Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 128765 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Netty Seine
"Antihistamine is histamine’s blocker drugs. This drugs act by inhibiting the activity of histamine . This group does not has a basic stucture that can make an analyse recognise it as an antihistamine drugs. This situation confuse an analyse to identify this group. Through this experiment, an analyase wants to find out how to identify an antihistamine drugs by doing a color test, microcrystal, and thin layer chromatography. The result of this experiments shows that ranitidine hidrocloride can be identified by color test with Ehrlich reagents. Beside that, microcrystal reaction can be specific for some antihistamine drugs, all of the antihistamine can be identified by ammonium reineckat reagents because its show a different crystal with this reagent. Thin layer chromatography, can identified the antihistamine by using two different mobile phase system. Methanol-buthanol (70:30) can be use as the first system and methanol-ammonia (100:1,5) is used as the second system. The first system can be used to identify famotidine, cimetidine, and diphenhidramine hidrocloride. Meanwhile, the second one is used to identify chlorpheniramine maleate and ranitidine hidrocloride.

Antihistamin merupakan obat penghambat reseptor histamin. Senyawa golongan ini bekerja dengan menghambat efek histamin yang dikeluarkan ke dalam darah. Obat-obat golongan antihistamin ini tidak memiliki struktur kimia yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam melakukan analisis kualitatif senyawa-senyawa golongan ini. Keadaan inilah yang menyulitkan dalam melakukan analisis senyawa golongan antihistamin ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis kualitatif beberapa senyawa golongan antihistamin melalui reaksi warna, mikrokristal, dan kromatografi lapis tipis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan pereaksi Ehrlich ranitidin hidroklorida dapat diidentifikasi. Selain itu, dengan menggunakan reaksi mikrokristal yaitu dengan ammonium reineckat kelima senyawa golongan antihistamin yang diteliti dapat memberikan kristal yang berbeda-beda. Pada percobaan dengan kromatografi lapis tipis fase gerak metanol-butanol (70:30) dapat digunakan untuk menganalisis famotidin, simetidin, dan difenhidramin hidroklorida. Sedangkan dengan fase gerak metanol-amonia (100:1,5) dapat digunakan untuk menganalisis klorfeniramin maleat dan ranitidin hidroklorida."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2008
S33011
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yanita Utama
"Suplemen makanan adalah produk pelengkap kebutuhan gizi makanan, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino, atau bahan lain (yang berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi dan atau fisiologis dalam jumlah terkonsentrasi. suplemen makanan seharusnya tidak mengandung atau ditambahkan bahan kimia yang berfungsi sebagai obat seperti narkotika, yaitu morfin hidroklorida, kodein fosfat, dan opium. Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari kondisi yang optimal untuk analisis kualitatif morfin HCl, kodein fosfat, opium dan melakukan validasi terhadap metode analisis kualitatif secara KLT densitometri serta menggunakan metode tersebut untuk mengidentifikasi morfin, kodein dan opium dalam beberapa sampel suplemen makanan. Kondisi optimal dicapai dengan menggunakan fase diam silika gel 60 F 254 dan eluen etil asetat : metanol : ammoniak 25% (8:1:1).
Hasil pengujian menunjukan bahwa morfin hidroklorida dan kodein fosfat memiliki linearitas (r) 0,9996 dan 0,9994 dengan batas deteksi 21,2398 ng dan 24,6834 ng. Hasil keterulangan morfin hidroklorida dan kodein fosfat memberikan koefisian variasi dibawah 2% dan hasil perolehan kembali morfin hidroklorida dan kodein fosfat adalah 99,773% dan 99,748%. Hasil dari penelitian ini menunjukkan tidak terdeteksinya morfin dan kodein pada semua sampel yang diujikan.

