Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119861 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Bambang Suharnoko F. Sjahrir P.
"Inflasi atau kenaikan tingkat harga umum bukanlah merupakan hal Baru untuk Indonesia, pada periode 1962-1965 rata-rata inflasi Indonesia mencapai 162.2%. Pada periode 1967-1968 rata-rata inflasi Indonesia mencapai 115.4%. Hal ini terulang lagi pada akhir abad ke 20, ketika krisis mata uang melanda kawasan Asia Tenggara, Rupiah terdepresiasi hingga 80% dan Inflasi melonjak hingga 70% dari inflasi terkendali periode sebelumnya dengan inflasi tertinggi sekitar 10%*. Inflasi yang tinggi tentunya akan mengurangi daya beli masyarakat dan akan mempengaruhi perekonomian secara menyeluruh. Skripsi ini bertujuan mencari faktor penyebab inflasi dalam jangka panjang dan pendek, sehingga dapat mengidentifikasi variabel yang dapat mempengaruhi tingkat harga umum dalam jangka panjang dan pendek. Model inflasi yang digunakan adalah Error Correction Model, yang menunjukkan pengaruh variabel dalam jangka pendek dan jangka panjang berdasarkan sektor, Sektor Moneter dan Sektor Luar Negeri. Landasan teori yang digunakan adalah Teori Money Demand untuk sektor moneter dan Teori Purchasing Power Parity untuk sektor Luar Negeri. Model yang dipakai dalam skripsi ini menggunakan model inflasi Kenya yang dikembangkan oleh Dick Durevall dan Njuguna S. Ndung'u dari IMF. Hasil perhitungan ekonometri yang didapat menunjukkan variabel-variabel kedua sektor berpengaruh dalam jangka panjang dan pendek, tetapi variabel-variabel sektor moneter memiliki adjustment speed yang lebih tinggi daripada variabelvariabel sektor luar negeri. Hal ini berarti variabel-variabel sektor moneter paling tepat digunakan untuk mempengaruhi tingkat harga umum dalam jangka pendek. dan variabel-variabel sektor luar negeri dapat digunakan untuk mengendalikan inflasi dalam jangka panjang. Untuk penelitian berikutnya, penulis menyarankan untuk menggunakan model simultan yang akan lebih. komprehensif menangkap dinamika tingkat harga dan variabel yang mempengaruhinya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
S19261
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edison Hulu
"ABSTRAK
Tujuan studi ini adalah menganalisis dampak kebijakan ekonomi makro terhadap inflasi dan distribusi pendapatan di Indonesia dengan menggunakan model komputasi keseimbangan umum sebagai alat analisis. Laju inflasi diukur dan perbedaan indeks harga umum dalam dua periode yang berbeda. Sedangkan distribusi pendapatan diukur dari rasio antara pendapatan rumah tangga berpenghasilan rendah dan pendapatan rumahtangga berpenghasilan tinggi. Dalam studi ini dilakukan analisis dampak perubahan dari tujuh buah instrumen kebijakan ekonomi makro, yaitu tarif, suku bunga deposito, rasio cadangan wajib, penawaran uang, pajak tak langsung, pajak penghasilan rumahtangga, dan upah. Model dalam studi ini memiliki beberapa ciri, antara lain: mempunyai konsistensi sektoral; mengandung persamaan tingkah laku; memberlakukan variabel harga secara endogen; mampu menjelaskan proses alokasi kegiatan ekonomi menurut institusi; mencakup beberapa keseimbangan parsial yang dikenal dalam model ekonomi makro, seperti: keseimbangan pasar barang, pasar tenagakerja, pasar uang, dan keseimbangan perdagangan luar negeri, sehingga berbagai kebijakan ekonomi makro pemerintah, seperti: kebijakan fiskal, moneter, dan upah dimungkinkan dianalisis dalam model; dan asumsi-asumsi yang digunakan dalam model memungkinkan harga untuk bervariasi secara babas. Model ini adalah hasil modifikasi dari studi Feltenstein (1984), Werin (1990), dan Lewis (1994). Untuk kasus Indonesia, studi ini cukup relevan dilihat dan beberapa aspek, antara lain, untuk menganalisis kebijaksanaan: (a) yang ditujukan untuk menekan laju inflasi; dengan rendahnya laju inflasi dalam negeri maka daya saing barang