Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 63246 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Koba Leonard Arnold Paul
"Kacang polong (Pisum sativum L.) yang dikenal masyarakat sebagai salah satu bahan pangan yang bergizi, kini digunakan sebagai bahan baku kosmetik. Kacang polong berkhasiat sebagai anti aging, anti iritasi, body care, moisturizing care, elastifyng, dan pemutih kulit. Salah satu kandungan dalam kacang polong yaitu vitamin C memiliki kemampuan menghambat pembentukan melanin dan melindungi kulit dari sinar UV yang dapat menyebabkan kerusakan kulit. Penelitian ini dilakukan untuk menetapkan kadar vitamin C dalam kacang polong dan ekstrak kacang polong secara KLTKT Densitometri. Vitamin C dioksidasi terlebih dahulu menjadi asam dehidroaskorbat dan selanjutnya menjadi asam 2,3-diketogulonat dimana masing-masing akan bereaksi dengan 2,4-dinitrofenilhidrazin membentuk senyawa bis 2,4-dinitrofenilhidrazon. Kondisi analisis menggunakan lempeng KLTKT silika gel 60 F254 sebagai fase diam, campuran kloroform-etil asetat (1:1) sebagai fase gerak, dan dianalisis pada λ 505 nm. Hasil validasi metode analisis menunjukkan koefisien variasi kurang dari 2%; akurasi 95,42% +1,63. Kurva kalibrasi menghasilkan linearitas 0,9993; batas deteksi (LOD) 12,52 ng dan batas kuantitasi (LOQ) 41,72 ng. Kadar vitamin C pada kacang polong snap pea dan kacang polong snow pea masing-masing 35,79 mg/100 g dan 38,96 mg/100 g. Sedangkan konsentrasi vitamin C dalam ekstrak kacang polong yang diperoleh dari Cognis yaitu 7,23 μg/g."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S32992
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dian A. L.
"Asam askorbat (vitamin C), adalah vitamin larut air yang banyak digunakan dalam sediaan kosmetik. Vitamin C tidak stabil dan mudah teroksidasi menjadi asam dehidroaskorbat terutama dalam larutan. Derivat vitamin C yang terfosforilasi, Mg dan Na askorbil fosfat lebih stabil, dan banyak digunakan dalam sediaan larutan. Larutan vitamin C saat ini banyak beredar di pasaran dengan komposisi yang bermacam-macam, ada yang mengandung hanya asam askorbat saja dan ada juga yang mengandung campuran asam askorbat dan derivatnya. Penelitian ini dilakukan untuk menetapkan kadar askorbil fosfat dan asam askorbat dalam larutan topikal vitamin C secara KLT densitometri. Kondisi optimal untuk memisahkan askorbil fosfat, asam askorbat dan dehidroaskorbat dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan fase diam lempeng KLT silika gel 60 F254 (Merck), dan kombinasi metanol-air (85:17) sebagai fase gerak. Lempeng dianalisa menggunakan Camag TLC scanner 3, menggunakan detektor uv pada panjang gelombang 244 nm. Hasil pengujian menunjukkan askorbil fosfat dan asam askorbat memiliki linearitas 0,5-3,0 μg. Batas deteksi masing-masing adalah 0,039 μg dan 0,059 μg untuk askorbil fosfat dan asam askorbat, sedangkan batas kuantitasi masing-masing 0,130 μg dan 0,196 μg untuk askorbil fosfat dan asam askorbat. Rata-rata uji perolehan kembali untuk askorbil fosfat adalah 100,15%±1,04%, dan untuk asam askorbat adalah 100,18%±0,98%. Dari tiga sampel yang diperiksa kadarnya, hanya sampel B yang mengandung askorbil fosfat dengan kadar 0,43%. Sedangkan kadar asam askorbat dalam masing-masing sampel adalah 7,5%; 0,34% dan 0,47% untuk sampel A, B dan C."
