Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 88324 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Enny Purwati
1984
S29636
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Bahan koagulan yang diperlukan untuk mengendapkan partikel koloid dalam proses pra pengolahan kimiawi sebelum air disaring jumlahnya tertentu dan disebut dosis optimum. Dalam proses kontak-flokulasi filtrasi, penambahan bahan koagulan dilakukan melalui inlet saringan sehingga proses koagulasi, flokulasi dan filtrasi berlangsung dalam bak saringan yang bersangkutan. Percobaan penjernihan air dengan sistem kontak-flokulasi filtrasi dilakukan dengan penambahan dosis koagulan yang jumlahnya bervariasi. Kelakuan saringan dievaluasi terhadap perubahan kualitas air yang ditinjau berdasarkan parameter Ph, DHL, warn, bau, kekeruhan, dan kandungan besi. Penambahan koagulan dengan dosis yang bervariasi dengan kisaran antara ½ dengan 2 kali dosis optimum tidak menunjukkan perubahan hasil yang begitu besar dalam peningkatan kualitas airnya ditinjau dari parameter warna, bau, kekeruhan, dan kandungan besi. Pemberian dosis koagulan yang melebihi dosis optimum meningkatkan ph air dan memperpendek operasi saringan. Semakin besar dosis koagulan yang diberikan, peningkatan DHL semakin besar pula."
MTUGM 2:13 (1991)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Winda Wardatul Jannah
"Kristal TiO2 anatase dipreparasi dengan proses hidrotermal pada suhu 240°C dari prekursor titanium tetraisopropoksida (TTIP) dalam larutan alkohol/air pada suasana asam. TiO2 hasil sintesis dikarakterisasi dengan X-Ray Diffractometer (XRD), Diffuse Reflectance Spectrophotometry (DRS), Particle Size Analyzer (PSA) dan Fourier Transform Infra Red Spectrophotometry (FTIR). Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa TiO2 yang dipreparasi secara hidrotermal mempunyai bentuk kristal anatase dengan ukuran kristal 10 nm, celah energy sebesar 3,33 eV dan distribusi ukuran partikel (0,726m - 1,47 6m dan 15,30 6m - 111,09 6m). Proses kalsinasi terhadap TiO2 hidrotermal mengakibatkan pertumbuhan inti dan menginduksi transformasi dari fasa kristal anatase menjadi rutile. Akibatnya proses kalsinasi menghasilkan campuran kristal anatase dan rutile, masing-masing dengan ukuran kristal 11 nm dan kristal rutile 12 nm, celah energy sebesar 3,29 eV dan distribusi ukuran partikel (0,576m - 1,51 6m dan 31,32 6m - 170,28 6m). Serbuk TiO2 hasil sintesis dihaluskan dan didispersikan dalam air. Evaluasi dispersi TiO2 dilakukan dengan variasi pH, variasi konsentrasi PEG 1000, dan variasi pH pada konsentrasi PEG 1000 tertentu. Absorbansi hasil dispersi TiO2 setelah 24 jam diukur dengan spektrofotometer UV-Vis. Kestabilan dispersi TiO2 optimum dengan mekanisme sterik dicapai pada konsentrasi PEG 1000 0,05%, sedangkan berdasarkan mekanisme elektrostatik didapatkan kestabilan optimum pada pH 9. Dispersi TiO2 digunakan untuk menyiapkan immobilisasi film TiO2 pada pelat kaca dengan cara spraying dan digunakan untuk evaluasi aktivitas fotokatalitik. Evaluasi aktivitas fotokatalitik TiO2 hasil sintesis dilakukan dengan cara melihat kemampuan degradasinya terhadap larutan Methylene blue. Pengukuran dilakukan dengan tiga kondisi yang berbeda yaitu fotokatalisis, fotolisis, dan katalisis. Hasil dari ketiga kondisi ini membuktikan bahwa degradasi terbesar terjadi pada kondisi fotokatalisis dengan pseudo orde pertama dimana laju reaksinya, k, sebesar 9,68.10-3 menit-1.

