Ketentuan pidana dapat diberlakukan bagi merek yang tetap mejual produknya setelah adanya putusan pembatalan merek terhadap merek tersebut.

Intellectual Property Right is a right with special characteristic, because that right is granted by the State. One of Intellectual Right that get high economic value is brand. Brand is an Intellectual Right in the form of logo, image, or word that mostly used by busineesman to their buisness activity. Brand is very important on trade world because mostly public linking image, quality, and reputation of goods or service with some of brand. Brand function is not only for differtiator of some brand, but for invaluable company assets. There are some of brand have a similiar name with a similar product but different quality. Similar name mostly used as booster for image brand and this will confusing the consumer, as in Commercial Court Decision Medan Number 2/Pdt.Sus-HKI/Merek/2022/PN Niaga Mdn. Shandy Punamasari owner of MS Glow filed a lawsuit for trademark cancellation of PS Glow owned by Putra Siregar because PS Glow have a similar name and logo with MS Glow. There are two problems in this research, that is about legal protection and legal consuquence. Research method of this research is normative juridicial, that is legal research do by analyze Supreme Court Decicsion Number 161 K/Pdt.Sus-HKI/2023. Results of this Study conclude first, legal protection of brand registered is regulated on Constitiotion Number 20 Year 2016 abaut Brand and Geograpic Indication. Brand who registred by bad faith can be filed by lawsuit for brand cancellation in Commercial Court Decision based on domicile of defendant brand. The second conclusions is the consuquence of brand cancellation is that registered brand will lost legal protection of their brand according to Brand and Geograpic Indication Constitiotion. Criminal regulations can be applied to that brand are still selling their product after the Court Decision is issued."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Sobalisa
"Impian Amerika Serikat merupakan suatu konsep kepercayaan atau mimpi yang ingin dicapai oleh banyak orang di Amerika serikat. Hal ini juga berlaku bagi para imigran yang datang kesana. Fresh Off The Boat (2015), sebuah serial televisi dibintangi oleh para pemeran yang berasal dari negara Asia, telah hadir dalam ranah pertelevisian Amerika Serikat. Serial ini menggambarkan kehidupan keluarga imigran/keturunan Asia-Amerika yang dikelilingi oleh orang kulit putih sebagai masyarakat yang dominan. Menggunakan metode kualitatif analisis visual dan tekstual serta penyandingan dengan konsep orang Cina-Amerika oleh Chua(1981) dan Wong (1994), tulisan ini menyimpulkan bahwa FOTB menunjukan kompleksitas dalam menginternalisasi mimpi Amerika Serikat pada setiap karakter utama di serial tersebut setelah menyandingan musim pertama dan terakhir. Penyandingan kedua musim tersebut menggambarkan kompleksitas serta konsistensi dalam menunjukan ideologi mimpi Amerika serikat di serial TV ini. FOTB mendukung konsep ideologi tersebut, tetapi tidak menunjukan bahwa hanya ada satu cara untuk mencapainya Serial ini juga menunjukan bahwa seorang imigran/keturunan Asia-Amerika dapat dengan nyaman hidup sesuai dengan nilai dan budaya asal dalam mencapai mimpi Amerika serikat. Beberapa karakter menunjukan bahwa untuk mewujudkan “mimpi” untuk menjadi bagian dari masyarakat Amerika Serikat seutuhnya, mereka bersedia melakukan apapun untuk diterima dan tetap berada dalam kelompok kaum kulit putih. Namun, beberapa karakter tetap mempertahankan nilai dan kebudayaan asal mereka sendiri dan berhasil mencapai impian Amerika yang diinginkan.

