Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 129695 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dea Ryangga
"Telah dilakukan penelitian pengurangan dosis radiasi kombinasi screen-film merk Kodak dan AGFA dengan satu kondisi FSD (Focus Surface Distance), field size (luas lapangan) dan menggunakan automatic processing yang sama. Kombinasi screen film Kodak-Kodak memberikan sensitifitas tertinggi dan dijadikan acuan. Dosis radiasi yang dihasilkan untuk mencapai densitas yang relatif sama dengan kombinasi Kodak-Kodak pada kombinasi yang lain, seperti Kodak-AGFA, AGFA-Kodak dan AGFA-AGFA meningkat masing-masing 15,38 %, 21,42 %, 35,29 %. Penambahan filter 2 mm Al menyebabkan penurunan densitas pada kombinasi AGFA-AGFA, Kodak-AGFA, AGFA-Kodak dan Kodak-Kodak sebesar masingmasing 12,5 %, 14,06 %, 14,06 % dan 3,65 %. Sedangkan penambahan filter 4 mm Al menyebabkan penurunan densitas sebesar 19,23 %. 19,11 %, 14,94%, 15,95 %. Penambahan kedua filter juga menyebabkan penurunan dosis radiasi sebesar 45,24 % (2 mm AL) dan 81,81 % (4 mm Al). Juga diukur kestabilan tegangan dan pengaruh mAs terhadap paparan serta Uji kestabilan cairan menggunakan sensitometri sebelum dan sesudah dilakukan prosessing film radiografi.

A study has been done on dose reduction using screen-film cross combination between Kodak and AGFA products on a given conventional X-ray machine with the same FSD (Focus Surface Distance), field size and using the same automatic processing machine. Kodak-Kodak combination gave the highest sensitivity and was used as a reference. Other cross combinations will increase doses by 15.38 % (Kodak-AGFA), 21.42 % (AGFA-Kodak), 35.29 % (AGFA-AGFA) as compared to the reference (Kodak-Kodak). The addition of 2 mm Al filter will produce lower densities by consecutively 12.5 %, 14.06 %, 14.06 % and 3.65 % as compared to the screen-film combination without filter. While the addition of 2 mm and 4 mm Al filters will produce even further lower densities by consecutively 19,23 %. 19,11 %, 14,94%, 15,95 %. Both filter additions also cause dose reduction by 45.24% and 81.81% consecutively. Voltage stability and the effect of mAs to the exposure were also studied as well as sensitometric studies before and after film processing."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
S29150
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Annisa
"ABSTRAK
Dalam beberapa dekade terakhir, pencitraan sinar-X menggunakan film-screen mulai
digantikan oleh digital radiography. Sistem pencitraan digital salah satunya adalah
computed radiography (CR). Sejauh ini di Indonesia, perkembangan yang pesat dari CR
belum dibarengi dengan penelitian untuk memperoleh kondisi optimum dalam
aplikasinya.
Telah dilakukan penelitian di RS X menggunakan CR Agfa tipe PSP MD 4.0 dan
fantom Rando Man untuk menentukan optimasi pembentukan citra. Juga dilakukan
pengukuran Entrance Surface Dose (ESD) menggunakan thermoluminescent dosimeter
(TLD) dengan berbagai variasi nilai kV. Pemeriksaan yang dipilih adalah kepala PA,
thorax PA, dan abdomen AP. Citra fantom dievaluasi berdasarkan panduan dari
European Commission dibantu oleh dokter spesialis radiologi. Optimasi citra didasarkan
pada nilai kV dengan nilai ESD yang rendah dan hasil evaluasi citra.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk pemeriksaan kepala PA optimasi terjadi
pada ESD 3,580 mGy dan 3,834 mGy untuk kondisi 80 kV dan 83 kV dengan 0,224 ?
0,274 mGy/mAs. Untuk pemeriksaan thorax PA teknik kV standar optimasi terjadi pada
ESD 1,341 mGy dan 2,378 mGy untuk kondisi 50 kV dan 55 kV dengan 0,134 ? 0,297
mGy/mAs. Sedangkan untuk teknik kV tinggi yang menggunakan 100 kV, optimasi
terjadi pada ESD 2,960 mGy dengan 0,947 mGy/mAs. Dan untuk pemeriksaan
abdomen AP optimasi terjadi pada ESD 4,090 mGy dan 4,268 mGy untuk kondisi 70
kV dan 80 kV dengan 0,204 ? 0,267 mGy/mAs. Selain nilai kV, optimasi juga
mengikutsertakan nilai kontras tinggi dan rendah, serta karakter CR Agfa yang diwakili
oleh nilai lgM (log Median).

