Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 171212 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rukini Suwito
"Penelitian ini dilakukan daiam usaha untuk mengetahui pengaruh kadmium dan seng dalam pakan ayam terhadap kondisi ayam pedaging. Kadmium adalah logam yang beracun dan seng adalah logam esensiil. Mereka selalu ditemukan bersamaan dalam tambang maupun dalam jaringan hewan. Seng dapat mencegah keracunan kadmium. Penelitian dilakukan terhadap 125 ekor ayam pedaging yang terbagi dalam 5 kelompok perlakuan, yaitu : I. Kelompok kontrol, II. Kelompok yang diberi 50 ppm Cd, III. 100 ppm Cd, IV. 50 ppm Cd + 50 ppm Zn, dan V. 100 ppm Cd + 50 ppm Zn dalam pakannya. Berat badan dan konsumsi pakan diukur setiap minggu selama 4 minggu perlakuan. Sampel hati dan ginjal ayam diambil setiap minggu, didigesti dengan campuran asam dan dianalisis. Analisis dilakukan dengan menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kadmium pada ayam pedaging terakumulasi dalam hati dan ginjal. Konsumsi pakan dan berat badan ayam dihambat oleh kadmium, tetapi dengan penambahan seng ke dalam pakannya, toksisitas kadmium dapat dicegah. Dapat disimpulkan bahwa seng baik untuk mencegah toksisitas kadmium walaupun akumulasi kadmium dalam Jaringan tidak dipengaruhi.

The aim of this study was to reduce the effect of cadmium toxicity on zinc supplementation in the chicken feed, because cadmium is a toxic metal and zinc is an essential element. Both metal are usually present naturally in the mixing area. A huhdreed and twenty five broiler chicken were divided in to 5 group. Each group was treated by 50 ppm Cd, 100 ppm Cd, 50 ppm Cd add 50 ppm zn, 100 pmm Cd add 50 ppm Zn, in their feed and a control group respectively. Body weight and feed consumption were measured every week during 4 week treatment. Sample of liver and kidney of chicken were collected every week as same as measuring the body weight, digested with acid mixture and analysed by atomic absorption spectrofotometer. The results indicated that cadmium was acummulated in the liver and kidney were increased coincided with longer time and dosis of exposure. Feed consumption and the body weight of chicken were inhibited by cadmium toxicity, but by added zinc in their feed the toxicity of cadmium was prevented. This study was concluded that zinc was a good treatment for cadmium toxicity, althought the acummulation of cadmium in the tissue was no affected."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1996
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Pramudya
"Kadmium ( Cd ) adalah logam berat yang ticlak berguna bagi tubuh dan dapat menimbulkan keracunan pada makluk fi^dup. Logam ini cenderung terakumulasi dalam jaringan tubuh dan mempunyai waktu paruh yang panjang. Cd masuk kedalarn tubuh melalui saluran pemapasan dan pencemaan. Makanan yang menganclung Cd menyebabkan masuknya logam ini ke dalam tubuh manusia. Telur ayarn petelur diduga mengandung Cd yang berasal dari pakan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Cd terhadap, produktivitas dan alcumulasinya dalam telur ayarn petelur. Tiap kelompok terdiri dari 20 ekor ayam. dan masing-masing diberi pakan yang ditambah Cd 10 dan 20 mg tiap kg pakan selama 2 bulan. Sebagai kontrol adalah kelompok ayam yang diberi pakan yang tidak ditambah Cd. Produksi telur diamati setiap hari. Sampel diambil setiap minggu, dioksidasi dengan campuran asam, dan dianalisis dengan memakai spektrofotometer ,serapan atom dimana prinsipnya adalah pengulcuran radiasi yang diserap oleh atom yang ingin ditentukan kadamya. Metode ini dipilih karena sederhana, cepat, peka, teliti dan selektif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa toksisitas Cd menurunkan produksi telur dari kelompok yang menclapat Cd 10 dan 20 mg per kg pakan mulai minggu ke-7 dari perlalcuan. Hal ini disebabkan karena Cd menghambat absorpsi kalsium yang dibutuhkan untuk pembentukan kulit telur. Pada umumnya, kadar Cd dalarn putih dan kuning telur dari kelompok yang yang mendapat pakan ditambah Cd 10 dan 20 mg tiap kg pakan, lebih tinggi daripada kontrol. Meskipun sebagian besar perbedaannya tidak nyata. Kadar Cd dalam putih telur lebih besar daripada dalam kuning telur dengan perbandingan 4: 1.