Universitas Indonesia, 2006
S32549
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novia Hestiningrum
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S32766
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Emma Rahmadhanti
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian penetapan kadar dekstrometorfan hidrobromida dan klorfeniramin maleat dalam sediaan sirup dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT) densitometri. Penelitian dilakukan untuk mendapatkan kondisi KLT densitometri optimal untuk penetapan kadar dekstrometorfan hidrobromida dan klorfeniramin maleat dalam sirup obat batuk. Kondisi optimal dari penelitian ini adalah dengan menggunakan fase diam lempeng KLT silika gel 60 F254 (Merck), dan sikloheksan-toluen-dietilamin (65:25:10) sebagai fase gerak. Lempeng dianalisa dengan TLC scanner 3 (Camag), menggunakan detektor uv pada panjang gelombang 262 nm. Hasil pengujian menunjukkan pada rentang konsentrasi 912-2102 ppm untuk dekstrometorfan hidrobromida dan 238-562 ppm untuk klorfeniramin maleat menunjukkan hubungan yang linier, dengan koefisien korelasi masing-masing r=0,9996 dan r=0,9997, batas deteksi dan batas kuantitasi dekstrometorfan hidrobromida 47,58 dan 158,59 ppm, 11,40 dan 38,00 ppm untuk klorfeniramin maleat. Kadar perolehan kembali 94,13-97,91% untuk dekstrometorfan hidrobromida dan 91,22-97,15% untuk klorfeniramin maleat. Hasil analisis satu sampel sirup obat batuk menunjukkan bahwa kadar dekstrometorfan hidrobromida 100,91% dan klorfeniramin maleat 102,81% dihitung dari jumlah yang tertera pada etiket.

ABSTRACT
The quantitative analysis of dextromethorphan hydrobromide and chlorpheniramine maleate in cough syrup had been performed using thin layer chromatograpic (TLC) densitometry. The purpose of this sudy was to find optimal TLC densitometry condition for quantitative analysis both components in cough syrup. The optimum condition was using TLC plates silica gel 60 F254 (Merck) as stationary phase and cyclohexan-toluenediethylamine (65:25:10) as mobile phase. The plate was analyzed using TLC scanner 3 (Camag) with uv-detector at 262 nm. The result of this study showed that was linearity at concentration range 912-2102 ppm for dextromethorphan hydrobromide and 238-562 ppm for chlorpheniramine maleate, with coefficient correlation r=0,9996 and r=0,9997 respectively, the limit of detection and the limit of quantitation for dextromethorphan hydrobromide 47,58 and 158,59 ppm, 11,40 and 38,00 ppm for chlorpheniramine maleate. The recovery value for dextromethorphan hydrobromide 94,13-97,91% and 91,22-97,15% for chlorpheniramine maleate. The analysis result of one sample cough syrup showed that assay value for dextromethorphan hydrobromide 100,91% and 102,81% for chlorpheniramine maleate of the labelled amount of the compound."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Universitas Indonesia, 2007
S32933
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayuningtyas Nirmala Putri
"Saat ini, pengembangan sediaan fitofarmaka perlu dilakukan suatu uji quality control (QC) untuk menjamin mutu dan keamanan dari sediaan tersebut. Oleh karena itu, standardisasi dan metode analisis yang valid baik pada bahan baku maupun produk jadi merupakan faktor penting dalam pengembangan sediaan fitofarmaka. Sediaan fitofarmaka yang digunakan untuk mengobati diare banyak mengandung ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava Linn) dan rimpang kunyit (Curcuma domestica Val). Biomarker dari ekstrak daun jambu biji yaitu kuersetin, sedangkan biomarker dari ekstrak rimpang kunyit yaitu kurkuminoid. Kadar dari kurkuminoid dan kuersetin dapat dipengaruhi oleh umur tanaman, jenis tanah dan tempat tumbuh.
Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan kondisi optimum analisis kurkuminoid dan kuersetin serta mengetahui kadarnya dalam tablet obat diare yang mengandung ekstrak daun jambu biji dan rimpang kunyit dengan menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi (KLTKT) densitometri. Hasil penelitian menunjukkan fase gerak terbaik adalah toluenaseton-metanol-asam format (46:8:5:1) pada panjang gelombang 426 nm untuk kurkuminoid dan 303 nm untuk kuersetin. Kurva kalibrasi kurkuminoid antara 612-1632 ppm, dan kuersetin antara 81,12-405,6 ppm. Batas deteksi dan kuantitasi kurkuminoid berturut-turut sebesar 100,65 ppm dan 335,49 ppm, sedangkan batas deteksi dan kuantitasi kuersetin berturut-turut sebesar 17,92 ppm dan 59,72 ppm. Kadar rata-rata kurkuminoid sebelum dikoreksi sebesar 2541,59 μg/g dan kadar rata kuersetin sebelum dikoreksi sebesar 306,55 μg/g. Perolehan kembali kurkuminoid adalah 71,02 % dan kuersetin adalah 94,57 %. Kadar rata-rata kurkuminoid setelah dikoreksi sebesar 3578,70 μg/g dan kadar rata kuersetin setelah dikoreksi sebesar 324,16 μg/g.

Recently, developing of phytopharmaca needs quality control (QC) test to ensure the quality and safety. Thus, standardization and validation analysis methods of raw materials and product are an important factor in developing of phytopharmaca. The phytopharmaca for diarrhoea treatment contains extract of guava leaves and turmeric rhizome. Biomarker from extract of guava leave is quercetin, while biomarker from turmeric rhizome is curcuminoid. Curcuminoid and quercetin contents are influenced by the age of plants themselves, cultivate type and place of growth.
