Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 58629 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tri Kurniasih
"Tempuyung (Sonchus arvensis L) yang termasuk dalam familia Asteraceae, adalah salah satu tanaman obat tradisional yang sering digunakan dalam jamu penghancur batu ginjal. Identifikasi simplisia dalam jamu serbuk sulit dilakukan secara mikroskopik, karena sangat halus. Telah dilakukan penelitiari identifikasi Sonchi Folium dalam jamu penghancur batu ginjal secara kromatografi lapis tipis, menggunakan beberapa fase gerak yaitu kioroform-metanol (10:1), benzena-metanol (97:3), n-butanol-asam asetat-air (4:1:5) dan hcksana-etil asetat(1 7:3). Pereaksi penampak noda asam sulfat 10 % dalam etanol dan dipanaskan 110 °C selama 10 menit. Pengamatan dilakukan sebelum dan sesudah disemprot dengan sinar tampak dan sinar UV 365 nm. Bahair yang digunakan adalah fraksi petroleum benzena, fraksi etanol 70 %, dan ekstrak etanol 70 % dari Sonchi Folium, beberapa simplisia yang biasa digunakan dalam jamu penghancur batu ginjal yaitu Orthosiphonis Folium, Plantaginis Folium, Sericocalycis Folium, Phylanthi Herba, hnperatae Rhizoma, Piperis nigri Fructus, Piperis cubebae Fructus dan Caricae Folium, sampel jamu dan pasar (J 1 ,J2,J3) danjamu yang diracik sendiri (C1). Hasil penelitian menunjukan bahwa fraksi petroleum benzena dengan fase gerak heksana-etil asetat (17:3) dan penampak noda asam sulfat 10 % dalam etanol membenkan bercak identitas path Rf 0,39 yang berwama ungu kecokiatan path sinar tampak dan berwarna kuning terang pada sinar UV 365 nm, yang dapat digunakan untuk identifikasi Sonchi Foliuni dalam jamu.

Tempuyung (Sonchus arvensis L - Asteraceae) is one of the medicinal plant often used injamu for renal stone. Identification of the crude drug in powder jamu is very difficult to do microscopically, because it is very fine. The identification experiment of Sonchi Folium in the renal stone jamu has been performed by Thin Layer Chromatography, using several mobile phase: chloroformmethanol (10:1), benzene-methanol (97:3), n-butanol-acetic acid-water (4:1:5) and hexane-ethyl acetate (17:3). The spray reagent is 10 % sulfuric acid in ethanol and heated at 1,,10 °C in 10 minutes. The observation has been done before and after spraying in daylight and under UV 365 nm. - The materials have been used: petroleum benzene fraction; 70 % ethanolic fraction; 70 % ethanolic extract of Sonchi Folium and other crude drugs used in renal stone jamu consist of Orthosiphonis Folium, Planiaginis Folium, Sericocalycis Folium, Phylanthi Herba, Jmperatae Rhizoma, Piperis nigri Fructus and Caricae Folium; several samples ofjamu available in comercial market (J 1 ,J2,J3) and my own madejamu (C1) The results showed that the petroleum benzene fraction with hexane-ethyl acetate (17:3) as the mobile phase and the spray reagent 10 % sulfuric acid in ethanol, gave an identity spot at Rf 0,39 in brownish violet in daylight and bright yellow under UV 365 nm could be used for identification of Sonchi Folium injamu."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1998
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Detri Sudiarto
"Obat tradisional yang oleh masyarakat lebih dikenal sebagai jamu, sudah sejak dahuiu digunakan untuk kesehatan. Berdasarican Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 246/ Menkes/ Per/ V/ 1990 tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional dinyatakan bahwa obat tradisional tidak boleh mengandung bahan kimia sintetik atau basil isolasi yang berkhasiat obat. Salah satu obat yang mungkin ditambahkan dalam jamu adalah obat-obat golongan anti inflamasi non steroid (AINS). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis obat anti inflamasi non steroid yang digunakan dalam jamu secara kromatografl lapis tipis.. Metode yang digunakan adalah ekstraksi jamu dengan etanol absolut selama 40 detik dilanjutkan dengan kromatografl lapis tipis dengan menggunakan fase gerak toluena ; etanol (7:3) dan etil asetat:metanol:amonia (85:10:5) dengan penampak noda cahaya uv gelombang pendek. Dari sampel yang diperiksa, ditemukan sembilan sampel yang positif mengandung obat golongan anti inflamasi non steroid. Sampel tersebut.yaitu S4, 35, 36, 311 dan 313 mengandung antaigin. 39 mengandung as am mefenamat dan indometasin. Sedangkan 35, 38, 310 dan 311 mengandung parasetamol dan 36 serta 312 mengandung fenilbutazon.