Cadmium ( Cd ) is a heavy metal useless to the body and it can affect toxicity to biological life. This metal tends to accumulate in the tissues and has a long half-life. Cd enters the body through respiratory and digestive tract9. Cd-contaminated foods cause this metal to enter the human body. The eggs of the layer chicken are suspected to contain cadmiuni^ which comes from the poultry feed. The aim of this study was to know the effect of cadmium on the productivity and its accumulation in the eggs of layer chicken. Each group consisted of 20 chicken and were given poultry feed plus Cd 10 and 20 mg per kg of poultry feed respectively for 2 months. As the control group was the chicken fed without Cd addition. The egg production was observed everyday. Samples were taken everyweek, oxidized with an acid mixture, and analyzed using atomic absorption spectrophotometer, the principle of which was to measure the radiation absorption by the atom being determined. This method was chosen because of its simplicity, rapidity, sensitivity, accuration, and selectivity. The results indicated that cadmium toxicity decreased the egg production of the groups fed with Cd 10 and 20 mg per kg of poultry feed respectively, which started from the 7th week of the treatment. Probably, this was caused by Cd, which inhibited calcium absorption used for egg-shell formation. In general, the concentration of Cd in egg whites and yolks of the groups treated with Cd 10 and 20 mg per kg of poultry feed respectively, were higher than that of the control group. However most of the"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ike Deswita
"Salinomisin dan monensin merupakan antibiotik polieter golongan ionofor yang banyak dipergunakan sebagai imbuhan pakan untuk pencegahan koksidiosis pada ayam. Pemberian monensin dan salinomisin yang melebihi dosis yang direkomendasikan akan menimbulkan toksisitas pada ayam dan pada akhirnya akan menimbulkan residu yang dapat membahayakan manusia yang mengkonsumsinya. Untuk menganalisis kadar kedua antibiotik ini dalam pakan diperlukan metode yang pengerjaannya mudah, cepat, peka dan sederhana peralatannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan metode analisis salinomisin dan monensin pada pakan ayam dengan menggunakan kromatografi lapisan tipis serta menentukan kandungan kedua jenis imbuhan pakan tersebut pada pakan ayam pedaging yang dikumpulkan dari peternak di daerah Bogor, Sukabumi, Serang apakah kandungannya sesuai atau melebihi dosis yang dianjurkan.
Metode terbaik untuk analisis salinomisin dan monensin dalam pakan pada penelitian ini adalah dengan cara mengekstrak sampel dengan larutan etilasetat-etanol (97:3) yang dilanjutkan dengan melarutkan dalam metanol 80% setelah melalui tahap pengeringan. Selanjutnya lemak dan pengotor dihilangkan dengan petroleum benzin dan senyawa tersebut ditarik dengan karbon tetraklorida. Tahapan berikutnya adalah pemurnian melalui kolom silika gel yang akhirnya dielusi dengan kloroform-metanol dan dikeringkan sebelum dideteksi dengan KLT menggunakan fase gerak etilasetat- toluen (3:1), dan diidentifikasi dengan larutan penampak noda vanilin-asam sulfat dalam metanol. Uji perolehan kembali untuk metode ini adalah 54,8% ± 1,2% untuk salinomisin dan 61,1% ± 1,8 %untuk monensin.
Sedangkan hasil analisis terhadap 19 sampel pakan ayam menunjukkan bahwa tidak satupun dari sampel-sampel tersebut yang mengandung baik monensin maupun salinomisin yang melebihi dosis yang direkomendasikan, sedangkan 47,4% diantaranya negatif terhadap monensin maupun salinomisin99

Salinomycin and monensin are polyether ionophor antibiotics that are widely used as feed additives for prevention of chicken coccidiosis. The addition of that exceeding recommended dosage can cause toxicity to chickens and finally it will produce residuesto to the man who consumed it that cause toxict effect. To analysis consentration of these compounds in poultry feed needs the effective method which are easy, fast, sensitive and simply in the equipment. The objective of this research is to develop an analytical method for salinomycin and monensin in poultry feed by using TLC and to determine both of these compounds' levels in poultry feed collected from broiler breeders in Bogor, Sukabumi and Serang whether the concentration is adequate or higher than the recommended dosage.
