Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 148458 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Devi Aseany P.
Depok: Universitas Indonesia, 2003
S33726
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1988
S33373
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Ariani Septi Berta
"Sebagai negara yang sedang berkembang, pada saat ini Indonesia merupakan negara yang sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan. Sasaran yang hendak dicapai dalam jangka panjang di bidang ekonomi adalah penataan dan pemantapan industri nasional yang mengarah pada penguatan. pendalaman, peningkatan, perluasan dan penyebaran industri ke seluruh wilayah Indonesia Lokasi penelitian ini adalah Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Daerah Tingkat II Smnedaog. Kecamatan Cimanggung adalah salah satu kawasan industri di Kabupaten Sumedang. Kecamatan ini memptmyai potensi yang cukup besar dalam sektor perindustrian. Adaptasi masalah yang diajukan dirumuskan sebagai berikut : 1. Di mana Penyebaran industri di Kecamatan Cimanggung ? 2. Bagaimana Persebaran dampak kegiatan industri di Kecamatan tersebut ? Dalam peneiitian ini kegiatan penduduk yang diteliti adalah usaha penyewaan rmnah dan warung makanan dan minuman. sedangkan variabel-variabel yang diteliti adalah perubahan kegiatan penduduk, penyerapan tenaga ketja dan perubahan pendapatan penduduk yang diukur sejak talum 1987 hingga tahun 1993. Adaptasi satuan analisis yang digunakan adalah desa Untuk menjawab permasalahan di atas, metode analisis yang diguoakan adalah metode superimpose peta yaitu antara peta lokasi kegiatan industri, peta perubahan kegiatan penduduk, peta penyerapan tenaga kerja dan peta perubahan pendapatan penduduk. Kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa kehadiran industri memberikan dampak yang cukup besar terhadap perubahan kegiatan penduduk dan penyerapan tenaga kerja Adaptasi desa-desa yang terkena dampak besar adalah desa-desa yang terdapat kegiatan industri."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1996
S34050
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tantular, Rakyan
"Pertambahan penduduk secara berlebihan di kota terutama yang berasal dari urbanisasi menyebabkan daya dukung dan daya tampung kota menjadi semakin menurun, salah satunya adalah berkurangnya lahan untuk permukiman. Akibat dari kurangnya lahan untuk permukiman maka dibutuhkan penambahan ruang dan lahan. Penambahan ruang dan lahan yang tidak memungkinkan lagi di dalam kota menyebabkan terjadinya pelebaran luas ke arah pinggir kota/belakang kota (hinterland). Hal seperti itu yang terjadi di DKI Jakarta, dan berkembang ke arah pinggiran termasuk daerah Depok. Akibat perluasan tersebut, maka daerah seperti kota Depok dapat dikatakan sebagai daerah suburban bagi kota Jakarta.
Kemudian dampak urbanisasi menimbulkan pelbagai bentuk penurunan kualitas lingkungan kota, terutama tata ruang yang tidak memenuhi syarat, terbentuk daerah kumuh, bertambahnya jumlah sampah, meningkatnya pencemaran perairan dan tanah oleh limbah domestik.
Urbanisasi juga mengakibatkan menurunnya estetika, menimbulkan ancaman terhadap peninggalan-peninggalan historis, menyempit/berkurangnya ruang terbuka, taman kota, lapangan olah raga, dan rekreasi.
Perkembangan yang berbeda di tiap-tiap kota membuat konsentrasi permukiman berbeda 'pula. Di satu sisi ada daerah dengan kepadatan tinggi dan disisi lain terdapat daerah dengan kepadatan rendah. Perbedaan konsentrasi tersebut secara otomatis akan menyebabkan perbedaan tingkat degradasi lingkungan secara khusus dan mempengauhi degradasi lingkungan perkotaan secara keseluruhan. (Sobirin dalam Koestoer, 2001:45)
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Peningkatan kepadatan penduduk menurunkan kualitas lingkungan pemukiman baik fisik maupun sosial.
