Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147556 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anjar Margisari
"Pembuatan polimer Core-Shell Stirena Butil Akrilat, telan dicoba dengan metoda polimeriSaSi emulsi. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan iniSator rec|okS [H2O2-ASam Askorbat] dengan ammonium persulfat untuk mendapatkan optimasi core Stirena. VariaSi yang dilakukan untuk membandingkan keduanya pada tanapan core Stirena meliputi variaSi konSentraSi Surfaktan di ataS nilai cmc, konSentraSi iniSiator, dan teknik po|imeriSaSi, Serta pengarun penggunaan pengikat Silang Glisidil IV|etakri|at [GIVIA] pada tanapan core Shell. Polimer yang dinasilkan ditentukan perSen konverSi, ukuran partikel dan diStribuSi ukuran partikel, guguS fungSi dengan FTIR, dan nilai Tg dengan DSC. Penelitian ini menemukan bahwa pada teknk Seeding iniSiator recloks mampu memberikan ukuran partikel Iebih beSar dibanding APS, Serta teknik polimerisasi Seeding Semikontinu mengnaSi|kan %konverSi yang Iebin tinggi dibandingkan teknik Seeding, tetapi ukuran partikel menjadi Iebin kecil. Hasil juga menunjukkan Semakin kecil konSentraSi Surfaktan, Semakin beSar ukuran partikelnya, Serta pengunaan konSentraSi Surfaktan diatas nilai cmc menghasilkan polimer dengan Struktur kopolimer."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
S30427
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iman Abdullah
"Telan dilakukan optimasi polimerisasi emulsi core metil metakrilat (MMA) melalui variasi konsentrasi monomer dan jenis inisiator untuk mengnasilkan ukuran partikel 100-150 nm dengan distribusi monocIispers_ Teknik polimerisasi yang digunakan adalan semikontinu dengan vvaktu feeding lima jam dan konsentrasi surfaktan sodium Iauril sulfat (SLS) 10 CIVIC. Kenaikan konsentrasi monomer ternyata dapat menaikkan persen konversi dan ukuran partikel yang terbentuk sampai batas tertentu. Kondisi optimum diperolen pada konsentrasi MMA 25% dan inisiator termal amonium persulfat (APS) 0,5% yang mengnasilkan partikel berdiameter 103 nm dengan indeks polidispersitas 0,149 dan persen konversi 73,87%. Data spektrum IR dan sunu transisi gelas memperkuat telan terjadinya po|imerisasi. Juga telan dilakukan sintesis polimer emulsi metil metakrilat-butil akrilat berstruktur partikel core-shell tanpa agen pengikat silang dengan variasi penambanan inisiator tanap kedua Konsentrasi SLS yang digunakan dalam preemulsi shell butil akrilat adalan sebesar 0,5 CMC untuk menoegan pembentukan inti sekunder akibat terbentuknya misel-misel bam. Penambanan inisiator APS kedua seoara shot dan kontinu sekaligus telan mengnasilkan polimer emulsi yang stabil tetapi sebagian BA masin ternomopolimerisasi. Terdapat keoenderungan kenaikan persen konversi seiring dengan meningkatnya jumlan inisiator kedua yang ditambankan secara shot. Kondisi optimum diperoleh pada penambahan secara shot sebanyak 80% dan kontinu 20% dengan persen konversi 6O,65%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
S30450
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yogi Dwisatria
"Polimer emulsi core-shell merupakan polimer sintetis yang saat ini sedang berkembang dalam berbagai bidang industri, salah satunya untuk aplikasi coating. Dalam penelitian ini dilakukan sintesis polimer emulsi core-shell stirena-butil akrilat dengan teknik batch untuk core dan teknik semikontinu untuk core-shell untuk mempelajari pengaruh penggunaan jenis inisiator termal APS dan NaPS dalam sintesis polimer core stirena dan core-shell stirena-butil akrilat serta pengaruh penambahan glisidil metakrilat (GMA) sebagai pengikat silang terhadap polimerisasi core stirena.
