Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 68698 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Gugah Patria
"Skripsi mi menceritakan pentingnya peran intangible asset yang temyata banyak dan sering dianggap kurang signifikan keberadaannya dalam suatu pendayagunaan
sumber daya perusahaan.
Brand names sebagai salah satu bentuk intangible assets, sering hanya terpaku pada fungsinya sebagai suatu generalisasi media identifikasi. Dimana dalam praktek akuntansi sehan-han dibicarakan dalam suatu kelompok, yaitu goodwill.
Perlakuan akuntansi terhadap goodwill diketengahkan karena hubungan yang saling terkait antar keduanya. Namun fokus penulisan tidak diarahkan pada bagaimana
akuntansi brand names harus diterapkan, tetapi Iebih condong ke arah pembuktian signifikansi brand names dalam meningkatkan kinerja pet-usahaan dan altematif
upaya kuantifikasi yang dapat dipertanggung jawabkan kewajarannya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1993
S18668
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedy Djefris
"Intangible assets atau a!ctiva tidak berwujud adalah elemen kunci dalam perekonomian yang berbasis ilmu pengetabuan dan merupakan sumber daya yang panting bagi keunggulan daya saing bisnis perusabaan. Perusabaan-perusabaan yang mempergunakan asset-aset intelektual yang tinggi seeara substansial, merupakan pelaku dalarn bisnis modem yang dikenal sebagai modem economy. Saat ini, di negara-negara maju, faktor-faktor produksi yang paling penting telah beralih kepada se.suatu yang tidak kasat mata (invisible). Faktor-faktor tersebut adalah Intangible assets yang juga sering disebut sebagai intellectual assets atau intangibles, diantaranya : brand, reputation, trademarks, software, R&D, patent. SDM skills, strategy, process quality, supplier and customer relationship, dan lain-lain. Aset-aset tidak berwujud ini memberikan kontribusi sangat besar bagi peningkatan daya saing perusahaan dalam industri.
Pengenaan royalty fee telah menjadi hal yang umum digunakan oleb perusabaan yang mentransfer intangible property-nya kepada perusabaan lain tanpa memandang pihak ketiga, anak perusabaan atau afiliasinya. Bagi otoritas pajak, penting untuk memfokuskan perhatiannya terhadap intangible asset dan menghendaki perusabaan-perusahaan tersebut mengenaksn royalti kepada anak perusaltaannya atas penggunaan intangible property mereka dengan arm's length principle. Perusahaan· perusabaan multinasional dalam rangka meminimalkan hehan pajak seeara grup usaba cenderung melakukan tax planning, terkait dengan aliran pengenaan royalti atas penggunaan merck oleh semua anak perusahaan dan afiliasinya yang tersebar di beberapa negara dengan jenis perlakuan pajak yang berbeda-hoda pula. Perencanaan tentang negara domisili yang paling efektif dan efisien bagi portofolio sering merupakan faktor penting.
Dari analisis yang dilakukan terbadap vmiabel-vmiabel yang menentukan daya redam regulasi pajak Indonesia terbadap praktek transfer pricing atas intangible property, disimpulkan sebagai berikut: (a) Indonesia belum memiliki peraturan yang memberikan perhatian kbnsus terhadap intangible property. Hanya terdapat aturan berupa dafta! aktiva tidak berwujud atau kbnsusnya intangible property yang berl

Intangible Assets are key elements in the knowledge-base economics and represent resource which necessary fur exce11ence of a company’s business competitiveness. Companies utilizing high intellectual assets by substantial, is representing perpetrator in modem business which is known as modem economy. Currently, in many developed countries, the most important production factors have transferred to something that are invisible. The factors are Intangible assets which also often being conceived as intellectual or intangibles, i.e.: brand, reputation, trademarks, software, R&D, patent, Human Resources, strategy, process, customer and supplier relationship, and others. These Intangibles contribute largely in order to increase the competitiveness of a company in industry.