Adapun tujuan umum penelitian adalah: Memberikan solusi bagi masalah lingkungan hidup di Kota Depok.
Waktu, tenaga dan biaya adalah faktor utama yang membatasi penelitian ini dan besarnya wilayah penelitian serta banyaknya unsur-unsur yang diteliti. Lokasi penelitian akan dibatasi pada dua daerah saja yaitu daerah dengan kepadatan tertinggi dan daerah dengan kepadatan terendah pada tingkat Kecamatan dan masing-masing akan diambil satu daerah terpadat pada tingkat kelurahan. Kemudian unsur-unsur yang diteliti dari masing-masing variabel pembentuk permukiman adalah: kualitas perumahan (rumah) dalam bentuk dan ukuran yang dibatasi pada kesesakan penghuni dan kepemilikan ruang terbuka, keberadaan sanitasi, luasan bangunan, serta perlindungan hak milik; penataan lahan dan ruang dibatasi pada penggambaran kesesuaian penataan lahan dan ruang yang berdasar pada rencana seperti pendidikan (TK dan SD), peribadatan (masjid), niaga, kesehatan, olahraga dan rekreasi, pelayanan pemerintah; dan masalah sosial.
Metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode deskriptif (survei dan observasi lapangan). Untuk mempermudah pengambilan sampel populasi terutama dalam hubungannya dengan target responden, paneliti mengambil teknik purposive sampling dengan mengelompokkan populasi berdasarkan beberapa kriteria
Penilaian kualitas perumahan (tabel 35) secara umum di ketiga daerah penelitian adalah baik. Penilaian baik dan buruk didasarkan atas:
1. Kesesuaian dengan peraturan. Apabila sesuai maka penilaianya adalah baik
2. Kepemilikan dari faktor-faktor yang diteliti pada masing-masing sub variabel, seperti kepemilikan bak sampah, KM/WC sendiri, teras, halaman, surat-surat tanah dan bangunan. Apabila memiliki maka penilaianya adalah baik.
3. Apabila lebih dari 50% responden masuk dalam kriteria baik diatas maka dapat dikatakan bahwa secara umum kualitas perumahan di lokasi penelitian adalah baik.
Bobot nilai tertinggi yang diambil oleh peneliti adalah koefisien dasar bangunan. Kemudian masalah perlindungan hak milik berbobot terendah dengan alasan tidak terlalu berdampak langsung kepada kualitas permukiman. Pembobotan nilai dari kualitas perumahan itu sendiri adalah 20 (skala 100) dari keempat variabel yang diteliti, seperti yang telah disinggung pada bab sebelumnya.
Salah satu acuan pengelolaan lahan dan ruang adalah dengan melihat kesesuaian peruntukan daerah berdasarkan aturan koefisien dasar bangunan, disamping kesesuaian lainnya berdasarkan aturan pemerintah setempat (mengacu kepada RT/RW kota Depok). Hampir semua daerah permukiman tidak menempati daerah bahaya seperti keadaan tanah yang miring (curam), tidak berada di daerah cekungan dan tidak dilewati tegangan tinggi. Hal ini berarti secara umum, ketiga daerah penelitian memiliki nilai baik pada pengelolaan lahan dan ruang.
Secara umum hasil penggalian dari responder didapat semua sarana dari sisi jumlah adalah cukup kecuali taman bermain, penerangan jalan dan depo sampah dianggap kurang, kondisi dan sarana yang adapun dianggap kurang. Semua pelayanan sarana adalah baik, kecuali masalah depo/angkutan sampah. Rata-rata kondisi sarana adalah baik kecuali taman bermain, penerangan jalan dan depo/angkutan sampah adalah kurang. Lapangan olah raga dan saluran air dianggap cukup.
