Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 120269 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Transport radiasi Monte Carlo adalah teknik paling sempurna dalam perhitungan dosis radioterapi. Tapi, karena lamanya waktu simulasi, implementasi klinik simulasi Monte Carlo masih sangat terbatas. Menjalankan beberapa job secara serentak pada beberapa prosessor mengurangi waktu yang dibutuhkan dalam menjalanksan simulasi. Lebih lanjut mengenai ketertarikan pada komputasi cluser, kami mulai melangkah ke komputasi grid, yang dapat memanfaatkan sumber daya yang idle. Paper ini menjelaskan usaha untuk menjalankan aplikasi BEAMnrc/DOSXYZnrc pada SGE pool testbed GRID Laboratorium Komputer Departemen Fisika UI, dan menjelaskan metode untuk men-tuning SGE pool."
Universitas Indonesia, 2007
S28901
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Samuel Gideon
"ABSTRAK
Digitally reconstructed radiographs (DRRs) merupakan citra hasil rekonstruksi
data set citra CT simulator yang digunakan untuk verifikasi dalam perencanaan
radioterapi eksternal. Penelitian ini mencoba untuk mengimplementasikan
algoritma ray casting dan hardware texture mapping sehingga dapat
menghasilkan citra DRR. Akuisisi citra CT simulator dilakukan terhadap fantom
modifikasi, fantom Catphan, dan fantom RANDO. Citra CT simulator kemudian
dikomputasi dengan menggunakan algoritma yang digunakan serta algoritma di
dalam treatment planning system (TPS). Evaluasi hasil citra DRR dilakukan
secara kuantitatif dan kualitatif. Evaluasi kuantitatif meliputi evaluasi keakurasian
geometri, evaluasi kontras tinggi, evaluasi kontras rendah, evaluasi uniformitas,
dan evaluasi running time. Evaluasi kualitatif berupa kuesioner yang berisi
pendapat praktisi radioterapi mengenai kualitas citra DRR dalam hal kontras,
resolusi, dan uniformitas. Hasil evaluasi kuantitatif menunjukkan kualitas citra
DRR dari algoritma dalam penelitian ini hampir sama dengan algoritma di dalam
TPS dan hasil tersebut didukung oleh hasil evaluasi kualitatif.

ABSTRACT
Digitally reconstructed radiographs (DRRs) are the CT simulator image
reconstruction that used for verification in external radiotherapy planning. This
thesis aims to implementation of ray casting and hardware texture mapping
algorithm to produce DRR images. CT image acquisition is made to modification
phantom, Catphan phantom, and RANDO phantom. These images then computed
become DRR images using ray casting and hardware texture mapping algorithm,
as well as the algorithm used in the treatment planning system (TPS) . Evaluation
of the DRR images conducted quantitatively and qualitatively. Quantitative
evaluation includes evaluation of geometric accuracy, high contrast, low contrast,
grey scale uniformity running time. Qualitative evaluations are questionnaires
which contain the opinion of radiotherapy practitioners regarding DRR image
quality in terms of contrast, resolution, and grey scale uniformity. Quantitative
evaluation shows that there are some similarities of DRR image quality between
algorithm used in this thesis study is similar to the algorithm in the TPS. This also
supported by the results of a qualitative evaluation."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
T39015
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asti Harkeni
"Telah dilakukan rekonstruksi panjang obyek dan posisinya (x,y,z) secara manual menggunakan radiografi ortogonal pada pencitraan anterior/posterior dan lateral pada kasus brakiterapi intrakaviter. Pengukuran dilakukan menggunakan fantom akrilik brakiterapi berdimensi 34 x 34 x 34 cm3. yang disisipi oleh lempeng Pb dengan panjang dan posisi bervariasi. Diperoleh hasil rekonstruksi 70% dari semua titik pengamatan yang berada 10 cm dari titik pusat lapangan menghasilkan deviasi posisi sampai 20%. Untuk rekonstruksi panjang obyek kurang dari 6 cm dari titik isocenter, 56% data menghasilkan deviasi dari panjang real sampai 15%. Disimpulkan bahwa radiografi ortogonal untuk kegunaan rekonstruksi panjang obyek dan koordinat masih menghasilkan deviasi yang cukup besar.

