Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2416 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Naskah ini merupakan terjemahan dalam bahasa Belanda dari teks Serat Dermagandhul. Naskah atau edisi cetak yang diterjemahkan di sini kurang jelas. Terjemahan ini dikerjakan oleh Sasmitahutaya, di Surabaya, pada tahun 1931. Pada waktu menerjemahkan, Sasmitahutaya rupanya berkorespondensi dengan H. Overbeck tentang beberapa aspek bahasa dan makna teks yang sulit ini. Pada h. 187-188 terdapat kata pengantar dari penulis tentang terjemahannya. Teks Dermagandhul ini disusun dalam 21 pupuh, sebagai berikut: (1) mijil; (2) megatruh; (3) sinom; (4) dhandhanggula; (5) asmarandana; (6) dhandhanggula; (7) pangkur; (8) sinom; (9) dhandhanggula; (10) asmarandana; (11) pangkur; (12) dhandhanggula; (13) pangkur;. (14) dhandhanggula; (15) pangkur; (16) dhandhanggula; (17) pangkur; (18) dhandhanggula; (19) pangkur; (20) asmarandana; (21) dhandhanggula."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CS.84-A 39.15
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah berisi ringkasan Serat Dermagandhul yang dibuat oleh Mandrasastra, atas perintah Pigeaud, di Surakarta, pada tahun 1934. Ringkasan berupa deskripsi isi masing-masing pupuh teks, sebanyak 27 pupuh. Melihat pemakaian tembang dalam karya ini, terutama tembang pralambang yang khas, teks versi ini disusun di wilayah Cirebon. Dinyatakan pada h.i bahwa naskah yang diringkas berasal dari Cirebon, dan diperoleh dengan perantaraan Dr. H. Kraemer dari J. van de Weg, di Juntikebon. Keberadaan naskah tersebut sekarang tidak diketahui."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CS.83-L 21.06
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini merupakan ringkasan dari teks yang termuat pada sebuah naskah yang diperoleh dari J. van de Weg di Juntikulon, Cirebon, dengan perantaraan Dr. H. Kraemer. Mandrasastra membuat ringkasannya pada bulan AgUstus 1934 di Surakarta (h.i). Isi ringkasan ini terdiri dari tiga teks, yaitu: (1) Serat Tarek menceritakan percakapan perihal Allah dari seorang penulis ketika ia mendapatkan pengalamannya pada waktu berkelana dari Banyuwangi ke barat hingga Serang. Penulis juga mengungkapkan keburukan guru-gurunya dan dirinya sendiri. Teks ini terdiri dari 12 pupuh dengan menyebutkan jumlah pada dari masing-masing pupuh berikut nomor halaman pada naskah asli (naskah yang diringkas). Dalam ringkasan tak dicantumkan bait-bait awal dari teks. Urutan pupuhnya sebagai berikut: (1) dhandhanggula; (2) kinanthi; (3) asmarandana; (4) sinom; (5) duduk; (6) asmarandana; (7) mijil; (8) pucung; (9) pangkur; (10) maskumambang; (11) dhandhanggula; (12) gambuh. (2) Serat Sitin, berisi berbagai hal mengenai pelaksanaan shalat, dimulai dari tataran syariat hingga makrifat. Teks ini terdiri dari satu pupuh yaitu tembang asmaradana sebanyak 23 pada, pada naskah asli (naskah yang diringkas) terletak pada halaman 92. (3) Serat Dermagandhul menceritakan percakapan antara Kalamwadi dengan Dermagandhul. Percakapan dimulai dengan masuknya orang Jawa dalam agama Islam atas ijin Brawijaya ke V (terakhir) Raja Majapahit. Penyebaran agama Islam ini dilakukan oleh Sunan Bonang. Dalam pengembaraannya di Jawa, Sunan Bonang bertemu dengan Buta Locaya lalu saling berbantah ilmu. Teks ini berakhir dengan serangan Patih Gajahmada terhadap Sunan Giri, untuk mengusir para ulama dari tanah Jawa. Teks terdiri dari tiga pupuh berikut jumlah pada dari masing-masing pupuh dan nomor halaman naskah asli (naskah yang diringkas). Urutan pupuh sebagai berikut: (1) dhandhanggula; (2) asmarandana; (3) dhandhanggula. Menurut keterangan di dalam ringkasan ini, disebutkan bahwa teks Dermagandhul disalin dengan sengkala 'Resi Suci Pujangganing Narpati' dalam teks ditulis menjadi 1747. Sengkala ini tidak sesuai dengan watak kata sengkalan yang terdapat, seharusnya jatuh pada 1847 Jawa (1916 Masehi). Sengkala ini tampaknya sesuai dengan sengkala yang terdapat di dalam naskah MSB/P.121, demikian pula dengan nama pupuhnya. Tampaknya teks ini merupakan satu versi dengan MSB/P.121. Keterangan lebih lanjut mengenai teks ini lihat MSB/P.121 dan FSUI/CS.80-85."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CS.86-L 21.16
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini merupakan catatan Pigeaud mengenai Serat Dermagandhul berikut ulasan umum serta terjemahan beberapa petikannya. Naskah masih berupa konsep, dengan banyak ralat, coretan, tambahan, dsb. Tentang teks Dermagandhul, lihat deskripsi naskah FSUI/CS.80."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CS.82-L 3.04
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
Pujaharja
"Buku ini memuat tentang balasan seorang anak terhadap orang tua. Yang menjadi tokoh cerita adalah Jakasakti. Bagaimana kewajiban-kewajiban seorang anak pada orang tuanya."