The imposition of royalty fee have come to common feature used by companies which transferring.their intangible properties to other companies without reference whether unrelated parties, subsidiaries or affifiations. For tax authorities, it is important to focus their attention to intangible assets and require the companies to impose royalty at arm's length principle to their subsidiaries due to the usage of their intangible property. Multinational Enterprises (MNE) in order to minimize tax burden on the whole group, tend to conduct tax planning, related to the stream of royalty imposition due to the usage ofbrand by all subsidiaries and affiliations which located in some states which tax regimes are different each other. The planning about most efficient and effective domiciled state to portfolio often represents important factor.
Analysis that have been conducted to those essential variables which energize the power of Indonesian tax regulation to combat the practices of transfer pricing of intangible property, concluded as follows: (a) Indonesia has not yet owned regulations giving special consideration to intangible property. Only there are order in the form of intangible asset list or specially respective intangible property with payment of royalty in clarification of Income tax Act section 4(1)(h). But there is no classification of the intangible asset in marketing intangible as well as trade intangible. Royalty is arranged by section 4 (l)(h) as object of income tax and in Tax treaty 12. (b) Final Regulations which go into effect, do not arrllJige about the ownership test of intangible property , either through legal ownership and also economic ownership. (c) reference to restructuring of supply chain issues at MNE, Indonesia fmal tax regulations not yet can give adequately anti tax avoidance There is a tendency of large companies in Indonesia concerning a degradation of functions 2 especially foreign investment companies which enter in international supply chain network from a MNE. Hereinafter the valuable intangible properties (brand, patent, and others) migrated to their associations beyond the sea, and companies in this country only as contract manufacturer aud sales commissionaire. (d) There are no statement or guidance about most recommended method/methods in handling transactions of transfer of intangible property.
"
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T 25277
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rana Aulia
"Laporan magang ini bertujuan untuk mengevaluasi perlakuan akuntansi terkait pengakuan atas perjanjian konsesi jasa antara PT GGA dengan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) dan mengevaluasi proses audit terkait pengujian penurunan nilai aset takberwujud PT GGA. PT GGA merupakan perusahaan penyelenggara jalan tol yang memiliki perjanjian konsesi dengan BPJT. Hasil analisis menunjukkan bahwa perjanjian antara BPJT dengan PT GGA memenuhi kriteria sebagai perjanjian konsesi jasa sesuai dengan ISAK 16, yaitu BPJT mengendalikan dan mengatur harga dan jasa yang harus diberikan oleh PT GGA, serta PT GGA wajib mengembalikan jalan tol pada akhir masa konsesi. Mengacu pada aturan pengakuan hak konsesi dalam ISAK 16, hak konsesi yang dimiliki PT GGA dapat diakui sebagai aset takberwujud sehingga perlu dilakukan pengujian penurunan nilai secara periodik sesuai PSAK 48. Berdasarkan hasil pengujian penurunan nilai yang dilakukan PT GGA menunjukkan bahwa aset takberwujud tidak mengalami penurunan nilai. Selanjutnya, karena pengujian penurunan nilai memerlukan estimasi akuntansi, maka KAP BOS melakukan proses audit terhadap estimasi akuntansi tersebut. KAP BOS melakukan proses audit sesuai dengan ISA 540 tentang audit atas estimasi akuntansi dan PSAK 48 tentang penurunan nilai aset. Hasil pengujian penurunan nilai oleh KAP BOS sesuai dengan PT GGA yaitu aset takberwujud tidak mengalami penurunan nilai.