Manual image reconstruction of object length and position by orthogonal radiography has been performed for anterior/posterior and lateral cases in intracavitary brachytherpy treatment planning. Measurement were done on self made acrylic brachytherapy phantom with 34x34x34 cm3 dimension where several lead slabs with different lengths were inserted at different positions. It has been obtained that 70% from all points which were located 10 cm from field center showed significant deviations reaching 20% from real positions. For reconstruction of object length positioned at less than 6 cm from isocenter also showed general deviations of up to 15% to real values.. It was therefore concluded that orthogonal radiography performed poorly in reconstructing object length and positions."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
T20869
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Aida
"Telah dilakukan penelitian mengenai dosis ekuivalen pada staf intervensional yang dilakukan di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta dengan menggunakan TLD-100 Rod dan TLD-100 Chip sebagai dosimeter personal. Hasil dari pengukuran dosis ekuivalen untuk prosedur PCI dengan menggunakan TLD-100 Rod lebih besar dosis yang diterima dibandingkan dengan menggunakan TLD-100 Chip. Perbedaan rata-rata antara hasil dari TLD-100 Rod dan TLD-100 Chip adalah 34.2%. Dari hasil pembacaan TLD-100 Rod dosis yang paling besar pada perawat adalah di titik pengukuran bagian gonad di luar apron. Untuk dokter dosis yang paling besar juga didapat di titik pengukuran bagian gonad apabila tidak memakai apron. Di lain pihak, dari hasil pembacaan TLD-100 Chip dosis yang paling besar pada perawat adalah di titik pengukuran bagian tiroid dan pada dokter dosis yang paling besar di titik pengukuran bagian tangan. Dari penelitian ini juga melakukan pengukuran dosis output yang bertujuan untuk mengetahui laju dosis pada titik IRP. Hasil dari pengukuran laju kerma udara per mA adalah 0,061 mGy/mAs sampai 0.257 mGy/mAs. Hasil laju dosis pada titik IRP dibandingkan dengan laju dosis staf dan didapat hasil persentase yang sangat kecil. Nilai DAP tidak signifikan berkorelasi dengan tingkat radiasi hamburan. Dosis ekuivalen yang didapat staf kecil sedangkan nilai DAP yang didapat besar. Rata-rata hasil pengukuran intensitas apron dengan menggunakan TLD-100 Rod dan TLD-100 Chip adalah 43.83% sampai 95.91% pada pengukuran staf perawat dan 37.38% sampai 95.91% pada pengukuran staf dokter. Sedangkan untuk tirai kaca Pb adalah 97.77 % sampai 98.95% dan untuk tirai Pb adalah 98.5% sampai 99.27%.

The equivalent dose for staffs doing interventional radiology have been done at National Cardiovascular Center Harapan Kita Hospital using TLD-100 chip and TLD-100 rod as personal detector. The results shows that the dose equivalent for PCI procedures using TLD-100 rod received larger doses than TLD-100 chip. The average dose difference between TLD-100 rod and TLD-100 chip is 34.2%. The greatest dose of TLD-100 rod was occurred at gonad point for nurses and medical doctors, whereas it was occurred at thyroid and hand point of measurement in TLD-100 chip for nurse and medical doctor respectively. In this study was performed the measurements dose rate at the point of IRP (Interventional Refferences Point). The results of measurements of air Kerma rate per mA was in the range of 0.061 mGy / mAs to 0.257 mGy / mAs and if it was comparison the IRP to dose rate staffs in very small percentage. The DAP value was not significantly in correlated with the level of radiation scattering. However, the dose equivalent obtained of staffs was very small while the DAP value is high. In addition, the average of the intensity measurement of the apron using TLD-100 rod and TLD-100 chips were in the range of 43.83% to 95.91% for nursing staff and in the range of 37.38% to 95.91% for medical staff. As for glass curtain Pb was 98.95% to 113.79% and for curtains was 98.5% Pb to 99.27%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S47213
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Palupi
"Dalam lima tahun terakhir banyak rumah sakit telah menggantikan film screen radiografi (FSR) dengan radiografi komputer (CR) di layanan radiologi. Berbeda dengan FSR, sistem CR memiliki respon dinamis yang dapat membentuk citra dari dosis rendah hingga dosis tinggi. Dalam penelitian ini telah dilakukan optimisasi pembentukan citra dengan CR Kodak. Optimisasi tersebut merupakan kompromi antara ESD dengan kondisi eksposi kVp. Pengukuran ESD dilakukan menggunakan fantom rando laki-laki untuk pemeriksaan kepala, thorax dan pelvis. Evaluasi citra berdasarkan European Guidelines on Quality Criteria for Diagnostic Radiographic Images oleh dokter spesialis radiologi.