Pembobotan nilai: jumlah (50), kondisi (30), dan pelayanan (20). Pembobotan nilai pada jumlah lebih besar karena prasarana dan sarana ukurannya adalah jangkauan masyarakat, artinya sejauh mana prasarana dan sarana dapat melayani masyarakat. Kemudian kondisi prasarana dan sarana dimana hal ini lebih mengacu kapada fisik atau perawatan fisik, dan pelayanan lebih kepada interaksi/hubungan manusia dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Interaksi/hubungan sosial antar masyarakat secara umum berdasar dari penggalian dari responden tentang keharmonisan hubungan antar tetangga adalah baik. Faktor keamanan dan kenyamanan yang turut mempengaruhi masalah sosial pada penelitian ini secara umum juga dinilai masih cukup baik, artinya dari ketiga daerah penelitian dua diantaranya masih dianggap relatif aman oleh responden.
Kesimpulan:
1. Hasil pengumpulan data di lapangan menunjukan sebagian besar responden, bekerja atau beraktivitas sehari-hari di Jakarta dan alasan pindah sebagian besar responden adalah harga tanah/rumah yang murah dan mencari suasana baru yang lebih baik, dengan demikian dapat dikatakan Kota Depok merupakan daerah penyangga (suburban) permukiman bagi DKI Jakarta
2. Masalah pada variabel Kualitas Perumahan adalah terlanggarnya peraturan tentang pemenuhan koefisien dasar bangunan (OS). Hal tersebut terjadi karena hampir semua responden mengembangkan rumahnya dengan cara penambahan ruangan ke arah horisontal (memanfaatkan lahan (persil) yang mereka miliki.
3. Gambaran pengelolaan lahan dan ruang di dalam masalah perubahan kualitas lingkungan permukiman dari hasil penelitian masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang berlaku (RTRW Depok 2000)
4. Masalah kurangnya sarana pendidikan dan kesehatan berdasarkan pada perbandingan antara jumlah penduduk dan minimal sarana yang dibutuhkan dan masalah kurangnya sarana dan prasarana dari sisi jumlah dan kondisi hasil penggalian masyarakat seperti taman, penerangan jalan, dan depo/angkutan sampah. Hal tersebut diduga penyebaran sarana yang kurang merata dan penyediaan sarana yang belum dapat dipenuhi oleh pemerintah kota setempat.
5. Hubungan antar masyarakat secara umum cukup serasi, kegiatan bersama antar warga masih ada seperti olah raga.
Saran
1. Perencanaan dan pembangunan desa atau kota-Kota kecil disekitar Jabodetabek harus merata agar perpindahan penduduk ke kota (DKI Jakarta maupun Kota Depok itu sendiri) dapat dikurangi.
2. Masyarakat harus diberikan kesempatan untuk mengembangkan huniannya (memperluas bagunan) tanpa harus melanggar ketentuan yang ada. Hal ini berarti perencana kota (Pemkot Depok) harus dapat mengadopsi keadaan yang terjadi di masyarakat dalam mengembangkan bangunannya dengan mengevaluasi kelayakan peraturan atau ketentuan tentang masalah KDB secara berkala, dan ketentuan yang dibuat harus dijalankan dan diawasi secara ketat.
3. Pembangunan kota dan pembagian peruntukan lahan harus merata dan disesuaikan dengan perencanaan serta kebutuhan dari setiap daerah sehingga kepadatan penduduk dapat tersebar merata, tidak terkonsentrasi di satu atau dua daerah saja.
4. Sebaran beberapa fasilitas (sarana) tidak merata, karena itu pemerintah daerah setempat perlu meninjau kembali perencanaan pengembangan daerahnya. Hal yang perlu diperhatikan bahwa perencanaan pengembangan daerah harus mengadopsi kebutuhan masyarakat yang digali langsung dari masyarakat dan Pemerintah kota Depok harus dapat memprioritaskan pemenuhan kebutuhan akan sarana lingkungan bagi masyarakatnya.
5. Ruang terbuka dan balai pertemuan lingkungan diadakan dan dibangun baik oleh pemerintah atau warga itu sendiri. Kegiatan di ruang terbuka dan balai pertemuan diadakan/diaktifkan seperti pertemuan bulanan antar warga, kegiatan olah raga dan rekreasi.

