Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 126467 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tiurma Rondang Sari
"ABSTRAK
Kombinasi progestagen-androgen telah diketahui dapat menghambat spermatogenesis tanpa mempengaruhi libido. Dalam penelitian ini kombinasi progestagen-androgen, yaitu northisteron enanthat (NE)-testosteron enanthat (TE) diberikan pada mencit (Mus musculus L.) strain AJ dan diteliti pengaruhnya terhadap jumlah spermatogonia A dan spermatosit pakhiten.
Mencit dibagi 3 kelompok, yaitu kelompok eksperimen yang disuntik dengan NE (0,1 mg) dan TE (0,125 mg), kelompok kelola I yang disuntik dengan pelarut NE dan pelarut TE, dan kelompok kelola II yang tidak diberi perlakuan apapun. Sebelum diberi perlakuan mencit ditimbang. Pada hari ke-45 setelah penyuntikan, mencit ditimbang kembali lalu testisnya diambil. Berat testis ditimbang, kemudian testis dibuat preparat histologi. Dumlah spermatogonia A dan spermatosit pakhiten dihitung dan diameter tubulus seminiferous diukur.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh kombinasi NE (0,1 mg) dan TE(0,125 mg) terhadap berat badan, berat testis, jumlah spermatogonia A dan spermatosit pakhiten serta diameter tubulus seminiferous Mus musculus L. strain AJ."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Labiqa Hilda Ismara
"Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian infusa daun kluwih (Artocarpus camansi Blanco) terhadap penurunan kuantitas dan kualitas spermatozoa mencit (Mus musculus) jantan galur DDY. Sebanyak 24 ekor mencit dibagi kedalam 4 kelompok, yaitu: kelompok kontrol (KK), kelompok perlakuan yang diberikan infusa daun kluwih dengan dosis berturut-turut, yaitu 2,5; 5; dan 10 g/kg BB (KP1, KP2, dan KP3). Infusa daun kluwih diberikan selama 36 hari. Kemudian dilakukan analisis kuantitas dan kualitas spermatozoa. Data rerata jumlah spermatozoa per militer (x106) pada KK, KP1, KP2, dan KP3 berturutturut ialah (42,92± 3,28), (39,57± 2,08), (36,49± 2,73), dan (33,37± 1,26) spermatozoa per mililiter. Data rerata persentase motilitas spermatozoa pada KK, KP1, KP2, dan KP3 berturut-turut ialah (82,92 % ± 1,74) , (68,54 % ± 6,32), (61,23 % ± 7,13), dan (46,12 % ± 3,90). Data rerata persentase abnormalitas spermatozoa pada KK, KP1, KP2, dan KP3 berturut-turut ialah (37,63% ± 1,32), (52,24 % ± 0,95), (61,93 % ± 1,26), dan (68,83% ± 0,66). Hasil uji LSD (P < 0,05) menunjukkan terdapat perbedaan nyata antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol KK. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian infusa daun kluwih (Artocarpus camansi Blanco) berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas spermatozoa mencit jantan pada dosis 2,5; 5; dan 10 g/kg BB.

The present study was done to determine the effect of Kluwih's leaf's infusion on the quantity and quality of spermatozoa of male mice DDY strain. 24 male mice have divided into 4 experimental group; control group and treament group which were given infusion with doses 2,5;5;10 g/kg bw. Test material administated for 36 consecutive days. Mean of sperm total per militer: KK (42,92± 3,28), KP1 (39,57± 2,08), KP2 (36,49± 2,73), and KP3 (33,37± 1,26) sperm/ml. Mean of percentage of sperm motility: KK (82,92 % ± 1,74) , KP1(68,54 % ± 6,32), KP2(61,23 % ± 7,13), and KP3(46,12 % ± 3,90). Mean of percentage of sperm abnormality: KK (37,63% ± 1,32), KP1(52,24 % ± 0,95), KP2(61,93 % ± 1,26), and KP3 (68,83% ± 0,66).Based on LSD test (P<0.05) the result showed that the data has differences between treatment and control group. The result indicated that the treatment group have impact on quantity and quality of spermatozoa of male mice with doses 2,5;5;10 g/kg bw."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S59193
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yurnadi
"ABSTRAK
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ke-empat di dunia setelah RRC, India dan Amerika Serikat : yaitu sekitar 200 juta jiwa di tahun 2000 dengan laju pertambahan penduduk sekitar 1,98 %. Untuk mencapai sasaran serta kebijaksanaan pada Pelita Ke-enam dalam sektor kependudukan dirumuskan berbagai kebijaksanaan, antara lain meliputi peningkatan kualitas penduduk, pengendalian pertumbuhan, dan kuantitas penduduk dalam rangka menekan dan mengendalikan pertambahan jumlah penduduk.