This internship report aims to analyze accounting treatment that are related to the recognition of concession agreements between PT GGA and Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) and also the audit process related to the testing of impairment on intangible assets of PT GGA. PT GGA is a toll road company that has a concession agreement with BPJT. The analysis shows that the agreement between BPJT and PT GGA meets the criteria as a concession agreement in accordance with ISAK 16, becausep the BPJT controls and it regulates the prices and services that must be provided by PT GGA, and PT GGA must return the toll road to the BPJT at the end of the concession period. Regarding the rules for recognizing concession rights in ISAK 16, the concession rights owned by PT GGA can be recognized as intangible assets. As the concession rights are recognized as intangible assets, it is necessary to periodically assess impairment base on PSAK 48. Based on the results of the impairment test conducted by PT GGA, it shows that intangible assets do not experience impairment. Furthermore, because impairment testing requires accounting estimates, the BOS KAP conducts an audit process of these accounting estimates. BOS KAP conducts an audit process in accordance with ISA 540 regatding the audits of accounting estimates. The testing result for impairment by KAP BOS are in line with the result from PT GGA, mean that there is no any impairment."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Stephen Setiawan
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis relevansi nilai dari dividen dan aset takberwujud, serta dampak dari pengadopsian IFRS terhadap relevansi nilai dari aset takberwujud menggunakan data dari perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007-2012. Penelitian ini menggunakan model data panel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dividen, aset takberwujud, dan goodwill memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap harga saham. Pengadopsian IFRS tidak terbukti memiliki dampak positif terhadap relevansi nilai dari aset takberwujud dan goodwill. Pada analisis tambahan, ditemukan bahwa aset takberwujud teridentifikasi dan dividen memiliki relevansi nilai yang paling signifikan dibandingkan dengan variabel independen lain yang merupakan bagian dari nilai buku dan laba.

The purpose of this research is to analyze the value relevance of dividends and intangible assets, and the effect of IFRS adoption on the value relevance of intangibles using a sample of manufacturing firms listed on the Indonesia Stock Exchange over the period 2007-2012. This research employs the panel data model. The results indicate that dividends, intangible assets, and goodwill are positively and significantly associated with stock price. IFRS adoption is not found to have a positive effect on the value relevance of intangible assets and goodwill. In an additional analysis, dividends and identifiable intangible assets are found to be the most value-relevant components of earnings and book value, respectively.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
S54927
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghamal Peris Aulia
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
S26408
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marsya Khairina Azzahra
"ABSTRAK
Fokus dari penelitian ini adalah untuk menganalisis fungsi Pengembangan, Peningkatan, Pemeliharaan, Perlindungan, dan Pemanfaatan (selanjutnya disebut DEMPE) untuk transaksi dengan pihak afiliasi sehubungan dengan harta tidak berwujud. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami bagaimana mengidentifikasi fungsi DEMPE untuk pemanfaatan harta tidak berwujud diantara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa sebagai salah satu bentuk implementasi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (Arms Length Principle) di Indonesia, dan untuk mengetahui kondisi regulasi Indonesia atas identifikasi fungsi DEMPE atas transaksi afiliasi sehubungan dengan harta tidak berwujud. Metode penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan teknik analisis data kualitatif. Data yang dikumpulkan sebagai dasar analisis didapatkan melalui wawancara mendalam dengan narasumber yang dipilih berdasarkan pengalaman profesional mereka di bidang Perpajakan Internasional dan Transfer Pricing. Penelitian ini kemudian menjelaskan bahwa ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi fungsi DEMPE atas transaksi afiliasi sehubungan dengan harta tidak berwujud, cara yang dapat dilakukan misalnya melalui wawancara fungsional kepada key personnel perusahaan atau grup, serta melakukan tinjauan analisis fungsional yang dapat dilakukan melalui tinjauan mendalam terhadap dokumen yang dimiliki oleh perusahaan atau grup. Penelitian ini juga menghasilkan bahwa saat ini tidak ada peraturan atau pedoman khusus yang secara khusus mengacu pada kewajiban Wajib Pajak untuk mengidentifikasi fungsi-fungsi DEMPE yang dilakukan untuk transaksi pihak afiliasi sehubungan dengan harta tidak berwujud di Indonesia, dan penerimaan masukan yang berasal dari pihak Wajib Pajak dan Pejabat Pajak yang menyatakan bahwa dibutuhkan klarifikasi dalam bentuk regulasi atau panduan mengenai transfer pricing atas harta tak berwujud - dan tidak hanya terbatas pada identifikasi fungsi DEMPE. Peneliti kemudian menyarankan pihak pembuat kebijakan untuk mempertimbangkan opsi untuk merumuskan dan menegakkan peraturan atau pedoman mengenai penentuan harga transfer atas harta tidak berwujud yang berfungsi untuk mengklarifikasi posisi peraturan penentuan harga transfer Indonesia, serta untuk memitigasi risiko atas sengketa pajak terkait penentuan harga transfer sehubungan dengan harta tidak berwujud di Indonesia.