Dari hasil penelitian diperoleh polimer core stirena dengan hasil konversi 61,90% untuk inisiator APS dan 73,52% untuk inisiator NaPS, ukuran partikel yang relatif sama, 49,97 nm untuk inisiator APS dan 43,80 nm untuk inisiator NaPS dan keduanya bersifat monomodal (monodispers). Penambahan pengikat silang GMA pada polimer core stirena diperoleh hasil konversi 73,52%, ukuran partikel 43,80 nm dan monodispers sedangkan tanpa penambahan GMA diperoleh hasil konversi 73,48%, ukuran partikel 65,00 nm dan monodispers. Untuk polimer core-shell stirena-butil akrilat didapatkan persen hasil konversi dengan inisiator APS sebesar 26,98% dan inisiator NaPS sebesar 45,61%, ukuran partikel sebesar 77,92 nm untuk inisiator APS dan 48,72 nm untuk inisiator NaPS dan distribusi ukuran partikel keduanya bersifat monomodal (monodispers).

Core-shell emulsion polymer is a synthetic polymer that is currently being developed in various industries, one for coating application. In this research has been synthesed the styrene-butyl acrylate core-shell emulsion polymer with a batch technique for core and semicontinu technique for core-shell to study the effect of type of thermal initiator APS and NaPS in the synthesis of styrene core and styrene-butyl acrylate core-shell polymer and the effect of glisidil methacrylate (GMA) as a cross-linker on the polymerization of styrene core.
From this research has been obtained the styrene cores polymer with percent conversion were 61.90% for APS initiator and 73.52% for NaPS initiator, particle size were relatively similar, 49.97 nm for APS initiator and 43.80 nm for NaPS initiator and both the initiator obtained monomodal (monodisperse) particle distribution. The addition of GMA as cross-linker in the styrene core polymer obtained the percent conversion was 73.52%, the particle size was 43.80 nm and monodisperse while the polymerization of styrene core without the addition of GMA obtained 73.48% percent conversion, particle size was 65.00 nm and monodisperse. For styrene-butyl acrylate core-shell polymers obtained the percent conversion with the APS initiator was 26.98% and 45.61% for the NaPS initiator, particle size was 77.92 nm for APS initiator and 48.72 nm for NaPS initiator and both particle size distributions were monomodal (monodisperse).
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S1440
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmadian Hafiz
"Optimasi polimerisasi emulsi core-shell stirena-etil akrilat telah dilakukan pada penelitian ini, dengan penambahan konsentrasi inisiator NaPS tahap kedua, yakni 0,5%, 1,0% dan 1,5%. Teknik polimerisasi yang digunakan pada polimerisasi core stirena adalah batch dengan waktu 5 jam (4 jam reaksi dan 1 jam aging) dengan suhu polimerisasi 750C, dihasilkan core stirena dengan hasil konversi 86,65% dan ukuran partikel berkisar antara 68,78nm dengan nilai PDI sebesar 0,029, sedangkan teknik pada polimerisasi core-shell stirena-etil akrilat adalah semikontinu dengan dengan waktu 5 jam (4 jam feeding dan 1 jam aging) dengan suhu polimerisasi 750C. Variasi konsentrasi inisiator NaPS pada polimerisasi core-shell stirena-etil akrilat menghasilkan kondisi optimum pada konsentrasi inisiator NaPS 1,0%, yakni persen hasil konversi sebesar 75,07% dengan ukuran partikel berkisar 166.8nm dan nilai PDI sebesar 0,07. Data hasil karakterisasi FTIR, DSC, FE-SEM dan PSA memperkuat bukti telah terjadi polimerisasi.