Population Growth and the Changes of Settlement Environment Quality in Depok City (Case Studies in Bhaktijaya Neighborhood, Sukmajaya District and Duren Mekar Neighborhood, Sawangan District, Depok City)The overincreasad city population especially from the urbanization causes the descending of its bearing and carrying capacity, one of which is the shortage of land for housing. From that reason comes the needs to grow space and land. Since such needs can not be achieved in cities, it causes spreading towards the outskirts, which known as the hinterland. These kind of things happened in Jakarta, and to its suburban i.e. Depok. As a result of the so called spreading, area such as Depok could in a way be known as the suburbs of Jakarta.
Moreover the impact of the urbanization causes numerous forms of degradation of the city's environmental quality, especially the unqualified zoning, the forming of shanty-towns, the increment number of waste, and the escalation of contaminated water and land by domestic waste. Urbanization also causes the declining of city's esthetics, threaten the historical heritage, narrowing/lacking the open space, the city parks, the sports fields, and the recreational parks.
The diverse development on each city causes the diversity of housing density. There are low density neighborhoods on this side and high density neighborhoods on others. Such diversity automatically brings about the different level of specific environmental degradation and affects the whole deity's environmental degradation (Sobirin in Koestoer, 2001:46).
Based on the things mentioned above, the problems can be formulated as follows: The growth of population density decreases the environmental quality of settlement, physically as well as socially.
Furthermore, the main purpose of this research is to give solution for the environmental problem in Depok City.
Time, energy and cost were the main factors which limited the extent of the research area and the numbers of feature that had been observed. The research area was limited on two zones, that were the highest density zone and the lowest density zone on one district (kecamatan). From that, each would cover the densest population in the neighborhood (kelurahan). Furthermore the observed features from each variable forming the neighborhood were: the housing quality in shape and size limited on the overcrowded inhabitants and the ownership of the open space, the sanitation existence, the building coverage, and the property protection; the land use and space utilization limited on the consistency of the land use and space utilization based by urban planning, i.e. educational (SD and Tit), spiritual (mosque), commercial, health, sport and recreation facilities, also public services; The social issue was limited on the social interaction of the communities.
The method used in this study was the descriptive research design (survey and field observation). To make the sampling easy particularly in connection with the target; the researcher chose the purposive sampling technique with population grouping based an certain criteria
The general assessment of the housing quality (Table 35) in three research areas was fine. The assessment was based upon:
1. The consistency to the regulations. The assessment was fine if each (sub variable) accommodated to the regulations required.
2. The ownership of the observed factors on each sub variable, i.e. trash cans, bathroom/WC, porch, garden, land and building documents. If available the assessment was fine.
3. If more than 50% respondent fell into the criteria mentioned above, it could be said that the housing quality at the research location was generally fine.
The highest point taken by the researcher was the building coverage coefficient Moreover the property protection issue was at the lowest point with reason not having the direct impact to the housing quality. The point assessment of the housing quality itself was 20 (on the scale of 100) amongst four variables observed, as mentioned on the previous chapter.
One of the land and space management standard was to look at the consistency of the land use based on the building coverage coefficient regulation, beside the other consistency based on the local administrative regulation (referring to the Depok Urban Land Planning). Almost all neighborhoods did not occupy the dangerous area such as the precipitous ground (steep), the hollow ground and were not pass through by the high voltage wiring. This generally means, the three research area had a fine assessment in the land and space management.
Generally the in-depth interview came up with: all structures quantity was moderate except play grounds, street lamps and waste depots were found poor. All structure services were fine, except waste depots/removal. On the average the strictures condition were tine except play grounds, street lanes and waste depots/removal were poor. Sport fields and water plumbing were considered moderate.
The point assessment the number (50), the condition (30), and the services (20). The point assessment of the number was higher because the measurement of the structure and the infrastructure was the range of the public services, which mean how well these factors sewed the community. Then the condition of the structure and the infrastructure, which referred to the material or physical maintenance, and the public services referred to the human interaction relationship in providing the public services.
