Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 96341 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Simbolon, Yosmeita Dame
Depok: Universitas Indonesia, 2010
S33168
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Petricia Vida Magdalena
"Dalam beberapa tahun belakangan ini, tablet cepat hancur yang dapat digunakan tanpa mengunyah dan menambahkan air ke dalam mulut mendapat perhatian yang sangat besar dalam industri farmasi.
Tujuan dari penelitian ini adalah memformulasi tablet cepat hancur menggunakan kompleks polielektrolit kitosan-pektin (KPE-KP) sebagai superdisintegran. KPE-KP dibuat pada pH optimum 5,0 dengan mencampur larutan kitosan (0,3% b/v) dan pektin (0,3% b/v) dengan perbandingan 3:7. KPE-KP ini kemudian dikarakterisasi dengan melihat bentuk dan morfologi partikel, spektrum inframerah dan uji daya mengembang. KPE-KP yang telah dikarakterisasi kemudian digunakan sebagai superdisintegran dalam formulasi tablet cepat hancur. Tablet cepat hancur dengan model obat diltiazem HCl dibuat secara cetak langsung dan dievaluasi kekerasan, keregasan, waktu pembasahan dan waktu hancurnya. Bentuk dan morfologi permukaan KPE-KP menunjukkan permukaan yang kasar, tidak rata, dan mempunyai banyak pori-pori. Spektrum inframerah memberikan gugus baru pada bilangan gelombang 1568,18 cm-1 yang menunjukkan adanya interaksi antara gugus ?NH3+ dari kitosan dan gugus ?COO- dari pektin. Uji daya mengembang dari KPE-KP menunjukkan sifat mengembang yang lebih besar dan cepat dibandingkan kitosan atau pektin itu sendiri. Evaluasi tablet cepat hancur menunjukkan bahwa formula C menghasilkan waktu hancur yang paling singkat yaitu 11,67 detik, dan memiliki kekerasan 2,86 kP serta keregasan 0,92%. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa KPE-KP dapat digunakan sebagai superdisintegran dalam tablet cepat hancur dengan konsentrasi 30-40%.

During the last decade, fast disintegrating tablets (FDTs) technology that provide tablets disintegrate in the mouth without chewing and additional water intake have drawn a great deal of attention in the pharmacy industries.
The aim of this study was to formulate FDTs utilizing chitosan-pectin polyelectrolyte complexes (CP-PEC) as a superdisintegrant. CP-PEC between chitosan and pectin were prepared in pH optimation 5,0 by mixing solutions of pectin (0,3% b/v) and chitosan (0,3% b/v) in ratio 3:7. CP-PEC were characterized by surface morphology particles, infrared spectrum, and swelling studies. After CP-PEC had been characterized, it were utilized as a superdisintegrant in FDTs. FDTs utilized diltiazem HCl as an active substance have been prepared by direct compression method. FDTs were evaluated by hardness, friability, wetting time and disintegration time. The SEM analysis of CP-PEC showed that the compact rough surfaces and have a lot of pores. The spectrum infrared of CP-PEC showed the new shift at 1568,18 cm-1 which mean there were an interaction between ?NH3+ from chitosan dan ?COO- from pectin. The swelling studies of CP-PEC showed a greater and faster swelling than chitosan or pectin itself. The results of disintegration time, hardness and friability of formula C FDTs were 11,67 seconds, 2,86 kP and 0,92% respectively. Overall, CP-PEC can be used as a superdisintegrant agent with the concentration 30-40% in the formulation of fast disintegrating tablets.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2010
S33200
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Verika Astriana Kartika
"Tablet cepat hancur adalah tablet yang cepat hancur di rongga mulut dalam waktu satu menit. Pemakaian tablet cepat hancur biasanya digunakan pada pasien pedriatri dan geriatri yang sulit menelan obat. Untuk memformulasikan tablet cepat hancur dibutuhkan eksipien superdisintegran. Telah diteliti bahwa kompleks polielektrolit kitosan-xanthan (KPKX) memiliki daya mengembang yang baik sehingga dapat digunakan sebagai superdisintegran.
Tujuan dari penelitian ini adalah memformulasi tablet cepat hancur menggunakan KPKX sebagai superdisintegran. KPKX dibuat pada pH 4-5 dengan mencampurkan larutan kitosan (1,0% b/v) dan xanthan gum (1,0% b/v) dengan perbandingan 1:1; 3:1; dan 6:1. KPKX ini kemudian dikarakterisasi fisik, kimia, dan fungsional meliputi bentuk dan morfologi partikel, spektrum inframerah dan uji daya mengembang.
