Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 70300 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1991
S18235
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Dep. Pekerjaan Umum, 1984,
R 336.2 Dep h
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Aulia Labibah
"Skripsi ini merupakan penelitian yang dilakukan untuk menganalisa dampak liberalisasi perdagangan dan kebijakan pajak ekspor terhadap performa ekspor UMKM di Indonesia. Sampel data yang digunakan adalah tahun 2000 hingga tahun 2011 dengan individu yang terdiri 15 sektor industri berdasarkan klasifikasi dua digit ISIC rev. 1968 menggunakan model Fixed Effect. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa penurunan hambatan tarif yang dilakukan di era liberalisasi perdagangan tidak memberikan pengaruh terhadap performa ekspor UMKM Indonesia selama tahun penelitian sehingga kebijakan hambatan tarif tidak menjadi prioritas. Dampak nyata akan lebih terasa apabila dilakukan peningkatan pajak ekspor.

This thesis is one of the few studies conducted to analyze the impact of trade liberalization on export performance of MSMEs in the Indonesian. The sample data is used from 2000 to 2011 with individuals who comprise 15 industry classifications ISIC rev. 1968 with Fixed Effect model. It was found that reduction in tariff barriers in the era of trade liberalization do not give effect to the export performance of Indonesian MSMEs. The real impact will be felt through the increasing of export taxes.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
S56387
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Samosir, Hendrik
"Dalam penulisan karya akhir ini penulis juga membahas perlakuan Pajak Penghasilan atas manfaat dan pembayaran dari perusahaan asuransi jiwa. Mengacu pada sasaran sistem perpajakan maka setiap ketentuan perpajakan harus memperhatikan prinsip keadilan dan netralitas (jaminan atas kepastian hukum dalam pemungutan pajak). Metode penelitian yang digunakan adalah metode diskriptif analitis mencakup analisis teoritis melalui studi kepustakaan dan pendapat beberapa pakar perpajakan serta analisis empiris atas kasus-kasus dilapangan melakukan penelitian di Asuransi Bumi Asih Jaya. Analisis yang didapat bahwa ketentuan perpajakan atas manfaat asuransi jiwa yang tersebut dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-09/PJ.42/1997 tanggal 23 Juli 1997 bertentangan dengan Undang-undang Pajak Penghasilan Peraturan Pemerintah yang mengenakan Pajak Penghasilan Final terhadap penerima manfaat asuransi jiwa, dan pajak penghasilan atas pembayaran bagian laba dari perusahaan asuransi jiwa kepada para pemegang polis adalah kurang mencerminkan azas keadilan, baik keadilan horizontal maupun keadilan vertikal."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T23847
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siagian, Bernard Mangatas
"The relation between taxation system and tax dispute constitutes an unpreventable phenomenon, there is an opinion saying that with more taxation disputes (objections) indicates the weakness of taxation system mainly Tax Laws and without support by good Tax Administration.
The submission of tax objection constitutes a reflection of dissatisfaction from Tax Payer against the stipulation of tax that must be carried out by Tax Payers as their obligation. That based on the existing data there are still sufficiently high figure of submission of tax objection, so that the writer has assumption that there are still many Tax Payers that have negative perception against the implementation of tax imposition.
In this investigation, the measurement of perception of Tax Payers against the implementation of tax imposition is taken from Four Maxims Theory from Adam Smith i.e., equality, certainty, convenience of payment and economy of collection. While perception of Tax Payer itself will cause a kind of behavior, where the variable of behavior is measured based on the level of submission of objection.
The result of investigation shows that four principles of Four Maxims Theory provide influence to Tax Payers for submitting tax objection. Or in other word, the application of the whole Four Maxims Theory continually will provide influence to the level of submission of objection.