ABSTRACT
The focus of this research is to analyze the Development, Enhancement, Maintenance, Protection, and Exploitation (hereinafter referred as DEMPE) function for related party transactions concerning Intangibles. The purpose of this study is to understand how to identify the DEMPE function of for the use of Intangibles between related parties as a part of the implementation on Arms Length Priciple in Indonesia, and to find out Indonesias state of regulation when it comes to the DEMPE function identification in related party transactions concerning Intangibles. The methodology used in this research is qualitative approach with qualitative data analysis technique. The data were collected by means of in-depth interview with the respected sources chosen based on their professional experience in the field of International Tax and Transfer Pricing. This research later explains that there are some ways that could be done in order to identify the DEMPE functions of intangibles transactions, e.g. to perform functional interview to the companys or groups key personnels, as well as functional analysis that could be done through in-depth review of the companys or the groups documents. This research also results that currently there is no specific regulation nor guidance that are specifically referring to the obligation of the Taxpayers to identify the DEMPE functions performed for related party transactions concerning intangibles in Indonesia and that there are suggestions from both Taxpayers and Tax Officers side that a clarification in the form of regulation or guidance regarding transfer pricing for Intangibles-and not only limited to the identification of DEMPE functions-is required. The researcher later suggests the policy maker to consider the options to formulate and to enforce the regulation or guidance regarding transfer pricing for Intangibles to clarify Indonesias transfer pricing regulation position, as well as to mitigate the risk of overwhelming and unnecessary increase in transfer pricing dispute regarding Intangibles in Indonesia."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
C. Nurlany Mulia Pranata
"ABSTRAct
Eksistensi brand experience menjadi hal yang penting untuk diaplikasikan oleh pemasar karena memahami bagaimana konsumen merasakan pengalaman yang diberikan oleh brand dapat membantu mengembangkan strategi pemasaran. Hal ini terutama berlaku untuk pembentukan brand personality. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh yang dihasilkan oleh brand experience terhadap pembentukan brand personality Starbucks Coffee Indonesia. Penelitian ini menggunakan paradigma positivis, logika deduktif, dan pendekatan kuantitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner kepada 230 mahasiswa aktif Ilmu Komunikasi UI pada tahun 2018. Hasil penelitian menunjukan bahwa brand experience memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap pembentukan brand personalityEksistensi brand experience menjadi hal yang penting untuk diaplikasikan oleh pemasar karena memahami bagaimana konsumen merasakan pengalaman yang diberikan oleh brand dapat membantu mengembangkan strategi pemasaran. Hal ini terutama berlaku untuk pembentukan brand personality. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh yang dihasilkan oleh brand experience terhadap pembentukan brand personality Starbucks Coffee Indonesia. Penelitian ini menggunakan paradigma positivis, logika deduktif, dan pendekatan kuantitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner kepada 230 mahasiswa aktif Ilmu Komunikasi UI pada tahun 2018. Hasil penelitian menunjukan bahwa brand experience memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap pembentukan brand personality.

