Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 168047 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sirait, Dian Framesya
"Terjadinya pandemi Covid-19 mempengaruhi perubahan dalam penggunaan obat pada fasilitas kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi perubahan pola penggunaan obat di Rumah Sakit Universitas Indonesia pada tahun 2020-2022. Desain penelitian ini adalah cross-sectional dengan mengumpulkan data secara retrospektif. Studi dilakukan secara kuantitatif menggunakan metode ATC/DDD dan secara kualitatif dengan melihat profil DU 90% serta kesesuaian penggunaan obat dengan Formularium Nasional untuk Fasilitas Kesehatan Tingkat II. Sampel penelitian adalah rekapitulasi penggunaan obat pasien rawat jalan pada tahun 2020-2022. Kriteria inklusi dari penelitian adalah data penggunaan obat pasien dewasa (lebih atau sama dengan 18 tahun) dan obat yang memiliki kode ATC serta nilai DDD. Jumlah sampel penelitian pada tahun 2020 hingga 2022 secara berturut adalah 12.684 data, 33.907 data, dan 66.654 data penggunaan obat. Jenis obat yang banyak diresepkan pada tahun 2020 hingga 2022 secara berturut adalah n-asetilsistein(10,31%), n-asetilsistein(7,42%), dan parasetamol (3,77%). Pasien yang banyak mendapat peresepan obat selama setiap tahunnya pada tahun 2020-2022 adalah pasien perempuan dengan kategori umur 25-35 tahun. Penggunaan obat untuk pasien rawat jalan di Rumah Sakit Universitas Indonesia pada tahun 2020 hingga 2022 secara berturut bernilai 154059,33 DDD dan 122,23 DDD/1000 pasien/hari; 472383,95 DDD dan 199,41 DDD/1000 pasien/hari; 847365,77 DDD dan 243, 58 DDD/1000 pasien/hari. Obat yang menyusun segmen DU 90% pada tahun 2020 hingga 2022 secara berturut berjumlah 67 obat, 60 obat, dan 73 obat. Kesesuaian penggunaan obat dengan Formulariun Nasional pada tahun 2020 hingga 2022 adalah 70,37%;72,10%;71,57%.

The occurrence of the Covid-19 pandemic affects changes in the use of drugs in health facilities. This study aims to evaluate changes in drug use patterns at the University of Indonesia Hospital in 2020-2022. The design of this study was cross-sectional by collecting data retrospectively. The study was conducted quantitatively using the ATC/DDD method and qualitatively by looking at the 90% DU profile and the suitability of drug use with the National Formulary for Level II Health Facilities. The research sample was a recapitulation of outpatient drug use in 2020-2022. The inclusion criteria of the study were data on the use of adult patient drugs (more or equal to 18 years) and drugs that had ATC codes and DDD values. The number of research samples in 2020 to 2022 were 12,684 data, 33,907 data, and 66,654 drug use data, respectively. The types of drugs that were widely prescribed from 2020 to 2022 were n-acetylcysteine (10.31%), n-acetylcysteine (7.42%), and paracetamol (3.77%), respectively. Patients who received many drug prescriptions during each year in 2020-2022 were female patients with an age category of 25-35 years. Drug use for outpatients at Universitas Indonesia Hospital from 2020 to 2022 was 154059.33 DDD and 122.23 DDD/1000 patients/day; 472383.95 DDD and 199.41 DDD/1000 patients/day; 847365.77 DDD and 243, 58 DDD/1000 patients/day, respectively. The drugs that make up the 90% DU segment in 2020 to 2022 are 67 drugs, 60 drugs, and 73 drugs, respectively. The conformity of drug use with the National Formulary in 2020 to 2022 was 70.37%; 72.10%; 71.57%."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fikri Faisal
"ABSTRAK
Pendahuluan: Pneumonia komunitas CAP salah satu penyebab kematian tertinggi. Tujuan mengetahui respons pengobatan selama perawatan pasien CAP secara empiris serta faktor yang berkaitan dengan pola kuman, respons pengobatan, gejala klinis, laboratorium, foto toraks, lama rawat dan faktor komorbid di RS persahabatan.
Metode: Kohort prospektif pasien pneumonia komunitas rawat inap di RS Persahabatan selama 15 bulan terkumpul 47 pasien. Gejala klinis, hasil laboratorium, foto toraks dan hasil mikrobiologi. Sampel mirkobiologi dikumpulkan sebelum dan sesudah pemberian antibiotik.
Hasil: Terkumpul 47 pasien. laki-laki 74,5% dan perempuan 25,5%. Rerata umur 61 tahun. Gejala klinis awal paling banyak sesak napas 51% berkurang 27,7% dan batuk 32% berkurang 23,4%. Nilai awal leukosit rerata 15,27. sel/mm3 berkurang 12,0. sel/mm3. Foto toraks awal infiltrat 89,3% menurun 38,3%. Patogen pada sputum sebelum penggobatan Klebseiella pneumonia 34,0%. Hasil sputum pasca terapi empiris eradikasi 91.5%. Pengobatan antibiotik tersering seftriakson. Faktor komorbid tersering keganasan rongga toraks. Lama rawat minimal 4 hari dengan terapi sulih minimal 3 hari.
Kesimpulan: Pasien CAP paling dominan menunjukan gejala klinis sesak napas dan batuk, gambaran infiltrat pada foto toraks dan gram-negatif Klebsiella pneumonia pada sputum. Terjadi penurunan leukosit setelah pemberian antibiotik. Terapi empiris dengan antibiotik tunggal masih sensitif.