Titanium tetraisopropoxide (TTIP) precursor in acidic ethanol/water solution was used to prepare TiO2 anatase crystal by hydrothermal reaction at 240°C. Prepared TiO2 was characterized by X-Ray Diffractometer (XRD), Diffuse Reflectance Spectrophotometry (DRS), Particle Size Analyzer (PSA) and Fourier Transform Infra Red Spectrophotometry (FTIR). Characterization results indicate that prepared TiO2 has an anatase form (crystallite size 10 nm), band gap of 3.33 eV, and an aggregate nature (0.726m - 1.47 6m dan 15.30 6m - 111.09 6m). A calcinations process to the TiO2 powder leads to grain growth and induce phase transformation from anatase to rutile. As consequence, calcinations process produced anatase phase (crystallite size 11 nm) and rutile phase (crystallite size 12 nm), band gap 3.29 eV, and an aggregate nature (0.576m - 1.51 6m dan 31.32 6m - 170.28 6m). The TiO2 hydrothermal powder was subjected to a ball milling and dispersed in water. The TiO2 dispersion stability was evaluated under variations of pH, PEG 1000 concentration, and pH at a certain PEG 1000 concentration. The turbidity of dispersions were observed by UV-Vis spectrophotometer after 24 hours. Optimum stability of TiO2 dispersion by steric mechanism was obtained at PEG 1000 0.05%, while by electrostatic mechanism at pH 9. This water base TiO2 dispersion was used to prepared TiO2 film on glass plate by spraying method and was used for photocatalytic activity evaluation toward methylene blue degradation The observations were conducted at three experimental conditions, namely photocatalytic, photolytic, and catalytic. The results revealed that the highest degradation was obtained at photocatalytic condition, with rate constant, k, is 9.68 x 10-3 min-1, and apparently follows pseudo-first-order reaction."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S30714
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Dispersi cair-cair sering ditemui dalam berbagai teknologi proses yang melibatkan kontak antara dua fasa cair seperti membran cair emulsi. Dalam operasi tersebut dispersi harus dijaga pada suatu tipe tertentu, yaitu tipe minyak dalam air (o/w) atau air dalam minyak (w/o). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh fraksi volume pelarut organik, kecepatan pengadukan, dan ketinggian impeler terhadap kestabilan dan tipe dispersi yang terbentuk pada sistem toluena-air dengan ekstraktan 0.3 M versaric-6 acid. Selain itu ingin diketahui pula pengaruh penambahan surfaktan span 80 pada sistem tersebut.
Pengadukan dilakukan terhadap sistem. Tipe dispersi yang terbentuk diperoleh dari pengamatan perilaku sedimentasi dan koalesensi, untuk data kestabilan diperoleh dari pencatatan waktu koalesensi. Perubahan parameter meliputi fraksi volume pelarut organik (φ0) 0.4-0.6, kecepatan pengadukan (N) 275-1000 rpm, dan ketinggian impeler (h) -1-1.25 cm. Penambahan surfaktan dilakukan pada φ0 = 0.4 sebesar 0.14~2.83 % berat span 80.
Penelitian menunjukkan ketiga parameter yang divariasikan di atas mempengaruhi tipe dispersi yang terbentuk secara simultan. Pada h < 0 cm selalu dihasilkan dispersi o/w, kecuali pada φ0 = 0.6 dan h = 0 cm dapat terbentuk pula dispersi w/0. Pada h > 0 cm dapat diperoleh baik dispersi o/w maupun w/o. Terdapat kecenderungan karakteristik dispersi yang sama pada φ0 = 0.5 dan 0.6 untuk h > 0.5 cm. Dispersi o/w yang dihasilkan lebih stabil dibandingkan dengan dispersi w/o, sedangkan untuk sistem yang mengandung span 80 berlaku sebaliknya. Surfaktan dapat meningkatkan stabilitas emulsi. Pada h = 1 cm, penambahan surfaktan dari 1.42 % menjadi 2.83 % berat span 80, dapat meningkatkan stabilitas emulsi sekitar 60 kali, dari sekitar 6 menit menjadi 6 jam."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S48933
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Rosa Indah
1997
S29929
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunisa Vaditasari
"Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM) di Indonesia selalu menghasilkan residu lumpur yang sebagian besar langsung dibuang ke badan air tanpa pengolahan terlebih dahulu. Salah satu upaya untuk mengurangi lumpur yang dibuang ke badan air adalah dengan memanfaatkan kembali lumpur ke dalam proses Koagulasi-Flokulasi-Sedimentasi (KFS). Dalam aplikasi pada penelitian ini, pemanfaatan lumpur dilakukan dengan lima variasi yaitu penentuan dosis optimum koagulan, dosis optimum lumpur, dosis lumpur pada dosis optimum koagulan, dan dosis koagulan pada dosis optimum lumpur. Setelah seluruh variasi dilakukan dilanjutkan dengan identifikasi variabel bebas yang signifikan melalui full factorial design.