Hasil penelitian dari rumah sakit A menunjukkan kondisi optimum penyinaran kepala AP terjadi pada 70 kVp dengan ESD 3,02 mGy dan nilai ESD/mAs 0,12 mGy/mAs. Nilai kontras tinggi dan rendah untuk pemeriksaan ini adalah 80 dan 32, dengan EI 1609. Untuk thorax PA, kondisi optimum terjadi pada kVp 70 dengan ESD 2,3 mGy dan 0,14 mGy/mAs. Kontras tinggi dan rendah pada kondisi ini adalah 99 dan 62, dengan EI 1455.
Adapun kondisi optimum pemeriksaan pelvis AP terjadi pada 70 kVp diperoleh ESD 4,46 mGy dan 0,16 mGy/mAs. Kontras tinggi dan rendah pada pemeriksaan ini adalah 200 dan 120 dengan nilai EI 1434. Selain itu hubungan kenaikan dosis dua kali lipat karena kenaikan EI 300 hanya berlaku untuk kVp yang konstan. Dengan kVp yang berubah-ubah seperti pada penelitian ini, kenaikan EI 300 hanya akan meningkatkan dosis 7 - 30%.

In the last five years many hospitals have replaced film screen radiography (FSR) with computed radiography (CR) in the radiology service. Unlike the FSR, the CR system has a dynamic response that can form the image of a low dose to high dose. In the present study has been carried out optimization of image formation with Kodak CR. Optimization is a compromise between ESD with conditions eksposi kVp. ESD measurements performed using a male phantom rando for examination of the skull, thorax and pelvis. The evaluation of the image is based on the European Guidelines on Quality Criteria for Diagnostic by a radiologist.
The results from the hospital A showed the optimum conditions of the head AP irradiation occurred in 70 kVp with 3.02 mGy ESD and the value of ESD/mAs 0.12 mGy/mAs. High and low contrast for this examination is 80 and 32, with EI 1609. For PA thorax, the optimum conditions occurred at 70 kVp with ESD 2.3 mGy and 0.14 mGy/mAs. High and low contrast in this condition were 99 and 62, with EI 1455.
The optimum conditions for the AP pelvic examination occurred at 70 kVp obtained ESD 4.46 mGy and 0.16 mGy/mAs. High and low contrast in this examination is 200 and 120 with a value of EI 1434. In addition, the relationship of the increase of the dose doubled because of the increase EI 300 only applies to the constant kVp. By changing kVp as in this study, the increase in EI 300 will only increase the dosage from 7 to 30%.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
T23279
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Auriani
"Radiografi dental panoramik merupakan teknik untuk mendapatkan gambaran daerah mandibula dan seluruh gigi. Saat ini yang menjadi referensi pengukuran dosis pasien adalah penggunaan TLD chip, namun cara pengukuran yang memberikan indikasi langsung dari dosis pasien lebih sulit ditentukan. Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran dengan metode CTDI dan pengukuran dengan TLD chip.
Penelitian ini menggunakan jenis fantom silinder PMMA berdiameter 16 cm dengan 5 titik pengukuran yaitu pada periperal dan pusat fantom. TLD diletakkan pada sekeliling permukaan fantom, sedangkan pencil chamber diletakkan ke dalam celah fantom dengan lebar berkas radiasi 5 cm. Selain itu, percobaan ini menggunakan waktu penyinaran 12 detik dengan masing-masing faktor eksposi anak 65 kV dan dewasa 70 kV. Nilai CTDI dihitung dari hasil bacaan pencil chamber, sedangkan TLD dihitung dari hasil pembacaan data TLD chip. Selanjutnya, Dose Area Product (DAP) didapatkan dari mengalikan CT-Dose Index dengan celah sekunder dari reseptor.
