Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16725 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rhobby Mariverda
"Mikroalga hijau biru Spirulina platensis merupakan salah satu sumber asam lemaktidakjenuh (PUFA), asam gamma linolenat (18:3 a)-6. GLA). G1_A atau 6,9,12, asam oktadekatrienoat adalah asam lemak tidak jenuh kelompok omega 6 yang paling panting dan dikelompokkan sebagai asam lemak esensial {Essensial Fatty Acids, EPA) serta merupakan konstituen pada membran biologis. Asam lemak esensial ini diturunkan dari asam linoleat {Linoleic acids\ l_A, C18:2 aj-6) yang hanya dapat diperoleh dari makanan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan GLA teresterifikasi dari mikroalga Spirulina platensis BG dengan tingkat kemurnian yang tinggi melalui proses yang ekonomis. Proses ini mencakup 3 tahap utama: 1) ekstraksi dan transesterifikasi secara simultan dari biomasa mikroalga; 2) purifikasi dengan kolom kromatografi ion perak; dan 3) penghilangan pigmen dengan kromatografi kolom silika gel tahap kedua. Pada proses transesterifikasi digunakan dua katalis yang berbeda yaitu HCI/etanol dan H2S04(p)/etanol. Hasil penelitian menunjukkan kandungan lemak total sebesar 6,5% dari berat kering biomasa Spirulina platensis BG yang dipanen pada fase stasioner. GLA-etil ester yang diperoleh sebesar 12,98% dari total lemak yang dikandung Spirulina platensis BG dengan menggunakan katalis HCI/etanol dan 6,58% dengan menggunakan katalis H2S04(p)/etanol pada poses transesterifikasi. Melalui kromatografi ion perak diperoleh persen reco\/e/y tertinggi GLA-etil ester sebesar 61,03% dari campuran ekstrak kasar asam lemak. Hasil purifikasi kromatografi kolom tahap dua dengan eluen n- * heksan/aseton 90:10 membuktikan terjadinya penurunan absorbansi klorofil yang signifikan pada masing fraksi-fraksi yang diperoleh."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juraida
"Mikroalga Spirulina platensis rnerupakan salah satu sumber asam lemak tidakjenuh majemuk atau Poly Unsaturated Fatty Acid (PUFA), yaitu asam linoleat dan asam y-linolenat. Produksi PUFA ini berkaitan dengan aktivitas enzim desaturase yang terdapat di dalam sel S. platensis. Desaturase merupakan enzim yang dapat mengkatalisis reaksi pembentukan ikatan rangkap pada rantai karbon asam lemak. Enzim ini dapat dimanfaatkan pada biokonversi secara in vitro untuk meningkatkan ketidakjenuhan asam lemak. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan " menentukan aktivitas dan sifat enzim tersebut sebagai biokatalisator pada reaksi pembentukan ikatan rangkap asam lemak minyak sawit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa desaturase dapat diisolasi dari S. platensis dan mampu meningkatkan ketidakjenuhan asam lernak minyak sawit. Pengujian karakteristik desaturase menunjukkan bahwa desaturase memiliki aktivitas optimum pada perbandingan substrat-enzim (1 :1), pH 7,5 dan suhu 25°C. logam kofaktor yang bersifat aktifator untuk desaturase adalah Ca2 +, Mn2 +, Cu2: dan Mg2 +, sedangkan sebagai inhibitor adalah Mg2 + (pada konsentrasi diatas 0,5 mM) dan EDTA. Desaturase S. platensis memiliki I periode stabilitas yang singkat, yaitu tiga jam. Analisis kromatografi gas terhadap perubahan komposisi asam lemak minyak sawit sebelum dan setelah desaturasi menunjukkan adanya aktivitas delta-12 desaturase."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Claudia Maya Indraputri
"Peningkatan jumlah penduduk dunia berdampak terhadap peningkatan kebutuhan di berbagai aspek seperti makanan bergizi dan obat-obatan.Untuk memenuhi peningkatan kebutuhan tersebut, salah satu sumber daya yang dapat digunakan adalah mikroalga.Mikroalga mampu menghasilkan berbagai jenis senyawa fungsional.Salah satu mikroalga yang banyak dibudidayakan adalah Spirulina platensiskarena kemampuannya untuk bertumbuh dengan cepat serta kegunaan dari senyawa yang dikandungnya.
