Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 148403 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anita Anuariyanti
"Antibiotika merupakan satu diantara obat yang umum digunakan oleh pasien rawat inap di RSUD Budhi Asih Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola penggunaan antibiotika pada pasien rawat inap dan adanya penggunaan antibiotika yang tidak rasional dari segi indikasi, dosis dan lama pemakaian. Penelitian dilakukan dengan metode survei yang bersifat deskriptif retrospektif. Data dikumpulkan dari Medical Record (Rekam Medis) pasien yang dirawat pada bulan Januari-Juni 2005.
Hasil penelitian menunjukkan jenis antibiotika yang banyak digunakan adalah antibiotika golongan penisilin (51,33%) antara lain ampisilin dan amoksisilin, dan antibiotika golongan sefalosporin (38%) antara lain sefadroksil, sefazolin, sefoperazon, sefotaksim, seftriakson dan sefiksim. Pengobatan pada pasien DHF yang banyak digunakan adalah antibiotika golongan penisilin, sejumlah 33 orang pasien (22%) antara lain, ampisilin dan amoksisilin. Pengobatan pada infeksi saluran gastrointestinal menggunakan antibiotika golongan sefalosporin (20%) antara lain, sefadroksil, sefazolin, sefoperazon, sefotaksim, seftriakson dan sefiksim. Antibiotika golongan penisilin paling banyak digunakan pada kelas tiga (33,99%) antara lain, ampisilin dan amoksisilin. Penggunaan antibiotika yang rasional adalah dari segi indikasi dan lama pemakaian, masing-masing sejumlah 150 orang pasien (100%), sedangkan penggunaan antibiotika yang tidak rasional adalah dari segi dosis, sejumlah 35 orang pasien (23,34%) yang paling banyak terjadi pada kelompok umur 0-14 tahun dari 150 orang pasien.
Antibiotic is a common drug used in patient at RSUD Budhi Asih Jakarta. The objective of this study is to know a pattern of antibiotic use in patient and the irrational using of antibiotics which was based on choosing its indication, dosage and duration. The study was conducted with descriptive retrospective method. The data were collected from Medical Record of patients during January until June 2005.
The results of this study indicated that the most frequently antibiotics used by patients were penisilin (51,33%) such as, ampicillin and amoxicillin and cephalosporin (38%) such as, cefadroxil, cefazolin, cefoperazon, cefotaxime, ceftriaxone dan cefixime . The most frequently antibiotics used by patients DHF was penisilin (22%) included ampicillin and amoxicillin. The medicinal therapy for gastrointestinal tract infectious disease used cephalosporin (20%) were cefadroxil, cefazolin, cefoperazon, cefotaxime, ceftriaxone dan cefixime. Penisilin was the most frequently antibiotics used by patients in class three (33,99%) included ampicillin and amoxicillin. The rational using of antibiotics came from the indication and duration each other were one hundred fifty patients (100%), and the irrational using of antibiotics came from the dosage of antibiotics which was happened to age groups zero until fourteen years old (23,34%) from one hundred fifty patients.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2007
S32861
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Syarkowi Marzuki
"RSUD Budhi Asih sejak dahulu dikenal dengan rumah sakit gelandangan dan pengemis, sebagai rumah sakit yang merawat penderita terlantar dan tidak mampu secara cuma-suma. besarnya beban sosial yang harus ditanggung dan terbatasnya anggara kesehatan yang ada memaksa manajemen RSUD Budhi Asih harus melakukan efisiensi secara optimal. Salah satu indikator dalam melakukan efisiensi kegiatan rumah sakit adalah dengan melihat lama hari rawat. karena pengaruh berbagai faktor terjadi perpanjangan lama hari rawat pasien tidak mampu yang dirawat di zal khsusus RSUD Budhi Asih.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang didduga berhubungan dengan perpanjangan lama hari rawat pasien tidak mampu di zal khsusu RSUD Budhi Asih.