Food suplemen is a product completing nutrition need, contains one or more component such as vitamins, mineral, amino acid, or others (from plants or not) that have nutrition and physiology value in concentrated amount. Food suplemen should not be added chemical agent which have function as drug, like narcotic such as morphine hydrochloride acid, codein phosphate, and opium. The aim of this study was to search optimum qualitative analysis for morphine hydrochloride acid, codein phosphate, opium and to get validation of TLCdensitometry qualitative analysis method also aplicate this method to identify morphine hydrochloride acid, codein phosphate, and opium in some food suplemen samples. This study using silika gel 60 F 254 as stationery phase and mixture eluent of etil asetat : metanol : ammoniak 25% (8:1:1) as mobile phase.
The result showed that the linerity of morphine hydrokloridae and codein phosphate is 0,9996 and 0,9994, the limit detection of morphine hydrokloride and codein phosphate is 21,2398 ng and 24,6834 ng. The result of morphine hydrokloride and codein phosphate repeatability have coeffisien valeu less then 2% and average of recovery value is 99,773% and 99,748%. Result of this research is the morphine hydrochloride acid, codein phosphate, not found in all tested samples.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S45657
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hifdzi Ulil Azmi
"Tretinoin merupakan senyawa yang dalam dunia klinis digunakan untuk mengobati penyakit acne vulgaris dan membantu memutihkan wajah. Namun, sifatnya yang fotolabil dan termolabil membuat zat ini mudah mengalami isomerisasi mejadi bentuk cis-nya. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan kondisi analisis optimum analisis tretinoin dan isomernya secara Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan kromatografi lapis tipis (KLT). Kondisi optimal pemisahan secara KLT adalah fase diam silika gel 60 F254, jarak elusi 6 cm, volume penotolan 1 μl, dengan fase gerak sikloheksan-eter-aseton-asam asetat (60:40:2:1) dideteksi oleh TLC-Scanner camag 3 pada panjang gelombang 352 nm .Kondisi optimal penelitian secara KCKT adalah berupa fase diam kolom C-18, fase gerak asetonitril-asam trifluoroasetat 0,01 % (85:15 v/v) dengan kecepatan alir 1,0 ml/menit. Tretinoin, isotretinoin, dan alitretinoin memiliki linearitas yang baik pada konsentrasi 2-10 ppm; batas kuantitasi masing-masing 0,53 ; 1,35 dan 1,18 ppm, relatif standard deviasi untuk pengukuran < 2%; ratarata perolehan kembali tretinoin adalah 100 %. Penerapan metode ini terhadap dua sampel krim tretinoin yang beredar pasaran didapatkan hasil 102 % dan 97 % dari kadar yang tertera pada etiket."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2010
S33113
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Retno Indriyani
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2006
S32832
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanti Aprianti
"Pemanis adalah salah satu bahan penambah rasa yang sering ditambahkan dalam produk permen karet, biasanya berupa pemanis sintetik. Kadar pemanis sintetik perlu diperhatikan, karena apabila berlebihan akan membahayakan kesehatan. Analisis natrium sakarin dan aspartam menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis Densitometri dengan eluen butanol-asam asetat-air (4:1:1) pada panjang gelombang 260 nm. Limit deteksi natrium sakarin adalah 68,20 ppm dan aspartam 110,67 ppm. Batas kuantitasi natrium sakarin adalah 227,34 ppm dan aspartam 368,89 ppm. Perolehan kembali natrium sakarin adalah 96,22 % dan aspartam 88,76 %. Penelitian dilakukan terhadap dua belas sampel permen karet.
Hasil analisis menunjukkan dua sampel mengandung natrium sakarin, yaitu sampel B (kadar 2,0148 mg/g) dan sampel F (kadar 0,7302 mg/g), dan lima sampel yang mengandung aspartam, yaitu sampel C (kadar 3,7023 mg/g), sampel G (kadar 3,1764 mg/g), sampel H (kadar 2,3310 mg/g), sampel K (kadar 2,3643 mg/g), dan sampel L (kadar 3,187 mg/g). Kadar dalam sampel tidak melebihi batas maksimum yang diperbolehkan dalam permen karet.

Sweetener is one of the flavor exipients which commonly added in the chewing gum products. It is usually made from the essence of synthetic sweetener. The amount of synthetic sweetener are need to be attended, because if there is exaggerate of these synthetic sweetener will be danger in our health. The analysis method of sodium saccharin and aspartame use Densitometer Thin Layer Chromatography with the eluen are butanol-acetic acid-water (4:1:1) and wavelengthment in 260 nm. The limit of detection for sodium saccharin are 68,20 ppm and aspartame 110,67. The limit of quantitation of sodium saccharin are 96,22% and aspartame 88,76%.
In this study twelve samples chewing gum are collected and analysis result showed that sample containing sodium saccharin, there are sample B (amount are 2,0148 mg/g), sample F (amount are 0,7302 mg/g) and samples containing aspartame, there are sample C (amount are 3,7023 mg/g), sample G (amount are 3,1764 mg/g), sample H (amount are 2,3310 mg/g), sample K (amount are 2,3643 mg/g) and sample L (amount are 3,1870 mg/g). The amounts which found from samples are not exceed the enability of the maximum limit concentration in chewing gum.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2007
S32983
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ambar Setiyowati
"Dewasa ini aflatoksin mendapat banyak perhatian di kalangan banyak ahli, karena diduga keras bahwa senyawa tersebut merupakan bahan penyebab kanker (karsinogenik). Akibat yang paling mencemaskan bagi mereka yang mengkonsumsi bahan makanan yang tercemar aflatoksin ialah kerusakkan hati dari tingkat yang paling ringan sampai paling berat, yakni kanker hati. Penelitian ini dilakukan untuk identifikasi dan penetapan kadar cemaran aflatoksin dalam makanan yang mengandung kacang tanah dan kacang kedelai secara KLT densitometri, menggunakan fase diam lempeng KLT silika gel 60 GF254 dan fase gerak kloroform-etil asetat (7:3) dengan deteksi fluoresensi pada panjang gelombang eksitasi 354 nm.
Hasil dari pembuatan kurva kalibrasi aflatoksin B1 (AFB1) dan aflatoksin G1 (AFG1) antara 10-100 ppb; batas deteksi AFB1 dan AFG1 masing-masing 2,93 ppb dan 4,77 ppb.Penerapan metode ini pada sembilan macam sampel yang mengandung kacang tanah dan kacang kedelai menunjukkan hasil positif AFB1 pada delapan sampel dengan kadar 1-4 ppb dan satu sampel yang positif AFB1 dan AFG1, dengan kadar AFG1 4,43 ppb. Hasil ini lebih kecil dari LOD dan LOQ.