Fikosianin adalah salah satu senyawa yang terkandung dalam Spirulina sp dan banyak digunakan dalam aspek kesehatan, salah satunya sebagai antioksidan.Walaupun demikian, metode ekstraksi fikosianin yangumum diterapkan masih belum berkerja secara optimum.Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menentukan metode ekstraksi, waktu ekstraksi dan jenis pelarut yang sesuai agar dapat mengoptimalkan hasil ekstraksi.
Penelitian ini menggunakan 2 metode ekstraksi yaitu sonikasi pada 37 kHz serta vortex dengan kecepatan 2000 rpm.Masing-masing metode dilakukan sebanyak 2 kali.Variabel bebasyang diamati dalam setiap metodeadalah jenis pelarut dan durasi ekstraksi.Fikosianin tertinggi dihasilkan dengan metode vortex selama 25 menit menggunakan pelarut buffer fosfat.Ekstrak tersebut menghasilkanyield sebesar 9,62 mg/g alga kering dengan kemurnian sebesar 0,74.

Increasing growth of world population will affect in increasing the needs in several aspects such as nutritious foods and drugs. In order to fulfill the increased needs, one of the prominent source is microalgae. Microalgae can produce various functional compounds. One of the commonly cultivated microalgae is Spirulina platensis because of its ability to grow fast and its compound product's functionality.
Phycocyanin is one of the essential compound that is produced by Spirulina sp.and has been widely used in health aspect, for example as an antioxidant. Unfortunately, the current phycocyanin extraction methods still need to be improved. Hence, this research aims to determine extraction method and its suitable operating condition such as extraction time and solvent type that will yield the optimum result.
This research use the extraction method of sonication at 37 kHz and vortex at 2000 rpm.Each method is done twice. The independent variables are process duration and solvent type. The highest phycocyanin content is produced by vortex at 25 minutes with solvent phosphate buffer. The yield and purity of the extract are 9,62 mg g dry algae and 0,74, respectively.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S67034
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maulina Aini Hafidzah
"Fikosianin merupakan salah satu senyawa pigment yang dapat diperoleh dari mikroalga Spirulina platensis. Senyawa tersebut telah banyak dimanfaatkan sebagai pewarna makanan, pewarna kosmetik dan juga reagen fluoresens untuk diagnosa klinis. Selain itu fikosianin memiliki potensi dalam bidang kesehatan karena memiliki sifat antioksidan dan anti inflamasi. Namun aplikasi dari fikosianin di berbagai bidang terhalang oleh proses ekstraksi yang cukup sulit. Maka dari itu dibutuhkan metode ekstraksi yang optimum untuk memperoleh fikosianin. Penelitian ini mempelajari metode ekstraksi fikosianin dengan menggunakan metode sonikasi dan juga freeze thawing serta variasi pelarut dengan buffer sodium fosfat dan natrium klorida, variasi rasio biomassa pelarut, dan juga variasi waktu ekstraksi sonikasi. Parameter yang digunakan dalam ekstraksi ini adalah yield fikosianin YPC dan kemurnian fikosianin. Penggunaan buffer fosfat menghasilkan YPC sebesar 35,69 mg/g dengan kemurnian 2,2, dan penggunaan pelarut CaCl2 menghasilkan YPC sebesar 27,7 mg/g dengan kemurnian 2,53. YPC optimum pada pelarut CaCl2 diperoleh pada rasio biomassa pelarut 1:200 dengan hasil YPC sebesar 34,83 mg/g, dan peningkatan waktu sonikasi dari 30 menit ke 60 menit menghasilkan kenaikan YPC sebesar 9% pada biomassa 0,05 gram, dan 4,6% pada variasi biomassa 0,1 gram.

