Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 72248 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fitria Chairani
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S24448
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Biantong
"Dalam sistem mekanisme pasar yang tidak diintervensi, menerapkan Prinsip Pembangunan Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan pada sub sektor Minyak dan Gas Bumi (Migas) di Indonesia bukanlah sesuatu yang secara sukarela akan dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Sebagai sumber penerimaan negara yang cukup besar, Sub Sektor Migas yang merupakan sumber daya alam yang tidak terbarukan, pengelolaannya perlu diatur sedemikian rupa agar berkelanjutan (sustainable) dengan tetap memperhatikan lingkungan sekitarnya. Dengan menghilangkan eksternalitas biaya pada Sub Sektor Migas melalui internalisasi akan merombak struktur yang disinsentif ini sehingga nantinya akan mendukung Prinsip Pembangunan Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan di Indonesia.

In a system of market mechanisms that did not intervene, applying Sustainable Development and Environmentally Principle in Oil and Gas Sub-Sector in Indonesia is not something that will voluntarily conducted by Contractor of Cooperation Contract. As a source of respectable state revenues, Oil and Gas Sub-Sector which is a source of non-renewable natural resources, its management should be regulated in such a way as to be sustainable by taking into account the surrounding environment. By eliminating the externality costs of Oil and Gas Sub-Sector through internalization of the disincentives to restructure this so that later will support the Sustainable Development and Environmentally Principle in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T29306
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Kurniadi
"Industri migas merupakan industri strategis bagi bangsa Indonesia. Selain industri migas menyumbang sekitar 30% untuk APBN, Indonesia juga dikenal sebagai negara dengan cadangan minyak terbesar di kawasan asia tenggara. Cadangan minyak ini menjadi aset yang sangat berharga bagi bangsa Indonesia untuk melakukan pembangunan. Tentunya aset berharga ini tidak akan menghasilkan apa-apa jika pengeleloaan terhadap aset ini tidak dilakukan dengan baik. Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan kegiatan investasi yang lain karena Industri migas merupakan industri yang pada modal (high cost), padat teknologi (high technology), padat resiko (high risk) dan membutuhkan eksplorasi secara terus menerus untuk mempertahankan produksi.Untuk itu dalam setiap Kontrak Kerja Sama Migas di Indonesia memuat klausul pengembalian setiap biaya operasi yang dikenal dengan Cost Recovery yang diberikan dalam bentuk In-Kind. Pemberian pengembalian biaya dalam bentuk In-Kind ini menarik untuk dikaji dengan menggunakan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang mengamanatkan kepada Negara untuk memanfaatkan sumber daya alam Indonesia untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pada akhirnya disimpulkan bahwa Cost Recovery menghilangkan penguasaan Negara terhadap minyak bumi yang dihasilkan dari perut bumi Indonesia karena dengan bagian dari Cost Recovery mutlak menjadi milik kontraktor yang tidak dapat diintervensi pemerintah penggunaannya. Untuk itu penulis menyarankan perlunya dibuat suatu formulasi baru untuk kontrak kerja sama migas yang memuat klausula pengembalian dalam bentuk tunai atau memberikan kontrak kerja sama dengan Cost Recovery hanya untuk lapangan minyak yag tidak mampu dikelola oleh BUMN.
Oil and gas industry is a strategic industry for the nation of Indonesia. In addition to oil and gas industry accounted for about 30% to the state budget, Indonesia is also known as the country with the largest oil reserves in the region southeast asia. Oil reserves is becoming a valuable asset for Indonesia to carry out the development. Surely these valuable assets will not produce anything if pengeleloaan against this asset is not done well. Oil and gas exploration and exploitation activities have characteristics very different from other investment activities due to oil and gas industry is an industry that in the capital (high cost), technology-intensive (high technology), solid risk (high risk) and requires constant exploration to maintain production . For it is in any Oil and Gas Contract in Indonesia includes a clause returns any operating expenses, known as cost recovery given in the form of In-Kind. Giving a refund in the form of In-Kind is interesting to examine the use of Article 33, paragraph 3 of the UUD 1945 which mandates the State to exploit Indonesia's natural resources for the greatest prosperity of the people. Ultimately concluded that Cost Recovery eliminating control of Indonesian government on oil which produced from the bowels of the Earth Indonesia because the of split that conractor gain from Cost Recovery is absolutely belongs to a contractor who cannot interfered by government. According to the conclusion authors suggest that Indonesian government need created a new formulation for the oil and gas cooperation contracts which contain clauses of return in the form of cash or providing a cooperation contract with Cost Recovery only in oil field that cannot be able to be managed by the BUMN."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S578
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Winna Putri Meirita
"Berangkat dari fenomena pajak tidak langsung, khususnya PBB, belakangan ini, skripsi ini berfokus pada proses formulasi kebijakan cost recovery atas pajak tidak langsung yang tercantum dalam salah satu pasal Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010. Proses formulasi mencakup latar belakang, tujuan, alternatif kebijakan, aktor yang terlibat, tahapan, serta faktor pendukung dan penghambat. Sebelum diundangkannya peraturan ini, pajak tidak langsung tersebut dibebankan kepada pemerintah atau dikenal dengan klausa assume and discharge. Namun untuk kontrak-kontrak yang ditandatangani setelah pengundangan peraturan ini, pajak tidak langsung tersebut masuk ke dalam mekanisme cost recovery.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Metode pengumpulan data terutama dilakukan melalui wawancara mendalam dengan key informants.