ekspor nonmigas di pasar dunia cenderung semakin meningkat; (b) yang berorientasi pada peningkatan perturnbuhan ekonomi; (c) penghapusan atau pengurangan tarif terhadap komoditi impor menurut sektoral yang pada umumnya ditujukan untuk mendorong agar industri-industri dalam negeri lebih kompetitif, melalui studi ini dapat diketahui manfaatnya dilihat dari aspek lain, khususnya terhadap inflasi dan distribusi pendapatan; (d) yang relevan memperbaiki kinerja pemerataan yang sedang digalakkan pemerintah saat ini; (e) pemberdayaan fungsi pajak untuk tidak hanya sebagai sumber penerimaan pernerintah semata tetapi untuk tujuan penstabilan dan perbaikan kinerja distribusi pendapatan; (f) pemberdayaan instrumen kebijakan moneter dalam menunjang peningkatan efisiensi kegiatan sektor keuangan; dan (g) yang mendukung penentuan harga yang diarahkan semakin besar kepada mekanisme pasar. Dari hasil studi ini dapat diperoleh beberapa kesimpulan:
1.Beberapa kebijakan yang dianalisis dalam studi ini selain dapat menekan laju inflasi juga dapat memperbaiki distribusi pendapatan. Kebijakan-kebijakan tersebut, yaitu: penurunan tarif, pengurangan pajak tak langsung, dan progresifitas pajak penghasilan.
2.Kebijakan kedua adalah yang memberikan dampak menekan laju inflasi dan yang berdampak negatif terhadap distribusi pendapatan. Kebijakan-kebijakan tersebut, yaitu: peningkatan suku bunga dan rasio cadangan wajib.
3.Sedangkan kebijakan lainnya memberikan dampak bervariasi terhadap inflasi dan distribusi pendapatan. Kebijakan-kebijakan tersebut, yaitu: a) peningkatan penawaran uang dapat memacu inflasi dan berdampak negatif terhadap distribusi pendapatan; b) peningkatan upah secara serentak pada semua status tenaga kerja dapat meningkatkan laju inflasi tetapi tanpa perbaikan terhadap distribusi pendapatan; c) peningkatan upah yang terfokus pada tenaga kerja kasar tidak berpengaruh pada laju inflasi tetapi berdarnpak positif terhadap perbaikan distribusi pendapatan; dan (d) menghapus pajak penghasilan pada semua kelompok rumahtangga tidak memberi dampak pada laju inflasi dan distribusi pendapatan.
Dalam menghubungkan berbagai hasil studi di atas dengan upaya dalarn perumusan kebijaksanaan perlu diperhatikan beberapa keterbatasan studi, antara lain: (i) fenomena ekonorni saat ini (tahun 1997) sangat jauh berbeda dengan fenomena ekonomi pada tahun 1993 yang digunakan sebagai basis data dalam model, khususnya dengan adanya krisis moneter yang melanda beberapa negara termasuk Indonesia; (ii) konstruksi model masih sangat sederhana dan masih belum menjangkau faktor-faktor non-ekonomi yang seyogianya dipertimbangkan dalam merumuskan kebijaksanaan ekonomi; (iii) karena data tidak tersedia, maka beberapa parameter dalam model diestimasi menggunakan metode non-survey, yang dapat mempengaruhi akurasi hasil studi; (iv) cakupan kegiatan ekonomi dalam model masih terbatas pada sektor formal, dan belum mencakup sektor informal; serta (v) hasil kalkukasi model masih mengandung bias sebesar 2% dibandingkan dengan data aktual.
Dari hasil studi ini dapat ditarik beberapa saran kebijakan ekononu, antara lain:
(1) Upaya untuk menurunkan tarif secara umum mungkin perlu didorong lebih cepat dari jadual yang telah ditetapkan pemerintah. Hal ini didulcung oleh hasil studi yang menunjukkan bahwa penurunan tarif dapat menekan laju inflasi dan pada saat bersamaan memperbaiki distribusi pendapatan;
(2) Studi ini menunjukkan bahwa ada kebijakan-kebijakan ekonomi makro yang tujuannya, antara lain, untuk mengendalikan laju inflasi, tetapi ternyata berdarnpak negatif terhadap distribusi pendapatan, seperti peningkatan suku bunga dan rasio cadangan wajib. Oleh karena itu perlu dilakukan penanganan yang lebih hati-hati pada kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut agar tidak memberi kesan bahwa kebijakan-kebijakan ekonorni makro kita mengabaikan pemerataan.