Phycocyanin is a pigment compound that can be found from Spirulina platensis microalgae. It has been used for food colorant, cosmetic dye and fluorescence reagent for clinical diagnosis. Furthermore, phycocyanin has the potential in healthcare because of its anti inflammatory and antioxidant properties. However, its application in various fields is hindered by its difficult extraction process. The optimum extraction method are needed to overcome that problem. This research will study the method of phycocyanin extraction using sonication method and freeze thawing method, also with the variation of solvent using sodium phosphate buffer and calcium chloride, variation of biomass solvent ratio, and also variation of sonication duration. Parameters that will be observed in this extraction are phycocyanin yield YPC and phycocyanin purity. The usage of phosphate buffer solvent obtains YPC of 35,69 mg/g with 2,2 of purity, and the usage of CaCl2 solvent obtains YPC of 27,7 mg/g with 2,53 of purity. The optimum YPC on CaCl2 solvent obtained at 1:200 ratio, with the YPC of 34,83 mg/g, and the increase of the duration of sonication from 30 minutes to 60 minutes generate the increase of YPC of 9% in biomass variation of 0,05 gram, and 4,6% in biomass variation of 0,1 gram."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Fransisca
"Sabun antibakteri merupakan salah satu produk surfaktan yang tidak hanya membersihkan kotoran, tetapi juga dapat membunuh bakteri. Zat antibakteri seperti triklosan dan triklokarban masih ditemukan pada beberapa sabun komersil. Padahal, penggunaannya sudah dilarang oleh Food and Drug Administration (FDA) tahun 2017 karena dapat mengganggu sistem reproduksi dan menurunkan kekebalan tubuh terhadap penyakit. Sabun aman untuk digunakan jika memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) 3532:2016. Salah satu standar sabun yaitu alkali bebas dan asam lemak bebas. Kedua standar ini dapat menentukan efek sabun dalam menimbulkan iritasi. Semakin rendah nilai alkali dan semakin tinggi nilai asam lemak (dan nilai masih memenuhi nilai SNI) maka sabun semakin baik untuk digunakan. Pada penelitian ini, Spirulina platensis dan minyak kelapa murni (VCO) direaksikan dengan NaOH untuk menghasilkan sabun. VCO digunakan sebagai pengganti triklosan dan triklokarban karena memiliki zat monolaurin yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Variasi yang dilakukan yaitu mikroalga S. platensis (0,5 dan 1 g) dan konsentrasi asam sitrat (2, 4 dan 6% w/w VCO). Metode hot process dengan pemanasan 65℃ dipilih untuk mempercepat reaksi dan memecah dinding sel mikroalga sehingga asam lemak dapat terekstrak. Uji yang dilakukan adalah alkali bebas, asam lemak bebas, pH, kadar air dan aktivitas antibakteri. Pada penelitian ini, penggunaan S. platensis produksi PT. Polaris Sinar Intan (SP1) memperlihatkan kualitas yang lebih baik dibandingkan penggunaan mikroalga dari kultivasi oleh peneliti (SP2). Hal ini dikarenakan adanya perbedaan kondisi operasi, medium kultivasi dan teknik pemanenan sel yang berbeda. Berdasarkan hasil uji aktivitas antibakteri menggunakan metode KHM, sabun yang dihasilkan memiliki kemampuan yang sama baik dalam membunuh S. aureus dan dapat menggantikan zat antibakteri berbahan kimia. Sabun terbaik diperoleh pada variasi penambahan 1 g SP1 dan asam sitrat 6%.