Serbuk KPKX memiliki permukaan yang kasar dan solid. Spektrum inframerah menunjukkan gugus baru pada bilangan gelombang 1539,25 cm-1 yang memperlihatkan adanya gugus amida hasil reaksi antara gugus –NH3+ dari kitosan dan gugus –COO- dari xanthan gum.
Uji daya mengembang KPKX menunjukkan indeks mengembang pada pH 6,8 sebesar 253,31% dalam 2 jam. Setelah itu, KPKX diformulasikan menjadi tablet cepat hancur dengan kadar 5% yang menggunakan zat aktif diltiazem HCl dengan metode kempa langsung. Tablet yang dihasilkan dievaluasi kekerasan, keregasan, waktu hancur, dan waktu pembasahannya.
Evaluasi tablet cepat hancur menunjukkan bahwa formula 3 yang mengandung KPKX 6:1 sebagai superdisintegran menghasilkan waktu hancur yang paling singkat, yaitu 44,00 detik dan memiliki kekerasan 4,59 kP serta keregasan 0,71%. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa KPKX dapat digunakan sebagai superdisintegran dalam tablet cepat hancur dengan konsentrasi 5%.

Fast Disintegrating Tablet (FDTs) is a tablet which rapidly disintegrate in the mouth within one minute. This tablets are usually used for pediatric and geriatric patients with difficulty in swallowing medicine. Superdisintegrant excipients are required to formulate FDTs. It has been observed that the chitosan-xanthan polyelectrolyte complexes (CXPC) possess high swelling characteristic, hence it can be applied as a superdisintegrant.
The aim of this study was to formulate FDTs utilizing CXPC as the superdisintegrant. CXPC was prepared on pH 4-5 by mixing chitosan solution (1.0% w/v) and xanthan gum (1.0% w/v) in ratio 1:1, 3:1, and 6:1. The physical, chemical, and functional properties of CXPC were characterized, includes its morphology, infrared spectrum, and swelling index.
CXPC powder has a rough surface. The spectrum infrared showed a new shift at 1539.25 cm-1, indicating amide group as result of the reaction between -NH3+ group of chitosan and -COO- groups of xanthan gum.
The swelling studies of CXPC showed 253.31% weight increase in medium pH 6.8 at within 2 hours. CXPC was then utilized as superdisintegrant in FDTs with 5% CXPC, using diltiazem HCl as an active substance by direct compression method. FDTs were evaluated, includes its hardness, friability, disintegration time, and wetting time.
Evaluation of FDTs showed that formula 3 containing KPKX 6:1 as superdisintegrant produce the fastest disintegration time (44.00 seconds), hardness of 4.59 kP, and friability 0.71%. Based on the results, CXPC can be used as a superdisintegrant excipients with the concentration 5% in the formula of fast disintegrating tablets.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S47012
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dessy Dian Septysari
"Film transdermal merupakan sistem penghantaran obat yang diaplikasikan melalui kulit untuk menghantarkan obat ke sistemik. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari eksipien kompleks polielektrolit kitosan-xanthan (KPKX) sebagai eksipien pembentuk film yang dibuat dengan mencampurkan larutan gum xanthan 1% ke dalam larutan kitosan 1% dengan cara diteteskan dan disertai pengadukan. KPKX yang diperoleh dikarakterisasi gugus fungsi, indeks mengembang, kekuatan gel, dan sifat mekanik filmnya. Film transdermal dibuat dengan menggunakan KPKX 1:1 sebagai matriks, propilenglikol-gliserol (8:2) 50% sebagai plasticizer, dan ketoprofen sebagai model obat. Film transdermal ketoprofen yang dihasilkan memiliki sifat mekanis yang baik dengan persentasi elongasi sebesar 108,70 ± 1,56% dan tensile strength sebesar 791,05 ± 5,30 N/m2. Uji disolusi in vitro menunjukkan pelepasan ketoprofen dari film transdermal ketoprofen sebesar 99,57 ± 4,67% selama 12 jam dengan mekanisme difusi terkendali. Uji penetrasi in vitro menunjukkan bahwa penetrasi in vitro dari film transdermal ketoprofen sebesar 12,34 ± 0,22 mg/cm2 selama 12 jam dengan kecepatan penetrasi 1,051 ± 0,074 mg/cm2.jam. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa KPKX merupakan eksipien yang baik digunakan sebagai pembentuk film transdermal.