Abstract
For the last few decades, X-ray imaging using film screen has been replaced by digital
radiography. One of digital imaging systems is computed radiography (CR). So far in
Indonesia, the rapid development of CR is not ensued with research to obtain optimum
condition in its application.
Has been performed a research in hospital X using Agfa CR Type PSP MD 4.0 and
Rando Man phantom to determine optimization of image development. Also conducted
measurement of Entrance Surface Dose (ESD) using thermoluminescent dosimeter
(TLD) for various kV values. The examinations were selected for skull PA, thorax PA,
and abdomen AP. Image phantom assessment was carried out using guideliness from
European Commission with assistance of radiologist. Optimization of image was done
based on kV value with low ESD value and image assessment.
The results showed that for skull PA examination, optimization occured on ESD 3.580
mGy and 3.834 mGy for exposure condition of 80 kV and 83 kV with 0.224 to 0.274
mGy/mAs. For standard kV technique thorax PA examination, optimization occured on
ESD 1.341 mGy and 2.378 mGy at 50 kV and 55 kV with 0.134 to 0.297 mGy/mAs. As
for the high kV technique of which used a 100 kV, ESD optimization occured at 2.960
mGy with 0.947 mGy/mAs. While for abdomen AP examination, optimization occured
on ESD 4.090 mGy and 4.268 mGy for 70 kV and 80 kV with 0.204 to 0.267
mGy/mAs. In addition to values of kV, optimization also included high and low contrast
values as consideration and Agfa CR character that was represented by the lgM (log
Median) value."
2012
T30125
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Palupi
"Dalam lima tahun terakhir banyak rumah sakit telah menggantikan film screen radiografi (FSR) dengan radiografi komputer (CR) di layanan radiologi. Berbeda dengan FSR, sistem CR memiliki respon dinamis yang dapat membentuk citra dari dosis rendah hingga dosis tinggi. Dalam penelitian ini telah dilakukan optimisasi pembentukan citra dengan CR Kodak. Optimisasi tersebut merupakan kompromi antara ESD dengan kondisi eksposi kVp. Pengukuran ESD dilakukan menggunakan fantom rando laki-laki untuk pemeriksaan kepala, thorax dan pelvis. Evaluasi citra berdasarkan European Guidelines on Quality Criteria for Diagnostic Radiographic Images oleh dokter spesialis radiologi.
Hasil penelitian dari rumah sakit A menunjukkan kondisi optimum penyinaran kepala AP terjadi pada 70 kVp dengan ESD 3,02 mGy dan nilai ESD/mAs 0,12 mGy/mAs. Nilai kontras tinggi dan rendah untuk pemeriksaan ini adalah 80 dan 32, dengan EI 1609. Untuk thorax PA, kondisi optimum terjadi pada kVp 70 dengan ESD 2,3 mGy dan 0,14 mGy/mAs. Kontras tinggi dan rendah pada kondisi ini adalah 99 dan 62, dengan EI 1455.
Adapun kondisi optimum pemeriksaan pelvis AP terjadi pada 70 kVp diperoleh ESD 4,46 mGy dan 0,16 mGy/mAs. Kontras tinggi dan rendah pada pemeriksaan ini adalah 200 dan 120 dengan nilai EI 1434. Selain itu hubungan kenaikan dosis dua kali lipat karena kenaikan EI 300 hanya berlaku untuk kVp yang konstan. Dengan kVp yang berubah-ubah seperti pada penelitian ini, kenaikan EI 300 hanya akan meningkatkan dosis 7 - 30%.

In the last five years many hospitals have replaced film screen radiography (FSR) with computed radiography (CR) in the radiology service. Unlike the FSR, the CR system has a dynamic response that can form the image of a low dose to high dose. In the present study has been carried out optimization of image formation with Kodak CR. Optimization is a compromise between ESD with conditions eksposi kVp. ESD measurements performed using a male phantom rando for examination of the skull, thorax and pelvis. The evaluation of the image is based on the European Guidelines on Quality Criteria for Diagnostic by a radiologist.
The results from the hospital A showed the optimum conditions of the head AP irradiation occurred in 70 kVp with 3.02 mGy ESD and the value of ESD/mAs 0.12 mGy/mAs. High and low contrast for this examination is 80 and 32, with EI 1609. For PA thorax, the optimum conditions occurred at 70 kVp with ESD 2.3 mGy and 0.14 mGy/mAs. High and low contrast in this condition were 99 and 62, with EI 1455.