Antibacterial soap is one of surfactant products that funtions not only cleanse dirt, but also can kill bacteria. Maintaining personal hygiene such as using antibacterial soap is the best way to prevent bacteri infections. Unfortunately, the use of triclosan and triclocarban as antibacterial agent is still found in some commercial soaps, eventhough it has been banned by Food and Drug Administration (FDA) in 2017. This is because those substances proven to cause disturbance in reproduction system and decrease immunity system. Soap can be safely used if it meets Indonesian National Standard (SNI) 3532:2016. Few of them are free alkali and free fatty acid values. Both standards can determine irritation effect on soap. The lower the free alkali value and the higher the fatty acid value (and still meet SNI value), the better the soap is made. In this study, Spirulina platensis and virgin coconut oil (VCO) were reacted with NaOH to produce soap. VCO is used as a substitute for triclosan and triclocarban because it has monolaurin which can inhibit bacterial growth. Variations done were mass of S. platensis (0.5 and 1 g) and citric acid concentrations (2, 4 and 6% w / w VCO). The hot process method by heating 65 is chosen to accelerate the reaction process and break down the microalgae cell wall so that fatty acids can be extracted. Tests carried out are free alkali, free fatty acids, pH, water content and antibacterial activity. In this study, the use of S. platensis produced by PT. Polaris Sinar Intan (SP1) showed better quality than that obtained from cultivation by researchers (SP2). This was due to differences in operating conditions, cultivation mediums and different cell harvesting techniques. Based on the results of the antibacterial activity test using the MIC method, the resulting soap has the same ability to kill S. aureus and can replace chemical antibacterial substances. The best soap was obtained in the variation of adding 1 g SP1 and 6% citric acid."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Weediyanti
"Kanker merupakan penyebab kematian terbanyak urutan ketiga di Indonesia. Kanker adalah penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan abnormal dari sel tubuh. Salah satu dari penyebab kanker adalah adanya radikal bebas reactive oxygen species (ROS) pada tubuh. Radikal bebas merupakan senyawa yang memiliki elektron tidak berpasangan, sehingga bersifat reaktif. Radikal bebas dapat distabilkan dengan antioksidan. Fikosianin adalah salah satu zat yang memiliki aktivitas antioksidan dan dengan begitu memiliki potensi untuk mencegah kanker. Spirulina platensis adalah penghasil fikosianin yang paling dikenal. Kandungan dari fikosianin pada Spirulina dapat dioptimalkan melalui jenis dan kandungan nitrogen pada media kultivasi. Penelitian ini akan mengkaji hal tersebut dengan memvariasikan sumber nitrogen pada medium Zarrouk, yaitu NaNO3 dan NH4NO3, dan konsentrasinya untuk kultur Spirulina platensis. Kultivasi dilakukan pada fotobioreaktor 250 mL dengan aerasi 250 mL/min, pencahayaan kontinyu 2200 lux, dan suhu 27 – 30 °C, selama 165 jam periode kultivasi. Fikosianin kemudian diekstrak dengan metode sonikasi dan diuji aktivitas antioksidannya dengan metode DPPH. Profil pertumbuhan, yield fikosianin, dan aktivitas antioksidan terbaik didapat dari kultur dengan NaNO3 0,03 M sebagai sumber nitrogen. Yield fikosianin yang didapat adalah sebesar 22,996 ± 0,072 mg/g dengan nilai IC50 sebesar 1.438,681 ± 50,274 ppm.

Cancer is the third leading cause of death in Indonesia. Cancer is a disease caused by abnormal growth of body cells. One of the causes of cancer is the presence of free radicals reactive oxygen species (ROS) in the body. Free radicals are compounds that have unpaired electrons, this condition will make them reactive. Free radicals can be stabilized by antioxidants. Spirulina platensis is the best known producer of phycocyanin. The content of phycocyanin in Spirulina can be optimized through the type and concentration of the nitrogen in the cultivation medium. This study will examine this matter by varying the nitrogen sources in Zarrouk medium, namely NaNO3 and NH4NO3, and their concentrations for Spirulina platensis culture. Cultivation was carried out in a 250 mL photobioreactor with aeration of 250 mL/minute, continous lighting of 2200 lux, and temperature of 27 – 30 °C for 165 hours of cultivation. Phycocyanin then was extracted by ultrasonication method and tested for its antioxidant activity by DPPH method. The best growth profile, phycocyanin yield, and antioxidant activity were obtained from culture that used NaNO3 0.03 M as nitrogen source. The yield of phycocyanin obtained was 22,996 ± 0,072 mg/g with an IC50 value of 1.438,681 ± 50,274 ppm."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luluk Habibah