Indonesian traditional medicine which is widely known as jamu has been used for along time in medicatioa According to the regulation of Minister Of Health No. 246 / Menkes / Per / V / 1990 on Industrial Permission and the Registrj' of Traditional Medicine stated that traditional medicine must not contain chemical substance or active drug isolation product One of possibly added drug in jamu is classified as Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs (NSAID). This research was aimed to analyze NSAID added in jamu using thin layer chromatography. IT Method applied was jamu extraction with absolute ethanol for 40 seconds followed by TLC using mobile phase toluene : etiianol (7:3) and ethyl acetate: methanol: ammonia (85:10:5) with short waved UV as detection mediod. From samples analyzed, it was found that 9 samples contained NSAID drugs which were S4, S5, S6, S7, Sll, S13 containing antalgin and S9 containing raefenamic acid and indometacin while S5, S8, SIO, Sll contained paracetamol, and S6, SI2 contained phenylbutazoa"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1999
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadanatul Fitri
"Sirih merupakan tanaman budidaya yang banyak digunakan oleh masyarakat salah satunya sebagai obat herbal tradisional. Sirih mempunyai beberapa jenis antara lain sirih hijau dan sirih merah yang sering digunakan oleh masyarakat. Sirih memiliki beberapa senyawa kimia salah satunya adalah flavonoid yang memiliki efek farmakologi seperti antioksidan, anti inflamasi, anti platelet, dan anti alergi. Sirih sebagai obat dapat digunakan langsung dalam bentuk daunnya, air rebusannya, atau dalam bentuk simplisia yang telah dikeringkan. Proses pengeringan yang termasuk proses pasca panen dapat menyebabkan perubahan bentuk pada simplisia dan menyebabkan terjadinya pemalsuan dan kesalahan identifikasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan farmakognostik dari daun sirih hijau (Piper betle L.) dan sirih merah (Piper cf. crocatum Ruiz & Pav.) yang mencakup perbandingan morfologi, makroskopik, mikroskopik, kandungan kimia, parameter lain, dan kadar flavonoid total. Parameter lain yang diuji antara lain kadar abu, kadar abu yang tidak larut dalam asam, kadar sari yang larut dalam air, dan kadar sari yang larut dalam etanol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antara sirih hijau dan sirih merah dapat dibedakan secara makroskpis, mikroskopis, kandungan kimia, dan parameter lain yang diuji. Perbedaan lainnya juga dapat diketahui berdasarkan kadar flavonoid total yang terdapat pada sirih hijau dan sirih merah.

Betel leaf is a cultivation plant that used as traditional medicine by the society. Betel leaf has several species such as green betel leaf and red betel leaf that often used by the society. Betel leaf has several chemistry compounds. One of them is flavonoid which has pharmacological effect like antioxidant, antiinflammation, antiplatelet, and antiallergic. Betle leaf as medicine can be used directly in the leaf form, the decoction water, or in the simplisia form that has been dried. Drying process, one of after harvesting processes, can cause the transformation to the simplisia and cause the falsification and identification error.
This research aims to know about the pharmacognostical comparison of betel leaf (Piper betle L.) and red betel leaf (Piper cf. crocatum Ruiz & Pav.). The tests include morphology comparison, macroscopic, microscopic, phytochemical compounds, other parameters, and determination of total flavonoid. Other parameters that also tested are determination of ash, acid insoluble ash, water soluble extractive, and alcohol soluble extractive. The results show that between betel leaf and red betel leaf can be distinguished by macroscopic, microscopic, phyochemical compound, and other parameters. Another difference can be also identified by total flavonoid contents between these plants.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S46677
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reny Widhyastuti R.