Desain penelitian yang digunakan adalah survey analisa dengan pendekatan cross sectional terhadap 150 sampai dari 75 pasien zal khsusus dan 75 pasien zal pembanding RSUD Budhi Asih periode April 1997 - September 1997. Metodologi analisa data yang digunakan dengar analisis univariat, analisis bivariat dan multivariat.
Dari ke 13 variabel yang diteliti ternyata setelah dilakukan analisis univariat dan bivariat keluar 7 variable bebas bermakna sebagai kandidat untuk dianalisa secara multivariat yaitu kelas perawatan, jenis penyakit komplikasi penyakit, hubungan keluarga, hari keluar rumah sakit, asa rujukan dan pengisian resume. dari hasil analisa multivariat ternyata faktor kelas perawatan (zal khusus) terbukti berhubungan dengan perpanjangan lama hari rawat. Faktor utama yang berpengaruh terhadap perpanjangan lama hari rawat di zal khusus adalah faktor jenis penyakit kronis disamping adanya komplikasi penyakti, tidak adanya hubungan keluarga dan tidak lengkapnya pengisian resume.
Hipotesis yang dibuat berdasarkan kerangak konsep tidak semua mendukung hasil penelitian ini. Tidak semua faktor penelitian dapat dibuktikan bermakna secara statistik. Dari hasil penelitian ini dapat dibuat langkah-langkah untuk mempersingkat lama hari rawat pasien di zal khsusus RSUD Budhi Asih.
"
1999
JMAR-1-1-1999-29
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Dwi Primasari
"Skripsi ini membahas hubungan karakteristik pasien (umur dan jenis kelamin), hari masuk RS, tingkat keparahan (severity level), diagnosa penyakit lainnya, komplikasi, assesmen klinis (pemeriksaan dokter dan konsultasi), pemeriksaan penunjang, dan tindakan medis dengan lama hari rawat. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang menggunakan data rekam medis sebagai data sekunder dengan desain studi cross sectional. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah 261 pasien BPJS dengan kasus Demam Berdarah Dengue di Instalasi Rawat Inap RSUP Fatmawati yang berumur lebih dari 5 tahun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 63,6 persen memiliki lama hari rawat sesuai dengan standar clinical pathway Demam Berdarah Dengue (LOS ≤5 hari). Penelitian ini menggunakan uji chi-square, variabel yang memiliki hubungan yang signifikan dengan lama hari rawat dalam penelitian ini adalah umur, diagnosa penyakit lainnya, komplikasi, pemeriksaan dokter, dan tindakan medis.

This undergraduate thesis discussed a correlation between patients (age and sex), the day of the entry, severity level, other disease diagnosis, complications, assessment clinics (doctor’s examination and consultation), other supporting examination and medical treatment with the length of stay. The research that has been done is using medical record data as secondary data with cross sectional study design. The subject of this research is 261 BPJS’ patients with Dengue Haemoragic Fever at Inpatient Installation in RSUP Fatmawati that older than 5 years old.
The result of this research showed that 63,6 percent has a length of stay that in accordance with dengue fever’s clinical pathway standard (LOS <5 days). This research used chi-square test, the variable that has significant connection with the length of stay in this research are age, other disease diagnosis, complications, doctor examination and medical treatment.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S62238
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mira Arif
"Pasien rawat jalan di RSUP Persahabatan Jakarta banyak menerima pengobatan antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola penggunaan antibakteri pada pasien rawat jalan dan hubungannya dengan sensitivitas kuman. Penelitian ini dilakukan melalui metode survei yang bersifat deskriptif analitis dan pengumpulan data secara retrospektif terhadap data resep-resep pasien rawat jalan dan profil sensitivitas kuman terhadap antibakteri dari laboratorium mikrobiologi RSUP Persahabatan periode Januari - Juni 2006. Variabel penelitian adalah kuantitas penggunaan antibakteri (DDD/rph) sebagai variabel bebas dan sensitivitas kuman sebagai variabel terikat.