The purpose of this research was to get the analysis method for curcuminoid and quercetin contents in diarrhoea tablet contains extract of guava leaves and turmeric rhizome with using High Performance Thin Layer Chromatography (HPTLC) method densitometry. The result shows toluene-acetone-methanol-formic acid (46:8:5:1) is the best mobile phase at 426 nm for curcuminoid and 303 nm for quercetin. The calibration curve of curcuminoid between 612-1632 ppm, and quercetin between 81,12-405,6 ppm. Limit of Detection (LOD) and Limit of Quantitation (LOQ) of curcuminoid is 100,65 ppm and 335,49 ppm respectively, while Limit of Detection (LOD) and Limit of Quantitation (LOQ) of quercetin is 17,92 ppm and 59,72 ppm respectively. The average content of curcuminoid before corrected is about 2541,59 μg/g and quercetin is 306,55 μg/g. The recovery of curcuminoid is 71,02 % and quercetin 94,57 %."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S32916
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Camelia Dwi Putri Masrijal
"Pseudoefedrin hidroklorida dan triprolidin hidroklorida merupakan zat aktif yang biasa terdapat dalam sediaan obat influenza. Penelitian ini dilakukan untuk menetapkan kadar pseudoefedrin hidroklorida dan triprolidin hidroklorida dalam sediaan sirup obat influenza secara KLT densitometri. Kondisi optimal untuk memisahkan pseudoefedrin hidroklorida dan triprolidin hidroklorida dalam penelitian ini menggunakan fase diam lempeng kaca HPTLC silika gel Kieselguhr 60 F 254, 20x10 cm2 (Merck) dengan fase gerak metanol, ammonia dan kloroform (40:2:30). Bejana KLT 25x25x10 cm3 dijenuhkan selama 2 jam dan zat uji dalam pelarut metanol ditotolkan sebanyak 1,0 μL dengan jarak elusi 8 cm. Lempeng dianalisis menggunakan Camag TLC Scanner 3, dengan detektor uv-vis pada panjang gelombang 257 nm untuk pseudoefedrin hidroklorida dan 290 nm untuk triprolidin hidroklorida. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pseudoefedrin hidroklorida memiliki linearitas (r) = 0,99993 dengan batas deteksi 0,1047 μg dan batas kuantitasi 0,3490 μg sedangkan triprolidin hidroklorida memiliki linearitas (r) = 0,99998 dengan batas deteksi 0,0734 μg dan batas kuantitasi 0,2445 μg. Dari hasil uji keterulangan, pseudoefedrin hidroklorida dan triprolidin hidroklorida memberikan nilai koefisien variasi di bawah 2 %. Hasil uji perolehan kembali pseudoefedrin hidroklorida rata-rata adalah 99,98 % ± 1,05 dan triprolidin hidroklorida rata-rata adalah 99,73 % ± 1,54. Kadar rata-rata pseudoefedrin hidroklorida dalam sampel adalah 5,652 mg/mL, kadar yang tertera dalam kemasan adalah 6 mg/mL. Sedangkan triprolidin hidroklorida adalah 0,235 mg/mL, kadar yang tertera dalam kemasan adalah 0,25 mg/mL."
Universitas Indonesia, 2007
S32600
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Hayun
"The determination of pseudoephedrine hydrochloride and triprolidine hydrochloride in influenza syrup medicine has been performed using TLC densitometric method. Pseudoephedrine hydrochloride and triprolidine hydrochloride were extracted using chloroform at pH 12 from the syrup, and separated using HPTLC silica Kieselguhr glass plates 60 F 254, 20x10 cm2 as stationary phase, and a mixture of methanol, ammonia and chloroform (40:2:30) as mobile phase. The plates were analyzed using Camag TLC Scanner 3 with UV-detector at 257 nm for pseudoephedrine hydrochloride and at 290 nm for triprolidine hydrochloride.
The results showed that the linearity, limit of detection, and limit of quantitation of the method for pseudoephedrine hydrochloride were 0.9999, 0.0064 ìg, and 0.2124 ìg respectively; while for triprolidine hydrochloride were 0.9999, 0.0076 ìg, and 0.0254 ìg respectively. The coefficient of variance (CV) of repeatability for the two substances were less than 2.0%; and the recovery values for pseudoepherine hydrochloride and triprolidine hydrochloride were 99.98 + 1.05% and 99.73 + 1,54% respectively. The result showed that the samples analysed contained pseudoephedrine hydrochloride 94.36% of the labeled ammount, and triprolidine hydrochloride 94.44% of the labeled ammount."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2007
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>