"Dalam rangka peningkatan kesehatan masyar1cat —obft?ä jIoaI perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya mengingat potensi bahan alam yang cukup besar di Indonesia. Salah satu jenis tanaman yang ada di Indonesia yang berkhasiat sebagai obat adalah Graptophyllum pictum (L.) Griff atau yang sering kita kenal dengan nama handeuleum. Khasiat tanaman mi antara lain : daunnya untuk obat wasir (hemorrhoid). Penelitian ilmiah yang telah dilakukan mengenal tanaman ml adalah uji efek penyembuhan daun handeuleum terhadap wasir. Telah dilakukan penelitian pengaruh ekstrak etanol 40% terhadap pola defekasi pada tikus putih. Penelitian mi mendukung efek daun handeuleum terhadap penyembuhan hemorrhoid. Sebagai hewan uji digunakan tiga puluh ekor tikus jantan galur Sprague Dowley dengan berat badan antara 160 sampal 220 gram yang dibagi dalam enam kelompok. Dosis pemenksaan adalah 32,025 mg dan 128,1 mg dan sebthgai kontrol perlakuan digunakan Loperamid-HCL Bahan uji diberikan setiap had mulal had pertama dan pengamatan terhadappoladefekasi dilakukan setiap had sampai had ke-sepuluh. Kelompok perlakuan dibandingkah dengan kelompok kontrol yang diberikan propilen . glikol 10%, kelompok yang diberikan Loperamid-HCI dan ekstrak serta kelompok yang diberikan ekstrak tanpa Loperamid-HCI. Pola defekasi dianalisis secara statistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol 40% daun handeuleum dosis 32,025 mg mempunyai efek menurunkan konsistensi feces serta meningkatkan frekuensi defekasi dan jumlah feces. Peningkatan dosis bahan up menunjukkan peningkatan efek terhadap pola defekasi.

In order to increase public health, traditional medicine should be used properly considering Indonesia's great potention of natural resources. One of Indonesia plant which is often used as medicine is Graptophyllum pictum (L.) Griff or commonly known as handeuleum. It's leaf can be used to treat hemorrhoid. Scientific research which has been done on this plant is the test of handeuleum leaf activity to cure hemorrhoid. The scientific research about the effect of 40% of etanol extract of handeleum to the defecation pattern has been dne. This research was supported the effect of handeuleum to heal hemorrhoid. In this study, thirty male SD rats weighing 160 - 220 grams were used and divided into six groups. The dosage used were 32,025 mg and 128,1 mg extract and we used Loperamid-HCI as control treatment. Those drugs were given everyday from first to tenth days. The observation were conducted during those ten days. The treatment group were compared to the control group which given -10% of propylen glycol, the group which given Loperàmid-HCI with extract and the group which given extract without Loperamid-HCI. The defecation pattern then analysed statistically. . The result showed that 40% of etanol extract oh handeuleum leaves at dose of-'32,,025 mg has the effect of decreasing feces consistency and increasing dfëcation frequency. The increasing of drug dose showed increasing effect to defecation pattern."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Maksum
"Daun salam (Eugenia polyantha Wight) merupakan obat tradisional untuk mengobati hipertensi. San air dosis 0,4968 g/ 200 g bb mempunyai efek hipotensif pada tikus putih jantan normal, sedangkan infus pada dosis 0,06 g/ 200 g bb dan 0,12 g/200 g bb dapat menurunkan tekanan darah tikus putih jantan hipertensi. Penelitian dilakukan untuk mengetahui efek antihipertensi ekstrak etanol 70% fraksi etanol dan fraksi petroleum benzen daun salam. Pada penelitian mi digunakan 9 kelompok tikus putih jantan galur wistar yang yamg dibuat hipertensi dengan diet NaCl 2,5 % selama 6 minggu. Masrng-masing kelompok terdiri dari 6 ekor yang diberi ekstrak etanol 70%, fraksi etanol dan fraksi petroleum benzen daun salam. Masing-masing terdin dari 3 dosis yaitu: 0,2 g/200 g bb; 0,4 g1200 g bb dan 0,8 g/200 g bb. Pengukuran tekanan darah dilakukan dengan cara langsung pada arteni karotis dengan menggunakan manometer air raksa dan kvmograf sebagai alat pencatat. Pengukuran dilakukan sebelum pembenian (0 memt), segera setelah pemberian (< 1 menit), pada menit kelima dan kesepuluh setelah pemberian sediaan uji. Hasil yang diperoleh adalah ekstrak etanol 70% daun salam memberi efek penurunan tekanan darah yang nyata. Sedangkan fraksi etanol dan fraki petroleum benzen daun salam tidak mempnnyai efek penurunan tekanan darah.