The social interaction/relationship, generally based on the respondents' interview about the harmony of the neighborhoods, was fine. The security and amenity factors which could affect the social issue in this research was generally graded fine enough, meaning that respondents of the two amongst three research area dill considered them relatively fine.
Conclusions:
1. The primary data collection showed that most of the respondents go to work or have their activities in Jakarta, and the reasons for their migration were the low-cost land/houses and the better new conditions. Hence the Depok City was the suburbs of DKI Jakarta.
2 The problem on the housing quality variables was the infringement of the building coverage coefficient regulations. This happened because most of the respondents extended their houses by adding rooms horizontally utilizing their land.
3. The portrayal of the land and space management in the issue of settlement environment quality change dug out from this research was still parallel to the recent land use planning (Depok Urban Land Planning Year 2000).
4. The lacking of educational and health facilities based on the ratio of population number and minimum facilities required and the problems of those based on the quantity and the condition came up at the in-depth interviews, e.g. playgrounds, street lamps, and waste removal. These were presumed as a result of uneven distribution of the public facilities and the unavailability of structure by the local government.
5. The interaction of the community was generally in harmony, the joint activity between people still existed such as sports.
Suggestions:
1. The planning and development of villages or small towns in the region of Jabodetabek should be even in order that the city migration (DKI Jakarta or Depok City itself) could be lessen.
2. People should be given the opportunity to extend their houses (extend the building) without violating the existing regulations. This meant that City planner (Depok City Administration) should adopt the condition happened in the community on building development by evaluating the proper regulations or rules about such problems concerning the building coverage coefficient continually, and the rules made should be operated and observed strictly.
3. City development and land use distribution should be even and accommodated with the plan and the needs in each area in order to achieve the even population density, not only concentrated on one or several areas.
4. The distribution of the facilities was uneven; hence the local administrator should review its development planning. Considering that local development planning should accommodate the community needs dug out directly from people and Depok City administrator should make priorities about the needs fulfillment of public environment facilities.
5. Open space and local community hall should be provided and built by the administrator or the community it selves. The activities in such place should be established, e.g. monthly neighborhood meeting, sports and recreations."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T 11169
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Maida Huswatun
"Kecamatan Bantargebang merupakan bagian dari Kota Bekasi yang memiliki banyak industri dan tersebar di Kelurahan Bantargebang, Kelurahan Cikiwul dan Ciketing Udik. Potensi Kecamatan Bantargebang yang demikian besar dalam sektor perindustrian, menimbulkan berbagai macam kegiatan usaha penduduk seperti rumah makan, rumah sewa dan warung. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan industri dengan kegiatan usaha penduduk, mengetahui pola persebaran industri dan kegiatan usaha penduduk, tingkat pendapatan usaha penduduk dan tenaga kerja usaha penduduk. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan keruangan dengan overlay peta. Semakin padat jumlah industri disuatu tempat, maka kegiatan usaha semakin tinggi, tetapi pendapatan dan tenaga kerja tidak tinggi. Sebaliknya, semakin jarang jumlah industri maka jumlah kegiatan usaha semakin rendah, pendapatan dan tenaga kerja tidak rendah.