ABSTRACT
Introduction : Pneumonia is the first leading disease with the highest mortality in hospitalized patients. The purpose of this study is to determine treatment response for the empirical treatment of CAP patients and factors associated with patterns of bacteria, treatment response, clinical symptoms, laboratory and chest X-ray, length of stay and comorbidities in Persahabatan Hospital, Jakarta.
Methods : Prospective cohort study in hospitalized community acquired pneumonia patients at Persahabatan Hospital while 15 month. Clinical symptoms, laboratory findings, chest x-ray and microbiologic. Microbiologic sample is before and after antibiotic administration.
Results : There were 47 patients. Male accounted 74,5% and female 25,5%. The average age was 61 years old. Clinical symptoms before treatment were dyspnea 51% decreased to 27,7% and cough 32% decreased to 23,4%. Leukocytes count was 15,27 cell/mm3 decreased to 12,0 cell/mm3. Chest x-ray infiltrates 89,3% decreased to 38,3%. Before-treatment microbiological patterns were K. pneumoniae 34,0%. Result after empirical treatment was eradication 91,5%. The most frequent innitial antibiotic administration was ceftriaxone.The most frequent comorbidity was thoracic malignancy. The patients were hospitalized at least for 4 days with replacement therapy at least for 3 days.
Conclusion: Patients with CAP predominantly showed symptoms of dypnea and cough, infiltrates on chest x-ray and gram-negative Klebsiella pneumonia in sputum samples. There were resolution of leucocyte counts after antibiotic administration. Empirical antibiotic treatments with single drug were still sensitive."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmadila
"Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri M. tuberculosis yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paruparu. Lamanya pengobatan tuberkulosis yang berlangsung minimal 6 bulan serta efek samping yang ditimbulkan menyebabkan tidak patuhnya pasien menjalani pengobatan. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengevaluasi penggunaan obat antituberkulosis dan melihat hasil pengobatan dengan menggunakan obat antituberkulosis di Instalasi Rawat Jalan RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta periode Januari 2014 ? Oktober 2015. Metode penelitian ini dilakukan secara deskriptif analitik retrospektif dan mengevaluasi catatan rekam medis dari 223 pasien tuberkulosis paru dengan kasus baru.
Analisis dilakukan pada 223 pasien dimana jumlah penderita perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki yaitu sebesar 53% dan paling banyak diderita oleh pasien dengan umur produktif yaitu pasien dengan rentang umur 46-55 tahun dan pasien dengan rentang umur 26-35 tahun. Sesuai dengan Pedoman Nasional Pengobatan Tuberkulosis, jenis OAT (Obat Antituberkulosis) yang paling banyak digunakan adalah OAT-KDT sebanyak 99,1% dan hanya 0,9% yang menggunakan OAT-Lepasan karena pasien memiliki riwayat hepatotoksis. 49,8% pasien yang menjalani pengobatan selama ≥ 6 bulan dan 43% pasien mendapatkan pengobatan secara rasional. 95% pasien menjalani pengobatan ≥ 6 bulan mendapatkan pengobatan lengkap, dan 95% pasien menjalani pengobatan < 6 bulan merupakan pasien putus berobat.