The American dream is something that many individuals there want to attain in the US. This also applies to immigrants coming to the land of the free. Fresh Off The Boat (2015), an American TV series starring all Asian main cast, has appeared in the television landscape. The series depicts the life of Asian-American immigrants surrounded by the white-dominated society. Using the qualitative method of visual and textual analysis alongside Chua’s (1981) and Wong’s (1994) contrasting concept of Chinese-Americans, this paper concludes that Fresh Off The Boat presents the complexity of internalizing the American dream of each character in the show after juxtaposing the first and final season. The juxtaposition of both seasons reveal the complexity as well as the consistency of the American dream ideology in the TV series. FOTB supports the American dream, but it does not suggest that there is only one way to achieve them. The show suggests that one can be true to oneself while also feeling at ease in America, complying with one's culture and values. Some characters displayed the dream to belong in America, and these characters have proven that they are willing to do whatever it takes to be with the in-group, which happened to be the Whites in where the immigrants lived at the time. However, some of the characters remained intact with their own culture and still managed to achieve their American dream."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Deni Ardiani
"Pada setiap peristiwa komunikasi, penyerta komuni_kasi yang rasional selalu berusaha untuk menjaga diri dari kemungkinan kehilangan muka/harga diri. Untuk menjaga kemungkinan kehilangan muka, pada saat-saat tertentu penyerta korunikasi akan inenggunakan strategi yang dapat memperkecil kemungkinan kehilangan muka tersebut. Strategi yang dibahas dalam skripsi ini adalah strategi ujaran pengancam muka dengan pelunakan. Tujuan penulisan skripsi ini adalah memerikan tipe tipe ujaran yang bagaimana yang dikeluarkan oleh penu_tur sehubungan dengan tujuan yang hendak dicapainya, dan apa usahanya untuk memperkecil kemungkinan kehi_langan muka, serta maksim-maksim apa raja dari prinsip kerja sama Grice yang dilanggarnya. Dari hasil analisis diternikan bahwa ujaran pengancam muka dengan pelunakan dilakukan atas dasar per-timbangan kesopanan, dan dilakukan bukan semata-mata untuk menyampaikan informasi kepada lawan bicara, mela_inkan juga untuk menjaga hubungan sosial di antara penyerta komunikasi."
Depok: Universitas Indonesia, 1992
S14231
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jyestha Widyakti Herawanto
"Sistem Investor-State Dispute Settlement (ISDS) dikenal dengan sifatnya yang asimetris, yang dianggap lebih mengutamakan perlindungan hak-hak investor dan membebankan kewajiban yang besar bagi negara tempat suatu investasi dilakukan (host state). Dalam perkembangannya, sistem ISDS seperti demikian kemudian dikritik dan mendorong upaya reformasi dari negara-negara yang tergabung dalam PBB melalui United Nations Commission on International Trade Law Working Group III (UNCITRAL WG III). Salah satu upaya reformasi yang dilakukan adalah untuk menjawab kritik terkait kurangnya mekanisme untuk menangani counterclaim dari host country yang menjadi pihak tergugat (respondent state) dalam suatu perkara ISDS. Skripsi ini membahas (i) apakah bilateral investment treaty (BIT) Indonesia telah efektif dalam menyediakan counterclaim sebagai mekanisme pembelaan yang dapat digunakan oleh Indonesia dalam menghadapi gugatan arbitrase investasi internasional dan (ii) hal-hal apa saja yang mempengaruhi pertimbangan majelis arbitrase investasi dalam menerima atau menolak counterclaim. Skripsi ini menggunakan metode penelitian doktrinal dengan pendekatan kasus yang menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: pertama, BIT Indonesia belum secara efektif menyediakan counterclaim sebagai mekanisme pembelaan yang dapat digunakan oleh Indonesia dalam forum ISDS karena tiga alasan, yakni (a) eksistensi consent terhadap counterclaim dalam BIT Indonesia masih ambigu; (b) terdapat ketidakpastian hukum terkait kriteria “hubungan yang dekat” antara counterclaim dengan gugatan utama; dan (c) walaupun terdapat ketentuan baru mengenai kewajiban investor, ketentuan tersebut berkontradiksi dengan klausul ISDS yang menutup kemungkinan counterclaim bagi Indonesia. Selanjutnya, terdapat setidaknya empat hal yang menentukan pertimbangan majelis arbitrase untuk menerima atau menolak counterclaim, yakni pertama, cakupan atau ruang lingkup “sengketa” (dispute) berdasarkan BIT yang berlaku; kedua, legal standing untuk mengajukan gugatan arbitrase berdasarkan klausul ISDS; ketiga, klausul applicable law dalam BIT; dan keempat, pasal yang berkaitan dengan kewajiban investor.

The Investor-State Dispute Settlement (ISDS) system is known for its asymmetrical nature, which is deemed to prioritize the protection of investor rights and, on the other hand, impose large obligations on the host state. Over the course of its development, such an ISDS system was later criticized and encouraged reform efforts from the member states of the United Nations through the United Nations Commission on International Trade Law Working Group III (UNCITRAL WG III). One of the reform efforts is aimed to address criticism related to the lack of mechanisms to handle counterclaims from the host country, which is the respondent state in an ISDS case. This thesis discusses (i) whether Indonesia's bilateral investment treaty (BIT) has been effective in providing counterclaims as a defense mechanism that can be used by Indonesia in the face of international investment arbitration claims and (ii) what are the factors that influence the consideration of investment arbitration tribunals in accepting or rejecting counterclaims. This thesis uses a doctrinal research method with a case approach which results in the following conclusions: first, the Indonesian BIT has not effectively provided counterclaims as a defense mechanism that can be used by Indonesia in the ISDS forum for three reasons, namely (a) the existence of consent to counterclaims in the Indonesian BIT is still ambiguous; (b) legal uncertainty pertaining the “close connection” criteria between the counterclaim and the primary claim; and (c) although there are new provisions regarding investor obligations, these provisions contradict the ISDS clause which closes the possibility of counterclaims for Indonesia. Furthermore, there are at least four things that determine the consideration of the arbitral tribunal to accept or reject a counterclaim, namely first, the scope of the “dispute” under the applicable BIT; second, legal standing to file an arbitration claim based on the ISDS clause; third, the applicable law clause in the BIT; and fourth, the existence of a provision relating to investor obligation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>