Hasil penelitian menunjukkan Dose-Length Product (DLP) dan DAP untuk kondisi anak adalah 18,23 mGy.mm dan 270 mGy.mm2, sedangkan DLP dan DAP untuk kondisi dewasa adalah 23,45 mGy.mm dan 330 mGy.mm2 . Sebaliknya, hasil pengukuran dosis menggunakan TLD pada dental panoramik yaitu 0,0875 ± 0,001 mGy untuk kondisi anak dan 0,0731 ± 0,001 mGy untuk kondisi dewasa.

Dental panoramic radiography is a technique to get an image of mandible and teeths. Commonly the patient dose estimation is TLD measurement, but the measurement of actual patient dose is more difficult to determine. In this study, we did the patient dose assesment of the dental panoramic procedure using CTDI method and compared with TLD measurement.
The experiment was done using 16 cm diameter cylindrical CTDI phantom with 5 points measurement at periapical and center of the phantom. TLDs were distributed circularly at phantom surface, whereas the pencil chamber with 5 cm wide X-ray beam was inserted into the chamber’s holder of the phantom. Moreover, the experiments were performed using 12 seconds time exposure and 65 kV and 70 kV for children and adult respectively. The CTDI was calculated based on the reading of chamber whereas the TLD was calculated based on the TLD reading data. Subsequently, the dose area product was calculated with multiplying the CTDI with the secondary slit are of receptor.
The results show the DLP and DAP for children are 18,23 mGy.mm and 270 mGy.mm2, whereas DLP and DAP for adult are 23,45 mGy.mm and 330 mGy.mm2. On the other hand, the TLD measurement shows that the dose estimation during the dental panoramic procedure are 0,0875 ± 0,001 mGy for children and 0,0731 ± 0,001 mGy for adult.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S45594
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwin Santoso Sugandi
"ABSTRAK
Latar Belakang: Opasitas total hemitoraks kanan atas disebabkan dapat disebabkan oleh pneumonia, atelektasis dan massa. Ketiga etiologi tersebut sering ditemukan pada kondisi emergensi di mana ketiganya memiliki penanganan berbeda-beda, yaitu berupa antibiotik pada kasus pneumonia bronkoskopi emergensi pada kasus atelektasis, dan penataksanaan CT Scan toraks pada kasus massa paru. Penegakan diagnosis penyebab opasitas hemitoraks kanan atas tersebut dapat dilakukan melalui pemeriksaan CT Scan toraks dengan spesifisitas tinggi. Pemeriksaan radiografi toraks yang merupakan modalitas pencitraan pertama juga dapat membantu membedakan ketiga diagnosis ini dengan menilai tanda-tanda perubahan volume rongga toraks, salah satunya adalah jarak sela iga. Meskipun demikian, perubahan jarak sela iga ini masih bersifat kualitatif dan belum ditemukan penelitian mengenai titik potong yang dapat digunakan untuk menentukan penyebab opasitas total hemitoraks kanan atas. Tujuan : Meningkatkan nilai diagnostik radiografi toraks sebagai modalitas pemeriksaan awal pada kasus opasitas total hemitoraks kanan atas sehingga diagnosis dan tatalaksana yang diberikan semakin cepat dan akurat.
Metode: Menggunakan desain korelatif dan komparatif studi potong lintang dengan data sekunder, sampel minimal 48 pasien. Analisis data berupa pengukuran korelasi rasio sela iga antara hemitoraks kanan dibanding kiri pada radiografi toraks dan CT Scan, penentuan titik potong menggunakan metode receiver operating curve (ROC) , serta penentuan tingkat sensitivitas dan spesifitasnya.
Hasil: Perhitungan rasio sela iga pada radiografi toraks pada posisi AP maupun PA memiliki korelasi dengan CT Scan toraks dengan korelasi yang lebih kuat ditemukan antara radiografi toraks posisi AP dan CT Scan toraks. Terdapat perbedaan yang signifikan antara rasio sela iga midposterior kedua dan ketiga di antara kelompok atelektasis dengan pneumonia dan kelompok atelektasis dengan massa. Tidak terdapat perbedaan rasio sela iga antara kelompok pneumonia dan massa (kelompok non-atelektasis). Penggunaan titik potong sebesar 0,9 pada sela iga dua dapat membedakan kelompok atelektasis dan non-atelektasis dengan sensitivitas sebesar 77,8% dan spesifisitas sebesar 73,7%. Apabila titik potong 0,9 tersebut digunakan pada sela iga dua dan tiga, maka kelompok atelektasis dan non-atelektasis dapat dibedakan dengan sensitivitas sebesar 52,63% dan spesifisitas sebesar 93,75%.