The salam leaves (Eugenia polyantha Wight) is a traditional medicine of hypertension. The aqueous water of 0,4968 g/ 200 g body weight had hypotensif effect to male white rats, but infusions of 0,06 g/ 200 g and 0.12 g/ 200 g body weight could decrease blood pressure of male hypertensif white rats. This research's aim was to study an antihypertensif effect of ethanol 70% extract, ethanol and petroleum benzene fractions of salam leaves. Nine groups of 6 male white rats from Wistar group had been made hypertension by diet NaCl 2,5 % during six weeks. They were given ethanol 70% extract, ethanol and petroleum benzene fractions of salam leaves, with 3 doses: 0,2 g/ 200 g, 0,4 g/ 200 g and 0,8 g/ 200 g body weight. Blood pressure measurement was done by direct method to carotis artery with mercury manometer and recorded by kymograph. The blood pressure was measured before and soon after giving test preparations 5, and 10 minutes after giving test preparations. This result indicated that ethanol 70% extract of salam leaves decreased blood pressure obviously, but ethanol and petroleum benzene fractions of salam leaves didn't decreas blood pressure obviously."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1996
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titi Mulyani
"Jamu/obat tradisional adalah ramuan bahan alam yang biasa digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia sejak dahulu kala. Kebiasaan mi dijadikan pemerintah sebagai aset yang hams dipertahankan dan dikembangkan dalam rangka pembangunan dibidang kesehatan.
Penelitian mi bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara tempat tinggal penduduk yakni wilayah pedesaan dan perkotaan dengan proporsi penggunaan jamulobat tradisional berdasarkan pembuatnya. Selain itu diteliti pula apakah ada perbedaan proporsi antara penduduk desa dan kota da!am menggunakan jamulobat tradisional secara keseluruhan.
Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif analitis yang dilakukan terhadap data sekunder yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS). Analisis data dilakukan' dengan menggunakan metode statistik uji Kai Kuadrat.
Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara penduduk di wilayah pedesaan dengan di perkotaan dalam rnenggunakan jamu/obat tradisional baik yang dibuat sendiri, dibuat pabnik maupun yang dibuat oleh penjaja jamu gendong. Selain itu diketahui adanya perbedaan proporsi yang bermakna antara penduduk pedesaan dan perkotaan dalam menggunakan jamu/obat tradisional secara keseluruhan. Proporsi penduduk di wilayah pedesaan dalam menggunakan jamu/obat tradisional !ebih tinggi dibandingkan proporsi pada penduduk di wilayah perkotaan.

Jamu or traditional medicine are the composed herbs which are commonly used by Indonesian people. The government makes this habitual as an asset that have to be maintained and to be improved for the purpose of the health development. The aim of this research is to know whether there was an interrelation between rural and urban areas with the proportion ofjamu or traditional medicine consumption that made by its producer .Beside that it's necessary to be researched whether there was a difference of proportion between rural and urban people in the using of jamu/traditional medicine. This research used a descriptive analyzes to the seconder data that were got from the Bureau of Central Statistics (BPS). The data was analyzed statistically by tests of Chi Square. The results showed that there was a significant interrelation between the people who live in the rural and urban area in using of jamu or traditional medicine that produced by self, by factory, by other people and jamu/traditional medicine that retailed by the sales girl. Beside, there is a difference of proportion between rural and urban people in using all jamu/traditional medicine. The proportion of rural people is - higher than urbans."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisa Nauli
"ABSTRAK