Tuberculosis (TB) is a contagious infectious disease caused by M. tuberculosis that can affect various organs, especially the lungs. The duration of treatment for tuberculosis at least 6 months. Side effects caused disobedience by patients undergoing treatment. The purpose of this study is to evaluate the use of antituberculosis medicines and see the results of treatment using anti-tuberculosis medicines in RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo the period January 2014 - October 2015. This research method is a descriptive analytic retrospective and evaluate the medical record of 223 patients with new cases of pulmonary tuberculosis.
Analysis was conducted on 223 patients in which the number of female patients is higher than in men that is equal to 53% and most suffered by patients with productive age in which patients with a lifespan of 46-55 years and patients with a lifespan of 26-35 years. In accordance with the National Guidelines for Treatment of Tuberculosis, the most widely used the OAT-KDT as much as 99.1% and only 0.9% using OAT-Removable because the patient had a history of hepatotoxic. 49.8% of patients undergoing treatmen't 6 months and 43% of patients receiving treatment in a rational way. 95% of patients undergoing treatment ≥ 6 months get a complete treatment, and 95% patients undergoing treatment < 6 months patients defaulting treatment.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S64365
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurmila Sari
"Latar belakang : Kanker paru adalah kanker yang berasal dari epitel bronkus. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran pola kuman dari bilasan bronkus dan faktor-faktor yang memengaruhi pada pasien terduga kanker paru di RS Persahabatan pusat Respirasi Nasional. Metode : Jenis penelitian potong lintang. Jumlah sampel 226 pasien. Kriteria inkusi yaitu pasien terduga kanker paru, usia > 18 tahun, tidak menggunakan antibiotik satu minggu sebelum tindakan bronkoskopi. Hasil : Karakteristik pasien terduga kanker paru antara lain laki-laki (63,7%), rerata usia 60 ± 11,45 tahun. Keluhan respirasi batuk (78,3%) dan sesak napas (65,5%). Sebagian besar perokok berat (30,5%). Indeks massa tubuh normal (43,8%). Nilai leukosit normal (53,5%), neutrofil normal (66,4%), neutrofil limfosit rasio meningkat (67,3%). Data histopatologis terbanyak adalah adenokarsinoma (50,9%), EGFR tidak ada mutasi (34%) dan ALK negatif (29%). Foto toraks tampak lesi sentral (84,5%), > 3 mm (89,9%) dan konsolidasi (64,2%). CT scan toraks ada keterlibatan kelenjar getah bening (67,7%) dan ada metastasis (71,2%). Gambaran bronkus tampak massa infiltratif (27,9%) dan mukosa edematous (15,9%). Diagnosis terbanyak yaitu kanker paru (71,7%), T4 (85,2%), N2 (37,7%), M1a (42,6%), metastasis efusi pleura (54,9%), stage IV A (64,2%) dan PS 1 (49,4%). Bakteri terbanyak pada bilasan bronkus adalah Pseudomonas aeruginosa (13,7%) dan Klebsiella pneumoniae(11,1%). Kesimpulan : Bakteri terbanyak pada bilasan bronkus adalah Pseudomonas aeruginosadan Klebsiella pneumoniae. Batuk, nilai leukosit, letak anatomi foto toraks, letak anatomi CT scan toraks dengan kontras, ground glass opacity dan efusi pleura pada CT scan toraks dengan kontras memengaruhi ada atau tidak bakteri pada bilasan bronkus pasien terduga kanker paru.

