Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 663 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Naskah terdiri dari dua teks, teks pertama menceriterakan tentang kegunaan sebuah sendhang (mata air) yang bernama Mina. Air Sendhang Mina dapat dipakai untuk mengobati berbagai penyakit, dan sendang ini merupakan tempat untuk bertapa dengan tujuan memohon doa restu kepada Tuhan. Sendhang Mina ini peninggalan Wasi Jiwa atau Pangeran Rangkak- nyana, putra Prabu Jaka Dolog, atau cucu Brawijaya V di Majapahit, terletak di hutan Gulingan, Kalasan, Yogyakarta; teks kedua berisi sejarah Guwa Gedhah yang terletak di Gunung Kendalisada (h.29)."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
LS.39-W 66.20
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Teks berisi tiga cerita, yaitu: kisah gua Gulingan peninggalan R. Jaka Puring di lereng Gunung Gulingan, terletak di Kali Bawang, Kabupaten Ciloto; disusul kisah makam Nyai Ageng Bandung di Gunung Tumbal, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta; dan diakhiri kisah Sendang Mrican peninggalan Seh Maulana, terletak di selatan Sungai Krasak, daerah Kedu. Teks sama sekali tidak mencantumkan keterangan penulisan maupun penyalinan, maupun tarikh penerimaan naskah."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
LS.21-W 66.01
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Teks berisi kisah Gua Umyang yang berada di Gunung Soka, Gunung Kidul. Gua ini merupakan peninggalan Panembahan Sukanandi, putra Brawijaya V dari Majapahit. Nama Umyang itu sendiri berasal dari sebutan Sukanandi waktu kanak-kanak. Tidak ditemukan keterangan tentang penulisan/penyalinan naskah dalam teks, demikian pula dengan keterangan tentang penerimaan naskah ini."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
LS.25-W 66.05
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Teks menguraikan tentang upacara pertemuan yang diadakan pada tanggal 25-29 setiap bulan puasa, yang diikuti oleh putri-putri kraton. Upacara tersebut berlangsung di Kraton Yogyakarta. Keterangan penulisan naskah disebutkan dalam kolofon depan (h.l), yaitu tanggal 9 Dulkangidah 1844 (30 September 1913). Naskah didapat Pigeaud dari Gandasutarya, seorang warga Suryasaputran, Yogyakarta, pada tanggal 19 Agustus 1938. Setahun kemudian dibuatkan ringkasannya oleh Mandrasastra, tepatnya pada bulan Januari 1939. Daftar pupuh: (1) dhandhanggula; (2) megatruh; (3) pucung; (4) mijil; (5) sinom; (6) kinanthi; (7) pangkur; (8) dhandhanggula."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
SJ.85-NR 333
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini merupakan salinan ketikan dari naskah FSUI/LS.9, dibuat oleh staf Pigeaud pada Maret 1929 ini. Teks asli ditulis dalam rangka mengikuti sayembara yang diselenggarakan Poesaka Djawi pada tahun 1927. Penyalinan dibuat sebanyak 2 eksemplar, selain tersimpan di FSUI ini, salinan lainnya dapat dijumpai di koleksi Panti Boedaja (kini Museum Sonobudoyo). Data tentang nama penulis naskah asli, tarikh dan tempat penulisannya tidak diketahui secara pasti. Teks berisi riwayat Kyai Maslum yang menjadi Penghulu Besar di negara Mataram. Kyai tersebut diusir dari kraton, karena ulahnya yang melanggar aturan agama, antara lain: senang berfoya-foya, dan mengumbar hawa nafsu dengan putra raja. Semenjak itu Kyai Maslum bertempat tinggal di daerah Kedu, dan kemudian mengajarkan ilmu agama kepada para muridnya hingga akhir hayatnya. Makamnya yang diberi nama Pakuncen atau Kuncen, yang berarti mengunci diri dari semua hawa nafsu, hingga kini dikeramatkan. Keterangan lebih lanjut tentang isi teks naskah ini, lihat deskripsi naskah FSUI/LS.9 tersebut. Lihat pula deskripsi naskah LS.43 untuk keterangan peserta lain dalam lomba tersebut."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
LS.46-A 12.08
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini merupakan salinan dari naskah PNRI/LBR 7/118 (56). Teks berisi kumpulan undang-undang hukum perdata yang berlaku di Yogyakarta, sebanyak 35 bab. Di sana-sini dijumpai coretan-coretan dengan pensil yang kemungkinan merupakan catatan/koreksi dari Pigeaud. Kini FSUI menyimpan dua eksemplar naskah salinan ini, yaitu A 20.05a (ketikan asli) dan A 20.05b (tembusan karbon). Hanya ketikan asli yang dimikrofilm. Keterangan selanjutnya, lihat FSUI/HU.6 dan YKM/W.243a."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
HU.10-A 20.05a