Hasil penelitian menunjukkan total penggunaan antibakteri adalah 51,056 DDD/rph. Lima antibakteri yang paling banyak digunakan dari 35 macam antibakteri adalah amoksisilin, rifampisin, siprofloksasin, levofloksasin dan streptomisin. Berdasarkan analisis data korelasi Pearson diketahui bahwa tidak ada hubungan antara kuantitas penggunaan antibakteri dengan sensitivitas kuman pada pasien rawat jalan.
Outpatients in Persahabatan Hospital Jakarta have frequently used antibacteria for treatment. The objectives of this study were to know the pattern of antibacterial use by outpatient and relation of antibacterial use to sensitivity of bacteria. The method of this study was survey method in retrospective analytical description. The data were collected from outpatient prescriptions and sensitivity of bacteria from microbiology laboratory result in Persahabatan Hospital in January - June 2006. Variable of this study were quantities of antibacterial use (DDD/tpd) as independence variable and sensitivity of bacteria as dependence variable.
The result of this study were 51,056 DDD/tpd total antibacterial use and the five of 35 antibacteria mostly used were amoxicillin, rifampicin, ciprofloxacin, levofloxacin and streptomycin. Based on Pearson’s correlation, there was no correlation between quantities of antibacterial use with sensitivity of bacteria.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2007
S32665
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Sari Purbandini
"ABSTRAK
Demam tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi. Pilihan terapi demam tifoid yang bisa digunakan antara lain adalah antibiotik seftriakson, siprofloksasin, dan sefoperazon. Evaluasi penggunaan obat tersebut tidak hanya dilihat secara klinis, tapi juga secara farmakoekonomi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai efektivitas-biaya seftriakson dan non-seftriakson dalam pengobatan demam tifoid. Metode penelitian ini menggunakan metode analisis efektivitas-biaya AEB . Data diambil secara retrospektif dan pengambilan sampel dilakukan secara total sampling dengan melihat catatan rekam medik dan sistem informasi rumah sakit. Pasien yang menjadi sampel penelitian adalah pasien murni demam tifoid dan menggunakan antibiotik seftriakson atau non-seftriakson pada tahun 2016 di RSUD Cengkareng. Sampel yang dilibatkan dalam analisis sebanyak 15 pasien, yaitu 10 pasien kelompok seftriakson dan 5 pasien kelompok non-seftriakson. Efektivitas pengobatan diukur dalam efektivitas persentase pasien dengan lama hari rawat kurang dari sama dengan 5 hari . Biaya didapatkan dari median total biaya pengobatan, meliputi biaya obat, biaya alat kesehatan, biaya obat lain, biaya cek laboratorium, biaya tindakan, biaya jasa dokter, serta biaya kamar rawat. Berdasarkan hasil penelitian, efektivitas seftriakson 66,67 lebih besar dibandingkan efektivitas non-seftriakson 33,33 . Total biaya pengobatan seftriakson lebih rendah Rp 1.929.355,00 dibandingkan non-seftriakson Rp 2.787.003,00 . Nilai rasio efektivitas-biaya REB seftriakson lebih rendah Rp 28.938,88/ efektivitas dibandingkan non-seftriakson Rp 83.618,45/ efektivitas . Hasil akhir menunjukkan bahwa seftriakson lebih cost-effective dibandingkan non-seftriakson.