ABSTRACT
The exixtence of brand experience becomes important to be applied by the marketers. This happens because understanding the consumers feeling about the experience which provided by the brand can help the marketers to develop marketing strategy. The purpose of this research is to see the influence of brand experience to brand personality of Starbucks Coffee Indonesia. This research uses positivist paradigm, deductive logic, and quantitative approach. All the datas were collected through questionnaires that distributed to 230 active students of Communications Science of UI in 2018. The results of this research shows that brand experience has a significant effect in shaping the brand personality."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Anwarsyah
"Dalam perkembangan dunia perdagangan yang semakin maju, merek mempunyai peran yang sangat panting, bahkan pentingnya merek ini dapat melebihi dari produk yang dihasilkan. Merek yang pada awalnya digunakan untuk memberikan tanda dari produk yang dihasilkan dengan menunjukkan asal-usul barang, pada perkembangan selanjutnya digunakan pula untuk menghindarkan terjadinya peniruarl, bahkan dewasa ini merek telah menjadi bagian dari komoditi dagang itu sendiri. Oleh karena itu, negara-negara yang berkepentingan terhadap merek tersebut selalu memperbaharui perundang-undangan merek di negaranya tersebut.
Di Indonesia sendiri pengaturan atas merek telah beberapa kali mengalami perubahan, terakhir adalah dengan dikeluarkannya UU No. 15 Tahun 2001, yang dimaksudkan antara lain selain untuk mengikuti dan menghadapi era perdagangan global serta untuk mempertahankan iklim persaingan usaha yang sehat, juga sebagai tindak lanjut penerapan konvensi-konvensi internasianal tentang merek yang telah diratifikasi oleh Indonesia. Untuk memberikan kepastian hukum terhadap pemakai merek, UU Merek No. 15 Tahun 2001 menganut sistem pendaftaran konstitutif, yaitu sistem yang memberikan perlindungan hukum kepada pihak yang telah mendaftarkan mereknya secara resmi_ Meskipun sistem konstitutif yang dianut cleh UU Merek dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum kepada pemilik merek terdaftar, tetapi UU Merek juga memberikan hak kepada yang berkepentingan untuk memohon penghapuscn dan atau membatalkan pendaftaran merek dari daftar umum merek. Dalam prakteknya, yang menjadi alasan pembatalan suatu merek terdaftar adalah sebagaimana disebut pada Pasal 6 UU No. 15 Tahun 2001 yaitu mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek milk pihak lain yang sudah terdaftar terlebih dahulu untuk barang danlatau jasa sejenis. Sedangkan untuk menilai apakah suatu merek mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya tersebut adalah pengadilan.
Penelitian penulis membuktikan bahwa terhadap kriteria adanya persamaan pada keseluruhannya, pengadilan cenderung berpendapat yang sama antara satu putusan dengan putusan lainnya terhadap perkara sejenis. Namun, terhadap kasus-kasus yang mengandung adanya persamaan pada pokoknya, pendapat pengadilan cenderung tidak konsisten. Ketidakkonsistenan ini sebenamya bertolak belakang dari latar belakang perubahan sistem pendaftaran merek dari sistem dekiaratif menjadi konstitutif yang diatur dalam UU Merek, yang bertujuan untuk menciptakan adanya kepastian hukum. Apalagi yang menjadi alasan pembatalan merek tersebut adalah alasan substantif yang sebenarnya telah dilewati dalam proses permohonan di kantor merek. Oleh karenanya, untuk merealisasikan kepastian hukum sebagaimana dikehendaki oleh UU tersebut, petugas pendaftaran merek juga perlu untuk meningkatkan kinerja dalam melaksanakan pendaftaran merek tersebut, sehingga terhadap merek yang jelas sama tidak dapat didaftarkan kembali dan merek-merek yang diterima pendaftarannya adalah merek-merek yang jelas telah memenuhi persyaratan substantif."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T16306
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Dwi Septyani