Transdermal film is a drug delivery system that is applied through the skin to deliver drugs to the systemic. This present study was intended to evaluate the ability of chitosan-xanthan polyelectrolyte complex (CXPC) as film-forming excipient which were made by dropwise a solution of 1% xanthan gum in a solution of 1% chitosan and aided with stirring. The obtained CXPC was characterized, including its functional group, swelling index, gel strength, and film mechanical properties. Transdermal films made using CXPC 1:1 as matrix, propylene glycol-glycerine (8:2) 50% as plasticizer, and ketoprofen as model of drug. Ketoprofen transdermal film which were produced from CXPC possessed good mechanical properties with elongation percentage of 108.70 ± 1.56% and the tensile strength of 791.05 ± 5.30 N/mm2. The in-vitro drug release study showed that 99.57 ± 4.67% of ketoprofen has been released from transdermal film in 12 hours by diffusion-controlled mechanism. In-vitro drug release study showed that 12.34 ± 0.22 mg/cm2 of ketoprofen able to penetrate through skin membrane with the flux of 1.051 ± 0.074 mg/cm2.hour. Therefore, it can be concluded that CXPC had good characteristics to be applied as excipient transdermal film.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S57662
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alawiyah Aswar
"Eksipien koproses merupakan kombinasi dua atau lebih eksipien yang memiliki keuntungan penampilan yang tidak dapat dicapai oleh pencampuran secara fisik biasa dengan eksipien yang sama. Kombinasi eksipien yang dipilih dapat melengkapi satu sama lain untuk menutupi sifat yang tidak diinginkan dari masing-masing eksipien sekaligus dapat mempertahankan atau meningkatkan sifat eksipien yang diinginkan. Pregelatinisasi pati singkong (PPS) sebagai matriks hidrofilik belum menghasilkan laju disolusi obat yang konstan, oleh sebab itu pada penelitian ini dikombinasikan dengan karboksimetilselulosa (CMC). Sifat pembentuk gel dari CMC diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pembentukan gel dari pati, sebagai matriks dalam sediaan lepas terkendali sehingga mampu menahan pelepasan obat dari sediaan.
Koproses PPS - CMC dibuat dengan mendispersikan PPS dalam air (1:5) dan CMC dengan konsentrasi 5% b/v, keduanya dicampurkan dengan berbagai perbandingan yaitu 4:1, 3:1, dan 2:1. Eksipien koproses 4:1 dan 2:1 digunakan sebagai matriks dalam sediaan tablet serta dilakukan perbandingan dengan matriks PPS dan CMC sebagai eksipien awal penyusunnya. Tablet dibuat menggunakan metode granulasi basah dengan teofilin sebagai model obat. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa eksipien koproses yang dihasilkan memiliki sifat fisik lebih baik dibandingkan eksipien awal penyusunnya (PPS dan CMC), namun sebagai matriks belum mampu menahan pelepasan obat dengan baik."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2010
S33151
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nida Ul Haqie
"Saat ini, eksipien koproses sedang mendapat perhatian dalam aplikasi farmasetik. Tidak adanya perubahan kimia, kombinasi untuk mendapatkan sifat yang diinginkan banyak, dan efisiensi penggunaan eksipien tunggal dibandingkan campuran eksipien menjadi alasan tingginya minat terhadap eksipien koproses. Pada penelitian ini dibuat eksipien koproses (EK) antara kitosan dan sodium starch glycolate (SSG) dengan cara melarutan kitosan 5% b/v dalam asam asetat 0,5 N dan mendispersikan SSG 5% b/v dalam akuades 70°C kemudian keduanya dicampur dengan perbandingan 1:1, 1:2, dan 1:3. Campuran dikeringkan menggunakan double drum dryer. Eksipien koproses yang diperoleh dikarakterisasi meliputi karakterisasi kimia, fisik dan fungsional. EK 1:1 dipilih untuk digunakan sebagai matriks dalam sediaan tablet lepas lambat karena menunjukkan hasil karakterisasi yang paling baik. Selain itu, dibuat juga tablet dengan kombinasi matriks antara EK dan hidroksipropil metilselulosa (HPMC). Tablet dibuat dengan metode granulasi basah dan atenolol digunakan sebagai model obat. Matriks EK menunjukkan profil pelepasan obat yang tertahan selama 8 jam. Penambahan HPMC sebagai kombinasi matriks dengan perbandingan EK-HPMC 1:1 dan 2:1 menunjukkan profil pelepasan obat yang tertahan selama 16 jam sementara matriks EK-HPMC 3:1 menunjukkan profil pelepasan obat yang tertahan selama 12 jam."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S32724
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Erny Sagita
"ABSTRAK
Kitosan merupakan polimer alam yang bersifat kationik. Sifat kationik tersebut