The optimum conditions for the AP pelvic examination occurred at 70 kVp obtained ESD 4.46 mGy and 0.16 mGy/mAs. High and low contrast in this examination is 200 and 120 with a value of EI 1434. In addition, the relationship of the increase of the dose doubled because of the increase EI 300 only applies to the constant kVp. By changing kVp as in this study, the increase in EI 300 will only increase the dosage from 7 to 30%.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
T23279
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ika Bayuadi
"Pemeriksaan Radiografi Thorak Posteroanterior (PA) merupakan pemeriksaan terbanyak didalam radiodiagnostik, diperlukan optimasi dosis dan citra radiografi Thorak PA. Penelitian teknik optimasi dengan menggunakan teknik kV tinggi pada pemeriksaan Radiografi Thorak PA dengan menggunakan reseptor system Kodak CRperlu dilakukan. Pengambilan citra radiografi Thorak PA dilakukan dengan objek fantom thorak dan sample pasien, untuk mengeliminir penilaian subjektif diambil citra radiografi fantom TOR 18 FG dan TOR CDR. Pada saat pengambilan citra radiografi thorak PA dilakukan pengukuran dosis masuk permukaan (Entrance surface dose / ESD ) dengan mengunakan TLD. Evaluasi citra radiografi thorak PA menggunakan 'quality criteria' European Commission EUR 16260 EN (1996). European Guidelines On Quality Criteria For Diagnostic Radiographic Images. Evaluasi dosis dengan membandingkan dengan dosis referensi dari IAEA BSS 115.Hasil evaluasi dosis pada fantom thorak, dari tiga variasi faktor eksposi 66 kV 8 mA, 85 kV 6.3 mAs dan 109 kV 2.2 mAs, dosis paling kecil dihasilkan dari faktor eksposi 109 kV 2.2 mAs.
Hasil evaluasi citra pada TOR 18 FG dan TOR CDR didapatkan sensitifitas kontras rendah, sensitifitas kontras tinggi dan resolusi pada kondisi 109 kV 2.2 mAs lebih besar daripada kondisi 66 kV 8 mAs. Hasil evaluasi gambaran thorak PA dengan mengunakan kondisi eksposi 109 kV 2.2 mAs dibandingkan dengan kondisi eksposi 66 kV 8 mAs kontras pada jaringan yang memiliki perbedaan kerapatan yang besar akan terjadi penurunan kontras. Sedangkan pada jaringan yang memiliki perbedaan kerapatan yang relatif kecil atau sama akan menaikkan kontras.

The Posterior-Anterior (PA) Examination of the thorax is the most frequent radio-diagnostic procedure. Optimization of dose and image of the PA thoracic radiography is required.This research was conducted to determine the optimal of techniques using high kV technique on thoracic radiography PA examination by using the Kodak CR system receptor and the patient sample, to eliminate the subjective assessment of radiographic image taken TOR 18 FG and TOR CDR phantom. At the time of image acquisition PA Thorax radiographs were performed, entrance surface dose measurements (ESD) were made using the TLD. The evaluation of the thoracic radiographic image of the PA using the quality criteria European Commission EUR 16260 EN (1996) European Guidelines On Quality Criteria For Diagnostic radiographic Images were made. An evaluation of dose by comparing with a reference dose of the IAEA BSS 155 was conducted.In the results of dose evaluation in thoracic phantom of the three variations of exposure factor: 66 kV 8 mAs, 85 kV 6.3 mAs and 109 kV 2.2 mAs, the smallest dose resulted from 109 kV 2.2 mAs exposure factor.
The result of the evaluation on TOR 18 FG and TOR CDR obtained low contrast sensitivity. The contrast sensitivity and higher resolution on the condition of 109 kV 2.2 mAs were larger than the condition of 66 kV 8 mAs. The results of the evaluation of thoracic image of PA by using the condition of 109 kV 2.2 mAs were comparable to the conditions of 66 kV 8 mAs contrast to the tissue that has large density differences that will decrease the contrast. While on a tissue that has relatively small density difference, or the same will increase the contrast.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S200
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rani Nooraeni
"clustering adalah salah metode utama pada data mining yang berguna untuk mengeksplorasi data. membagi suatu data set berukuran besar ke dalam cluster yang sehomogen mungkin adalah tujuan dalam metode data mining. salah satu metode clustering konvensional yaitu algoritma K-Means efesien untuk data set berukuran besar dan tipe data numerik tapi tidak untuk data kategorikal. algoritma K-Prototype menghilangkan keterbatasan pada data numerik tapi dapat juga digunakan pada data kategorikal. namun solusi yang dihasilakn oleh kedua algoritma tersebut merupakan solusi lokal optimal dimana salah satu penyebabnya adalah penentuan pusat cluster awal. untuk menghadapi masalah tersebut maka algoritma genetika menjadi salah satu usulan yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan hasil penglcusteran dengan K-Prototype. hasil dari penelitian menunjukkan optimasi pusat cluster dengan algoritma genetika berhasil meningkatkan akurasi hasil cluster dengan K-Prototype."
Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, {s.a.}
315 JASKS 7:2 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mukhamad Zaidi Anwari
"Uji praklinis radiofarmaka dilakukan untuk menganalisa keamanan serta keefektifan radiofarmaka yang digunakan. Kedua hal tersebut dapat dicapai dengan mengestimasi dosis radiasi internal yang diterima oleh suatu organ. Skema MIRD menyatakan bahwa perhitungan dosis radiasi internal merupakan perkalian antara Time Integrated Activity Coefficients (TIACs) dan S-value dimana nilai TIACs didapatkan dari penggambaran biodistribusi radiofarmaka di dalam tubuh. Hewan percobaan digunakan dalam uji praklinis untuk menggambarkan biodistribusi radiofarmakanya. Hal ini menyebabkan perlunya suatu metode ekstrapolasi untuk memprediksi biodistribusi radiofarmaka di manusia. Melalui penelitian ini, peneliti ingin menganalisa pengaruh penggunaan radiofarmaka terhadap peta performa metode ekstrapolasi. Hasilnya, dibandingkan dengan penelitian Beykan et al, menunjukkan adanya perbedaan peta performa untuk radiofarmaka yang berbeda. Hasil dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa organ juga mempengaruhi peta performa metode ekstrapolasi. Oleh karena itu, analisa metode ekstrapolasi perlu dilakukan sebelum uji praklinis suatu radiofarmaka dikarenakan terdapatnya perbedaan peta performa tersebut.

Preclinical testing of radiopharmaceutical is carried out to analyze the safety and effectiveness of the radiopharmaceutical used. It can be achieved by estimating the dose of internal radiation received by an organ. The MIRD scheme states that the calculation of the internal radiation dose is S-values multiplied by Time Integrated Activity Coefficients (TIACs) whose value is obtained from the depiction of radiopharmaceutical biodistribution in the body Experimental animals are used in preclinical testing to depict radiopharmaceutical’s biodistribution. This results in the need for an extrapolation method to predict radiopharmaceutical biodistribution in humans. Through this study, researchers wanted to analyze the effect of the use of radiopharmaceuticals on the map performance of the extrapolation method. It, compared to the Beykan et al. study, shows the differences in performance maps for different radiopharmaceuticals. Therefore, analysis of extrapolation methods needs to be done before preclinical testing of a radiopharmaceutical because there are differences in performance maps."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pratama Kurnia Wisnubrata
"Dalam pemanfaatan radiasi pengion khususnya di bidang medis, sinar - x sangat berperan sekali dalam proses penegakan diagnosa. namun dalam penggunaanya harus dilandasi dengan prinsip ALARA (as low as reasonably achievable), yakni bahwa suatu nilai paparan dosis radiasi yang diterima didalam pemanfaatan sinar-x adalah harus sekecil mungkin dan dapat dipertanggung jawabkan. Sesuai dengan ketentuan BAPETEN Pemeriksaan radiologi seharusnya pada ruang tertutup dan telah di lengkapi oleh sistem proteksi radiasi. Pada hasil observasi di Rumah Sakit X bahwa terdapat pemeriksaan radiografi di unit Intensive Care Unit dan tidak terdapat sistem proteksi radiasi hal ini tidak sesuai dengan ketentuan BAPETEN. Maka Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jarak aman terhadap dosis radiasi hambur yang ditimbulkan dari pemeriksaan radiografi tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Hasil Penelitian ini menunjukan bahwa pada radius jarak 100, 200, 300, 400, centi meter jika melakukan pemeriksaan radiografi Thorax AP di Unit ICU Tanpa Proteksi radiasi dinyatakan tidak aman karena melebihi Nilai Ambang Batas ( NBD) BAPETEN yaitu 0.001 mSv/h. Selain petugas radiographer dilarang berada di ruangan pada saat pemeriksaan. Pemeriksaan radiografi Thorax AP di ICU sebaiknya menggunakan kaidah proteksi radiasi yaitu Jarak, Perisai , dan Waktu.