"Brand berperan dalam membantu konsumen untuk membangun identitas diri mereka Escalas dan Bettman, 2003 sehingga brand yang dipilih konsumen dinilai memiliki nilai yang jauh lebih dari sekedar nilai fungsional McDonald dan Wilson, 2011 . Menurut Schau dan Gilly 2003 , social networks memungkinkan seorang konsumen untuk menunjukkan sebuah 'ideal self' mereka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh self-expressive brands inner dan social self yang ada pada Facebook terhadap brand love, brand advocacy word of mouth, dan brand advocacy acceptance. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah para pengguna Facebook yang pernah melakukan 'like', 'comment' dan 'share' terhadap suatu brand page tertentu yang ada di Facebook dalam kurun enam bulan terakhir. Data diolah dengan menggunakan metode Structural Equation Modeling SEM.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa self-expressive brands inner self dan self-expressive brands social self berpengaruh positif terhadap brand love. Lalu, brand love memiliki pengaruh signifikan yang bersifat positif terhadap brand advocacy word of mouth dan brand advocacy acceptance. Selain itu, self-expressive brands inner self berpengaruh positif terhadap brand advocacy acceptance namun tidak berpengaruh terhadap brand advocacy word of mouth. Sebaliknya, self-expressive brands social self berpengaruh positif terhadap brand advocacy word of mouth namun tidak berpengaruh terhadap brand advocacy acceptance.

Brand has a role to help consumer in developing their self identity Escalas and Bettman, 2003 so the consumer selects particular brand far beyond its functional benefit McDonald and Wilson, 2011. Schau and Gilly 2003 found that social networks allow consumer to show their 'ideal self'. This study aims to analysis the effect of self expressive brands on Facebook towards brand love, brand advocacy word of mouth, and brand advocacy acceptance. Samples in this study are Facebook user who had already given their like, comment and share for a particular brand within six months. The data was processed by using Structural Equation Modeling SEM.
The result of this study found that both self expressive brands inner self and self expressive brands social self have positive effect to brand love. Brand love has positive effect to brand advocacy word of mouth and brand advocacy acceptance. This study also found that self expressive brands inner self has positive effect to brand advocacy acceptance, but it doesn't have effect to brand advocacy word of mouth. On the other hand, self expressive brands social self has positive effect to brand advocacy word of mouth, nevertheless it doesn't have effect to brand advocacy acceptance.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
S68584
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wardah Sholihatul Imamah
"Indonesia, Jepang dan Singapura merupakan beberapa negara yang memiliki pasar yang kompetitif di wilayah Asia, sehingga pencegahan dan penghukuman terhadap pelanggaran hukum persaingan usaha diperlukan untuk menjamin pasar yang kompetitif. Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaturan pengenaan denda di Indonesia, dibandingkan dengan Jepang dan Singapura, dan bagaimana penerapan pengenaan denda terhadap pelanggaran hukum persaingan usaha di Indonesia, dibandingkan dengan Jepang dan Singapura.
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang dilakukan dengan studi kepustakaan. Denda merupakan suatu bentuk sanksi yang diharapkan dapat mencegah adanya pelanggaran, dan memberikan dampak jera terhadap pelanggar. Namun tidak seperti di Jepang dan di Singapura yang telah mengatur secara rinci mengenai mekanisme pengenaan denda, pengaturan denda di Indonesia tidak secara rinci mengatur mengenai mekanisme pemberian denda.

Indonesia, Japan and Singapore are several nations with competitive market in Asia, which needs precaution and penalization againts infringement of competition law to ensure the competitive market. The main problems of this research are how the regulation of fine sanction in Indonesia, in comparison with Japan and Singapore, and how the fine sanction application in competition law cases in Indonesia, in comparison with Japan and Singapore.
This research uses normative juridicial method, which is done with literature studies. Fine is a form of sanctions which expected to prevent the infringement, and wary the offender. Unlike in Japan and Singapore which are having the regulation of fine sanction mechanism in detail, the regulation of fine sanction in Indonesia is not regulated the fine sanction mechanism in detail.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
S62926
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>