At present, aflatoxin is beginning to get more attention from the scientist, because highly suspected that this compound is carcinogenic. The most anxious effect to them who consumed food-contaminated by aflatoxin is liver damaged, which varied from the lowest level until the highly dangerous level (liver cancer). This study was designed to identified and determined the aflatoxin concentration in the food samples which contain peanut and beans. That using TLC-densitometry, the analitycal condition is using: TLC silica gel 60 GF254 as the stationary phase, chloroform-ethyl asetat (7:3) as the mobile phase, fluorescence measurement mode with the 354 nm.
The results showed calibration curve of AFB1 and AFG1 between 10-100 ppb; detection limit of AFB1 and AFG1 are 2.93 ppb and 4.77 ppb. The implementation of this method in 9 samples that contain peanuts and soy beans that sold in the market shows positive of AFB1 in 8 samples with concentration of AFB1 1-4 ppb and positive of AFB1 and AFG1 in only one sample with concentration 4.565 ppb. This results less than LOD and LOQ.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2006
S32886
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Listya Dian Purnama
Universitas Indonesia, 2005
S32802
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dharnita Cernalia
"Penggunaan pemanis buatan dalam produk minuman sudah sedemikian meluas mencakup jenis pemanis buatan yang digunakan dan bentuk sediaan yang dibuat. Salah satu pemanis buatan yang digunakan pada produk minuman adalah aspartam, dimana memiliki tingkat kemanisan 180-200 kali gula biasa. Oleh karena adanya batasan penggunaan aspartam dalam asupan harian, perlu diteliti kandungan aspartam salah satunya yang terdapat dalam produk minuman ringan.
Pada penelitian kali ini dilakukan analisis aspartam secara Kromatografi Lapis Tipis Densitometri. Kondisi analisis menggunakan lempeng silika gel F254 sebagai fase diam, campuran pelarut butanol : asam asetat : air (4:1:1) sebagai fase gerak dan dianalisis pada ë 262 nm. Hasil penelitian ini menunjukkan koefisien variasi kurang dari 2% dan akurasi 80-110%. Kurva kalibrasi dilakukan pada rentang 500-5000 ìg/ml menghasilkan linieritas 0,9982 dengan batas deteksi 1,0882 ìg dan batas kuantitasi 3,6274 ìg. Kadar aspartam dari sepuluh sampel minuman ringan, sampel mengandung aspartam pada sampel JO (3,4382 mg/g), sampel JM (3,4389 mg/g), sampel JJ (2,9287 mg/g) dan sampel KF (1,7839 mg/g), sedangkan sampel PI, NSH, NT, NHC, FS dan FB tidak dapat ditentukan.

The use of sweetener in the beverage products has been spread out very significantly. One of the sweetener that is commonly used in beverage products is aspartam which 180-200 times sweeter than the ordinary sugar. Since there is a limitation of the aspartam usage in the daily calories intake, it?s necessary to make a research about the aspartam content in the beverage products.
In this experiment, aspartam analysis in beverages using Thin Layer Chromatography Densitometry. The analysis condition was performed by using silica gel F254 as the stationary phase, mixture solvents contents of butyl alcohol : acetic acid : water (4:1:1) as the mobile phase and analysis in ë 262 nm. This experiment showed lower than 2% precision and accuracy between 80-110%. Calibration curve was performed in the range of 500-5000 ìg/ml, resulting good linearity 0.9982, limit of detection 1,0882 ìg and limit of quantitative 3,6274 ìg. Sample of aspartame contained JO (3.4382 mg/g), sample JM (3,4389 mg/g), sample JJ (2,9287 mg/g) and sample KF (1,7839 mg/g), whereas sample PI, NSH, NT, NHC, FS and FB can not determined.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S32921
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>