"Spirulina platensis memiliki kemampuan adaptabilitas yang tinggi terhadap berbagai lingkungan sehingga spesies ini memiliki potensi untuk dikembangkan dalam skala besar. Selain itu Spirulina platensis memiliki kandungan protein yang besar yaitu, 65,7%. Salah satu protein yang bernilai tinggi, memiliki sifat antioksidan dan antiinflamasi yang berpotensi dikembangkan untuk industri farmasi. Proses produksi biomassa pada mikroalga dibutuhkan sistem kultivasi yang sesuai untuk mendukung pertumbuhan sel dengan proses fotosintesis. Pada proses ini, mikroalga Spirulina platensis memanfaatkan energi cahaya menjadi energi ATP untuk pertumbuhan dan pembentukan senyawa karbon dengan proses fiksasi CO2. Cahaya merupakan parameter operasi penting dalam sistem kultivasi mikroalga. Pada penelitian sebelumnya yang telah ada mengenai kultivasi mikroalga Spirulina platensis menggunakan lampu biru meningkatkan produksi pigmen protein fikosianin dan klorofil-a. Namun, peninjauan terhadap ukuran inokulum yang sesuai dengan intensitas lampu untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi energi belum banyak diteliti. Pada penelitian ini ukuran inokulum menjadi variabel yang ditinjau untuk mendapatkan intensitas cahaya optimum. Hasil biomassa yang diproduksi dengan pencahayaan alterasi akan diuji kandungan karbon, fikosianin, klorofil. Laju pertumbuhan spesifik mikroalga Spirulina platensis diolah dengan menggunakan pendekatan Monod. Laju pertumbuhan maksimum didapatkan oleh Laju pertumbuhan maksimum yang paling tinggi didapatkan oleh kultur dengan pencahayaan lampu putih pada 5000 lux dengan laju spesifik maksimum 0,0196/jam. Konsentrasi fikosianin dan klorofil tertinggi didapatkan pada lampu biru dengan konsentrasi masing-masing 0,236 dan 0,183 mg/mg alga

Spirulina platensis has high adaptability to various environments so this species has the potential to be developed on a large scale. Apart from that, Spirulina platensis has a large protein content, namely 65.7%. One of the high-value proteins, it has antioxidant and anti-inflammatory properties that have the potential to be developed for the pharmaceutical industry. The biomass production process in microalgae requires a suitable cultivation system to support cell growth through the photosynthesis process. In this process, the microalgae Spirulina platensis utilizes light energy into ATP energy for growth and the formation of carbon compounds using the CO2 fixation process. Light is an important operating parameter in microalgae cultivation systems. In previous research, the cultivation of the microalga Spirulina platensis using blue light increased the production of the protein pigments phycocyanin and chlorophyll-a. However, reviewing the appropriate inoculum size for light intensity to increase productivity and energy efficiency has not been widely studied. In this study, inoculum size was the variable considered to obtain optimum light intensity. The biomass produced by alternating lighting will be tested for carbon, phycocyanin and chlorophyll content. The specific growth rate of the microalga Spirulina platensis was processed using the Monod approach. The maximum growth rate was obtained by The highest maximum growth rate was obtained by culturing with white light lighting at 5000 lux with a maximum specific rate of 0.0196/hour. The highest concentrations of phycocyanin and chlorophyll were obtained in blue light with concentrations of 0.236 and 0.183 mg/mg algae respectively."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akbar Hardi Surya
"Efek kesehatan dari ekstrak klorofil untuk suplementasi penyakit diabetes tipe 2 sebagian besar telah diteliti selama beberapa tahun terakhir. Namun, sumber klorofil belum dievaluasi secara ekstensif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki potensi penggunaan dua mikroalga berbeda, Chlorella vulgaris dan Spirulina platensis yang mudah ditemukan di lingkungan sebagai sumber dari ekstrak klorofil dengan daun bayam sebagai pembanding.
Dalam studi ini, para vulgaris mikroalga Chlorella vulgaris dan Spirulina platensis dibudidayakan di fotobioreaktor pelat datar volume 6 liter selama 1 bulan, diendapkan dan dikeringkan pada suhu kamar. Daun bayam dibeli di supermarket lokal, dikeringkan pada suhu kamar, dan dihancurkan oleh blender. Setiap biomassa kering kemudian diekstraksi dengan tiga pelarut yang berbeda: 96% Etanol, Aseton dan Kloroform secara terpisah, disentrifugasi, dan supernatan diukur dalam Spectrophotometer untuk kuantifikasi klorofil.