Kecamatan Bantargebang is part of the District of Bekasi that has spread across many industries there are Kelurahan Bantargebang, Kelurahan Cikiwul and Kelurahan Ciketing Udik. The potential of such a large Kecamatan Bantargebang in the industrial sector, causing a wide range of business activities of the population such as restaurants, rental homes and shops. The purpose of this study was to determine the relationship with the industrial activities of the population, determine the pattern of distribution of industrial and business activities of the population, the level of business income residents and business workforce population. The analysis used is descriptive and spatial analysis with the overlay map. The more dense the industry in one place, then the higher business activity, income and labor but not high. Conversely, the less amount of the industry the lower the amount of business activity, income and labor are not low."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S42897
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Suci Febrianti
"Partisipasi masyarakat merupakan aspek penting dalam mendukung keberhasilan program Kota Layak Anak. Pentingnya partisipasi masyarakat ini ditunjukkan oleh ditetapkannya masyarakat sebagai salah satu pihak yang berperan dalam pendekatan yang dipakai pemerintah kota Depok dalam mengembangkan kebijakan kota layak anak. Kota Depok adalah salah satu kota di Jabodetabek yang menduduki peringkat pertama dalam penghargaan Kota Layak Anak (KLA). Dalam waktu yang bersamaan angka kasus perlindungan anak di kota Depok menduduki peringkat ketiga se-Jabodetabek. Kelurahan Abadijaya adalah kelurahan dengan angka kasus perlindungan anak paling tinggi di kota Depok. Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini mencoba meneliti mengenai kecenderungan partisipasi masyarakat dalam program Kota Layak Anak di Kelurahan Abadijaya Kecamatan Sukmajaya Kota Depok dengan menggunakan model partisipasi CLEAR dari Lowndes, Pratchett, dan Stocker. Penelitian ini tergolong penelitian kualitatif dengan metode campuran. Data diperoleh melalui survei dan wawancara dengan pihak-pihak terkait yang dapat memperkaya hasil penelitian. Secara umum, hasil penelitian mengenai kecenderungan partisipasi masyarakat di kelurahan Abadijaya, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok, Provinsi Jawa barat dalam penyelenggaraan program kota layak anak dengan menggunakan model CLEAR dan nilai batas kecenderungan sebesar 50% atas penggunaan skala Likert pada analisis menunjukkan hasil yang rendah yakni sebesar 41,30% masyarakat berpartisipasi aktif dalam program kota layak anak.

Public participation is an important aspect in supporting the success of the Child Friendly City program. The importance of public participation is indicated by the establishment of the community as one of the parties who play a role in the approach used by the city government of Depok in developing the city's decent child policy. Depok City is one of the cities in Jabodetabek which ranked first in the award of the Children's Worthy Town (KLA). At the same time the number of child protection cases in the city of Depok was ranked third in Jabodetabek. Kelurahan Abadijaya is the village with the highest number of child protection cases in Depok city. Based on these problems, this research tries to examine the tendency of community participation in the program of Child Friendly City in kelurahan Abadijaya, kecamatan Sukmajaya, Depok City by using CLEAR participation model from Lowndes, Pratchett and Stocker. This research belongs to qualitative research with mixed method. Data is obtained through surveys and interviews with relevant parties that can enrich the results of the study.In general, the results of research on the tendency of public participation in Kelurahan Abadijaya, Kecamatan Sukmajaya, Depok city, West Java province in the implementation of child friendly city program using CLEAR model and the trend limit value of 50% on Likert scale use in the analysis showed low result 41.30% of the people participate actively in child friendly city program.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Peningkatan jumlah lembaga kursus yang berkembang dengan signifikan pada
awal tahun 2000 dengan peserta didik yang berasal dari luar daerah penelitian
mengakibatkan berkembangnya sektor ekonomi informal yang dilakukan oleh
warga di daerah penelitian. Banyaknya sektor ekonomi informal berdampak
terhadap pendapatan masyarakat. Dari hasil analisis yang disimpulkan dampak
rendah memiliki sektor ekonomi yang rendah dan memiliki jarak lebih dari 3 km
dengan lembaga kursus yang pertama kali berdiri tahun 1977 yaitu BEC, dampak
sedang memiliki pola menyebar secara merata yang daerahnya memiliki sektor
ekonomi informal yang sedang seperti rumah kontrakan, warung makan dan rental
sepeda. Dampak tinggi memiliki pola terpusat dimana di daerah penelitian
terdapat lembaga kursus, rumah kontrakan dan warung makan yang lokasinya
berdekatan."