Batawi: Pirmeh Papirus, 1912
BKL.0799-CL 46
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini merupakan ringkasan dari sebuah naskah yang semula berciri HS Th.P. NR 337. Sayangnya, naskah tesebut, seperti semua naskah Dermagandhul lain dari koleksi FSUI, kini telah hilang. Naskah berisi ringkasan lima teks, yaitu Dermagandhul, Piwulang Budi Sae, Gatholoco, Cabolek, dan Cakruk Truna. Ringkasan dibuat pada tahun 1939 oleh Mandrasastra, atas perintah Pigeaud, mungkin di Yogyakarta. Dalam membuat keterangannya, Mandrasastra menyebutkan nama tembang, jumlah pada dan nomor halamannya, berikut uraian singkat alur cerita pupuh per pupuh. Cuplikan teks awal setiap pupuh tidak disertakan. Teks Dermagandhul berisi percakapan antara Seh Kalamwadi dengan Dermagandhul, kemudian dilanjutkan cerita perjalanan Sunan Bonang. Diceritakan juga mengenai penyerangan Patih Gajah Mada terhadap Demak dan lolosnya Prabu Brawijaya menuju ke barat. Abdidalem Prabu Brawijaya, Sabda Palon dan Naya Genggong menyesalkan sikap rajanya yang mengubah agamanya menjadi lslam. Urutan pupuh dalam teks ini sebagai berikut: (1) mijil; (2) duduk; (3) sinom; (4) dhandhanggula; (5) asmarandana; (6) dhandhanggula; (7) pangkur; (8) sinom; (9) dhandhanggula; (10) sinom; (11) pangkur; (12) asmarandana; (13) dhandhanggula; (14) mijil; (15) kinanthi; (16) duduk; (17) asmarandana. Teks Piwulang Budi Sae konon merupakan warisan dari Panembahan Daka. Di dalamnya disampaikannya berbagai ajaran mengenai etika, di antaranya uraian mengenai arti kata satria. Teks ini juga mencela tindakan yang banyak dilakukan oleh orang-orang zaman sekarang, yang tidak sesuai dengan etika. Urutan pupuhnya sebagai berikut: (1) kinanthi; (2) sinom; (3) asmarandana. Serat Gatholoco menceritakan petualangan seseorang bernama Gatholoco yang menolak ajaran agama Islam. Gatholoco berkelana dan bertemu dengan pesantren Arjasari lalu terjadi perbantahan mengenai ajaran-ajaran agama Islam dengan tiga orang santrinya. Perjalanan dilanjutkan hingga Gatholoco bertemu dengan Dewi Perjiwati di Goa Siluman Werit. Urutan pupuhnya sebagai berikut: (1) dhandhanggula; (2) sinom; (3) pangkur; (4) asmarandana; (5) gambuh; (6) sinom; (7) kinanthi. Serat Cabolek menceritakan para alim ulama yang dipimpin oleh Ketib Anom menggugat seseorang bernama Ki Cabolek karena dianggap telah melanggar ajaran agama Islam. Urutan pupuhnya sebagai berikut: (1) dhandhanggula; (2) asmarandana; (3) sinom; (4) kinanthi; (5) dhandhanggula; (6) sinom; (7) gambuh; (8) dhandhanggula; (9) pangkur; (10) mijil; (11) sinom; (12) asmarandana; (13) durma; (14) asmarandana; (15) dhandhanggula; (16) sinom; (17) pangkur; (18) mijil; (19) dhandhanggula; (20) asmarandana. Teks terakhir, yaitu Serat Cakruk Truna, menceritakan petualangan seorang anak yang hidup sebatang kara bernama Cakruk Truna. Untuk mempertahankan hidupnya ia berusaha dalam berbagai pekerjaan, sampai akhirnya ia tirakat di bawah pohon Tri Wulan. Raja Jinn dari pohon Tri Wulan mohon agar Cakruk Truna menghentikan tapanya dengan imbalan Slompret dan Kantong. Dengan berbekal benda wasiat itu Cakruk Truna menculik putri dari negara Rum, namun akhirnya Cakruk Truna dapat ditipu oleh sang Putri. Cerita berakhir dengan kembalinya Cakruk Truna seperti semula ketika ia belum mendapat benda-benda wasiat itu, karena diperdayai oleh sang Putri dari Rum. Urutan pupuhnya sebagai berikut: (1) asmarandana; (2) dhandhanggula; (3) sinom; (4) pucung; (5) duduk; (6) sinom; (7) maskumambang; (8) mijil; (9) asmarandana; (10) kinanthi; (11) dhandhanggula."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CS.87-NR 377