Hasil penelitian menyarankan bahwa sebaiknya dibuat perbaikan atau revisi terkait kebijakan ini melalui peraturan turunan atau ditingkatkan hierarkinya menjadi undang-undang pajak migas. Tentunya hal tersebut harus dilakukan melalui proses formulasi kebijakan berdasarkan perundangan yang berlaku dan konsep perpajakan.

Started from the phenomenon of indirect taxes, particularly the Land and Building Tax, recently, this undergraduate thesis aims to analyze the process of cost recovery policy formulation over indirect taxes listed in one article of Government Regulation Number 79 Year 2010. The formulation process includes background, objectives, policy alternatives, the actor involved, the stages, as well as supporting and inhibiting factors. Before this regulation promulgated, indirect taxes be borne by the Government or known as assume and discharge. However, for contracts signed after the promulgation of this regulation, the indirect taxes go into the cost recovery mechanism.
This research is qualitative descriptive interpretive. The data were collected mainly by means of in-depth interviews with key informants.
The results of the research suggested that revisions should be made related to this policy through the regulatory hierarchy into a derivative or enhanced oil and gas tax law. Surely, this must be done through the process of policy formulation based on existing law and the concept of taxation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2014
S55688
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1980
S9834
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uky Moh Masduki
"Istilah pembangunan telah menjadi kata kunci dalam kehidupan masyarakat. Secara umum,istilah tersebut diartikan sebagai usaha untuk memajukan kehidupan masyarakat dan warganya. Kemajuan dimaksud terutama adalah kemajuan di bidang material. Oleh karena itu, pembangunan sering diartikan sebagai kemajuan yang dicapai oleh sekelompok masyarakat di bidang ekonomi.
Keberhasilan pembangunan dapat diukur melalui beberapa segi, seperti pertumbuhan ekonomi, pemerataan, kualitas hidup, kelestarian lingkungan, dan lain-lain. Adapun cara untuk mengukur keberhasilan pembangunan, menunjukkan bahwa masalah pembangunan suatu bangsa bukan merupakan masalah pertumbuhan ekonomi semata-mata."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T17035
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yuliana P. S.
"Cost recovery merupakan konsep penggantian biaya operasi perminyakan yang dilakukan oleh negara kepada kontraktor. Belakangan ini, besaran cost recovery terus melonjak tanpa diikuti peningkatan produksi minyak dan gas bumi. Sebagai upaya mengatasi masalah tersebut, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 22 tahun 2008 tentang Jenis-Jenis Biaya Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang Tidak Dapat Dikembalikan kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang berisi negative list cost recovery. Dengan dikeluarkannya peraturan berupa negative list cost recovery, item-item yang tidak dapat di-recover negara menjadi jelas. Akan tetapi upaya pemerintah tersebut sesungguhnya belum cukup menyelesaikan masalah pelonjakan cost recovery melainkan malah dapat menimbulkan kelesuan investasi migas karena semakin ketatnya peraturan cost recovery padahal risiko investasi minyak dan gas bumi sangat tinggi. Dalam hal ini, pemerintah memang agaknya kurang mengidentifikasi latar belakang terjadinya pelonjakan cost recovery yang terjadi beberapa tahun belakangan ini. Kurangnya identifikasi masalah telah menghasilkan suatu solusi yang tidak tepat tentunya. Pelonjakan cost recovery beberapa tahun belakangan ini sesungguhnya semata-mata terjadi karena lapangan minyak dan gas bumi Indonesia yang beroperasi saat ini kebanyakan adalah lapangan tua yang membutuhkan teknologi yang sangat canggih yang berarti biaya lebih besar. Tanpa biaya besar dan teknologi canggih maka produksi minyak dan gas bumi lapangan tua tidak bisa maksimal.