Universitas Indonesia, 2010
S34199
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supri Hanjono
"Salah satu setu yang dimiliki Kota Depok adalah Setu Rawa Besar yang berlokasi di pusat Kota. Kondisi kawasan Setu Rawa Besar dari tahun ke tahun semakin menurun kondisi fisiknya, misalnya luas perairannya menyusut akibat pengurugan, pembangunan tempat pemukiman dan tingginya tingkat pencemaran, baik yang dihasilkan oleh masyarakat sekitarnya maupun industri skala rumahan yang berlokasi disekitar setu.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode deskriptif untuk menghasilkan data tentang partisipasi masyarakat sekitar setu dalam pelaksanaan konservasi beserta hambatan atau faktor-faktor yang mempengaruhinya, yang diperoleh melalui para informan. Pemilihan informan dilakukan dengan "purposif" yang terdiri atas pengurus lembaga, tokoh masyarakat dan wakil yang bermukim di tiga RW, masing-masing RW 14, 20 dan 13. Kegiatan pengumpulan data menggunakan teknik "in-depth interview" dan studi dokumentasi, sehingga saling melengkapi dan dapat menangkap fenomena sosial sebagai bentuk jawaban yang diberikan informan.
Upaya "pelestarian lingkungan" yang pernah dan telah dilakukan berbagai pihak dengan berbagai kegiatan melalui penyadaran masyarakat akan arti penting konservasi, namun disayangkan dalam prakteknya kegiatan yang diklaim sebagai kegiatan "pelestarian lingkungan" tersebut hanya sebatas pada kegiatan proyek padat karya dan pelaksanaan bakti sosial pembersihan setu yang hanya bersifat seremonial saja tanpa adanya kegiatan yang berkelanjutan. Akibatnya pelaksanaan kegiatan "konservasi" tersebut disinyalir kurang mendapat respon dan partisipasi aktif secara penuh dari masyarakat.
Hasil penelitian menunjukan bahwa rangkaian partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan konservasi secara umum dapat digolongkan menjadi dua bentuk. Bentuk pertama bersifat edukatif, yaitu kegiatan sosialisasi, kampanye, aksi bersih kawasan, penghijauan, pelatihan konservasi untuk anak usia sekolah dan pembenahan TPA sampah. Kegiatan yang bersifat edukatif mempunyai tujuan memberikan proses pembelajaran kepada masyarakat akan tujuan diselenggarakannya kegiatan konservasi lingkungan di Setu Rawa Besar. Partisipasi yang dapat diberikan masyarakat dalam kegiatan ini masih terbilang minim, sedangkan bentuknya berupa sumbangan tenaga, pemikiran dan materi, mengingat sasaran dari kegiatan ini adalah warga yang berasal dari golongan ekonomi lemah yang bermukim di sekitar setu . Para partisipan diberi layanan berdasarkan rancangan dan aturan kegiatan yang diselenggarakan. Jumlah peserta yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini Iebib didominasi oleh generasi muda, alasannya mereka lebih mudah menerima pemikiran dan masukan dari pihak Iuar. Dibandingkan dengan warga maupun generasi orang tuanya yang secara umum lebih sulit rnenerima pemikiran dari luar, atau biasa disebut "primitif ' atau kampungan. Kaum muda yang ikut berpartisipasi dibentuk agar dapat mempengaruhi pola pikir keluarga maupun lingkungan di sekitar tempat tinggalnya berdasarkan pengetahuan yang didapat setelah mengikuti kegiatan konservasi.
Bentuk kedua bersifat rekreatif, yaitu lomba dayung perahu atau kano. Kegiatan yang bersifat hiburan selalu ramai diikuti oleh peserta yang ikut berpartisipasi, hal ini sesuai dengan asumsi bahwa hiburan dan rekreasi berlaku bagi segala kelas dan golongan masyarakat. Minat warga yang ingin mengikuti kegiatan tersebut terlihat semenjak penyusunan rencana kegiatan lomba tersebut baru dirancang, mereka turut serta semenjak penyusunan acara lomba, pelaksanaan dan penutupannya. Partisipasi yang terjalin melebihi partisipasi pada kegiatan yang bersifat edukatif (bentuk pertama). Kualitas partisipasi yang lebih baik terlihat dari cara berpartisipasi, partisipan yang dapat menyumbangkan pemikiran maupun dana terutarna dari warga yang tergolong mampu, lebih tinggi tingkatannya dibandingkan dengan partisipan yang hanya dapat memberikan sumbangan tenaga saja.