Optimation of styrene-ethyl acrylate core-shell have done at this study, with added initiator NaPS concentration in core-shell polimerization, 0.5%, 1.0% and 1.5%. The polymerization techniques used in styrene core polimerization was batch during 5 hours (4 hours reaction and 1 hour aging) at polymerization temperature 750C, resulted % conversion styrene core 86.65% and particle size gave particle size i.e. 68.78nm with PDI value i.e. 0.029, whereas the technique of styrene-ethyl acrylate core-shell polimerization was semicontinue during 5 hours (4 hours feeding and 1 hour aging) at polymerization temperature 750C. Variance NaPS initiator concentration in styrene-ethyl acrylate core-shell polimerization resulted optimum condition at NaPS initiator concentration 1.0%, % conversion i.e. 75.07% and particle size gave i.e. 166.8nm with PDI value i.e. 0.07. The result of characterization IR, DSC, SEM and PSA supported the evidence that occurred the polimerization."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S1991
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Suswanti
"Ukuran partikel merupakan salah satu faktor yang menentukan sifat polimer emusi. Untuk aplikasi coating, polimer dengan ukuran partikel 200-300 nm dan monodisperse merupakan material yang menjanjikan untuk kreasi efek warna opal. Pada penelitian ini dilakukan polimerisasi emulsi core shell metil metakrilat-butil akrilat yang bertujuan untuk mempelajari pengaruh variasi pengikat silang glisidil metakrilat (GMA) dan variasi teknik polimerisasi terhadap ukuran partikel dan indeks polidispersitas. Variasi teknik polimerisasi yang dilakukan adalah variasi teknik penambahan insiator kedua yaitu secara shot dan kontinu dan suhu aging akhir yaitu 800C dan 1000C.
Variasi GMA yang dilakukan yaitu tanpa GMA, GMA 6% bersama preemusi shell, dan GMA 3% sebelum pre-emulsi shell. Polimer yang dihasilkan kemudian ditentukan solid content, indeks viskositas, ukuran dan distribusi ukuran partikel, suhu transisi gelas (Tg), dan spektrum infra merah. Kondisi optimum yang diperoleh adalah polimerisasi MMA-BA tanpa penambahan GMA, dengan teknik penambahan inisiator kedua secara kontinu, dan suhu aging akhir 800C. Teknik ini menghasilkan ukuran partikel 149 nm, persen konversi 97,06% dan bersifat monodispers."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S30369
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ariyanti Sarwono
"Pembuatan kopolimer (stirena/butil akrilat/metil metakrilat) dilakukan dengan metode polimerisasi emulsi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh variasi inisiator dan teknik polimerisasi terhadap ukuran partikel pada kopolimerisasi emulsi stirena-butil akrilat-metil metakrilat. Inisiator yang digunakan adalah inisiator anorganik dan organik, yaitu ammonium persulfat (APS), hidrogen peroksida (H2O2), ters-butil hidroperoksida (TBHP), serta inisiator redoks (H2O2/asam askorbat). Teknik polimerisasi yang dilakukan adalah teknik batch dan semi kontinu. Kopolimer yang dihasilkan ditentukan kandungan padatan, viskositas, ukuran dan distribusi ukuran partikel, temperatur glass, IR dan berat molekulnya. Hasil kopolimerisasi emulsi bila menggunakan inisiator TBHP dan H2O2 kurang sempurna, oleh karena itu digunakan pasangan inisiator redoks H2O2/asam askorbat. Asam askorbat berfungsi sebagai pemicu dalam pembentukan radikal OH, sehingga polimer emulsi yang dihasilkan lebih sempurna. Semakin banyak inisiator yang ditambahkan, ukuran partikelnya pun akan semakin besar. Ukuran partikel yang dihasilkan akan mempengaruhi sifat-sifat polimer yang dihasilkan. Kata kunci : polimerisasi emulsi, inisiator, surfaktan, teknik polimerisasi."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariani Hidayah