The best extraction method for analysis of salinomycin and monensin in poultry feed is by extracting the sample with ethylacetate-ethanol (97:3). After evaporation to dryness, the residue was dissolved in methanol 80%.Then the fat and contaminants were removed with petroleum benzine and these compounds partitioned in to carbon tetrachloride. The next step was purifying on silica gel column by eluating with chloroform-methanol (95:5) before detecting by TLC with a mobile phase ethylacetate-toluene (3:1) and Identification by spraying with vanillin-sulfuric acid in methanol. The recovery results for these method were 54,8% ± 1,2% for salinomycin and 61,1% ± 1,8% for monensin.
The analysis results of 19 poultry feed samples indicated that none of these samples consisted either salinomycin or monensin exceeding the recommended dosage, whereas 47,4% of them are negative from salinomycin or monensin.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S32091
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurota Aini
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1996
S32027
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nita Indah Fitriani
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
S31325
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Arifianti
"ABSTRAK
Nitrogen merupakan salah satu unsur dalam manur ayam atau kotoran ayam yang dapat mencemari lingkungan. Nitrogen dalam bentuk gas amonia, nitrat dan nitrit dapat mencemari udara dan air. Tetapi nitrogen sendiri merupakan salah satu unsur hara yang penting bagi tumbuhan, sehingga pada pengolahan manur sebagai pupuk, kandungan nitrogen pada manur perlu diperhatikan.
Sebagian besar hilangnya nitrogen pada manur ayam karena terbentuknya gas amoma. Temperatur ruangan merupakan salah satu faktor yang dapat mempercepat penguapan gas amonia. Apabila pada tempat penyimpanan manur terlewati aliran air, maka nitrogen dalam manur akan semakin berkurang karena garam-garam nitrat dan nitrit yang ada akan terbawa oleh aliran air.
Berbagai cara dilakukan untuk mengurangi kehilangan nitrogen pada manur ayam akibat terbentuknya gas amonia. Di negara-negara maju digunakan zeolit, jerami dan garam-garam kalsium untuk mengurangi terbentuknya gas amoma. Pada penelitian ini digunakan kapur untuk mengurangi kehilangan nitrogen.
Penentuan kadar nitrogen dalam manur ayam dilakukan dengan metode Kjedahl dan dianalisis dengan spektrofotometer. Parameter lain yang diukur pada penelitian ini berupa kadar air, pH, kadar fosfor clan kalium pada manur ayam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kadar nitrogen pada manur yang menggunakan kapur dan manur kontrol, dimana kadar nitrogen dengan menggunakan kapur sedikit lebih tinggi dari manur kontrol. Sedangkan kadar air pada manur yang ditambah kapur, lebih rendah dari kadar air manur kontrol. Penambahan kapur memberikan peningkatan pH sedikit lebih tinggi selama beberapa hari pengamatan dibandingkan dengan manur kontrol. Kadar kalium dan fosfor dalam manur tidak memperlihatkan penurunan yang berarti, karena kalium dan fosfor tidak terdekomposisi selama manur mengalami dekomposisi."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Asri Erowati A.S.
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Virginiamisin merupakan antibiotik golongan peptidolactone. Dihasilkan oleh mutan Streptomyces virginiae. Digunakan dalam ransum ternak untuk pemacu pertumbuhan dengan dosis sangat kecil dalam satuan ppm dengan dosis yang masih beragam dari 1 - 2 ppm, 5 - 20 ppm bahkan 100 ppm, sehingga perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian virginiamisin terhadap absorpsi asam amino dalam saluran cerna dan untuk mengetahui dengan pasti dosis efektif yang dapat meningkatkan berat badan dan efisiensi makanan. Penelitian ini dilakukan terhadap 200 ekor ayam pedaging, menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial 5 x 3 dibagi dalam 5 kelompok yaitu: P1 (kelompok kontrol yang tidak mendapat virginiamisin) lalu P2, P3, P4 dan P5 masing-masing merupakan kelompok perlakuan yang mendapatkan virginiamisin beberapa taraf dosis dari dosis 5, 10, 15 dan 20 ppm. Retensi dan absorpsi asam amino dihitung dengan menggunakan metode yang dipakai oleh Hurwitz dkk. yaitu metode pengukuran absorpsi asam amino dengan mengukur kandungan nitrogen dalam faeces dibantu dengan indikator Cr203. Analisis statistik menggunakan analisis varian dua faktor, sedang untuk kontras antar perlakuan dilakukan uji perbandingan berganda cara Scheffe(p < 1%).