Metode yang digunakan adalahjartest menggunakan air baku Sungai Ciliwung dan lumpur IPAM Cibinong serta koagulan alum (Al2(SO4)3). Pada kajian penentuan dosis optimum koagulan divariasikan mulai dari 10 ppm - 50 ppm. Pada kajian penentuan dosis lumpur terlebih dahulu dilakukan uji karakteristik lumpur yang menentukan lumpur yang akan digunakan. Variasi pemanfaatan kembali lumpur dimulai dari 1%-10% dengan interval 1% dalam volume 500 mL beaker glass. Dalam setiap variasi yang dilakukan, dihitung parameter-parameter yang mempengaruhi kajian tersebut antara lain kekeruhan, suhu, pH, KMnO4, Fe, dan Koliform total.Lumpur yang tepat digunakan berupa lumpur sedimentasi Kombinasi paling tepat adalah variasi ke-5 dengan kombinasi dosis optimum lumpur sebesar 5% dan dosis koagulan 37.5 ppm. Penyisihan kekeruhan berturut-turut 97.46% & 97.23%, KmnO4 18.23% & 13.3%, Fe 84% & 85.74%, serta koliform total sebesar 98.86% dengan pH 6.69 dan suhu 27.5°C.
Hasil ini didukung dengan identifikasi variabel bebas dengan metode full factorial design dimana hasil paling signifikan dalam menyisihkan kekeruhan dan koliform total adalah interaksi antara koagulan dan lumpur dan dalam menyisihkan KmnO4 dan Fe adalah dosis koagulan. Pemanfaatan kembali lumpur tidak dapat mengurangi pemakaian koagulan, namun dapat meningkatkan efisiensi penyisihan kontaminan.

Water Treatment Plant (WTP) in Indonesia always produce sludge residuals that are directly discharged into the water body without being processed first. One of the measures to reduce sludge that is discharged into the water bodies is to reuse sludge in coagulation-floculation-sedimentation (K-F-S) processes. In the application of this study, sludge resirculation is conducted with five variations which are the optimum dosage of coagulant, the optimum dosage of sludge, sludge dosage at optimum dosageof coagulant, coagulant dosage at optimum dosage of sludge. After all variations conducted, continue with identification of significant independent variables using full factorial method.
The method used is jartest using raw water from Ciliwung River and Sludge from IPAM Cibinong with alum coagulant (Al2(SO4)3). In studies deterimining the optimum coagulant dose varied 10 ppm - 50 ppm. In determining optimum dose of sludge first tested the sludge characteristics to determine the sludge that will be used. Sludge reuse varied from 1%-10% with 1% intervalin500 mL volume of beaker glass. Parameters tested from each variations are turbidity, temperature , pH, KMnO4, Fe, and Total Coliform. Sludge use is sedimentation sludge. The most appropriate combination is the fifth variation with 5% sludge optimum dosage and coagulant optimum dosage 37.5 ppm. Allowance turbidity removal were 97/46% & 97.23%, KMnO4 18.23% & 13.3%, Fe minerals 84% & 85.74%, and total coliform 98.86% with pH 6.69 and temperature 27.5°C.
This result is supported by independent variables identification with full factorial design method which the most significant in removing turbidiy and total coliform in water is interactions between coagulant and sludge and in removing KMnO4 and Fe is coagulant dosage. Sludge reuse cannot reduce coagulant dosage, but able to improve contaminant removal efficiency.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S52998
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridwan Hariasya
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
TA501
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1996
S28277
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2003
S32358
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>