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Tembusan karbon dari naskah FSUI/PW.79. Lihat deskripsi naskah tersebut untuk keterangan selanjutnya. Naskah tidak dimikrofilmkan."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
PW.80a-A 17.07a
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Sama dengan PW.80a di atas, namun hanya sampai dengan h.24 (pupuh durma). Naskah tidak dimikrofilm."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
PW.80b-A 17.07b
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini berisi ringkasan teks Serat Walangsungsang, kemungkinan berasal dari naskah induk Babad Cerbon, Putra Galuh, diterima Pigeaud dengan perantaraan Dr. Kraemer (h.i)."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CH.57-L 21.04
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini mulai disalin pada tanggal 5 Februari 1910, memuat teks Serat Walang Sungsang-Rara Santang. Pada h.i disebutkan bahwa naskah tersebut dibeli dengan perantaraan Ir. Moens pada tanggal 18 Maret 1932 di Yogyakarta. Ringkasan oleh Mandrasastra dilakukan pada Mei 1932. Pigeaud dalam bukunya Literature of Java menggolongkan cerita Walang Sungsang - Rara Santang ke dalam 'Cerbon mythical tale' (Pigeaud 1967:144-145). Karya ini menceritakan tentang penyebaran agama Islam terutama di daerah Cirebon. Adapun tokoh-tokoh yang diceritakan dalam teks tersebut adalah Raden Walang Sungsang, putra raja Pajajaran yang memeluk agama Islam, berkelana mencari ilmu tentang agama Islam ke Mekah, dan kemudian kembali lagi ke pulau Jawa. Rara Santang, adik R. Walang Sungsang yang ikut berkelana bersama kakaknya, kemudian kawin dengan raja Mesir. Kelak salah satu dari putranya bernama R. Sarip Hidayat menjadi wali di Gunungjati. Diceritakan pula tentang R. Sahid saat menjadi perampok yang akhirnya takluk pada Ki Dares, kemudian R. Sahid disuruh berguru pada Sunan Jati. Belum sempat R. Sahid berguru, Sunan Jati (Seh Sarip) harus pergi dengan tujuan akan membujuk kakeknya, raja Pajajaran untuk memeluk agama Islam. Akan tetapi raja Pajajaran lebih suka gaib bersama kerajaannya. Seh Sarip kembali ke Gunungjati setelah 9 bulan pergi. Di Gunungjati R. Sahid masih menunggu kedatangan Seh Sarip untuk berguru sarengat agama Nabi Muhammad. R. Sahid disuruh ke pinggir kali sambil membawa kemiri, namun kemiri yang dibawanya masuk ke dalam sungai, R. Sahid berusaha mencari kemiri di dalam sungai hingga ke samudra, akhirnya sampai di pulau Ening, di sana bertemu dengan Nabi Kilir. R. Sahid diberi nama Sunan Kalijaga kemudian ia bertapa di pegunungan Dieng. Daftar pupuh: (1) dhandhanggula; (2) kinanthi; (3) asmarandana; (4) megatruh; (5) balabak; (6) mijil; (7) sinom; (8) maskumambang; (9) dhandhanggula; (10) asmarandana; (11) sinom; (12) dhandhanggula; (13) kinanthi; (14) sinom; (15) kinanthi ; (16) sinom; (17) asmarandana; (18) dhandhanggula; (19) asmarandana; (20) pangkur; (21) dhandhanggula; (22) kinanthi; (23) balabak."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CH.58-NR 169
Naskah  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>