Background: Lung cancer is cancer that originates from the epithelium of the bronchi. This study aims to determine microbial patterns from bronchial washing and influencing factors in suspected lung cancer patients at Persahabatan Hospital National Respiratory Center. Method: Cross-sectional research. The sample was 226 patients. The inclusion criteria are patients suspected of lung cancer, aged > 18 years, not using antibiotics one week before bronchoscopy Results: The characteristics of patients suspected of lung cancer include male (63.7%), average age 60 ± 11.45 years. Respiratory complaints of cough (78.3%) and shortness of breath (65.5%). Most were heavy smokers (30.5%). Normal body mass index (43.8%). Normal leukocyte values (53.5%), normal neutrophils (66.4%) and neutrophil-lymphocyte ratio increased (67.3%). The most histopathological data were adenocarcinoma (50.9%), EGFR no mutation (34%) and negative ALK (29%). Thoracic photographs appear as central lesions (84.5%), > 3 mm (89.9%) and consolidated (64.2%). Thoracic CT scan there was involvement of lymph nodes (67.7%) and there were metastases (71.2%). The bronchial appears as infiltrative masses (27.9%) and edematous mucosa (15.9%). The most diagnoses were lung cancer (71.7%), T4 (85.2%), N2 (37.7%), M1a (42.6%), metastatic pleural effusion (54.9%), stage  IV A (64.2%) and PS 1 (49.4%). The most common bacteria in bronchial washing are Pseudomonas aeruginosa (13.7%) and Klebsiella pneumoniae (11.1%). Conclusion: The most common bacteria in bronchial washing are Pseudomonas aeruginosa and Klebsiella pneumoniae. Cough, leukocyte value, anatomy location based on thoracic photo and thoracic CT Scan with contrast, ground glass opacity and pleural effusion affect the presence or absence of bacteria in a bronchial wash of suspected lung cancer patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Rozi Abdullah
"Infeksi merupakan komplikasi serius dan umum terjadi pada pasien di ruang rawat intensif rumah sakit. Pasien di ruang rawat intensif sering mengalami kondisi kritis dan imunosupresi yang membuat mereka rentan terhadap berbagai infeksi, termasuk yang disebabkan oleh patogen yang resisten terhadap antibiotik. Seringkali, penyebab infeksi tidak dapat langsung diidentifikasi, sehingga pemberian antibiotik empiris harus dilakukan, di mana antibiotik diberikan berdasarkan pengalaman klinis dan pengetahuan tentang patogen yang kemungkinan besar terlibat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola kuman dan kesesuaian pemberian antibiotik empiris dengan hasil uji sensitivitas kuman, serta menganalisis hubungan kesesuaian hasil uji sensitivitas kuman dengan perbaikan klinis pada pasien yang mendapatkan antibiotik empiris di ruang rawat intensif rumah sakit Cipto Mangunkusumo periode 2022. an observasional yang dilakukan secara potong lintang (cross-sectional) pada penggunaan antibiotik empiris pada pasien ruang rawat intensif Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo selama periode 2022. Data yang diambil adalah data rekam medis pasien yang dirawat di ruang rawat intensif periode Januari- Desember 2022 yang terdiri dari ICU Dewasa (Kanigara) dan ICU IGD RSCM. Perbaikan klinis setelah pemberian terapi antibiotik empiris dinilai dari penurunan jumlah leukosit, penurunan kadar prokalsitonin, perbaikan skor National Early Warning Score (NEWS) pada 0-48 jam setelah antiobiotik empiris dihentikan. Analisis bivariat dilakukan dengan Uji Chi Square, dengan nilai p signifikansi <0,05. Analisis multivariat dilakukan pada faktor perancu dengan Uji Regresi Logistik.

            Pada penelitian ini didapatkan 107 penggunaan antibiotik empiris. Hasil uji sensitivitas kuman pada pasien yang mendapatkan antibiotik empiris menunjukkan bahwa Klebsiella pneumonia dan Acinetobacter sp. adalah kuman yang paling banyak ditemukan, dengan tingkat sensitivitas yang rendah terhadap antibiotik di bawah 40% pada sebagian besar hasil uji sensitivitas kuman. Didapatkan jumlah kesesuaian antibiotik empiris dengan hasil uji sensitivitas kuman lebih tinggi pada kategori tidak sesuai sebanyak 62,62% (n=67). Terdapat hubungan yang signifikan antara kesesuaian hasil uji sensitivitas kuman dengan perbaikan klinis pada pasien (p<0,05). Analisis multivariat menunjukkan kesesuaian penggunaan antibiotik empiris dengan hasil uji sensitivitas memiliki signifikansi secara statistik terhadap perbaikan klinis (OR 5,26 (1,46-18,95), p = 0,011).