"Tujuan dari penelitian ini adalah mencari kondisi optimum untuk menghasilkan homopolimer emulsi etil akrilat (PEA) dengan ukuran partikel berkisar 100 nm dengan distribusi ukuran partikel yang monodispers dan persen konversi yang tinggi. Optimasi PEA dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi surfaktan sodium lauryl sulfate (SLS) yaitu 0,5 CMC, 1 CMC, 3 CMC dan 5 CMC, dan variasi teknik polimerisasi yaitu semikontinu, batch, shot 10%, dan seeding 10%. Konsentrasi monomer etil akrilat (EA) dan inisiator ammonium persulfat (APS) dibuat konstan, yaitu konsentrasi EA sebesar 18,38% dari total berat bahan, dan konsentrasi APS sebesar 3% dari total berat monomer yang digunakan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi optimum berupa ukuran partikel sebesar 120,5 nm dengan distribusi ukuran partikel yang monodispers (PDI 0,053) dan persen konversi yang tinggi (93,3%) pada konsentrasi 5 CMC SLS dengan teknik semikontinu. Data spektrum IR dan suhu transisi gelas memperkuat bukti telah terjadi polimerisasi."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S30419
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Emil Budianto
"Ukuran partikel merupakan salah satu faktor yang menentukan sifat polimer emulsi. Untuk aplikasi coating, dibutuhkan polimer emulsi dengan ukuran partikel yang kecil agar diperoleh hasil coating yang halus, kekuatan adhesi dan ketahanan terhadap air yang baik, serta kestabilan yang cukup lama. Penelitian ini bertujuan melihat pengaruh dari surfaktan natrium dodesil benzena sulfonat (SDBS) rantai bercabang serta beberapa teknik polimerisasi emulsi terhadap ukuran partikel kopoli(stirena/butil akrilat/metil metakrilat) dengan menggunakan kombinasi surfaktan anionik dan nonionik (nonil fenol, EO|U) serta inisiator ammonium persulfat.
Hasil pengukuran DSC, solid content, dan IR menunjukkan bahwa terbentuk kopoli (stirena/butil akrilat/metil metakrilat). Dari hasil yang diperoleh, dapat dilihat bahwa terbentuk grit yang banyak. Teknik batch dapat menghasilkan solid content tertinggi yaitu 38,47%. Teknik semi kontinyu secara umum menghasilkan viskositas yang tinggi yaitu 128 mPas. Surfaktan SDBS rantai bercabang secara umum menghasilkan polimer emulsi dengan ukuran partikel yang kecil tetapi grit yang terbentuk lebih banyak. Banyaknya persen seeding monomer dan inisiator yang ditambahkan ke dalam initial charge mempengaruhi ukuran partikel polimer emulsi yang terbenluk, dan jumlah inti yang dihasilkan."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], 2006
SAIN-11-3-2006-13
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Masayu Farina Chairunnisyah
"Nanoserat (nanofiber) polianilin disintesis dengan metode polimerisasi antarmuka (interfacial polymerization) sistem dua fasa organik-air (aqueous) dari monomer anilin, (NH)4S2O8 (ammonium peroxydisulfat) sebagai oksidan, dan HCl sebagai sumber dopan proton. Faktor-faktor yang mempengaruhi ukuran partikel dalam polimerisasi interfasial adalah konsentrasi dopan, konsentrasi inisiator, dan konsentrasi anilin. Polianilin yang diperoleh merupakan bentuk emeraldine salt (ES) atau polianilin terprotonasi. Selanjutnya bentuk ES diubah menjadi emeraldin basa (EB) melalui reaksi deprotonasi menggunakan NaOH. EB dimodifikasi melalui reaksi substitusi aromatik elektrofilik (SO3) yang berasal dari H2SO4 pekat, dengan jumlah mol yang berbeda-beda, menjadi emeraldin tersulfonasi 1 dan emeraldin tersulfonasi 2. Sulfonasi dilakukan untuk meningkatkan kelarutan dan keasaman PANI. PANI dalam bentuk ES dan emeraldin tersulfonasi digunakan sebagai indikator boraks yang bersifat basa. Karakterisasi terhadap PANI dilakukan dengan menggunakan UV-Vis, FT-IR, PSA, dan SEM. Reaksi yang terjadi antara PANI dengan boraks berupa perubahan warna dari hijau menjadi biru. Karakterisasi dengan UV-Vis untuk melihat perubahan karakteristik absorpsi spesifik dan responnya terhadap boraks, serta PSA untuk mengetahui diameter partikel rata-rata. Hasil SEM memperlihatkan morfologi struktur berpori dan berserat dari PANI dengan diameter serat beberapa puluh nanometer yang saling bersilangan. Sedangkan hasil uji FTIR mengindikasikan bahwa polianilin telah berhasil disulfonasi dengan H2SO4 pekat. Urutan sensitivitas PANI sebagai indikator boraks adalah emeraldin tersulfonasi 2 lebih sensitif dari emeraldin tersulfonasi 1dan emeraldin tersulfonasi 1 lebih sensitif dari emeraldin terprotonasi terlihat dari daerah kerja dan linearitasnya.