ABSTRAK
Typhoid fever is caused by bacterial infection Salmonella typhi or Salmonella paratyphi. Typhoid fever treatment which can be used such as ceftriaxone, ciprofloxacin, and cefoperazone. The evaluation of drugs not only seen by clinical aspect but also from economic aspect. The study aimed to evaluate the cost effectiveness of ceftriaxone and non ceftriaxone for typhoid fever patients. Cost effectiveness analysis CEA was chosen to be the method of this study. Data were taken retrospectively and sampling was done using total sampling based on medical records and hospital information systems. Patients who become the samples are patients diagnosed typhoid fever only and use ceftriaxone or non ceftriaxone as the antibiotics. The number of samples were 15 patients, which included 10 patients used ceftriaxone and 5 patients used non ceftriaxone. The effectiveness is measured by effectiveness percentage of LOS less than or equal to 5 days . The cost is median of total cost, summed from the cost of drug, other drugs, medical devices, laboratory tests, physician, healthcare services, and hospitalization. Based on result study, the effectiveness of ceftriaxone 66.67 is greater than non ceftriaxone 33.33 . Total cost of ceftriaxone Rp 1,929,355.00 is less expensive than non ceftriaxone Rp 2,787,003.00 . Average cost effectiveness ratio ACER of ceftriaxone Rp 28,938.88 effectiveness is lower than non ceftriaxone Rp 83,618.45 effectiveness . The final result showed that ceftriaxone is more cost effective than non ceftriaxone. "
2017
S69258
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Syarkowi Marzuki
"RSUD Budhi Asih sejak dahulu dikenal dengan rumah sakit gelandangan dan pengemis, sebagai rumah sakit yang merawat penderita terlantar dan tidak mampu secara cuma-cuma. Terhitung 1 April 1998 RSUD Budhi Asih ditetapkan sebagai rumah sakit swadana. Dengan besarnya beban sosial yang harus ditanggung sedangkan anggaran kesehatan yang diperoleh sangat terbatas, memaksa manajemen RSUD Budhi Asih harus melakukan efisiensi secara optimal. Salah satu indikator dalam melakukan efisiensi kegiatan rumah sakit adalah dengan melihat lama hari rawat. Karena pengaruh berbagai faktor, terjadi perpanjangan lama hari rawat pasien tidak mampu yang dirawat di Zal Khusus RSUD Budhi Asih.
Tujuan : Untuk mengetahui faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan perpanjangan lama hari rawat pasien tidak mampu di Zal Khusus RSUD Budhi Asih.
Desain penelitian yang digunakan adalah survey analisa dengan pendekatan cross sectional, terhadap 150 sampel dari 75 pasien Zal Khusus dan 75 pasien Zal Pembanding RSUD Budhi Asih periode April. 1997 - September 1997. Metodologi analisa data yang digunakan dengan analisis univariat, analisis bivariat dan multivariat. Dari ke 13 variabel yang diteliti ternyata setelah dilakukan analisis univariat dan bivariat keluar 7 variabel bebas bermakna sebagai kandidat untuk dianalisa secara muitivariat yaitu : kelas perawatan, jenis penyakit, komplikasi penyakit, hubungan keluarga, hari keluar rumah sakit, asal rujukan dan pengisian resume. Dari hasil analisa multivariat ternyata faktor kelas perawatan ( Zal Khusus ) terbukti berhubungan dengan perpanjangan lama hari rawat. Faktor utama yang berpengaruh terhadap perpanjangan lama hari rawat di Zal Khusus adalah faktor jenis penyakit khronis, disamping adanya komplikasi penyakit, tidak adanya hubungan keluarga dan tidak lengkapnya pengisian resume.
Hipotesis yang dibuat berdasarkan kerangka konsep tidak semua mendukung hasil penelitian ini. Tidak semua faktor penelitian dapat dibuktikan bermakna secara statistik. Dari hasil penelitian ini, dapat dibuat langkah-Iangkah untuk mempersingkat lama hari rawat pasien di Zal Khusus RSUD Budhi Asih.
Daftar Bacaan (1973 - 1998).

Factors that Influence the Length of Stay of Special Ward for Homeless Patient in Budhi Asih Hospital Jakarta, 1997Budhi Asih hospital has predicated as a Hospital for homeless patients and the beggars
(Gepeng = Gelandangan dan Pengemis). Since April, 1 st 1998, Budhi Asih hospital has become a Swadana Hospital. Considering the social mission of Budhi Asih Hospital as an independent Hospital in the future, the management in running its services, has to be efficient. The Length of Stay is one of the indicators of hospital efficiency.