            Penggunaan antibiotik empiris di ruang rawat intensif sebagian besar tidak sesuai dengan hasil uji sensitivitas kuman. Terdapat hubungan yang signifikan antara kesesuaian hasil uji sensitivitas kuman dengan perbaikan klinis pada pasien. Temuan ini menegaskan pentingnya pemilihan antibiotik empiris yang tepat berdasarkan pola kuman dan hasil uji sensitivitas kuman untuk meningkatkan efektivitas perawatan di ruang rawat intensif.


Infections are a serious and common complication in patients in hospital intensive care units. Patients in intensive care often experience critical conditions and immunosuppression, making them vulnerable to various infections, including those caused by antibiotic-resistant pathogens. Often, the cause of the infection cannot be immediately identified, necessitating the administration of empirical antibiotics, where antibiotics are given based on clinical experience and knowledge of the most likely involved pathogens. This study aims to determine the pattern of pathogens and the appropriateness of empirical antibiotic administration with the results of pathogen sensitivity tests, as well as to analyze the relationship between the appropriateness of pathogen sensitivity test results and clinical improvement in patients receiving empirical antibiotics in the intensive care unit of Cipto Mangunkusumo Hospital for the period of 2022.

            This study is an observational cross-sectional research on the use of empirical antibiotics in intensive care patients at Cipto Mangunkusumo Hospital during the 2022 period. The data collected were medical record data of patients treated in the intensive care unit from January to December 2022, consisting of the Adult ICU (Kanigara) and the Emergency Department ICU of RSCM. Clinical improvement after the administration of empirical antibiotic therapy was assessed from the decrease in leukocyte count, the decrease in procalcitonin levels, and the improvement of the National Early Warning Score (NEWS) within 0-48 hours after the empirical antibiotics were discontinued. Bivariate analysis was performed using the Chi-Square Test, with a significance value of p<0.05. Multivariate analysis was performed on confounding factors using Logistic Regression Test.

            In this study, 107 uses of empirical antibiotics were found. Pathogen sensitivity tests in patients receiving empirical antibiotics showed that Klebsiella pneumoniae and Acinetobacter sp. were the most commonly found pathogens, with a low level of sensitivity to antibiotics below 40% in most pathogen sensitivity test results. In addition, the number of appropriate empirical antibiotics with the results of pathogen sensitivity tests was higher in the inappropriate category by 62.62% (n=67). There was a significant relationship between the appropriateness of pathogen sensitivity test results and clinical improvement in patients (p<0.05). Multivariate analysis showed statistical significance (OR = 5,26 (1,46-18,95), p-value = 0.011).

            The use of empirical antibiotics in the intensive care unit was mostly not in accordance with the results of pathogen sensitivity tests. There was a significant relationship between the appropriateness of pathogen sensitivity test results and clinical improvement in patients. These findings affirm the importance of selecting the appropriate empirical antibiotics based on the pattern of pathogens and the results of pathogen sensitivity tests to enhance the effectiveness of care in the intensive care unit.