Hasil dan Kesimpulan: Antara minggu perlakuan dengan dosis pemberian virginiamisin ada interaksi yang nyata secara statistik. Hasil penelitian menyatakan bahwa pemberian virginiamisin dapat memperbaiki performans ayam terutama pada satu minggu pertama penelitian yaitu saat ayam berumur 3 - 4 minggu. Dua minggu sebelum berakhirnya masa penelitian, yaitu pada akhir minggu II dan III mesa penelitian, ada perbedaan respon terutama respon performans dan respon absorpsi asam amino antara P1 dan P3, tetapi perbedaan tersebut secara statistik tidak berbeda bermakna pada p < 1%. Dari segi ekonomis kelompok P3 memberikan keuntungan yang lebih besar dari P1 karena bobot hidup akhir P3 lebih besar dari P1 sehingga harga jual P3 lebih tinggi. Dengan melihat hasil yang paling konsisten responnya pada semua parameter, maka disimpulkan bahwa dosis yang paling optimal dalam meningkatkan absorpsi asam amino adalah dosis 10 ppm terutama pada pemberian satu minggu I penelitian yaitu pada scat ayam berumur 3 - 4 minggu."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1992
T1624
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melati Ramadhana
"Ruminants are herbivorous mammals that have special digestive tract, rumen, where digestion of cellulose and polysaccharides can be carried out by rumen microorganisms. Methanogenic bacteria in the rumen using H2 compounds results from anaerobic fermentation of carbohydrates to form methane. Methane production in the rumen is an energetically wasteful process, since the feed intake will be converted to methane and eructated as gas (Bunthoen, 2007). Rumen protozoa have a potential role in the process of digestion and breakdown of organic material. Hydrogen (H2) as one of the protozoa fermentation products are used by methanogenic bacteria to form methane. This causing methanogenic bacteria often found living attached to the surface of protozoa to keep a constant supply of hydrogen. The purpose of this study is to enumerate the number of methanogenic bacteria and protozoa with different diet and after the addition of probiotic Lactobacillus plantarum TSD-10 in vitro.
This report consist of two parts, which are (1) Effect of Feeding Composition on Total Methanogenic Bacteria and Protozoa Rumen, and (2) Influence of Probiotic Lactobacillus plantarum TSD-10 on Total Methanogenic Bacteria and Protozoa In Vitro. The research was conducted at the Laboratory of Industrial Microbiology, Research Centre of Biotechnology? Indonesian Institute of Sciences (LIPI), Cibinong Bogor, from September 2008 ? May 2009. The treatment are diet A with ratio of grass : concentrate (30 : 70) and diet B with ratio of grass : concentrate (70 : 30). The probiotic L. plantarum TSD-10 dose are 0%, 5%, 10% and 15% v/v. The number of methanogenic bacteria obtained from diet A ranges between (0,74 ? 0,89) x 107 cfu/ml, whereas in diet B ranged from (1,71 ? 2,58) x 107 cfu/ml. Methanogenic bacteria average on feed B ((2,19 ± 0,44) x 107 cfu/ml) higher than the feed A ((0,82 ± 0,07) x 107 cfu/ml).
Based on the Analysis of Variance (ANOVA), different composition of diet A and B, significantly affect the number of methanogenic bacteria ( 5%), with the best diet composition in suppressing the growth of methanogenic bacteria is diet A. The number of methanogenic bacteria in diet B are higher since the value of a more alkaline pH (8). According to Mirzaei-Aghsaghali et al. (2008), methanogenic bacteria are sensitive to changes in pH. Decrease in pH value will decrease the number of methanogenic bacteria and cause less methane gas produced. The low number of methanogenic bacteria on diet A, can also be caused by the ratio of acetate : propionate obtained lower than in diet B, and it also causes a lower pH of the diet A (Lana et al., 1998).