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini berisi enam buah cerita, yaitu: Kisah Gua Senthong, Gua Cermin, Kaum, tentang Tledhek, Gua Langse, Makam Imagiri, Tata cara(?), Makam Banyu Sumurup, Makam Kota Gede, Saliran, dan Sumber Kumuning. Nama-nama tempat dalam naskah ini terdapat di daerah Yogyakarta dan sekitamya. Naskah diterima Pigeaud pada 23 Juli 1941, tidak diketahui secara pasti asal-usul naskah ini, nama penulis maupun tarikh dan tempat penulisannya."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
LS.23-W 65.02
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Teks berisi keterangan tentang gua dan beberapa petilasan yang terletak di daerah Yogyakarta, yaitu: Guwa Gebangtinatar, Petilasan Gebangkara, Petilasan Kembang Lampir, Guwa Surulanang, Guwa Ngrancangkencana, Sumur Bandung, Sendang Sada, Sendang Wirik, Guwa Lawa, serta Gunung Gentong. Pada bagian depan teks terdapat sepucuk surat bertanggal 17 Juli 1941 (tanggal ini sama dengan saat serah terima naskah). Surat tersebut berasal dari Jayengwiharja ditujukan kepada Mandrasastra, menyebutkan bahwa Jayengwiharja menyerahkan hasil karangannya kepada Dr. Th. Pigeaud melalui R.Ng. Mandrasastra, dan karangan-karangan berikutnya akan dikirim setiap bulan pada tanggal 7 dan 17. Keterangan tarikh penulisan naskah ini tidak ditemukan dalam teks."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
LS.20-W 65.03
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
Yusmaini Eriawati
"Adaptasi adalah suatu strategi yang digunakan oleh manusia sepanjang hidupnya untuk bertahan dan menyesuaikan diri (Alland, 1975: 63--71; Dyson-Hudson, 1983:5--10; Harris, 1968:2--15; Moran, 1979: 4--9). Secara umum adaptasi sering diartikan sebagai suatu proses, dan lewat proses itu hubungan-hubungan yang (saling) menguntungkan antara suatu organisme dan lingkungannya dibangun dan dipertahankan (Hardesty, 1977: 19--24). Berbagai proses yang memungkinkan manusia bertahan (survive) terhadap tantangan kondisi lingkungan membuktikan kemampuan mereka untuk beradaptasi (McElroy dan Townsend, 1989: 6--14).
Masalah adaptasi yang pada intinya mempelajari interaksi atau hubungan manusia dan lingkungan pada masa lalu yang merupakan bagian dari permasalahan arkeologi (Hardesty 1980: 157--68 ; Kirch 1980: 101--14), saat ini sudah menjadi topik yang sering dibicarakan para arkeolog Indonesia. Dari karya-karya ilmiah yang diajukan di berbagai pertemuan ilmiah arkeologi belakangan ini, beberapa di antaranya membicarakan masalah interaksi manusia dan lingkungan masa lalu tersebut. Begitu pula dari beberapa tesis program pascasarjana, antara lain Heriyanti Ongkodharma dengan Situs Banten Lama (1987), Wiwin Djuwita dengan Situs Gilimanuk (1987), Sonny Chr_ Wibisono dengan Situs Selayar (1991), serta Soeroso M.P. dengan Situs Batujaya (1995).
Karya ilmiah yang dapat dikatakan menjadi pembuka jalan bagi arkeologi Indonesia untuk lebih menekuni dan melihat besarnya manfaat penelitian arkeologi dalam membahas permasalahan interaksi manusia dan lingkungan tertuang dalam disertasi Mundardjito (1993) yang berjudul pertimbangan Ekologi dalam Penempatan Situs Masa Hindu-Budha di daerah Yogyakarta: Kajian Arkeologi Ruang Skala Makro. Disertasi itu menunjukkan bahwa kepeloporan Mundardjito menjadi sangat penting artinya (Dharrnaputra, 1996: 1-2).
Penelitian arkeologi mengenai masalah interaksi manusia dan lingkungan di dunia diawali dengan adanya karya antropolog Amerika, Julian Steward pada tahun 1937 yang menggunakan konsep ekologi budaya dalam melakukan penelitian di bagian utara Amerika Barat daya mengenai adaptasi masyarakat dan pola permukiman komunitas prasejarah dalam konteks lingkungan alam (Mundardjito 1993:8).
Lingkungan memang rnerupakan faktor yang penting bagi terciptanya suatu proses hubungan antara manusia dengan budayanya. Hubungan itu tidaklah semata-mata terwujud sebagai hubungan ketergantungan manusia terhadap lingkungannya, tetapi juga terwujud sebagai suatu hubungan dimana manusia mempengaruhi dan merubah lingkungannya (Suparlan, 1984: 3-6).
Menurut William W. Fitzhug (1972:6--10) hubungan antara manusia dan lingkungan, terutama pada masa prasejarah, lebih banyak diekspresikan ke dalam adaptasi teknologi dan ekonorni (mata pencaharian) yang berkaitan langsung dengan kebutuhan hidup manusia. Kebutuhan manusia paling mendasar untuk hidup adalah makanan dan minuman, ruang fisik untuk berlindung, sarana kegiatan (bekerja, beristirahat, bermain), dan ruang sumber daya sebagai tempat untuk memperoleh makanan, minuman, dan peralatan (Raper, 1977: 193--96).