Based on the above fact, the writer can make conclusion that if Government really applies this Four Maxims Theory in the implementation of tax imposition, it will provide positive influence to the perception of Tax Payers which means will cause smooth process of tax imposition in Indonesia so that ultimately will provide influence against State's income that is used to implement development program in our Country.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22185
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Andri Riadi
"Didalam meminimalisasikan Pajak Pertambahan Nilai atas transaksi pemberian Cuma-Cuma pada dasarnya diperkenankan oleh ketentuan perpajakan yang berlaku sepanjang dilakukan sesuai dengan aturan Ketetentuan Perpajakan atas Pajak Pertambahan Nilai. Analisis pembahasan pemberian Cuma-Cuma didasarkan pada ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai No. 18 Tahun 2000 Pasal 1A dan khususnya perlakuan perpajakan atas pemberian Cuma-Cuma juga diatur didalam Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000 yang lebih lanjut diatur didalam Keputusan Dirjen Pajak Nomor: KEP-87/ PJ./2002 dan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE- 04/PJ.51/2002 perihal: Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Pemakaian Sendiri Dan Atau Pemberian Cuma-Cuma Barang Kena Pajak Dan Atau Jasa Kena Pajak. Pembahasan juga memperhatikan beberapa peraturan pelaksanaan lainnya yang secara tidak langsung melengkapi atau terkait dengan pemberian Cuma-Cuma.
Menteri Keuangan sebagai pejabat yang berwenang yang mengatur tentang peraturan perpajakan atas Pengenaan PPN atas pemberian Cuma-Cuma sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan yang telah diterbitkan seperti: Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000 Pada dasarnya penyerahan kena pajak (taxable supply) adalah penyerahan atau transaksi yang dikenakan pajak. Ketika penyerahan kena pajak terjadi dan dilakukan oleh pengusaha kena pajak, maka harus dikenakan pajak dan dipungut PPN. Jadi prinsipnya, jika tidak ada yang dibayar atau terutang atas penyerahannya, maka tidak ada penyerahan yang terutang pajak. Namun demikian, diperlukan suatu tindakan pengamanan, bila dalam prakteknya ternyata terjadi situasi dimana atas penyerahan tersebut, tidak ada pembayaran atau seolah menjadi bukan penyerahan terutang pajak.
Misalnya, pengusaha kena pajak memberikan sumbangan, hadiah atas barang yang sama, yang pada tujuan awalnya adalah untuk kegiatan usahanya, maka harus dikategorikan sebagai penyerahan yang terutang pajak. Demikian pula, jika pedagang menggunakan menggunakan/ mengkonsumsi sendiri barang dagangannya (tujuan awal membeli barang adalah untuk dijual kembali), maka harus dikenakan PPN atas pemakaian sendiri barang tersebut. Alasannya adalah bahwa pada waktu pedagang tersebut membeli barang dan membayar PPN, maka pajak yang telah dibayar (pajak masukannya) sudah dikreditkan. Jadi jika tidak ada faktor yang mengimbanginya (offseeting) terhadap pajak keluarannya, maka akan terjadi subsidi terselubung (hidden subsidy) atas sumbangan dan konsumsi pemakaian sendiri oleh pedagang tersebut.
Seperangkat ketetentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia telah menjelaskan berbagai aspek pemajakan atas pemberian Cuma-Cuma untuk tujuan perpajakan yang meliputi: subyek pajak dan persyaratannya, obyek pajak pertambahan nilai atas pemberian Cuma-Cuma, prosedur pelaksanaan dan persetujuan pemberian Cuma-Cuma atas barang produksi maupun barang bukan produksi serta implikasi perpajakannya dan dispute-dispute / perbedaan pendapat antara wajib pajak dan pihak pajak. Dengan mencermati beberapa ketentuan perpajakan tentang pemberian Cuma-Cuma perusahaan untuk tujuan perpajakan, kiranya dapat diketahui beberapa peluang tax planning yang dapat dilakukan oleh perusahaan antara lain:
a. Potongan harga yang diberikan oleh Wajib Pajak atas barang- barang promosi.
b. Pemberian Cuma-Cuma atas barang yang dihasilkan sendiri (produksi sendiri).
c. Pemberian Cuma-Cuma atas barang yang dihasilkan bukan hasil produksi sendiri.

To minimalize the value added tax for free of charge giveaway basicly permitted by the taxation regulation as long as it is done according to the tax regulation. The analysis explanation for free of charge giveaway based on the regulation in Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai No. 18 Tahun 2000 Pasal 1A specially the taxation treatment for free of charge giveaway also arranged in Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000 jo Keputusan Dirjen Pajak Nomor: KEP-87/ PJ./2002 and Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-04/PJ.51/2002 about : Value added tax and the sales of luxury goods tax for personal purpose and/ or free of charge giveaway taxable goods and of taxable service. The discussion also concerned about some other executorial rules indirectly completed or related with the free of charge giveaway.