(3) Kebijakan upah menunjukkan bahwa harus ada pembedaan perlakuan terhadap berbagai status tenagakerja, dan tidak dilakukan secara umum. Hal ini dapat menjadi masukan dalam penetapan gaji buruh untuk lebih memperhatikan pada status tenagakerja. Masukan ini didukung oleh hasil studi ini yang secara khusus menunjukkan bahwa peningkatan upah yang terfokus kepada tenagakerja kasar juga dapat memperbaiki distribusi pendapatan tanpa mempengaruhi inflasi.
(4) Dalam reformasi sistim perpajakan lebih lanjut mungkin perlu dipertimbangkan untuk mengurangi pajak tak langsung dan peningkatan progresifitas perpajakan. Karena studi ini menunjukkan bahwa hal-hal tersebut tidak hanya memperbaiki distribusi pendapatan tetapi dapat menekan laju inflasi.
Sekalipun model dalam studi ini teiah memenuhi syarat yang dipandang relevan untuk analisis inflasi dan distribusi pendapatan, tetapi tidak berarti bahwa tanpa kelemahan. Kelemahan-kelehaman tersebut yang dapat dijadikan bahan pernikiran mengenai studi sejenis di masa depan, antara lain, yaitu: (a) studi Mahi (1996) menunjukkan bahwa dalam model komputasi keseimbangan umum, variabel penawaran tenagakerja dapat diperlakukan sebagai variabel endogen, sehingga interaksi penawaran tenagakerja dapat tertangkap dalam model, ini tidak dilakukan dalam model ini; (b) dalam studi ini analisis portfolio harta uang rumahtangga masih terbatas pada dua bentuk, yaitu dalam tabungan deposito dan dalam uang tunai. Dalam situasi saat ini, pilihan portfolio rumahtangga cukup banyak, seperti: asuransi, saham, reksa dana, obligasi pemerintah, obligasi luar negeri, valuta asing, dan berbagai surat berharga lainnya. Jika unsur-unsur tersebut tercakup dalam model, maka dalam struktur model perlu disisipkan pasar bursa, pasar valuta asing dan pasar surat-surat berharga, baik yang diterbitkan di dalam negeri maupun di luar negeri. Integrasi pasar bursa, valas, asuransi, dan berbagai pasar surat berharga lainnya dalam model, dapat dijadikan sebagai salah satu topik studi lanjutan; Dan (c) model komputasi keseimbangan umum dalam studi ini adalah model statis. Jika struktur model disusun menjadi model dinamis dengan memperlakukan waktu sebagai salah satu variabel, maka penggunannya untuk analisis kebijakan ekonomi akan lebih baik lagi."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1997
D94
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Franseno
"Fenomena inflasi Indonesia : selain uang beredar sumber inflasi menurut berbagai studi yang ada adalah APBN kita yang menganut sistem anggaran berimbang dengan hutang, harga barang-barang pokok dan inflasi yang diimpor. Tetapi inflasi dua digit selalu menjadi ancaman yang rutin menimpa Indonesia, setiap tahun. • Untuk kasus Indonesia bahwa peran NFA begitu besar dalam pembentukan uang beredar, yang peningkatannya banyak dipengaruhi oleh faktor ekspor, capital inflow (yang salah satunya dalam bentuk pinjaman untuk APBN). Peran NFA untuk mengembangkan BOP (menutup defisit BOP) dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti impor, capital inflow untuk pembayaran cicilan hutang dan bunganya maupun capital flight (yang menyebabkan penurunan NFA). Disatu sisi ada kebutuhan akan memiliki NFA yang memadai untuk transaksi luar negeri yang dikatakan sebagai penjaga stabilitas nilai tukar, tetapi disisi lain terjadi ketakutan bahwa peningkatan NFA hanya akan mempengaruhi uang beredar yang berakhir pada kesimpulan bahwa NFA menyebabkan inflasi dalam negeri yang tinggi. • Perbedaan dampak inflasi dunia terhadap inflasi domestik dengan perbedaan sistem nilai tukar yang dianut Indonesia sebelum tahun 1978 (fixed exchange rate) dan sesudah tahun 1978 (managed floating). • Data : data tahunan 1968 - 1992 dengan sumber : International Financial Statistic- IMF berbagai terbitan Ada hubungan kausalitas tetapi Iebih kepada inflasi dunia mempengaruhi inflasi Indonesia (hubungan Iebih kuat terjadi pada masa fixed exchange rate) O Ada hubungan kausalitas tetapi Iebih kepada inflasi dunia mempengaruhi NFA Indonesia. O Ada hubungan kausalitas terjadi antara NFA dengan nilai tukar. O Ada hubungan kausalitas NFA dengan uang beredar. • Ada hubungan kausalitas terjadi antara NFA dengan variabel atau faktor yang berkaitan dengan luar negeri (ekspor dan impor). • Hubungan pertumbuhan GDP dunia dengan pertumbuhan GDP Indonesia, adalah hubungan dimana pertumbuhan GDP dunia mempengaruhi pertumbuhan GDP Indonesia."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1996