Kebutuhan hidup manusia yang paling penting dan merupakan syarat utama untuk dapat dipenuhi adalah keberadaan sumber makanan-minuman di lingkungan merka hidup. daerah-daerah yang dipilih untuk dimukimi manusia adalah tempat-tempat yang dapat memberikan cukup persediaan bahan makanan dan air tawar, terutama di sekitar tempat-tempat yang sering dikunjungi atau dilalui hewan, seperti padang-padang rumput, hujan kecil dekat sungai atau dekat rawa-rawa.
Selain atas dasar kemungkinan memperoleh makanan, manusia secara berpindah-pindah tinggal di tempat-tempat yang dipandang cukup aman dari gangguan binatang liar dan terhindar dari panas, hujan atau angin, misalnya di balik-balik batu besar atau membuat perlindungan dari ranting-ranting pohon, dan sebagainya (Soejono 1990:118; Beals dan Hoijer 1963:359). Selanjutnya mulai timbul usaha-usaha mencari tempat yang lebih permanen, yaitu dengan memanfaatkan gua-gua atau ceruk-ceruk yang tersedia.
Pada awalnya gua atau ceruk itu dimanfaatkan terbatas hanya sebagai tempat berlindung dan menghindar dari berbagai gangguan yang merupakan kebutuhan dasar (basic need) manusia mempertahankan diri (Koentjaraningrat, 1990: 11--15; Haviland, 1993: 13--16). Adanya kebutuhan tempat tinggal yang lebih permanen menjadikan gua-gua atau ceruk-ceruk itu dimanfaatkan sebagai tempat tinggal sekaligus tempat melaksanakan hcrbagai kegiatan (Soejono, 1990:125; Beals dan Hoijer, 1963:355--58)."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahma Wijayanti
"Limestone cave is an unique ecosystem with having characteristics on enclosed space, dark, stable temperature, moist, air sirculation and being inhabited by specific flora and fauna. A limestone cave ecosystem is fragile and unrenewable for the process of its formation needs millions of years (Bullock,1965:60; Whitten et al. 1996: 542). Petruk and Jatijajar limestone caves are located at the vicinity of South Gombong Crust ,Central Java. Being potential as tourist attractions, the two caves are made used by local government tourist agency of Kebumen Regency. To create a proper managament system which saveguard the ecological function of the cave as well as the related ecological process, studies on the biodiversity and ecology are needed.
The objectives of this study are primarily to understand : (1). The level of abundance of bats (2). The different of the physical environment which influence the bats populations (3). The diversity of fauna (4). The preference roosting place the bats at Petruk and Jatijajar cave. This study is conducted at Petruk cave and Jatijajar cave which are located at Ayah subdistric , Kebumen regency , Central Java in July - September 1999.
The estimation of bat populations is made by counting the total number of induvidual bats when they left the cave in the evening and roosting the roof of cave during the days. For physical environment studies of the cave, the temperature, humidity and the light intensity at every zone of the cave were measured. Avertebrata and water fauna diversity were calculated by square method (murray 1991: 48), and the vertebrate diversity by line transek method (Wardoyo: 1986:11). The habitat preference of bat's roosting was identified using several criteria including the distance of the roosting place from the cave enterance, temperature, humidity and light intensity of the roosting place of each bats colony.
To compare the physical data of the similar zone the ANOVA test was used at the level of 95 % signiticant (Walpole 1987: 383).The fauna diversity index was calculated by the Shanon - Whiner index (Cox, 1997:195). The similarity of those population were measured by Sorensen formula (Cox, 1997:197 ).The map for roosting habitat preference is made based on available map has been provided by Finspac' (1997), while for Jatijajar cave has been prepared by tourism agency of the Kebumen local goverment 1997.
Conclusions drawn from this study were : 1) The bat population of Petruk cave during the research was approximately 144.00 at 661,34 and of Jatijajar cave around 2.874 + 179,2. 2) The physical environment of Petruk cave was warmer, with a high humidity level , and darker than the Jatijajar cave. 3) The land fauna diversity of Petruk cave was higher than that of Jatijajar cave. However those caves have similarities concerning the water fauna diversity. 4) At petruk cave 8 roosting places in habited by 6 species of bat' s namely : Rousettus amplexicaudatus, Hipposideros bicolor,Hipposideros diadema, Myotis horsfieldii, Tadarida plicata and Rhinolopus luctus. At Jatijajar cave there are 6 roosting places inhabited by 3 species of bat , namely: Rousettus amplexicaudatus, Hipposideros bicolor and Rhinoilopus luctus. At both of cave the R. amplexicaudatus prefer red to have a roosting place somewhere around the entrance due to sufficient light.
However R. luctus preferred to have a roosting place at the far end of the cave where the level of humidity is high and there is no light at all. The other species : H. bicofon H. diadema ,M, horsfieldii, and T. plicata preferred to have a roosting place at the medle of the cave which little light is available and the temperature and humidity are fluctuative."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
T9979
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>