Pelaksanaan kegiatan yang mengandalkan partisipasi masyarakat berkaitan dengan pelaksanaan konservasi di Setu Rawa Besar, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya, meliputi faktor komunikasi, faktor kepemimpinan dan faktor pendidikan. Penjabarannya adalah sebagai berikut : (a) Faktor komunikasi, kurangnya komitmen dalam menjaga kelestarian Iingkungan setu dapat pula disebabkan oleh adanya kecemburuan antar warga sekitar setu terhadap usaha "pengaplingan" wilayah perairan setu untuk budidaya perikanan yang dilakukan oleh warga yang tergolong mampu namun berdomisili jauh dari Setu. (b) Faktor kepemimpinan, masyarakat sekitar setu didominasi oleh pendatang sehingga sangat heterogen Dalam kondisi demikian akan sulit memunculkan sosok pemimpin yang dapat dijadikan panutan karena sebagian dari mereka tidak mau mengakui pemimpin yang tidak berasal dari golongannya walau telah mempunyai kemampuan dan dedikasi terhadap masyarakat Iuas sekalipun. (c) Faktor pendidikan, pendidikan formal yang rendah masih mendominasi masyarakat di sekitar Setu Rawa Besar. Kondisi yang demikian mengakibatkan mereka mempunyai pengetahuan yang minim mengenai pentingnya kegiatan pelestarian Iingkungan, sehingga didikan para orang tua kepada anak- anaknya sedikit sekali menjangkau nilai-nilai pelestarian lingkungan hidup.
Berdasarkan ringkasan hasil penelitian tersebut, maka disarankan untuk mencoba membangun relasi dan bekerja sama dengan berbagai instansi yang terkait dengan program pelestarian lingkungan, misalnya Dinas Pertanian, PU Pengairan, Lingkungan Hidup dan Iainnya, sehingga diharapkan pemerintah Kota Depok akan Iebih peduli terhadap upaya perlindungan aset-aset lingkungan yang dimilikinya. Kegiatan konservasi harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, karena kegiatan apapun yang diselenggarakan dilingkungan masyarakat sekitar setu haruslah sedapat mungkin memiliki nilai ekonomis jika ingin melibatkan atau partisipasi dari masyarakat setempat. Hal yang mendasarinya adalah kondisi masyarakat yang masih serba kekurangan dan dilator belakangi pula oleh pola hidup yang kurang peduli, baik terhadap sesama warganya maupun terhadap kelestarian lingkungan hidupnya sendiri."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T2400
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Rahmah
"Tesis ini membahas mengenai Implementasi Peraturan Daerah Perda No 15 tahun 2013 tentang penyelenggaraan kota layak anak dengan melihat tahap pengembangan KLA yang dalam hal ini tahap persiapan berupa adanya perda pembentukan gugus tugas dan pengumpulan data Sedangkan untuk tahap perencanaan yaitu terkait penyusunan rencana aksi daerah RAD KLA Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif Hasil penelitian ini menyarankan bahwa untuk segera melakukan tahap perencanaan yaitu menyusun RAD KLA dan mewujudkan sistem pelayanan terpadu crisis centre untuk pemenuhan kebutuhan anak di Kota Depok Kata kunci tahap persiapan dan tahap perencaan.

This thesis discusses the implementation of the Regional Regulation Perda No 15 of 2013 on the implementation of child friendly cities by looking at the development stage of the KLA were in this stage of the preparation in the form of the regulation the establishment of a task force and data collection But for the planning phase of the action plan is related to the area RAD KLA This research is qualitative research withs descriptive design The results of this research suggest that for conduct the planning phase for preparing a RAD KLA and realizing a system of integrated services crisis centers immediately to meet the needs of children in Depok Keywords preparation and planning stage"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T44830
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>