Kesimpulan : Pengukuran rasio sela iga pada radiografi toraks dapat digunakan untuk membedakan opasitas total hemitoraks kanan atas yang disebabkan oleh atelektasis dan non-atelektasis. Dengan membedakan kelompok atelektasis atau non atelektasis, maka pasien dapat lebih cepat untuk dilakukan tindakan yang invasif berupa bronkoskopi emergensi atau menjalani penanganan yang noninvasif seperti antibiotik pada konsolidasi pneumonia ataupun pemeriksaan lebih lanjut pada kasus massa.

ABSTRACT
Background: Right upper hemithorax total opacities can be caused by pneumonia, ateletasis, and mass. These etiologies have some distinct treatments such as antibiotic for pneumonia, emergency bronchoscopy for ateletasis, and lung CT Scan for mass. Differentiation between these three causes can be made by chest CT Scan with high spesificity . Chest radiography which act as the first line modality can also help in differentiating between these etiologies by looking for the sign of hemithorax volume changes such as intercostal space. However, intercostal space changes is still measured qualitatively and there still no research about intercostal space cut-off for differentiating the caused of right upper hemithorax total opacities Purpose : Increasing diagnostic value of chest radiography which is the first line imaging in right upper hemithorax total opacities, to provide a better and faster treatment.
Methods: This study is a corellative and comparative cross sectional study with secondary data and 48 minimal subject. The data were analysed by measuring the ratio between right and left intercostal spaces in chest radiography and CT Scan, determining the cut-off using receiver operating curve (ROC), and also determining the sensitivity and specificity.
Result: The intercostal space ratio in AP and PA positions of chest radiography has correlation with the intercostal space ratio in chest CT Scan, which is found higher in AP position. There is a significant difference between intercostal ratio in second and third intercostal at midposterior position between atelectasis and pneumonia group, and also between atelectasis and mass group. There is no significant difference between intercostal ratio in pneuimonia and mass group. By using 0,9 as a cut off in the second midposterior intercostal, atelectasis and non atelectasis group can be differentiate with sensitivity and specificity 77,8% and 73,7% respectively. By using 0,9 as a cut of in both of second and third midposterior intercostal, atelectasis and non atelectasis group can be differentiate with sensitivity and specificity 52,63% and 93,75% respectively
Conclusion: Intercostal space ratio measurement in chest radiography can be used to differentiate right upper hemithorax total opacities, especially by atelectasis and non atelectasis. By defferentiating between atelectasis and non atelectasis groups, the patient can get a faster invasive treatment such as emergency bronchoscopy or proceed to non invasive therapy such as antibiotic in pneumonia or chest CT Scan in mass.
"
2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riyan Muharam
"Penggunaan prosedur radiologi diagnostik dalam pencitraan (imaging) yang memanfaatkan radiasi pengion khususnya sinar-X dalam dunia medis sangat berkembang pesat. Saat ini sistem digital yaitu Computed Radiography (CR) dan Digital Radiography (DR) menggantikan sistem radiografi konvensional, tetapi banyak rumah sakit dan fasilitas kesehatan tidak memiliki dosimetri dan juga alat untuk melakukan pengecekan terhadap kualitas peralatan tersebut. Dalam penelitian ini telah didesain fantom quick quality control (QQC) untuk sistem CR dan DR dengan mengamati parameter kualitas citra untuk kontras rendah dan juga kontras tinggi. Untuk penentuan kontras rendah dibuat obyek dengan variasi ukuran dan juga kedalaman obyek pada kuadran I dan IV sedangkan untuk kontras tinggi (resolusi spasial) ditambahkan obyek Leed test object dan juga lembaran Cu untuk mengukur nilai MTF pada kuadran II dan III.Untuk faktor eksposi yang digunakan adalah berkas standar RQA 3-RQA 7. Kemudian hasil citra yang diperoleh dievaluasi menggunakan imageJ untuk mendapatkan nilai SNR dan resolusi spasial. Hasil pengukuran dengan menggunakan fantom QQC didapakan bahwa untuk resolusi kontras rendah citra dengan menggunakan RQA 7 memenuhi kriteria detektabilitas. Sedangkan untuk resolusi spasial, nilai yang diperoleh berdasarkan MTF untuk CR berada pada rentang 2,38-2,59 lp/mm dan 2,45-3,00 lp/mm untuk DR. Sedangkan untuk bar pattern nilai resolusi spasial yang diperoleh berada pada rentang 3,15-3,55 lp/mm dan 2,24-2,5 lp/mm. Kemudian faktor konversi (rasio resolusi Leeds test dengan resolusi MTF) untuk sistem DR mendekati 1 sedangkan untuk sistem CR dalam rentang 1,22-1,49.