Untuk menekan dan mengendalikan jumlah penduduk, maka pemerintah telah menggalakkan program keluarga berencana (KB) bagi pasangan suami istri (pasutri) usia subur. Selanjutnya untuk mensukseskan program tersebut diperlukan peran serta aktif dari pasutri tersebut. Pada saat ini, individu yang ikut serta dalam melaksanakan (akseptor) program KB mayoritas adalah para istri. Keikutsertaan para suami dalam melaksanakan KB masih sangat rendah yaitu sekitar 6 % dari seluruh akseptor KB. Rendahnya keikutsertaan suami (pria) dalam program KB mungkin disebabkan masih terbatasnya pilihan kontrasepsi untuk pria atau kontrasepsi pria yang ada masih belum memberikan hasil yang memuaskan.
Pria merupakan fokus baru untuk program KB yang selama ini belum banyak diperhatikan. Sampai sekarang kontrasepsi untuk pria yang dianggap sudah mantap adalah kondom dan vasektomi. Namun penggunaan kondom sebagai alat kontrasepsi menimbulkan keluhan psikologik, sedangkan vasektomi walaupun merupakan kontrasepsi yang dapat diandalkan, seringkali menimbulkan efek samping yang permanen (irreversible) berupa kegagalan rekanalisasi. Apabila faktor akseptor yang menggunakan kontrasepsi tersebut ingin punya anak kembali, maka seringkali sulit dapat dilakukan rekanalisasi kembali. Alternatif lain dalam metode kontrasepsi untuk pria yaitu penggunaan hormon seperti dilakukan pada wanita, tetapi cara ini pada pria dianggap belum memuaskan dan masih terus dilakukan penelitian.
Badan kesehatan dunia (WHO) telah membentuk suatu kelompok kerja (pokja) untuk mencari dan mengembangkan metode pengaturan kesuburan pria. Mandat yang diberikan kepada pokja tersebut adalah mengembangkan metode pengaturan kesuburan pria yang aman, efektif dan dapat diterima, serta memonitor keamanan dan keefektivitasannya. Salah satu strategi penelitian yang dilakukan oleh pokja WHO adalah mengembangkan kontrasepsi pria melalui bahan atau zat dari tumbuh-tumbuhan yang diduga mempunyai bahan aktif yang bersifat antifertilitas.
Dalam mencari obat altematif untuk kontrasepsi pria, sebaiknya tidak hanya terbatas pada kontrasepsi hormonal, tetapi juga pada tanaman yang diperkirakan mengandung zat antifertilitas. Berdasarkan analisis yang pernah dilakukan pada sejumlah besar tanaman diketahui bahwa 25 % diantaranya mengandung satu atau lebih zat aktif.
Dan beberapa penelitian yang menggunakan ekstrak biji pepaya telah dilakukan oleh Das, Fransworth, Chinoy dan Rangga, dan Chinoy dkk pada varietas honey dew yang terdapat di India, dan Amir pada pepaya gandul melaporkan bahwa ekstrak biji pepaya tersebut ternyata mempunyai khasiat sebagai antifertilitas pada hewan, namun dosis dari biji pepaya yang dapat menyebabkan infertilitas tersebut masih belum dapat diketahui secara tepat. "
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Agretha Imelda Royani
"Telah dilakukan studi pendahuluan efek filtrat tanaman seledri
{A. graveolens L.) terhadap jumlah total, persentase motilitas, viabiiitas, dan abnormalitas spermatozoa mencit (M. musculus L.) gaiur Swiss. Tujuan penelitian
untuk mengetahui pengaruh pencekokan filtrat tanaman seledri tertiadap kualitas spermatozoa dengan hipotesis penelitian pencekokan filtrat tanaman seledri akan meningkatkan kualitas spermatozoa mencit. Pencekokan dilakukan selama 36 hari, terhadap mencit yang diberi perlakuan dengan filtrat seledri tanpa pengenceran (mumi) 1:0 (10 ml/Kg BB/hari); pengenceran 1:1 (5 ml/Kg BB/hari);
1:2 (3,33 ml/Kg BB/hari); dan 1:3 (2,5 ml/Kg BB/hari). Kelompok kontrol terdiri atas kelompok mencit yang diberi perlakuan dengan akuabides (10 ml/Kg BB/hari) dan kelompok tanpa perlakuan. Uji nonparametrik Kruskal Wallis menunjukkan bahwa filtrat tanaman A. graveolens L. pada pengenceran 1:1 (6,17 + 3,53 juta/ml)
dan 1:2 (7,97 ±4,17 juta/ml); meningkatkan jumlah total spermatozoa secara sangat nyata (a = 0,01); dan pada pengenceran 1:1 (11,5 + 2,09 %);
1:2 (28,25 + 6,63 %); dan 1:3 (26,42 + 2,48 %) meningkatkan persentase viabiiitas spermatozoa secara sangat nyata (a = 0,01). Tetapi, pada pengenceran'1:0, 1:1,
1:2, dan 1:3 tidak memberikan pengaruh yang sangat nyata (a = 0,01)'terhadap persentase motilitas dan abnormalitas spermatozoa."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1998
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evelyn Loanda
"ABSTRAK
Latar Belakang : Proses pematangan spermatzoa di epididimis terjadi melalui interaksi antara spermatozoa dengan berbagai protein yang disekresikan oleh epitel epididimis. Gen penyandi protein yang terlibat dalam proses maturasi ini masih banyak yang belum diketahui. Data penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa gen-gen yang berperan dalam proses maturasi sperma ekspresinya dipengaruhi oleh androgen. Sperm associated antigen11a (Spag11a) merupakan salah satu gen yang ekspresinya dipengaruhi oleh androgen (Sipila et al, 2006), namun masih belum diketahui apakah Spag11a berperan pada proses maturasi sperma di epididimis.