Melastoma malabathricum L. merupakan tumbuhan yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi tanaman fitoremediasi. Perbanyakan tumbuhan M. malabathricum sebagai objek penelitian lanjutan diperlukan untuk mengembangkan potensi yang ada. Perbanyakan M. malabathricum dapat dilakukan melalui kultur daun secara in vitro pada medium MS dengan kombinasi Thidiazuron TDZ dan 1-Naphthaleneacetic Acid NAA . Penelitian dilakukan untuk mengetahui respons eksplan daun M. malabathricum yang dikultur pada medium MS dengan penambahan kombinasi TDZ 0 mgl-1; 0,1 mgl-1; 1 mgl-1; 2 mgl-1 dan NAA 0 mgl-1; 0,1 mgl-1; 1 mgl-1 . Hasil pengamatan menunjukkan bahwa eksplan daun M. malabathricum dapat merespons medium perlakuan dengan membentuk kalus, kecuali pada medium dengan kombinasi 2 mgl-1 TDZ dan 1 mgl-1 NAA. Hasil pengamatan pada pekan ke-8 setelah penanaman menunjukkan bahwa kalus yang terbentuk cenderung memiliki tekstur remah kompak hingga kompak, dengan pencokelatan cenderung terjadi pada kalus yang terbentuk di medium dengan penambahan NAA tunggal 0,1 mgl-1; 1 mgl-1 . Penggunaan 1 mgl-1 NAA serta 0,1 mgl-1 TDZ memberikan hasil tertinggi dalam persentase eksplan yang membentuk kalus 100 . Rerata hari pembentukan kalus tercepat 6,25 hari terdapat pada medium dengan penambahan 1 mgl-1 NAA. Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa eksplan dapat membentuk kalus dan akar pada medium dengan penambahan NAA tunggal. Medium dengan penambahan 1 mgl-1 NAA memberikan hasil terbaik dalam menginduksi pembentukan akar pada eksplan daun M. malabathricum. Lebih lanjut, terdapat satu eskplan pada medium dengan kombinasi 2 mgl-1 TDZ dan 0,1 mgl-1 yang mampu membentuk kalus dan tunas.

ABSTRACT
Melastoma malabathricum L. is a plant that has the potential to be developed into phytoremediation plants. Propagation of M. malabathricum as a further research object is needed to develop the existing potential. Thus, can be done through in vitro culture of leaves in MS medium with the combination of Thidiazuron TDZ and 1 Naphthaleneacetic Acid NAA . This study was conducted to investigate the response of M. malabathricum leaf, when cultured on MS medium with the combination of TDZ 0 mgl 1, 0,1 mgl 1, 1 mgl 1 and 2 mgl 1 and NAA 0 mgl 1 0.1 mgl 1 and 1 mgl 1 . The results show that M. malabathricum leaf explants could respond to treatment medium by forming callus, except on medium with combination of 2 mgl 1 TDZ and 1 mgl 1 NAA. The results showed that the callus tended to have a friable compact and compact texture at 8th week, with browning tends to occur in callus formed on medium with the addition of single NAA 0.1 mgl 1 1 mgl 1 . The use of 1 mgl 1 NAA and 0.1 mgl 1 TDZ gave the highest results in the percentage of explants forming callus 100 . The average of the fastest callus forming time 6.25 days was found in the medium with the addition of 1 mgl 1 NAA. The result also show that explants could be forming callus and roots on a medium with the addition of a single NAA. Medium with addition of 1 mgl 1 NAA gave the best result in inducing root formation on M. malabathricum leaf explants. Moreover, there was one explant on the medium with a combination of 2 mgl 1 TDZ and 0.1 mgl 1 that capable to forming callus and shoots."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lely Khojayanti
"Andrographis paniculata Ness telah dikembangkan penggunaannya untuk pengobatan tradisional dan membantu melawan penyakit panas, disentri, pembengkakan, diabetes, kanker, dan lain-lain. Ekstraksi solid-liquid dengan metode perkolasi dilakukan untuk mengekstraksi andrografolid dari daun dan batang sambiloto dengan menggunakan pelarut etanol. Proses ekstraksi dimodelkan berdasarkan karakter fisikokimia, dengan memperhitungkan difusi intrapartikel dan transfer massa di fasa fluida menggunakan program Comsol Multiphysics 5.1. Model divalidasi dengan data percobaan pada salah satu kondisi operasi. Selanjutnya dilakukan simulasi untuk mengetahui pengaruh parameter operasi (kecepatan alir pelarut dan ukuran partikel). Kondisi optimal yang menghasilkan yield andrografolid paling besar adalah pada kecepatan alir pelarut 0,00446 m/s dengan jari-jari partikel 382,5.10-6 m.