The ANOVA showed the methanogenic bacteria average between diet A and B in the morning and afternoon sampling significantly different between treatments ( 5%), with the best treatment in suppressing methanogenic bacteria from each sampling were diet A. Increased methanogenic bacteria after feeding may be associated with the presence of protozoa in the rumen cilliata that serves as a producer of hydrogen and bacterial attachment to methanogen. Composition diet B low in fiber and high in starch are preferred by the protozoan (Leedle and Greening, 1988). The number of protozoa obtained from the diet A ranges between (1,93 ? 3,95) x 105 cells/ml, whereas the diet B ranged from (2,81 ? 4,35) x 105 cells/ ml. Protozoa average on diet B ((3,76 ± 0,83) x 105 cells/ml) higher than the diet A ((3,08 ± 1,04) x 105 cells/ml).
Based on the ANOVA, differences composition diet A and B, not significantly different between treatments (5%). Diet B with a higher pH value causes no influential ration of protozoa, which does not cause a decrease in the number of protozoa. The ANOVA indicate that the average range of protozoa between diet A and B are significantly different (5%) in the morning sampling, with the best treatment in suppressing the number of protozoa are diet A. The afternoon sampling, ANOVA showed that the treatment was not significantly different (5%). Protozoa observed in treatment diet A and B are families of, Ophryoscolecidae, Isotrichidae and Blepharocorythidae. Most number obtained from each diet is Ophryoscolecidae, while the less is Blepharocorythidae. This is due to Ophryoscolecidae a part of the Order Entodiniomorphida who compiled most of rumen cilliata. In the contrary, Family Isotrichidae and Blepharocorythidae are part of the order Trichostomatida which is rarely found in rumen (Ogimoto and Imai, 1981). Decreasing in the number of methanogenic bacteria in the diet B (56,8%) higher than diet A (29,8%), while the decrease in the number of protozoa in the diet B (64,9%) higher than diet A (62,7% ). Diet B with a higher concentrate composition can provide a change in the pattern of rumen fermentation. These changes make the environment less suitable for methanogenic bacterial growth. One of the unfavorable change is a reduction of rumen pH values (Moss et al., 2000).
On the addition of probiotics in vitro, the ANOVA showed the range of the number of methanogenic bacteria was not significantly different ( 5%) on the variations of diet A and B but significantly different (5%) on the number of protozoa, with the best in suppressing the growth of protozoa are diet A. Variations doses of probiotic significantly different (5%) on the number of methanogenic bacteria and protozoa, with the best dose 5% v/v to suppress methanogenic bacteria and 15% v/v to suppress protozoa in vitro. Feed Digestibility Coefficient (FDC) shows the FDC from 27,99 ? 31,95%, while the diet B ranged from 25,85 to 31,3%. In diet A, the value FDC obtained tended to increase (8,5%) along with increasing concentration of probiotic L. plantarum TSD-10. Increasing FDC value expected to suppress the growth of methanogenic bacteria by altering the rumen fermentation pattern which results in volatile fatty acids produced. Diet A shows the value of higher acetate than propionate, because diet A high on fiber that will support the growth of the acetate-producing bacteria species, diet B rich in starch that supports the growth of propionic-producing bacteria species, and marked by increasing propionate than acetate (France and Dijkstra, 2005)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
T28842
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Eva Fairus
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian waktu henti (withdrawal time) trimetoprim dalam ayam pedaging . Pengujian menggunakan sampel 60 ekor ayam pedaging dengan berat badan 1 - 1,2 kg. Ayam mendapat pengobatan secara peroral dengan doeje trimetoprim 20 mg/kg BB dan eulfadiazin 100 mg./kg BB per hari selama lima hari berturut-turut. Analisie dilakukan dengan cara eketrakei menggunakan metanol dan dimurnikan pada kolom alumina. Selanjutnya tnimetoprim ditentukan dengan metoda kromatografi cain kinerja tinggi dengan kolom faea terbalik C18 , pada panjang gelombang 240 run, fasa gerak metanol-larutan dapar fosfat pH 4 (25 : 75). Batas detekel alat 0,05 ug/g. Hasil analisis menunjukkan waktu henti tnimetoprim dalam ayam pedaging adalah pada hari kelima setelah pengobatan. Konsentrasi trimetopnim pada hari kelirna 0,0181 ug/g dalam daging dan 0,0705 ug/g dalam hati, ini berada di bawah batas toleransi residu yang diperbolehkan oleh FDA, yaltu 0,1 ug/g."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1993
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>