The use of diagnostic radiology procedures in imaging (imaging) that utilizes ionizing radiation, especially X-rays in the medical world is growing rapidly. At present digital systems namely Computed Radiography (CR) and Digital Radiography (DR) replace conventional radiography systems, but many hospitals and health facilities do not have dosimetry and also tools to check the quality of the equipment. This research has designed a phantom quick quality control (QQC) system for CR and DR systems by observing image quality parameters for low contrast and high contrast. For the determination of low contrast, an object with variations in size and depth of objects in quadrants I and IV was made, while for high contrast (spatial resolution) Leed test object and Cu sheet were added to measure the MTF values in quadrants II and III. For the exposure factors used is the standard file RQA 3 - RQA 7. Then the image results obtained are evaluated using imageJ to obtain the SNR value and spatial resolution. The results of measurements using the QQC phantom are found that for low contrast resolution images using RQA 7 meet the detectability criteria. As for spatial resolution, the values obtained based on MTF for CR are in the range of 2,38 – 2,59 lp / mm and 2,45 – 3,00 lp/mm for DR. As for the bar pattern, the spatial resolution values obtained are in the range of 3,15 – 3,55 lp/mm and 2,24 – 2,5 lp/mm. Then the conversion factor (the ratio of the Leeds test resolution to the MTF resolution) for the DR system approaches 1 while for the CR system in the range 1.22 - 1.49."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuli Dewi Pratiwi
"Tujuan penelitian ini adalah mengetahui visibilitas metode line profile sebagai metode kuantisasi citra digital dalam evaluasi diagnosis pemeriksaan abdomen pada pasien pediatrik. Kuantisasi citra dilakukan pada anatomi preperitoneal fat kanan-kiri 17 citra, lumen rongga usus besar 33 citra, dinding usus halus 33 citra, dan pelvis minor 22 citra . Sampel yang digunakan berupa citra pemeriksaan abdomen pasien pediatrik umur 0-1 tahun pada proyeksi AP Anterior-Posterior dengan diagnosis normal dan abnormal untuk masing-masing anatomi yang dievaluasi. Kuantisasi citra berupa kurva plot line profile didapatkan dengan menggunakan perangkat lunak ImageJ. Verifikasi metode line profile dilakukan dengan membandingkan grafik plot line profile dengan hasil diagnosis dokter pada masing-masing citra dan anatomi yang dievaluasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode line profile dapat digunakan untuk evaluasi anatomi preperitoneal fat, lumen rongga usus besar, dan dinding usus halus dengan nilai kecocokan dengan diagnosis berturut-turut 70,59, 78,78 dan 100 . Penelitian lanjutan dengan modifikasi metode diperlukan untuk menganalisis probabilitas aplikasi metode line profile dalam evaluasi citra pemeriksaan abdomen.

The study was aimed to observe the feasibility of line profile method in digital image analyses for the evaluation of abdominal anatomy on pediatric patients. Image quantization and analyses were performed on the given anatomical interests of right left preperitoneal fat 17 images, colon lumen 33 images, small intestine wall 33 images, and pelvis minor 22 images . Samples used were abdominal AP antero posterior projections on pediatric patients ranging from 0 to 1 year old, each being interpreted as normal or abnormal by radiologists. Feasibility verification was performed by comparing line profile plot results obtained using ImageJ with radiologist interpretation on each images and anatomical interests.