membuat kitosan dapat berinteraksi dengan polimer anionik membentuk
kompleks polielektrolit (KPE). Dalam penelitian ini, pektin digunakan sebagai
polimer anionik yang berinteraksi secara ionik dengan kitosan. Tujuan dari
penelitian ini adalah membuat dan mengkarakterisasi KPE kitosan-pektin yang
akan digunakan sebagai matriks dalam sediaan tablet mengapung. Larutan kitosan
dan pektin 0,3% b/v dicampur dengan perbandingan 1:9, 3:7, 1:1, 7:3 dan 9:1
pada pH 4,5 dan 5,0. Kondisi terbaik untuk menghasilkan KPE adalah pada pH
5,0 dengan perbandingan larutan kitosan dan pektin = 3:7. Perbedaan karakteristik
KPE kitosan-pektin dengan polimer asalnya ditunjukkan dengan analisis gugus
fungsi, analisis termal, daya mengembang dan kekuatan gel. Selanjutnya KPE
digunakan sebagai matriks dalam sediaan tablet mengapung dengan famotidin
sebagai model obat. KPE juga dikombinasikan dengan hidroksipropilmetilselulosa
(HPMC) dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Hasil uji disolusi menunjukkan
bahwa KPE dapat menahan pelepasan famotidin selama 10 jam. Kombinasi
dengan HPMC dapat membantu KPE menahan pelepasan famotidin hingga 20
jam. Tablet yang hanya mengandung KPE sebagai matriks hanya dapat bertahan
mengapung hingga 12 jam, sedangkan tablet dengan kombinasi KPE dan HPMC
dapat bertahan mengapung hingga 24 jam.

ABSTRACT
Chitosan is a natural cationic polymer. That cationic property makes chitosan can form polyelectrolite complex (PEC) with anionic polymer. In this research, pectin was used as anionic polymer that interact ionically with chitosan. The aim of this research is to produce and characterize chitosan-pectin PEC that would be used as matrix in floating tablet. The solutions of chitosan and pectin 0,3% w/v were mixed in ratio 1:9, 3:7, 1:1, 7:3 and 9:1 with pH of the solution 4,5 and 5,0. The best condition to produce PEC was in pH 5,0 with ratio of chitosan and pectin = 3:7. The differences between chitosan-pectin PEC characteristic and its origin polymer were shown by functional group analysis, thermal analysis, swelling capacity and gel strength. The PEC was then used as matrix in floating tablet with famotidin as a model. PEC was also combined with hydroxypropilmethylcellulose (HPMC) in different concentrations. The results of the dissolution study showed that PEC could retard the release of famotidin for 10 hours. PEC in combination with HPMC could retard the release of famotidin for 20 hours. Tablet that only contains PEC as matrix could remain buoyant for 12 hours while tablet with combination of PEC and HPMC could remain buoyant for 24 hours. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S32816
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Sa`diah
"Chitosan is a natural cationic polymer that is non toxic,
biodegradabel and biocompatibel. This polymer is also able to form
hydrogel in aqueous medium but is only soluble in acidic medium and is
not soluble in basic medium. Therefore why chitosan is not suitable as a
matrix for sustained release dosage form. Chitosan can be modified
phisically and chemically to obtain its optimum useful as a matrix for
sustained release. It is preassumed that cationic properties of chitosan can
form a polyelectrolyte complex with other anionic polymers.
The aim of this study was to make polyelectrolyte complex of
chitosan – sodium carboxymethylcellulose as tablet matrix for prolonged
drug release system with atenolol as drug model.
The polyelectrolyte was made by mixing 4% w/v chitosan solution in
acetic acid 1% and 4% sodium carboxymethylcellulose solution, with mixing speed is 5000 rpm for 15 minuted, centrifuge (15.000 rpm, 15
minuted) and then dried (50oC, 24 hours), grinded and sieved with 100
mesh sieving analyzer. Then It was evaluated using FTIR
spectrophotometer, SEM analyser, DSC analyser, swelling index and
dissolution test.
The results showed that the characteristic of chitosan – sodium
carboxymethil cellulose polyelectrolyte complex change physically and
chemically compared to chitosan and sodium carboxymethylcellulose. The
swelling index of chitosan – sodium carboxymethylcellulose polyelectrolyte
complex was better than chitosan.
Futher study was subjected to obtain optimum chitosan – sodium
carboxymethylcellulose polyelectrolyte complex concentration as a matrix
of sustained release dosage form. The study was done by making four (4)
tablet formulas with the chitosan – sodium carboxymethylcellulose
polyelectrolyte complex matrix concentration 40%, 50%, 60% and 70%.