Pengaruh Waktu Homogenisasi juga diselidiki. Dalam rentang waktu 0, 45, 90, 135, dan 180 menit. Chlorella vulgaris memiliki ekstrak klorofil tertinggi dengan kloroform dengan 7944,35 µg klorofil / g biomassa, di mana Spirulina platensis dan bayam daun memiliki ekstrak klorofil tertinggi dengan aseton, dengan hasil 3.506,63 µg klorofil / g biomassa dan 6676,23 µg klorofil / g biomassa, berturut-turut. Waktu Homogenisasi yang optimal untuk Chlorella vulgaris, Spirulina platensis dan daun bayam adalah 90, 45 dan 90 menit, berturut-turut. Kesimpulannya, dibandingkan dengan daun bayam, Chlorella vulgaris dan Spirulina platensis memiliki potensi sumber baru ekstrak klorofil untuk suplementasi penyakit diabetes tipe 2.

The health effect of the chlorophyll extract for the diabetes type 2 disease supplementation has been largely investigated for the past few years. However, the source of chlorophyll has not been evaluated extensively. The aim of this study is to investigate the potential use of two different microalgae, Chlorella vulgaris and Spirulina platensis that easily found in the environment as the source of the chlorophyll extract with the spinach leaf as the comparison.
In this study, the microalgae Chlorella vulgaris and Spirulina platensis was cultivated in 6 liters? volume flat plate photobioreactor for 1 months, precipitated and dried at the room temperature. The spinach leaf was purchased on local supermarket, dried at the room temperature, and crushed by the blender. Each dried biomass then extracted with three different solvents: 96% Ethanol, Acetone and Chloroform separately, centrifuged, and the supernatant was measured in Spectrophotometer for chlorophyll quantification.
The effect of the extraction time also investigated at 0, 45, 90, 135 and 180 minutes. Chlorella vulgaris has the highest chlorophyll extract with chloroform with 7944.35 µg chlorophyll/g biomass, where Spirulina platensis and spinach leaf has the highest chlorophyll extract with acetone, with the result of 3506.63 µg chlorophyll/g biomass and 6676.23 µg chlorophyll/g biomass, consecutively. The optimum extraction time for Chlorella vulgaris, Spirulina platensis and spinach leaf was 90, 45 and 90 minutes, consecutively. In conclusion, compared with the spinach leaf, Chlorella vulgaris and Spirulina platensis has the potential for the new source of chlorophyll extract for the diabetes type 2 disease supplementation.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S63173
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zarahmaida Taurina
"ABSTRAK
Mikroalga Spirulina platensis berpotensi untuk dikembangkan karena dapat memproduksi senyawa kimia esensial berupa pigmen fikosianin yang dapat dijadikan sebagai sumber antioksidan alami. Pertumbuhan mikroalga dan produksi fikosianin sangat bergantung pada ketersedian nutrisi dalam medium kultur. Penelitian ini menggunakan variasi ketersediaan nutrisi dalam medium kultur sebagai alternatif mahalnya medium Zarrouk. Variasi medium kultur berupa ekstrak tauge 4 , 6 , dan 8 v/v dengan penambahan pupuk urea 80, 100, dan 120 ppm pada masing-masing konsentrasi ekstrak tauge, serta medium Zarrouk 10 mL/L sebagai kontrolnya. Tiap medium akan dilihat pengaruhnya terhadap profil pertumbuhan serta kandungan fikosianin. Kultivasi pada masing-masing variasi medium akan dilakukan pada reaktor 1 L dengan aerasi secara terus menerus, intensitas cahaya sebesar 3000-4000 lux, dan suhu 27-30oC. Fikosianin diperoleh dengan metode ekstraksi cair-cair menggunakan buffer fosfat pH 7, dan diuji kandungannya menggunakan spektrofotometer UV-VIS. Pada penelitian ini, densitas sel tertinggi diperoleh pada kultur mikroalga Spirulina platensis dalam medium ekstrak tauge 8 v/v dengan penambahan 120 ppm pupuk urea. Kandungan fikosianin tertinggi diperoleh pada kultur mikroalga Spirulina platensis dalam medium ekstrak tauge 8 v/v dengan penambahan 100 ppm pupuk urea dengan konsentrasi fikosianin sebesar 257,12 mg/L.