The minister of finance as the charged executive which arrange the tax regulation for the value added tax for free of charge giveaway according to the decision of the Minister of Finance published example: Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000. Basicly the taxable supply is the supply or transaction which is taxed. When the taxable supply happened and done by the taxable enterpreneur, it should be taxed and gained for the value added tax. So, in principle if there is nothing paid or charged for the supply, then there is no taxable supply. But it needs a security action. Example: the taxable entrepreneur give the donation, prize fot the same item, which the main purpose used for business activity should be categorized as taxable supply. Then if the seller use/consume his own goods (beginning purpose is for reselling), has to charged the value added tax for personal used of that goods. The reason is when the seller bought the goods and paid the value added tax,then the value added tax input have already credited. So if there is no other factor balanced (offseeting) for its value added tax output, there will be a hidden subsidy for the donation and consumption of personal used by the seller.
Tax regulation that valid in Indonesia already explained variety of taxation aspects for free of charge giveaway for taxation purpose which include : tax subject and the conditional, value added tax object for free of charge giveaway for production goods or goods not for production and the tax implication and dispute between taxpayer and fiscus. Concerning the tax regulation about the company free of charge giveaway for taxation purpose, hopefully can be found some chance for tax planning that can be done by any other company such as :
a. Discount that given by the tax payer for promotion goods.
b. Free of charge giveaway for their own production goods.
c. Free of charge giveaway for not their own production goods."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19497
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Penerbit Pekerjaan Umum, 1984
336.2 Ind h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sujono
"Tesis ini menganalisis perlakuan pajak atas piutang pada usaha bank. Penulisan ini bertujuan untuk penggambaran pelaksanaan perlakuan perpajakan atas usaha bank berdasarkan prinsip-prinsip dan azas-azas perpajakan yang umumnya berlaku.
Perangkat undang-undang yang digunakan adalah Undang-undang Pajak Penghasilan serta peraturan pelaksanaannya terutama yang berhubungan dengan kredit non performing yaitu Undang-undang Perbankan, Keputusan-keputusan Direktur Bank Indonesia serta Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 31 Akuntansi Perbankan.
Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan, studi lapangan dan wawancara dengan pihak-pihak terkait yaitu dengan konsultan pajak dan petugas fungsional pemeriksa pajak.
Pembahasan lebih diutamakan pada analisis perlakuan pajak atas piutang pada usaha bank untuk menentukan Penghasilan Netto dari Wajib Pajak usaha bank ditinjau dari berbagai prinsip dan azas perpajakan yang berlaku umum.
Dari hasil pembahasan disimpulkan bahwa terdapat perbedaan perlakuan penghitungan Penghasilan Netto atas kredit non performing berdasarkan pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak dengan Instansi lainnya sehingga menimbulkan ketidakadilan bagi Wajib Pajak. Disamping itu dijumpai adanya ketidak kepastian hukum karena Surat Direktur Jenderal Pajak, Keputusan Direktur Jenderal Pajak dan Standar Akuntansi Keuangan yang menentukan pengakuan penghasilan bunga kredit non per forming secara cash basic berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan secara accrual basic. Sedangkan menurut keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia tentang Besarnya Dana Cadangan yang boleh dikurangkan sebagai biaya tidak sama dengan Keputusan Direksi Bank Indonesia, sehingga menimbulkan pula ketidak pastian hukum.
Pemeriksa menyarankan agar Pemerintah dalam membuat peraturan perpajakan jangan bertabrakan dengan peraturan-peraturan yang sudah ada pada bidang usaha tertentu agar tidak terjadi penafsiran ganda atas ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut serta agar peraturan yang satu sejalan dengan peraturan lainnya.