The method of tablet preparation is wet granulation. The effect of various
formulation process veriables, such as pollyelectrolyte complex content,
harness of tablet and drug release from these tablet was examined. Drug
release studies were conducted in 37oC hydrochloric acid solution pH 1,2
(2 hours) and buffer phosphat pH 7,4 (6 hours), with UV
spectrophotometer.
Dissolution profiles showed that higher concentration matrix caused
more prolonged atenolol release. The mechanisms released were
diffusional and erosional. The 70% matrix polyelectrolyte chitosan sodium carboxymethylcellulose concentration released atenolol 49,21% in
8 hours, so it could prolong atenolol release for 16 hours"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rozi Fadjri
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan kompleks polielektrolit kitosan-xanthan (KPKX) dan menggunakannya sebagai matriks dalam tablet lepas terkendali dengan sistem mengapung. Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa kitosan, yang bermuatan positif pada suasana asam, dan xanthan, yang bemuatan negatif, dapat membentuk kompleks polielektrolit yang memiliki daya mengembang yang baik untuk sediaan dengan pelepasan terkendali. KPKX dibuat dengan cara melarutkan kitosan (1,0% b/v) dan xanthan (1,0% b/v) di dalam medium masing-masing kemudian mencampurkan keduanya pada pH 4,3-4,5 dengan perbandingan 1:1. Hasil yang diperoleh dikarakterisasi secara fisik, kimia, dan fungsional. Selanjutnya, KPKX digunakan sebagai matriks dalam sediaan tablet mengapung dengan 2 variasi jumlah polimer pembentuk matriks (35,71% dan 57,14%). Asam sitrat dan natrium bikarbonat digunakan sebagai gas forming dalam 2 variasi (14,29% dan 21,43%). Kitosan, xanthan, dan campuran fisik keduanya digunakan sebagai polimer matriks pada formula pembanding. Diltiazem HCl digunakan sebagai model obat. Tablet dibuat dengan metode granulasi basah dan dikempa menjadi tablet 700 mg. Seluruh tablet mengapung yang dihasilkan memenuhi persyaratan fisik yang tertera di Farmakope Indonesia. Tablet mengapung F3 yang mengandung 57,14% KPKX dan 21,43% gas forming menunjukkan karakteristik yang terbaik dengan floating lag time 39,33 ± 1,53 menit dan dapat mengapung hingga 12 jam. Tablet F3 juga terbukti dapat menahan pelepasans obat hingga 12 jam dan menunjukkan profil pelepasan obat yang sesuai dengan kinetika orde nol.

The aim of this study was to investigate the ability of chisotan-xanthan polyelectrolyte complex (CXPC) and use it as matrix of controlled release tablet with floating system. The previous study has shown that chitosan, which have positive charge in acid condition, and xanthan, which have negative charge, could form polyelectrolyte complex which have good swelling index for controlled release dosage forms. CXPC was prepared by dissolving chitosan (1.0% w/v) and xanthan (1.0% w/v) in their medium then mix them in pH 4.3-4.5 with a ratio of 1:1. The obtained CXPC were characterized physically, chemically, and functionally. Furthermore, CXPC was used as matrix of floating tablet in two variations (35.71% and 57.14%). Citric acid and sodium bicarbonate were used as gas forming in two variations (14.29% and 21.43%). Chitosan, xanthan, and physical mixture of both were also used as comparison formula. Diltiazem HCl was used as drug model. Tablet was formulated by wet granulation method and compressed into 700 mg tablets. All floating tablets fulfilled all the Pharmacopoeia requirements. Floating tablets containing 57.14% CXPC and 21.43% gas forming (F3) have shown the best characteristic with 39.33 ± 1.53 minutes of floating lag time and 12 hours of floating time. This formula revealed a profile of controlled drug release and appoached to zero-order kinetics model.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S56895
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitrahwati Sudarmo
"Tujuan koproses adalah meningkatkan fungsionalitas bahan secara sinergis dan menutupi sifat yang tidak diinginkan dari masing-masing eksipien. Pada penelitian ini tujuan dilakukannya koproses adalah untuk meningkatkan fungsi pati sebagai bahan matriks tablet dalam industri farmasi dikombinasi dengan metilselulosa untuk menghasilkan sediaan lepas lambat. Koproses PPS-MC dibuat dengan cara mengkombinasikan PPS dan MC dengan rasio 2:1, 3:1, dan 4:1 kemudian dikarakterisasi. Koproses PPS-MC yang dipilih sebagai matriks tablet adalah perbandingan 2:1, 3:1 dan 4:1. PPS-MC koproses 2:1, 3:1 dan 4:1 dapat digunakan sebagai bahan matriks tablet yang memperlambat pelepasan obat selama 40 jam."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2010
S33172
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>