This research objective was to analyze factors presumed havesome influence on the length of stay in the ward of the homeless ( special ward ).
The research was a cross sectional which studied 150 cases in which 75 cases were from special ward and 75 cases from a regular yet similar level ( conducted April 1997 - September 1997 ). Data were acquired from the medical record of the hospital information unit. Univariat, bivariat and multivariat analyze were employed.
Seven out of 13 independent variables which showed significant difference by univariat analyse and bivariat analyze, were candidate of the multivariat analysis. Those are : Patient class, acute or chronic disease, complication, family, day of check - out and medical record ( resume ) completely. The multivariat analysis result showed that difference ward was related to the length of stay. The main factors that influence of diseases length of stay in special ward was the chronic disease, complication of diseases, no family and incomplete medical record.
The hypothesis which had been made based on these concept were not all supported in this study. Not all of risk factors could be proved statistically significant. Of this research result can be made steps to decrease the length of stay special ward patient Budhi Asih Hospital. This research has indicated several suggestions to reduce the length of stay in special ward, such as to develop an outreach program for the nursing home to reduce chronic cases to be refered to this hospital
Bibliography: ( 1973 - 1978 )
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Mitani Nur Alfaini
"Demam tifoid menduduki peringkat ke-2 sebagai penyakit yang paling banyak ditemukan pada pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah kasus pada tahun 2014 sebanyak 81.116 (3,15%). Prinsip penatalaksaan demam tifoid di Indonesia meliputi istirahat dan perawatan, diet dan terapi penunjang (simptomatik dan suporatif), serta pemberian antibiotik. Antibiotik yang digunakan adalah kloramfenikol injeksi (lini pertama) dan seftriakson injeksi (lini kedua). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas-biaya terapi kloramfenikol injeksi dan seftriakson injeksi pada pasien anak demam tifoid rawat inap di RSUD Ciawi tahun 2019-2021. Penelitiaan ini merupakan penelitian observasional dengan desain studi cross-sectional menggunakan teknik pengambilan data secara retrospektif. Populasi penelitian ini adalah 957 pasien rawat inap yang terdiagnosis demam tifoid di RSUD Ciawi pada Tahun 2019-2021. Sampel penelitian ini adalah 66 pasien dengan terapi seftriakson injeksi dan 66 pasien dengan terapi kloramfenikol injeksi sesuai dengan jumlah minimum sampel. Data diambil dari rekam medis pasien berupa usia, jenis kelamin dan durasi rawat inap pasien. Biaya dilihat dari perspektif rumah sakit menggunakan total biaya medis langsung yang meliputi biaya obat, biaya obat lain, biaya laboratorium, biaya alat kesehatan, biaya jasa tenaga kesehatan, biaya kamar, dan biaya administrasi. Berdasarkan perhitungan REB, kelompok terapi kloramfenikol injeksi memiliki rasio efektivitas biaya lebih tinggi sebesar Rp 2.710.452,15 / lama rawat inap dibandingkan kelompok terapi seftriakson injeksi sebesar 2.029.402,12 / lama rawat inap. Berdasarkan perhitungan RIEB, pemilihan terapi seftriakson injeksi akan membutuhkan biaya tambahan sebesar Rp 3.239,6281 untuk peningkatan 1 unit efektivitas.