Sebelum peraturan perpajakan berlaku agar disosialisasikan dulu kepada intern Direktorat Jenderal Pajak dan kepada Wajib Pajak."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7447
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manik, Nurmala
"Terbitnya ketetapan pajak telah memunculkan masalah, yaitu beberapa Wajib Pajak yang bergerak di bidang migas (khususnya dalam rangka kerjasama Kontrak Production Sharing, KPS) menolak untuk menerima atau tidak menyetujui hasil ketetapan pajak yang diterbitkan KPP. Dengan penolakan tersebut, maka para Wajib Pajak mengajukan keberatan, bahkan atas keputusan yang dikeluarkan DIP jika tidak sesuai dengan permohonannya (keberatan WP ditolak), Wajib Pajak dapat mengajukan banding ke Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP), yang kini bernama Pengadilan Pajak. Bahwa Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (kini Pengadilan Pajak) sebagai lembaga peradilan yang menangani terjadinya sengketa pajak antara fiskus dengan Wajib Pajak, merupakan lembaga independen. Hal ini berarti bahwa baik fiskus maupun Wajib Pajak mempunyai kesempatan dan kedudukan yang sama di hadapan Majelis Sidang Pengadilan Pajak.
Tipe penelitian yang dilakukan adalah deskriptif analitis dengan menguraikan terlebih dahulu mengenai data dan informasi yang diperoleh sebagai hasil penelitian. Pengumpulan data melalui dokumen dalam bentuk buku-buku karya ilmiah, peraturan-peraturan di bidang perpajakan atas migas dan dokumen lainnya seperti putusan-putusan yang dikeluarkan oleh Badan Penyelesaian Sengketa pajak (kini Pengadilan Pajak), laporan keuangan Wajib Pajak, maupun booklet perusahaan Pengumpulan data juga dilakukan di lapangan melalui wawancara.
Perlakuan pajak atas penghasilan dari usaha di bidang migas didasarkan atas ring fence policy dan uniformity principle. Ring fence policy adalah kebijakan yang membatasi kerugian yang diderita oleh satu BUT di satu ladang minyak tidak bisa ditarik ke BUT lainnya yang mempunyai keuntungan walaupun BUT itu milik dari perusahaan yang sama. Jadi yang dipagari adalah kerugiannya. Sebagai akibat dilaksanakannya ring fence policy, untuk setiap wilayah kerja harus dibentuk satu perusahaan, sehingga apabila satu perusahaan induk hendak beroperasi dibeberapa wilayah kerja maka untuk setiap wilayah kerja harus didirikan satu perusahaan tersendiri, dan masing-masing harus mempunyai NPWP sendiri-sendiri. Dengan kata lain apabila perusahaan induk luar negeri beroperasi di beberapa wilayah kerja, maka akan ada beberapa BUT yang beroperasi di Indonesia. Sedangkan uniformity principle adalah kebijakan yang mengatur bahwa perhitungan PPh yang terhutang oleh KPS adalah sama dengan yang diatur oleh Undang-undang PPh sendiri, sehingga ada keseragaman dalam menghitung penghasilan kena pajak untuk Wajib Pajak KPS dan untuk Wajib Pajak-Wajib Pajak lainnya.
Analisis akan difokuskan pada kesesuaian ketentuan perpajakan di lapangan dengan hukum positip yang berlaku, kesesuaian pengenaan pajak atas penghasilan usaha di bidang migas dengan azas-azas perpajakan, perbedaan penafsiran antara fiskus dengan Wajib Pajak dan permasalahan putusan banding yang telah dikeluarkan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (kini Pengadilan Pajak).
Dari hasil penelitian dan wawancara diperoleh bahwa pada dasarnya pengenaan Pajak Penghasilan atas usaha di bidang migas yang terjadi di lapangan sudah sesuai dengan hukum positif yang berlaku. Yang dimaksud dengan "sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku" adalah undangundang pajak yang berlaku pads scat kontrak kerja sama ditandatangani dan berlaku sampai dengan berakhirnya jangka waktu kontrak tersebut. Dan pengenaan pajak atas penghasilan usaha di bidang migas pada hakikatnya telah sesuai dengan azas-azas perpajakan yang ada, baik dari asas equality, certainty, confinience of payment, maupun efisiensi. Meskipun terjadi perbedaan antara fiskus dan kontraktor namun perbedaan ini lebih diakibatkan adanya perbedaan persepsi dalam menafsirkan pospos pengeluaran dari pembukuan Wajib Pajak.
Apabila keputusan yang dihasilkan dari upaya banding tetap belum memuaskan para pihak yang bersengketa, maka ditempuh upaya luar biasa berupa pengajuan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. Disarankan agar semua pihak yang bersengketa mentaati keputusan pengadilan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12342
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>