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
S. Septirahmawati
"Rumah Sakit Islam Jakarta Pusat sebaai institusi pemberi layanan kesehatan dituntut umuk gncngupayakan pemanfaatan setiap fasilitas layanan yang dimiliki secara optimal agar dapat tetap survive dalam sitiasi yang kompetitif scpcrti sekarang ini. Salah wtu fasiiitas layanan yang penting adalah apotik, selain keberadaannya Idibutuhkan untuk dapat memenuhi seluruh kcbutuhan obat pasien, bila dikelola idengn balk apotik akan menjadi salah satu sumber penghasilan bagi rumah sakit yang bersangkutan. Adanya kesenjangan jumlah resep yang dilayani instalasi Rumasi akan mempengaruhi kclancaran layanan dan sekaligus mengurangi kesempatan menambah penghasilan bagi RSUP.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran talctor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan kembaii instalasi farmasi oleh pasien xawatjalan di RS Islam Jakarta Pusat lahun 2006. Penclitian ini merupakan penelitian kuamizalif dengan dcsain cross secrional. Responden dalam penelitian ini besjumlah 110 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner dan analisis data menggunakan nnalisis univariat dan analisis bivariat uji Chi Square.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa mayoritas berpendidikan tinggi (Sekolah lanjutan atas dan perguruan tinggi), bcrpcnghasilan rendah., penanggung biaya sama banyak antara pihak ketiga dan biaya scndiri, jumlah tanggungan keluarga sedikir, berpersepsi buruk terhadap harga obat, berpersepsi bali: terhadap petugas apotik, berpersepsi buruk terhadap Iokasi apotik, berpersepsi buruk terlndap infbrmasi obat, berpersepsi bumk tcrhadap mang nmggu. Sedangkan faktor~faktor yang mempunyai hubnngan yang signitikan dengan pemanfaaian kembali instalasi farmasi adalah pelsepsi biaya ohat, persepsi terhadap petugas apotik, pelsepsi infomlasi obat dan persepsi ruang tunggu.
Saran yang dianjurkan dalam rangka meningkatkan mulu pelayanan adalah (l)Pasien dengan biaya sendiri dibexikan fasilitas yang lebih baik, (2) Penemuan target pelayanan, baik dajam hal kecepatan, ketepamn jumlah rcsep yang dilayani, (3) Perlu penambahan petunjuk amh apotik agar lcbih dapai dilihat oleh pasien disebabkan lokasi apotik yang berada disudut rumah saldt, (4) Perhmya pelatihan komunikasi pctugas apotik terhadap infoormasi obat yang dibelikan kepada pasien, (5) Dipcrluasnya ruang tunggu apotik, (6) Perlunya analisis harga obat oleh pihak manajemen agar dapat tetap bersaing dengan apotik sekitar.

Islamic Hospital as health service institution is claimed to attain using each service facilities which their owned optimally so it can fixed survive in the competitive situation like as today. One of the important service facilities is pharmacy, beside its existence is need to meet all drug needs of patient, if it managed as well it will become one of income source for the hospital. There is gap between total recipe which serviced by pharmacy installation will influence fluent the service and also it can decrease opportunity to enhance RSUP hospital income.
Purpose ofthe study to know the feature related factors and using pharmacy installation by Pass Care Patient at Islamic Hospital (RS Islam) Central Jakarta in 2006. This study is a quantitative study using cross sectional design Total of Respondent in this study is 110 persons. Data gathering is performexi by questionnaire and data analysis using Univariate analysis and Bivariate Test Chi Square.
Study results shows that majority high level education (Senior High Scholl and College), by lower income, cost insurer is identical between third party and cost itself; total of family insurance is few, bad perception to drug price, good perception to pharmacy staff; bad perception to pharmacy location, bad perception to dmg information, bad perception to waiting room. Whereas the related factors is significant by using the pharmacy installation is perception to drug expenses, perception to pharmacy stafll perception to dnxg infomation and perception to waiting room.
Recommendation in effort to enhance service quality are 1 (1) Patient by hospital cost which insured itself must prominent in this service (2) Determining service target, in both in service speed case , and precisely in total recipe which serviced, (3) Manual of phannacy direction must added so it can viewed by patient, because pharmacy location in hospital comer, (4) Urgent explaining from pharmacy statT about drug which given to patient, (5) waiting room in the hospital must enlarged.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T34479
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Talitha Winnie Eranza
"Hipertiroidisme adalah suatu kondisi di mana kelenjar tiroid menghasilkan terlalu banyak hormon tiroid sehingga metabolisme menjadi lebih cepat dan menimbulkan berbagai gejala seperti penurunan berat badan, palpitasi, dan kecemasan. Metimazol (MMI) dan propiltiourasil (PTU) adalah dua obat yang umum digunakan dalam pengobatan hipertiroidisme. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas-biaya MMI dibandingkan dengan PTU pada pasien hipertiroid rawat jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati pada tahun 2017–2022. Penelitian observasional ini menggunakan desain studi cross-sectional dengan teknik pengambilan data secara retrospektif. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi berjumlah 140 pasien dan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu 70 pasien menggunakan terapi metimazol dan 70 pasien menggunakan terapi propiltiourasil. Terapi dinyatakan efektif jika pasien memperoleh kadar T4 bebas (fT4) normal, yaitu < 1,76 ng/dL setelah menggunakan terapi selama 3 bulan. Terdapat perbedaan yang bermakna antara efektivitas MMI dan PTU, yakni 77,1% dan 60% (p = 0,045). Komponen biaya yang digunakan adalah total biaya langsung medis. Nilai Rasio Inkremental Efektivitas-Biaya (RIEB) yang diperoleh adalah Rp15.516/% efektivitas, yang artinya dibutuhkan tambahan biaya sebesar Rp15.516 untuk setiap peningkatan 1% pasien hipertiroid yang mencapai kadar fT4 normal jika ingin berpindah dari terapi propiltiourasil ke metimazol.