Typhoid fever is occupied on the second rank as the most common disease found in hospitalized patients with a total of 81,116 cases (3.15%) in 2014. Typhoid fever management principle includes the rest and treatment, diet and supportive therapy (both symptomatic and supportive), and administration of antibiotics. The antibiotics used were chloramphenicol (first line) and ceftriaxone (second line) injection. This study aims to analyze the cost-effectiveness of chloramphenicol and ceftriaxone injection therapy in typhoid fever patients hospitalized at Ciawi Hospital in 2019-2021. This research is an observational study with a cross-sectional design using retrospective data collection techniques. The population of this study was 957 inpatients diagnosed with typhoid fever at Ciawi Hospital in 2019-2021. The sample of this study were 66 patients with injection ceftriaxone therapy and 66 patients with chloramphenicol injection therapy according to the minimum number of samples. The data collected the medical records of pediatric typhoid fever inpatients consist of age, gender, and length of stay (LoS). Costs with a hospital perspective using total direct medical costs which include drug costs, other drug costs, laboratory costs, medical equipment costs, health worker service fees, room costs, and administrative costs. Based on REB calculations, the chloramphenicol injection therapy group had a higher cost-effectiveness ratio IDR2,710,452.15 / unit effectiveness compared to the ceftriaxone injection therapy group IDR2,029,402.12 / unit effectiveness. Based on the RIEB calculation, the selection of injection ceftriaxone therapy will require an additional cost of Rp. 323,962.81 to increase 1 unit effectiveness."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Fauzi
"Fungsi utama rumah sakit sebagaimana yang telah digarisk.an dalam Sistim Kesehatan Nasional, adalah menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan, yang perlu diatur sedemikian rupa sehingga mampu memanfaatkan sumber daya yang tersedia dengan lebih berdaya guna (efisien) dari berhasil guna (ef ek tif). Dalam kaitan dengan efisiensi rumah sakit, lama hari rawat merupakan suatu hal yang perlu mendapat perhatiah, karena merupakan salah satu unsur dari rangkaian parameter yang dipakai dalam menilai efisiensi pengelolaan rumah sakit. Lama hari rawat dari beberapa penyakit UPF Bedah RSUD Tangerangdari Oktober s/d December l ebih lama dari standar perawatan yang ditetapkan oleh Depkes. Penelitian ini bertujuan memperoleh gambaran tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan lama hari rawat, yang terdiri dari 3 faktor utama: medik, administrasi dan pasien. Desain penelitian merupakan studi 'Cross Sectional' dari data sekunder yang didapat dari catatan medik pasien. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa lama hari rawat berhubungan dengan sifat operasi, lama operasi, hari pulang RS dan penanggung biaya perawatan.

The main function of the hospital as what to be provided in, the National Health System, that is, to take care the health remedy that has a quality of curative and rehabilitative, that needs to be managed as well as to have the ability of using the resource that is available by efficient and effective, In relation to the efficiency of the hospital, the length of stay is a matter that needs an attention, because it is an element of the parameter that to be used in examining the efficiency of the hospital administration. The length of stay of it- same decease at the UPE - Bedah RSUD Tangerang from October to December 1993, is longer than standard to be provided by Health Department. This research is aimed to obtain the description of the factors there are in connection with the length of stay, that consist of 3 main factor ? medical, administration and patient. The research design is a "Cross Sectional" study from the secondary data that to be yielded from the patient medical record. From the research outcome, to be concluded that the length of stay that is in connection with the operating characteristic, the length of the operation, the day out from the hospital and who is responsible to pay the care cost. To be suggested that the hospital should make the standard procedure of the operational management and the patient return to increase the quality of care."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marvel