S19130
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Puspita
"Pengalaman negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, dalam mempertinggi kesejahteraannya sering dihadapkan pada pilihan yang sulit, yaitu trade off antara keseimbangan internal dan eksternal. Karena itu perlu dipikirkan suatu kebijaksanaan meuju kombinasi yang serasi antara pertumbuhan output, inflasi dan defisit transaksi berjalan. Pemanfaatan instrumen fiskal dalam program stabilisasi di Indonesia menjadi tema studi ini. Disamping itu, akan diuji bahwa peningkatan pengeluaran pemerintah berpengaruh lunak terhadap output riil tetapi berpengaruh kuat terhadap neraca pembayaran dan inflasi. Untuk mencapai maksud-maksud itu digunakan pendekatan ekonometri, yaitu memanfaatkan model simultan yang pernah digunakan Richard Agenor dalam mempelajari perekonomian Haiti. Hodel itu tersusun atas sembilan persamaan, lima diantaranya persamaan tingkah laku dan sisanya identitas. Studi ini memakai data time series periode 1970 - 1991, secara tahunan. Sumber datanya antara lain Biro Pusat Statistik, Bank Indonesia, dan Departemen Keuangan. Beberapa temuan dari studi ini antara lain : Sumber penerimaan pemerintah punya implikasi penting dalam mengendalikan fluktuasi permintaan dalam negeri, Makin kecil sumber dari dalam negeri, Makin sulit mengendalikan fluktuasi permintaan lewat sistem perpajakan. Pengeluaran rutin dan pembangunan punya peran yang sama dalam pembentukan permintaan agregat, tetapi pengeluaran rutin berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi jangka yang pendek semen tara pengeluaran pembangunan berpengaruh dalam pertumbuhan jangka panjang."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1993
S18533
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Yudo Wicaksono
"Lucas - Rapping model is considered as successful model to explain the labor force in America. We are apply this model on Indonesian case to analyze the fluctuation of labor force and to know wether the shift on labor supply and unemployment is a function of current real wage or not. We also intend to analyze behaviour of household to respond the real wage change.
From demand side, we can trace out how deep the education role on labor force quality. The conclusion may be helpfull on determining appropriate policy on education sector.
We use data from BPS including Indikator Ekonomi dan Keuangan, Statistik Ketenagakerjaan (Sakernas), Keadaan Pekerja/Karyawan di Indonesia, Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (SUSENAS) or Survei Penduduk Nasional (Supas). The rest of data is collected from international sources such as Summers Hestona PennWorld Table, data Barro and Lee and data Bank Dunia."
2003
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Heriberta
"Pembiayaan Pengeluaran Penerintah tercermin dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBH) yang disusun oleh Penerintah dan disetujui oleh DPR, yang merupakan salah satu instrunen perencanaan tahunan yang dijabarkan dalan REPELITA, mulai 1 April hingga 31 Maret tahun berikutnya.
Selisih pembiayaan pengeluaran penerintah diluar pinjanan dengan total pengeluaran di Indonesia adalah negatif. Berarti terjadi defisit anggaran, defisit ini akan dibiayai dengan hutang baik dari dalam maupun luar negeri. Dampak dari hutang akan menanbah junlah uang beredar dan akan menimbulkan inflasi.