Result shown that line profile method is applicable for preperitoneal fat, colon lumen and small intestine wall evaluation, being of 70.59, 78.78, and 100 match, respectively, to radiologists rsquo interpretations. Further study is essential to modify the method and allow subsequent studies on its potential clinical application.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S66703
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jurita Harjati
"ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Dalam bidang kardiologi untuk menilai fungsi jantung sering digunakan pembebanan. Biasanya dilakukan pembebanan dalam bentuk kerja isotonik. Pada keadaan dimana tidak dapat dilakukan kerja isotonik, dapat dilakukan pembebanan dengan kerja isometrik (handgrip test) untuk menilai fungsi jantung.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembebanan kerja isometrik dan isotonik yang sesuai terhadap fungsi ventrikel kiri dengan STI dan konsumsi oksigen miokardium dengan Tri-produk yang menimbulkan peningkatan frekuensi jantung yang sama.
Pemeriksaan dilakukan pada 50 pria sehat, usia 20-25 tahun terhadap STI (QS2, LVET, PEP dan ratio PEP/LVET), tekanan darah dan Tri-produk (FJ x TD rata-rata x LVET) dalam keadaan istirahat, waktu kerja isometrik (handgrip test) dan kerja isotonik (ergometer sepeda). Hasil penelitian dianalisis secara statistik.
Hasil dan Kesimpulan: Terdapat pemendekan bermakna (p<0,05) pads lamanya QS2, LVET dan PEP pada kedua jenis kerja dibandingkan istirahat. Pemendekan QS2 dan PEP waktu kerja isotonik lebih besar secara bermakna (p<0,05) dibandingkan kerja isometrik, sedangkan pemendekan LVET waktu kerja isotonik tidak berbeda bermakna (p>0,05) dibandingkan kerja isometrik. Tidak terdapat perubahan pada fungsi ventrikel kiri yang dinilai dari ratio PEP/LVET waktu kerja isometrik dibandingkan kerja isotonik. Tekanan darah sistolik, diastolik dan rata-rata waktu kerja isometrik lebih besar secara bermakna (p<0,05) dibandingkan kerja isotonik. Tidak terdapat perbedaan bermakna {p>0,05) antara tekanan darah diastolik waktu kerja isotonik dibandingkan istirahat. Tri-produk waktu kerja isometrik adalah rata-rata 30% lebih besar dibandingkan kerja isotonik dengan peningkatan frekuensi jantung yang sama, hal mans menatakan bahwa pembebanan jantung dengan kerja isometrik cukup berat dan dapat digunakan untuk menilai fungsi jantung.

ABSTRACT
Evaluation Of The Left Ventricular Function And Myocardial Oxygen Consumption During Isometric Work By Way Of Measurement Of Systolic Time IntervalsScope and Method of Study: Loading the heart during the evaluation of its function is a frequently used method. Usually the heart is loaded by isotonic work, like the ergo cycle or the treadmill test. But in cases where isotonic cannot be performed, loading the heart with isometric work (handgrip test) can also be used. The purpose of this research work is to examine the effect of isometric and isotonic work of equivalent intensity on the left ventricular function and on the myocardial oxygen consumption as evaluated respectively by the STI and Tri-product.
Examination of the STI (QS2, LVET, PEP and PEP/LVET), heart rate, arterial blood pressure and tri-product were performed on 50 young males, age 20 - 25 years, at rest and at the end of isometric work (handgrip test) and isotonic work (ergo cycle). The results are statistically analyzed.
Findings and Conclusions: A statistically significant (p 4 0.05) decrease in the duration of Q52, LVET and PEP is found during both kinds of work when compared to values at rest. The decrease in QS2 and PEP during isotonic work is greater as compared to those during isometric work, which is statistically significant (p 4 0.05). However, the duration of LVET during both kind of work. does not differ significantly. There is also no statistic-ally significant difference in the left ventricular function as evaluated by PEP/LVET between the two kind of work. The rise in systolic, diastolic and mean blood pressure is higher during isometric work as compared with isotonic work, which is statistically significant (p < 0.05). There is no significant difference in the diastolic blood pressure during isotonic work and rest (p > 0.05). The tri-product calculated for isometric work is on the average 30 % higher than for isotonic work, which means that loading the heart with isometric work will be sufficiently high for the purpose of evaluating the performance of the heart.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>