"ABSTRAK
Gastritis merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien demam dengue dan demam berdarah dengue. Faktor risiko perdarahan gastrointestinal adalah trombosit <50.000/mm3. Terapi pada pasien gastritis dapat diberikan omeprazole. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian omeprazole pada pasien demam dengue dan demam berdarah dengue terhadap biaya, hari perawatan dan biaya omeprazole di RSUD Cengkareng. Rancangan penelitian yang digunakan adalah kohort retrospektif. Kriteria inklusi adalah pasien rawat inap kelas 3 dengan diagnosis demam dengue dan demam berdarah dengue pada bulan Januari sampai Desember 2014. Sampel penelitian terdiri dari 42 pasien kelompok non kriteria (trombosit>50.000/mm3) dan 39 pasien kelompok kriteria (trombosit<50.000/mm3). Alat pengumpul data merupakan catatan rekam medik pasien di RSUD Cengkareng. Analisis data menggunakan uji Mann-Whitney, ttest dan uji Chi-Square. Hasil menunjukkan bahwa penggunaan omeprazole tidak terdapat perbedaan total biaya perawatan (p=0,345) dan biaya omeprazole (p=0,916) antara kelompok non kriteria dan kelompok kriteria. Terdapat perbedaan hari rawat (p=0,004) pada kelompok non kriteria dengan kelompok kriteria. Kategori pasien yaitu kelompok pasien non kriteria (trombosit>50.000/mm3) dan kelompok kriteria (trombosit<50.000/mm3) tidak berpengaruh terhadap total biaya dan biaya omeprazole dilihat dari nilai RR secara berturut-turut sebesar 1,191 (IK; 0,450-3,152), 1,182 (IK; 0,469-2,977). Kategori pasien berpengaruh signifikan (p=0,005) dalam peningkatan lama hari rawat dengan RR = 3,963 (IK; 1,530 ? 10,265). Komorbiditas merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya peningkatan total biaya perawatan, lama hari rawat dan biaya omeprazole.

ABSTRACT
Gastritis is a complication that can occur in patients with dengue fever and dengue hemorrhagic fever. Risk factors for gastrointestinal bleeding is a platelet count <50.000/mm3. Omeprazole is the one of choice for gastritis prophylaxis therapy. This study aimed to evaluate the effect of omeprazole in patients with dengue fever and dengue hemorrhagic fever according to the cost, length of stay and the cost of omeprazole in Cengkareng Hospital. The design of the study is a retrospective cohort. The inclusion criteria were class 3 of inpatients with a diagnosis of dengue fever and dengue hemorrhagic fever in January to December 2014. The study sample consisted of 42 patients in the non-criteria group (platelets count>50,000 / mm3) and 39 patients criteria group (platelets count<50,000 / mm3 ). Data collection tool is a patient medical records in Cengkareng Hospital. Data analysis using the Mann-Whitney test, t-test and Chi- Square test. Results showed that use of omeprazole there is no difference in the total cost of treatment (p = 0.345) and the cost of omeprazole (p = 0.916) between the group of non criteria and criteria group. There are differences in length of stay (p = 0.004) in the group of non-criteria with the group criteria. Non criteria group (platelets> 50,000 / mm3) and a group of criteria (platelet count <50,000 / mm3) did not affect the total cost, and cost of omeprazole seen from the RR respectively, 1,191 (CI; 0,450 - 3,152), 1,182 (CI; 0,469 - 2,977). Platelet count have a significant effect (p = 0.005) in the increased length of stay with RR = 3.963 (CI; 1.530 - 10.265). Comorbidity is a factor that affecting the increase in the total cost, length of stay and cost of omeprazole.
"
2016
T44966
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surahman
"Pembangunan kesehatan di negara sedang berkembang pada umumnya menghadapi masalah rendahnya alokasi anggaran untuk sektor kesehatan. Hal ini diperberat dengan tingginya laju inflasi di bidang kesehatan. Faktor lain yang mengakibatkan meningkatnya biaya kesehatan adalah transisi epidemiologi, semakin tingginya proporsi usia lanjut, meningkatnya teknologi kedokteran, serta sistem pembiayaan dan pembayaran yang tidak efisien.
Ketika pasien tidak menanggung biaya karena dibayar oleh perusahaan tempat bekerja atau oleh perusahaan asuransi komersial dan pembayaran dilakukan secara fee .for service maka dengan mudah provider menciptakan permintaan baru. Situasi ini mendorong permintaan yang lebih tinggi oleh konsumen dan memberi insentif kepada provider untuk memberikan pelayanan kesehatan secara berlebihan.