In particular the use of ionizing radiation in the medical field, x - ray was instrumental in the process of establishing the diagnosis at all. But its use should be based on the principle of ALARA (as low as reasonably achievable), namely, that the value of exposure to the radiation dose received in the use of x-rays is to be as small as possible, and reliable. In accordance with the provisions BAPETEN radiological examination should be in a confined space and have been completed by the radiation protection system. In the observation at Hospital X that there radiographs in the Intensive Care Unit of the unit and there is no system of radiation protection it is not in accordance with the provisions BAPETEN. So the purpose of this study was to determine the safe distance of the scattered radiation dose resulting from radiographic examinations such. This study used quantitative methods with cross sectional approach. The results of this study show that the radius distance of 100 cm, 200 cm, 300 cm, 400 cm, at the time of Thorax AP radiographs in the ICU Unit without Radiation protection declared unsafe because it exceeds the Threshold Limit Value (TLV) BAPETEN the 0.001 mSv / h. Besides radiographer officers banned from the room at the time of inspection. Thorax AP radiographs in the ICU should use the principles of radiation protection are distance, shielding, and time."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S44227
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aloysius Mario Yudi Putranto
"Penelitian ini bertujuan memeriksa efek dosimetris dari pergerakan tumor untuk beberapa variasi besar ampiltudo pergerakan. Penelitian ini menggunakan fantom dinamik toraks yang dibangun berdasarkan CIRS Dynamic Thorax Phantom model 008A. Fantom ini mensimulasikan pergerakan secara translasi pada arah Superior dan Inferior (SI) serta rotasi pada bidang Lateral kanan-kiri (RL) dan Anterior Posterior (AP) untuk menirukan pergerakan akibat pernafasan manusia. Fantom ini didesain dan dikontrol menggunakan  linear actuator, servo motor, Adafruit motor shield L293D dan Arduino UNO R3. Fantom ini digunaan untuk mengevaluasi dosis titik menggunakan teknik 3D-CRT, IMRT, VMAT dan amplitudo translasi 5 mm; 10 mm; 15 mm  dengan amplitudo rotasi 90°. Pengukuran dosis titik menggunakan dosimeter film GafChromic EBT 3 dan thermoluminescence TLD LiF-100. Fantom toraks dinamik yang dibuat dapat meniru pergerakan translasi dengan amplitudo 5±0,2 mm; 10±0,5 mm; 15±0,4 mm dan pergerakan rotasi dengan amplitudo 89°±2°. Dari penelitian ini didapatkan penggunaan Internal Margin sebesar 5 mm mampu memberikan kompensasi deviasi dosis berkisar antara 0,6% sampai dengan 1%, penurunan dosis terbesar adalah pada arah Superior dan Inferior, gerak rotasi target tumor berpengaruh pada peningkatan deviasi dosis pada lateral kanan dan kiri akibat pebedaan kedalaman serta Teknik VMAT tidak disarankan untuk target bergerak karena memberikan deviasi terbesar yaitu berkisar pada -5% sampai dengan 9% akibat dari derajat kebebasan pergerakan antara gantry dan target semakin tinggi.

This study aimed to investigate dosimetric effect of target movement for several translational amplitude. This work used in-house dynamic thorax phantom based on CIRS Dynamic Thorax Phantom model 008A. This phantom simulated translation in superior-inferior direction, rotational in the anterior-posterior and left-right lateral plane to mimic human respiratory motion. It was designed and controlled by linear actuator motor, servo motor, Adafruit motor shield L293D and Arduino UNO R3. It was implemented to evaluate point dose of 3D-CRT, IMRT, VMAT technique and for 5 mm; 10 mm; 15 mm translational motion amplitude 90° rotational target motion amplitude. The point dose measurement used GafChromic EBT 3 film and TLD LiF-100 as dosimeter. This in-house dynamic thorax phantom can mimicking NSCLC target movement for translational amplitude 5±0,2 mm; 10±0,5 mm; 15±0,4 mm and rotational amplitude 89°±2° From this study it found that the use of Internal Margin of 5 mm was able to compensate dose deviation about 0.6% to 1%, the largest decrease in dosage was in the Superior and Inferior direction, the rotational motion of the target tumor had an effect on increasing dose deviation on the right and left lateral due to the difference in depth and VMAT Technique it is not recommended for moving targets because it provides the largest deviation which ranges from -5% to 9% due to the higher degree of freedom of movement between the gantry and the target."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T53015
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>