Andrographis paniculata Ness has been extensively used for traditional medicine and help against fever, dysentry, inflammation, diabetes, cancer, etc. is one of the major comodities. Solid-liquid extraction using percolation method is performed from leaves and stem of Andrographis paniculata in ethanol solvent, in order to obtain andrographolide. Extraction process was modelled based on physicochemical characteristics, accounting for intraparticle diffusion and external mass transfers using Comsol Multiphysics 5.1. software. The model is compared with experimental data for one of operational condition. The simulation are done in order to study the influences of the operating parameters (solvent flow rate and particle size). The optimum yield of andrographolideobtain atsolvent flow rate 0,00446 m/s andradius ofparticle 382,5.10-6 m."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
T43869
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kloppenburg-Versteegh, J.
Yogyakarta: C.D. R.S. Bethesda dan Andi Offset, 1988
633.88 KLO p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Roselyndiar
"Herba seledri dan daun tempuyung merupakan tanaman yang dapat digunakan sebagai pengobatan hipertensi. Herba seledri bekerja sebgai agen vasorelaksasi dan daun tempuyung bekerja sebagai agen diuretik. Penelitian ini dilakukan untuk membuat sediaan kapsul herba seledri dan daun tempuyung. Herba seledri dan daun tempuyung diekstraksi dengan proses maserasi dengan pelarut etanol 70% dan difraksinasi dengan n-heksan. Senyawa aktif yang berperan sebagai antihipertensi adalah flavonoid. Penetapan kadar flavonoid total dilakukan secara spektrofotometri UV-Vis dengan metode Chang, dengan hasil kadar flavonoid dalam fraksi polar herba seledri adalah 9,16 % dan daun tempuyung 8,03 %. Pembuatan serbuk ekstrak dilakukan melalui pengeringan dengan selulosa mikrokristalin (Vivapur 101) dengan perbandingan ekstrak : Vivapur 101 (1:0,5 ; 1:0,75; dan 1:1). Hasil optimasi dengan kadar air paling kecil adalah pada perbandingan 1:1 dengan bentuk serbuk yang lebih halus akan digunakan dalam formulasi selanjutnya.
Formulasi dilakukan dalam 3 formula berbeda. Formula A merupakan formula yang tidak ditambahkan bahan pengisi tambahan, sedangkan formula B dan C ditambahkan bahan pengisi tambahan, yaitu Vivapur 102 untuk formula B, dan amilum jagung untuk formula C. Pada masing-masing formula ditambahkan Aerosil 3% sebagai adsorben, Mg stearat 1% dan talk 1% sebagai pelincir dan glidan. Ketiga formula memiliki hasil laju alir, sudut istirahat, bulk tapped density dan uji higroskopisitas yang hampir sama. Oleh karena itu formula tanpa pengisi tambahan (formula A) sudah baik digunakan sebagai formula sediaan kapsul.

The celery herb and tempuyung leaf can be used as a treatment of hypertension. They contain flavonoid compounds which have anti hypertension activity. The celery herb works as vasorelaxation agent and the tempuyung leaf as diuretic agent. This study was conducted to prepare the capsule formulation of the celery herb and tempuyung leaf. The celery herb and tempuyung leaf were extracted with maceration process with solvent 70% ethanol and fractionated with n-hexane. Determination of total flavonoid levels performed by UV-Vis spectrophotometre by Chang's method, with the flavonoid?s levels in the polar fraction of the celery herb and tempuyung leaf were 9.16% and 8.03%, respectively. The extracts were dried by adding microcrystalline cellulose (Vivapur 101) with a ratio of the extract - Vivapur 101 were 1:0,5; 1:0,75, and 1:1. The results showed that extract - Vivapur 101 1:1 powder produced the lowest water content, so it was suitable to be used for the subsequent formulations.
The formulation was prepared in three different formulas. Formula A was not added filler, while the formulas B and C were added filler, Vivapur 102 for formula B, and corn starch for formula C. Each formula was added Aerosil 3% as an adsorbent, Mg stearate 1% and talc 1% as lubricant and glidant. The result showed that the value of the flow rate, the angle of repose, tapped bulk density and hygroscopicity of all three formulas were almost the same. Therefore, the formula without additional filler (formula A) was chosen as the used formula for the capsule of the celery herb and tempuyung leaf extract.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S1774
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>