Dapat disimpulkan, peningkatan cost recovery tersebut sesungguhnya masuk akal karena memang biayanya harus meningkat. Kemudian masalah yang lebih menarik lagi, salah satu item yang tidak dapat di-recover negara adalah community development. Dikeluarkannya community development dari item cost recovery adalah terkait pengaturan tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagai kewajiban perseroan dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Keterkaitan tersebut timbul karena penjelasan pasal mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan lebih mengarah kepada community development dimana komunitas lokal mengharapkan perusahaan membantu mereka dalam menghadapi masalah mereka dan perusahaan berharap komunitas memperlakukan perusahaan secara adil dan sportif. Dengan demikian, sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, community development merupakan kewajiban perseroan yang bergerak di bidang minyak dan gas bumi sehingga tidak bisa ditanggung atau di-recover negara.

Cost recovery is a recovery of petroleum operations that is done by state for the contractor. Recently, the amount of cost recovery keeps increasing without followed by the increasing of oil and gas production itself. As an effort to tackle the problem, Government issued Energy and Mineral Resources Minister Decree Number 22 Year 2008 concerning Cost Items in Oil and Gas Upstream Activities that Can Not be Recovered to the Contractor of Cooperation Contract, which is contained cost recovery negative list. By issuing the regulation of cost recovery negative list, items that can?t be recovered become clear. However, the government?s effort actually hasn?t been enough to tackle the increasing of cost recovery but can create lethargy of oil and gas investment because of the tightness of the cost recovery regulation whereas the risk of oil and gas investment is very high. On this matter, the government seems lack to identify the background why the increasing of cost recovery happened these recent years. For sure, lack of identifying the problem has created a mistaken solution. The increasing of cost recovery these recent years actually happened because the operating oil and gas field in Indonesia now is mostly old field that needs very high technology that means bigger amount of cost. Without the big cost and high technology, the oil and gas production in old field can?t reach maximum.
In conclusion, the increasing of cost recovery is actually reasonable because the cost actually must increase. Then the more interesting matter is that one of the items that can?t be recovered by the state is community development. The exception of community development from cost recovery items is because of the regulation of social and environment responsibility as a company?s obligation based on Law Number 40 Year 2007 concerning Limited Liability Company. The relation appears because on the elucidation of the article concerning social and environment responsibility more leads to community development where local communities hope the company can help them in facing their problems and other wisely the company hopes the communities can treat them justly and sportive. Thus, since the enactment of Law Number 40 Year 2007 concerning Limited Liability Company, community development becomes oil and gas company?s obligation so it can?t be borne or recovered by the state.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2010
S25130
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sjahrial
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Puspitasari
"Dalam Kontrak Bagi Hasil (KBH) Industri Hulu Migas terdapat biaya operasi yang dapat dikembalikan (cost recovery) sebagai komponen dalam penghitungan bagi hasil antara Pemerintah dan Kontraktor. Terdapat kebijakan pembatasan pembebanan remunerasi tenaga kerja asing dalam cost recovery yang diatur dengan PMK No.258/PMK.011/2011. Demikian, menjadi bahasan dalam penelitian ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan latar belakang penetapan batasan biaya remunerasi tenaga kerja asing dalam cost recovery dan menjelaskan hambatan dalam pembebanan remunerasi tenaga kerja asing dalam cost recovery. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data studi kepustakaan & studi lapangan dengan wawancara. Hasil penelitian ini adalah latar belakang kebijakan tersebut dibuat adalah pelaksanaan wewenang Menteri Keuangan dalam menetapkan batasan biaya operasi yang dapat dikembalikan berdasarkan PP No.79 Tahun 2010 Pasal 12(3). Demikian, hal tersebut merupakan perwujudan dalam pelaksanaan Pasal 31D Undang-Undang Pajak Penghasilan. Hambatan dalam pembebanan remunerasi tenaga kerja asing adalah adanya inkonsistensi peraturan, ketidakpastian hukum, lemahnya pengawasan internal dan hambatan dalam implementasi peraturan oleh instansi terkait.

In The Production Sharing Contract (PSC) Upstream Oil and Gas Industry are operating cost can be refunded (cost recovery) as a component in the calculation of profit-sharing between the government and the contractor. There are restrictions on the imposition of the remuneration policy of foreign workers in the regulated cost recovery PMK No.258/PMK.011/2011. Similarly, a discussion in this study. The purpose of this study was to determine the background of the determine restrictions foreign labor remuneration expenses in cost recovery and to determine the obstacle in the imposition of foreign labor remuneration in cost recovery. The research method used is descriptive qualitative research a literature study of data collection technique and field studies with interviews. The result of this study are the background is the implementation of the policy is the authority of the Minister of Finance in setting restrictions operating cost can be returned by PP No.79 Tahun 2010 Pasal 12(3). Similarly, it is a manifestation of implementation of Pasal 31D Undang-Undang Pajak Penghasilan. Barrier in the imposition of foreign labor remuneration is the inconsistency rules, legal uncertainty, weak internal control and constraints in the implementation of regulations by relevant agencies."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S44448
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>