Inflasi adalah pencerminan tingkat harga, yang nerupakan opportunity cost bagi masyarakat dalan memegang asset finansial. Artinya semakin tinggi perubahan tingkat harga, akan semakin tinggi pula opportunity cost untuk pemegang asset finansial. Jadi untuk mempertahankan nilai riil dari uang tunai tersebut dikali dengan laju inflasi (Inflation tax). Inflation tax adalah jumlah uang nominal yang dibutuhkan masyarakat untuk membentuk dan menjaga nilai riil stock uang. Seignorage adalah penghasilan pemerintah dalam penciptaan uang akibat inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan hasil studi Ritu Anand dan Sweder Van Nijnbergen tentang: "Inflation and The Financing of Government Expenditure: an Introductory Analysis with an Application to Turkey" dimana pembiayaan pengeluaran pemerintah yang terdiri dari inflation tax, perubahan liabilities domestic (perubahan permintaan riil money dan perubahan domestic debt) dan total pembiayaan luar negeri (perubahan hutang luar negeri). Apakah kebijaksanaan fiskal yang dilakukan pemerintah konsisten terhadap target makroekononi: inflasi di Indonesia. Berapa besar pengaruh tingkat bunga hutang dalan dan luar negeri serta tingkat pendapatan terhadap inflation tax dan seignorage. Selanjutnya berapa besar pengaruh inflasi dan tingkat bungs deposito terhadap permintaan uang.
Bertolak dari pernasalahan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah melakukan estimasi terhadap inflation tax, seignorage dan permintaan uang melalui pendekatan Kointegrasi. Dan melakukan sinulasi terhadap konsistensi kebijaksanaan fiskal dengan target makroekonom: inflasi.
Untuk nelakukan estimasi, digunakan Error Correction Model (ECM) melalui pendekatan Kointegrasi dilakukan pendapatan terhadap variabel-variabel inflation tax, seignorage, permintaan uang, tingkat bunga hutang dalan negeri, tingkat bunga hutang luar negeri, tingkat pendapatan, inflasi dan tingkat bunga deposito. Sedangkan melakukan simulasi digunakan persamaan
Y = -0,0506 - 0,0174 X1 + 0,1062 X2 dan (b*-nfa*)`e = (n-e")(b*-nfa*)e melalui Program Lotus, diperoleh target makroekonomi: inflasi, pertumbuhan ekonomi dan riil exchange rate.
Sesuai dengan tujuan yang digunakan pada Bab 1 dan 2, dari hasil uji regresi Kointegrasi menunjukkan variabel yang stabil atau stationer pada derajat 2 (dua). Dengan kata lain, bahwa dengan menggunakan ECK, dalam jangka panjang setiap terjadi peningkatan terhadap tingkat bunga hutang dalam negeri sebesar satu persen akan meningkatkan inflation tax dan ratio seignorage terhadap perubahan pendapatan sebesar 1,3983 persen dan 36,0721 persen, sedangkan setiap peningkatan tingkat bunga hutang luar negeri satu persen akan menurunkan inflation tax dan ratio seignorage terhadap perubahan pendapatan sebesar 92,9506 persen dan 35,9279 persen. Dan setiap terjadi peningkatan terhadap tingkat pendapatan sebesar satu persen akan neningkatkan inflation tax dan ratio seignorage terhadap perubahan pendapatan sebesar 1,4807 persen dan 8,4453 persen. Demikian juga setiap terjadi peningkatan satu persen tingkat inflasi dan tingkat bunga deposito akan menurunkan ratio permintaan uang terhadap pendapatan sebesar 374,33 persen dan 19,8 persen.
Namun sejak tahun 1969-94 perekonomian Indonesia terdapat perubahan struktural, dimana selana tahun 1969-82 tingkat bungs hutang dalam negeri nempunyai pengaruh negatif terhadap inflation tax dan ratio seignorage terhadap perubahan pendapatan, tingkat bunga hutang luar negeri berpengaruh negatif terhadap inflation tax dan ratio seignorage terhadap perubahan pendapatan dan tingkat pendapatan nempunyai pengaruh positif terhadap inflation tax dan ratio seignorage terhadap perubahan pendapatan. Sedangkan tingkat inflasi berpengaruh negatif terhadap ratio permintaan terhadap pendapatan dan tingkat bunga deposito nempunyai pengaruh negatif terhadap ratio permintaan uang terhadap pendapatan.
Sedangkan selana tahun 1983-94 tingkat bunga hutang dalan negeri berpengaruh positif terhadap inflation tax dan ratio seignorage terhadap perubahan pendapatan, tingkat bunga hutang luar negeri berpengaruh negatif terhadap inflation tax dan ratio seignorage terhadap perubahan pendapatan dan tingkat pendapatan berpengaruh positif terhadap inflation tax dan ratio seignorage terhadap perubahan pendapatan. Tingkat inflasi berpengaruh negatif terhadap ratio permintaan uang terhadap pendapatan dan tingkat bunga deposito berpengaruh positif terhadap ratio permintaan uang terhadap pendapatan.