Hyperthyroidism is a condition in which the thyroid gland produces an excessive amount of thyroid hormones, leading to an accelerated metabolism and various symptoms such as weight loss, palpitations, and anxiety. Methimazole (MMI) and propylthiouracil (PTU) are two commonly used drugs in the treatment of hyperthyroidism. The aim of this study was to analyze the cost-effectiveness of MMI compared to PTU in outpatient hyperthyroid patients at Fatmawati General Hospital from 2017 to 2022. This observational study employed a cross-sectional design with data collected retrospectively. A total of 140 patients who met the inclusion criteria were divided into two groups: 70 patients receiving methimazole therapy and 70 patients receiving propylthiouracil therapy. Therapy was considered effective if patients achieved a normal free T4 (fT4) level, i.e., < 1.76 ng/dL, after three months of treatment. There was a significant difference in effectiveness between MMI and PTU, namely 77.1% and 60% (p = 0.045), respectively. The cost components considered were the total direct medical costs. The calculated Incremental Cost-Effectiveness Ratio (ICER) was Rp15,516/% effectiveness, indicating that an additional cost of Rp15,516 was required to achieve a 1% increase in hyperthyroid patients who achieved normal fT4 levels when switching from propylthiouracil to methimazole therapy."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Dewi Lestari
"Demam tifoid merupakan salah satu penyakit infeksi yang angka kejadiannya masih cukup tinggi di Indonesia. Ada beberapa jenis antibakteri yang dapat digunakan untuk pengobatan demam tifoid. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas penggunaan antibakteri pada pasien demam tifoid berdasarkan lama hari rawat pasien. Penelitian dilakukan secara retrospektif dengan metode cross sectional (potong lintang) yang bersifat deskriptif analitis. Data dikumpulkan dari catatan rekam medis pasien demam tifoid yang dirawat pada bulan Januari-April 2005 yang diuji dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis. Pasien yang diteliti adalah pasien usia dewasa sebanyak 96 orang yang menggunakan antibakteri secara intravena.
Pada penelitian ini terdapat 6 jenis antibakteri yang digunakan pasien demam tifoid yaitu amoksisilin dengan rata-rata lama hari rawat 5,09 hari, ampisilin dengan rata-rata lama hari rawat 5,25 hari, sefotaksim dengan rata-rata lama hari rawat 4,79 hari, seftriakson dengan rata-rata lama hari rawat 5,45 hari, kloramfenikol dengan rata-rata lama hari rawat 5,50 hari dan siprofloksasin dengan rata-rata lama hari rawat 5,20 hari. Rata-rata lama hari rawat pasien demam tifoid adalah 5,23 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan lama hari rawat pasien ternyata tidak ada perbedaan efektifitas diantara ke-enam jenis antibakteri tersebut.
Typhoid fever represent one of the infection disease which is occurence number still high enough in Indonesia. There are some kinds of antibacterial type is able to use for the medication of typhoid fever. Intention of this study is to know effectiveness usaged of antibacterial based on length of stayed at typhoid fever patient. This study conducted by retrospective with cross sectional method having the character of analytical descriptive. Data collected from medical record note of typhoid fever patient in Januari-April 2005 tested by using Kruskal-Wallis test. The object was ninty six adult patients who used antibacterial intravenously.
The results of this study indicated that there are six antibacterials type used by typhoid fever patient, they were amoxicillin with mean length of stayed was 5,09 days, ampicillin with mean length of stayed was 5,25 days, cefotaxim with mean length of stayed was 4,79 days, ceftriaxon with mean length of stayed was 5,45 days, chloramphenikol with mean length of stayed was 5,50 days and ciprofloxacin with mean length of stay was 5,20 days. The mean length of stayed at typhoid fever patient was 5,23 days. The result of this study indicated that based on length of stayed patient there was no differences effectiveness among the sixth antibacterials type.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2007
S32946
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>