ABSTRACT
Spirulina platensis has the potential to be developed because of essential chemical compounds in the form of phycocyanin that can be used as an antioxidant. The growth of microalgae and phycocyanin depends on the availability of nutrition contained in culture medium. This study used variations of nutrition contained in culture medium as alternatives to the expensive Zarrouk medium. Microalgae is cultured in variations medium which are bean sprout extract medium 4 , 6 , and 8 v v with the addition of urea fertilizer 80, 100, and 120 ppm , and Zarrouk 10 mL L as the control in order to know effect on the growth profile and phycocyanin content. The cultivation will be carried out at 1 L reactor with continuous aeration, light intensity is 3000 4000 lux, and temperature is 27 30oC. Phycocyanin is obtained by liquid liquid extraction method using phosphate buffer pH 7. Phycocyanin test performed by using UV Vis spectrophotometry. The result show that the highest dry biomass is obtained on bean sprout extract medium 8 v v with the addition of urea fertilizer 120 ppm. The highest content of phycocyanin is obtained on bean sprout extract medium 8 v v with the addition of urea fertilizer 100 ppm with phycocyanin concentration of 257.12 mg L."
2017
S67807
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kanya Cita Hani Alifia
"Mayoritas cangkang kapsul hingga tahun 2014 masih berbahan gelatin yang bersumber dari kulit dan tulang babi. Untuk mengatasi masalah tersebut, riset cangkang kapsul nabati mulai berkembang dengan berbahan dasar ekstrak rumput laut seperti karagenan, alginat, HPMC, dan pektin. Cangkang kapsul nabati yang sudah ada perlu diberi penambahan polihidroksibutirat (PHB), sebuah biopolimer yang tahan suhu tinggi, tahan pH ekstrem, biodegradable, biocompatible, hingga cocok untuk slow release. Metode isolasi dari S. platensis yang paling simpel dan ekonomis dengan tahapan umum berupa disrupsi sel, presipitasi PHB, dan pemurnian PHB. Sodium hipoklorit adalah pelarut pendisrupsi sel yang banyak digunakan untuk isolasi PHB dari mikroalga sedangkan sodium hidroksida bisa digunakan untuk isolasi PHB dari E. coli. Parameter yang diuji dalam penelitian ini adalah konsentrasi sel sampel S. platensis serta rasio konsentrasi pelarut NaClO dan NaOH yang ditambahkan. Metode identifikasi PHB adalah FTIR, kuantifikasi PHB dengan menghitung massa dan yield PHB secara manual, lalu mengestimasi perbandingan nilai ekonomi proses isolasi pada tiap variabel. Pada kondisi pelarut NaClO 0,0265 M, hasil dengan yield terbaik ditunjukkan pada variasi 0,04 g/mL dengan massa PHB 2 x 10-3 g dan yield 0,16 %. Hasil dengan keuntungan tertinggi adalah variasi konsentrasi sampel 0,06 g/mL dengan yield 0,12%. Penggunaan NaOH sebagai tambahan rasio pelarut meningkatkan pH larutan dengan terlalu drastis sehingga mengurangi efektivitas isolasi PHB oleh NaClO.

The majority of capsule shells until 2014 are still made from gelatin sourced from pork skin and bones. To overcome this problem, research on vegetable capsule shells began to develop based on seaweed extracts such as carrageenan, alginate, HPMC, and pectin. Existing vegetable capsule shells need to be added with polyhydroxybutyrate (PHB), a biopolymer that is high temperature resistant, extreme pH resistant, biodegradable, biocompatible, and suitable for slow release. The simplest and most economical method of isolation from S. platensis with general stages is cell disruption, PHB precipitation, and PHB purification. Sodium hypochlorite is a cell disrupting solvent that is widely used for extraction of PHB from microalgae while sodium hydroxide can be used for extraction of PHB from E. coli. The parameters tested in this study were the concentration of S. platensis sample cells and the ratio of NaClO and NaOH solvent concentrations added. The PHB identification method is FTIR, PHB quantification by calculating mass and PHB yield manually, then estimating the comparison of the economic value of the extraction process for each variable. In the conditions of NaClO 0.0265 M, the best yield results were shown in the variation of 0.04 g/mL with a mass of PHB 2 x 10-3 g and a yield of 0.16%. The results with the highest gain are variations in sample concentration of 0.06 g/mL with yields of 0.12%. The use of NaOH in addition to the solvent ratio increases the pH of the solution too drastically thereby reducing the effectiveness of PHB isolation by NaClO.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>