Sebelun simulasi dilakukan, data yang digunakan dinasukkan ke dalam pendekatan Hointegrasi, kemudian pendekatan tersebut dipecahkan dengan nenggunakan program lotus. Selanjutnya dilakukan simulasi terhadap parameter tingkat inflasi, pertumbuhan ekononi dan rill exchange rate.
Digunakan 3 (tiga) skenario tahun 1969 - 1994, ternyata terdapat perubahan struktural dalan perekonooian Indonesia akibat deregulasi Juni 1983. Pads tahun 1974, dimana terdapat pelonjakan harga minyak sanpai 213,67 persen (terdapat konsistensi kebijaksanaan fiskal dan target nakroekononi: inflasi), tahun 1986 terjadi penurunan harga ainyak sampan 52,2 persen (tidak terdapat konsistensi antara kebijaksanaan fiskal dan target makroekononi: inflasi) dan tahun 1994 terjadi penurunan harga ainyak sebesar 8,05 persen (terdapat konsistensi kebijaksanaan fiskal dan target nakroekononi: inflasi).
Jadi berdasarkan pengalaman, dimana selama ini anggaran pemerintah sering mengalani pasang-surut dalan pembiayaan. Dengan demikian berdasarkan skenario yang dipakai, ternyata mulai tahun 1994 kebijaksanaan pemerintah dibidang fiskal konsisten dengan target makro ekononi. Berarti sasaran pembangunan ekonomi tercapai."
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1991
S18104
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuning Trihadmini
"Inflasi merupakan suatu indikator yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Pencapaian inflasi rendah merupakan prasyarat bagi tercapainya sasaran makroekonomi lainnya, seperti pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja yang seluas-luasnya. Pemilihan kestabilan harga sebagai sasaran akhir kebijakan moneter dilatarbelakangi oleh realita bahwa inflasi yang tinggi menimbulkan dampak negatif dan ketidakstabilan bagi perekonomian. Tinjauan teoritis dan empiris menunjukkan bahwa inflasi dipengaruhi oleh variabel-variabel dalam permintaan aggregat, penawaran aggregat, faktor luar negeri, faktor ekspektasi serta jumlah uang beredar.
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor apa raja yang mempengaruhi inflasi di Indonesia, selama periode tahun 1988 - 2002, dengan menggunakan model ekonomi makro struktural skala kecil. Berdasarkan determinan pokok pembentuk inflasi, maka faktor ekspektasi inflasi dan inflasi impor mempunyai pengaruh besar terhadap inflasi di Indonesia, sementara pengaruh faktor output gap relatif kecil. Faktor ekspektasi inflasi lebih ditentukan oleh inflasi inersia daripada target inflasi, serta inflasi impor lebih dipengaruhi oleh depresiasi nilai tukar yang menunjukkan besarnya pengaruh langsung (direct pass-through effect) dan nilai tukar ke inflasi. Secara keseluruhan signifikansi variabel-variabel moneter, seperti suku bunga SBI, nilai tukar rupiah, dan uang beredar, dalam persamaan simultan ekonomi makro menunjukkan cukup berpengaruhnya fenomena moneter dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan inflasi di Indonesia.
Sehubungan dengan dominannya faktor ekspektasi inflasi dan faktor inflasi impor, maka kebijakan moneter perlu diarahkan pula pada upaya stabilisasi nilai tukar rupiah untuk meminimalkan dampak fluktuasinya, serta perluasan komunikasi target inflasi dan pencapaian target inflasi yang telah ditetapkan. Dari sisi kebijakan fiskal, perlu peningkatan alokasi pengeluaran Pemerintah untuk sektor produktif, agar dampaknya pada permintaan agregat dan pertumbuhan ekonomi, nyata.

Inflation is a very important indicator in economic development. Attainment of low inflation is a prerequisite to reaching other macroeconomic targets, i.e. economic growth and employment. The choice of price stability as final target of monetary policy is based on by the reality that high inflation may generate negative impact and instability toward the economy. Empirical and theoretical evidences indicate that inflation is influenced by variable of aggregate demand, aggregate supply, foreign factor, expectation and money supply.