Nanofiber polyaniline synthesized by the interfacial polymerization method by two-phase system of organik and water (aqueous) using aniline monomer, (NH)4S2O8 (ammonium peroxydisulfat) as oxidant, and HCl as a dopant proton. Factors effecting the size of particles in the interfacial polymerization were concentration of dopant, concentration of initiator, and concentration of aniline. The product obtained was polyaniline emeraldine salt (ES) or protonated polyaniline. Furthermore, the ES form was changed to emeraldin base (EB) by deprotonation reactions using NaOH. EB was modified by electrophilic aromatic substitution reaction (SO3) from H2SO4 with a different mol, become emeraldine sulfonated 1 and 2, to improve the solubility and acidity of the PANI. ES and emeraldine sulfonated used as indicator for borax. PANI were characterized by UV-Vis, FT-IR, PSA, and SEM. The reaction that occurs between PANI and borax was changing color from green to blue. Characterization by UV-Vis to see the specific absorption characteristics and its response to borax, and the PSA to know the average of particle diameter. The result of SEM showed a porous structure and fibrous morphology with diameter of several tens of nanometers which intersect While the result of FTIR show that emeraldine sulfonated have been produce successfully by H2SO4. According to the work area and the linearity, emeraldine sulfonated 2 is more sensitive than emeraldine sulfonated 1 and emeraldine sulfonated 1 is more sensitive than the protonated emeraldine as borax indicator."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S21
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Film poli-o-toluidin yang memiliki pelekatan yang kuat pada substrat non polar dikaji kegunaannya sebagai sensor optis pH. Karakterisasi terhadap film pada berbagai nilai pH dilakukan dengan memantau kurva absorbansinya mengunakan alat spektrofotometer Uv-Vis (ultra violet-visibel). Dalam penelitian ini ditemukan bahwa daerah kerja film poli-o-toluidin yang dibuat pada berbagai kondisi berada pada nilai pH 2,0- 6,0. Dengan menggunakan hubungan logaritmik antara absorbansi terhadap pH, daerah kerja film poli-o-toluidin dapat diperluas menjadi 2,0 - 8,0. Sensitivitas tertinggi respons terhadap pH diperoleh pada film poli-o-toluidin yang dibuat pada HCl 1,0 M dan pada waktu perendaman 12 jam. Penelitian juga mengkaji efek histeresis film dalam responsnya terhadap pH. Dari kajian tersebut, ditemukan bahwa film poli-o-toluidin sukar untuk dikembalikan pada bentuk awalnya. Hal inilah yang kemudian menjadikan film poli-o-toluidin hanya cocok untuk sekali penggunaan.

The Influence of Polymerization Condition to Optical Properties of Poly-o-toludine Films for PH Sensor Application. Properties of poly-o-toludine film strongly bonded to non polar substrate was studied for application as optical pH sensor. Characterization of film in various pH value is carried out by recording absorbance curve using uv-visible spectrophotometer. All poly-o-toluidine film was then found to be applicable as optical pH sensor in the pH range of 2.0- 6.0. Further computational processing by means of curve fitting into logaritmic trend will allow expansion of measurement to the pH range of 2.0-8.0. Sensitivity of pH response was highest in poly-o-toluidine film fabricate at HCl 1.0 M and at 12 hours of dipping time. This paper also studied hysteresis effect in pH response. It was concluded that poly-o-toluidine salt exposed to basic pH will not be easily regenerated. For this reason, poly-o-toluidine film will only be suitable for single usage of pH measurement."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>