Untuk memotret perbedaan biaya dari ke tiga jenis pembayar dalam penanganan pasien penyakit demam tifoid yang dirawat inap di kelas satu rumah sakit MMC Jakarta tahun 2001. Dilakukan studi perbandingan penanganan pasien antara ke tiga jenis pembayar tersebut.
Desain penelitian ini menggunakan desain non eksperimental dengan pendekatan deskriptif kuantitatif. Penelitian dilakukan terhadap pasien demam tifoid yang dirawat inap di kelas satu rumah sakit MMC Jakarta pada tahun 2001. Jumlah pasien 65 orang karena adanya kriteria inklusi penelitian maka jumlah populasinya tinggal 56 orang. Oleh karena populasinya yang relatif kecil maka dilakukan pengambilan sampel secara total sampling.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: Tidak ada perbedaan pemberian pemeriksaan penunjang medis dan biaya pemeriksaan penunjang medis antara ke tiga jenis pembayar, di antara subvariabel pengobatan dan jenis pembayar ditemukan satu perbedaan bermakna dalam pemberiaan obat antitusive dan ekspektoran namun secara keseluruhan tidak ada perbedaan dalam pemberiaan obat dan biaya obat antara ke tiga jenis pembayar tersebut, tidak ada perbedaan rata-rata lama hari rawat dan biaya sewa kamar antara ke tiga jenis pembayar. Tidak ada perbedaan total biaya perawatan pada ketiga jenis pembayar.
Saran yang diberikan adalah bagi rumah sakit sebaiknya perlu kehati-hatian dalam menulis resume kelas perawatan dan kode ICD pasien yang di rawat, bagi pihak asuransi perlu melakukan kesepakatan dengan rumah sakit dalam hal penentuan biaya administrasi dan penetapan jenis obat yang diberikan pada pasien, sedangkan bagi rumah sakit perlu mengadakan resume medis bila rata-rata biaya perawatan demam tifoid melebihi rata-rata total biaya perawatan demam tifoid di kelas satu.

Treatment Cost Analyses for Typhoid Fever Patient at Inpatient Hospitalized at MMC Jakarta Based on type of Payment Determined for Year 2001Health development in developing country in general is facing the problem of low budget allocation for health sector. It also burdened by the high rate of inflation on the field of health. Which also affect the risk of epidemiological transition, the proportion of elderly, and medical technology, also inefficiency on the fee and payment system.
When the patient is not paying for the fee since it is paid by the company where they work or the health insurance company and the payment is conducted by fee of service, so the provider easily create new request. This situation in encourages to the high of request by consumer and gives the provider incentive in providing unnecessary health services.
To describe the different cost form three kinds of payment in handling the patient of typhoid fever that hospitalized at I-class of MMC Hospital in 2001, it has been conducted comparison study in handling the patient among the three kinds.
The study design used non-experimental with quantitative approach. This study is conducted on the patient of typhoid fever that hospitalized at I-class of MMC Hospital in 2001. The number of patient is 65 people, since there were criteria in inclusion study, so the population is only 56 peoples. Because the sample is relatively small, so the study is conducted on the sample total sampling.
Based on this study, it can be concluded that there is not many different in giving medical support examination and the fee of medical supporting examination among the three kinds of payment system. Between sub-variable of treatment and the kind of payment, it was found one significant different in giving antitusive medicine and expectorant, however in the entire perspective there is no different in giving medicine and medicine fee among the three kinds of payment system. There is no different on the average between the day of hospitalized and fee of room rental among the three payment system. So it can be concluded that there are no significant different in on the total fees of treatment on the three kinds of payment system.
It is recommended to the Hospital that it code ICD patient must be written with care. For insurance party should conduct agreement with the hospital in stating the administration fee and kind of medicine that should be given to the patient. While for hospital, should conduct medical summary if the average cost of treatment of typhoid fever went over the average total cost of treatment of typhoid fever at I-class.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T11481
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>