This research aims are to identity any factors that influencing inflation in Indonesia, during the period 1988 - 2002, by using small scale structural macro model. Based on fundamental determinant of inflation, we obtain that expected inflation factor and import inflation factor contribute the most to the inflation in Indonesia, whereas output gap has a small impact. Expected inflation is more determined by the inertia inflation rather than inflation target, and imported inflation is more influenced by the exchange rate depreciation, that showing direct influence or direct pass-through effect from exchange rate to inflation. In whole, monetary variables i.e. SBI, exchange rate, and money supply are significant in macro economic stimulant equation, this shows that monetary phenomenon has enough effect in influencing economic growth and inflation in Indonesia.
Since the expected inflation and imported inflation are the dominant factors, monetary policy is important to be directed to maintain the exchange rate stabilization, for the minimize of fluctuation effect, and because the inflation target is not significant to influence inflation, extensive communications of inflation target is indeed mandatory. From fiscal policy point of view, needs to it increase the government expenditure.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T20052
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julius
"Masalah yang terus mengancam kondisi perekonomian di seluruh negara adalah kecenderungan meningkatnya laju inflasi. Tak terkecuali, di Indonesiapun, masalah ini dideteksi dengan adanya sebab, yang hersumber dari sisi permintaan (demand side) dan penawaran (supply side). Penelitian ini berusaha menemukan faktor-faktor (ekonomi) yang menjadi sebab berfluktuasinya laju inflasi di Indonesia pada periode 1969-1991, dan mengkategorikannya ke dalam sisi supply atau demand. Penelitian ini menggunakan model Sadiq Ahmad dan Ajay Chhibber, dengan memodifikasi variabel-variabel yang signifikan untuk periode penelitian tersebut. Ini dilakukan agar mendapatkan hasil regresi yang efisien secara ekonometri. Melalui penggunaan perangkat ekonometri ini juga, maka model yang menerangkan pengaruh heherapa variabel terhadap laju inflasi dapat dilihat relevansinya di Indonesia. Setelah dilakukan regresi terhadap beberapa persamaan ekonometri, dihasilkan bahwa perubahan laju inflasi di Indonesia periode 1969 - 1991, dipengaruhi oleh variabel-variabel perubahan uang beredar M2, perubahan harga beras tahun sebelumnya, gejolak inflasi internasional dan penggunaan kapasitas perekonomian terpasang. Lebih jauh lagi, dari penelitian ini, digambarkan bahwa faktor-faktor yang bersuinher pada sisi demmand mempengaruhi gejolak tingkat inflasi dalam kurun waktu ,jangka panjang. Sebaliknya, variabel-variabel dari sisi supply, herdampak secara jangka pendek. Akhirnya, walaupun sisi demand cenderung inendominàsi dalam tnenerangkan variabel laju inflasi, khususnya variabel perubahan jumlah uang heredar M2, namun dengan masuknya variabel dari sisi supply, terutama perubahan harga beras, maka besarnya dominasi itu dapat diredam. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian mi ialah; hahwa dalam menekan gejolak laju inflasi, maka sehaiknya dibuat suatu kebijaksanaan yang dapat meredam kenaikan perubahan uang beredar, menekan peningkatan harga kebutuhan pokok (khususnya beras dan BBM), menjaga stahilitas kurs, dan inenyeimbangkan iklim investasi dengan kondisi perekonomian (agar tidak overheated). Untuk mencapal hal tersebut, maka sebaiknya pihak pemerintah terus mengadakan deregulasi perbaikan iklim investasi, baik sebagai insentif, maupun perizinan. Disamping itu, disektor, perdagangan, usaha-usaha peningkatan ekspor dan menekan impor terus dilakukan. Disektor anggaran, penekanan pengeluaran yang dibarengi dengan peraturan untuk meningkatkan penerimaan pajak, harus terus digalakkan. Begitu juga dengan peinantauan variabel tingkat hunga kredit dan deposito, diusahakan tidak terlalu tinggi (juga spreadnya). Dari sisi supply, nampaknya pemerataan pembangunan infrastruktur, intensifikasi pertanian, pènyederhanaan hirokrasi dan sistim pendistribusian, serta pemakaian mekanisme pasar, demi efisiensi dan penurunan high cost of production, perlu dilakukan penyesuaian oleh pemerintah."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1993
S18585
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>