Tujuan : Mengkarakterisasi gen Spag11a pada epididimis mencit jantan strain DDY
Desain : Penelitian ini menggunakan analisis bioinformatik dan eksperimental
Metode : Struktur gen Spag11a dan deteksi signal peptide dianalisis secara in silico. Quantitative Real time RT-PCR digunakan untuk mengukur ekspresi relatif Spag11a pada analisis spesifisitas jaringan, ketergantungan terhadap faktor endokrin dan faktor testikular. Untuk menganalisis ekspresi gen Spag11a pada tingkat protein dilakukan Western Blot, sedangkan untuk mengetahui lokasi protein SPAG11A pada sel epididimis dilakukan imunohistokimia.
Hasil : SPAG11A termasuk dalam famili protein defensin beta dan analisis signal peptide menunjukan bahwa SPAG11A merupakan protein sekretori. Spag11a dieskpresikan secara spesifik pada organ epididimis, ekspresi di organ lain sangat rendah. Satu hal yang menarik yakni selain menunjukkan spesifisitas organ, Spag11a juga menunjukan spesifisitas regional pada caput epididimis. Ekspresi Spag11a dipengaruhi oleh androgen, penurunan ekspresi Spag11a sangat bermakna (p<0,001) pada hari ke 3 setelah gonadektomi dan mencapai ekspresi paling rendah pada hari ke 5. Ekspresi Spag11a meningkat kembali setelah penambahan testosteron eksogen. Ekspresi Spag11a juga dipengaruhi oleh faktor testikular, dimana pada perlakuan parsial gonadektomi (gonadektomi testis kanan saja) terjadi penurunan ekspresi relatif Spag11a yang lebih cepat dan lebih signifikan pada epididimis kanan dibandingkan dengan epididimis kiri. Pada tingkat protein SPAG11A juga terekspresi secara spesifik pada caput, dan analisis immunohistokimia menunjukan SPAG11A diekspresikan oleh sel prinsipal.
Kesimpulan : Berdasarkan karakter Spag11a yang merupakan gen penyandi protein sekretori, terekspresi secara spesifik pada caput epididimis dan diregulasi oleh androgen maka dapat disimpulkan Spag11a terlibat dalam proses maturasi sperma. Penelitian lebih lanjut dalam tingkat uji fungsi perlu dilakukan.

ABSTRACT
Background: Epididymal sperm maturation occurs through interactions between sperm and proteins sereted by epididymal epithelium. Genes encode for proteins involved in the sperm maturation process are still largely unknown. Previous studies showed that genes involved in sperm maturation are regulated by androgen. Sperm associated antigen 11a (Spag11a) is one of the epididymal genes influenced by androgen based on a global DNA microarray analysis (Sipila et al, 2006). However, little is known about the putative role of this gene in the sperm maturation process.
Objective : To characterize expression and regulation of Spag11a genes in the mouse epididymis.
Design : In silico analyses combined with experimental study
Methods : In silico analyses were used to predict Spag11a gene structure and signal peptide. Semi quantitative RT-PCR was used to measure the level of Spag11a expression in the tissue distribution, androgen dependency and testicular factors analyses. Western blot was performed to analyze gene expression at the protein level whereas immunocytochemstry was performed to localize SPAG11A in the epididymal cell.
Results : SPAG11A is member of the defensin beta protein family and constitutes a secretory protein. Spag11a is expressed exclusively in the epididymis and not in other tissues. Moreover, Spag11a shows a region specific expression in the caput, typical for genes that is involved in creating a microenvironment suitable for sperm maturation. Spag11a expression is regulated by androgen. Significant decrease of Spag11a expression was observed after third day of gonadectomy (p<0.001). Interestingly, testosterone replacement therapy was able to bring the expression back to the normal level, indicating a high dependency on androgen. Besides androgen, testicular factor also slightly influence Spag11a expression. This was shown by partial gonadectomy experiment in which only the right testis was removed. Spag11a was down-regulated faster on the right epididymal caput compared to the left caput. Spag11a regional expression was also observed at protein level detected by Western immunoblot analyses showing a clear band in caput, not in other regions. Finally, the prediction that SPAG11A is a secretory protein was confirmed by immunocytochemical analyses showing a cell-specific expression in the principal cell. This cell type is known as the main secretor in the epididymal lumen.
Conclusion : Based on the characters of Spag11a, it is most likely that this gene has a specific role in the epididymal sperm maturation. Further investigations using functional assays are needed to confirm the putative role."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mardiana Sjamsuddin
"ABSTRAK
Ruang Iingkup dan cara penelitian : Kemampuan spermatozoa untuk mengadakan fertilisasi harus didukung oleh motilitas spermatozoa. Salah satu penyebab infertilitas adalah gangguan motilitas pada spermatozoa. Pada astenozoospermia motilitas spermatozoa menurun. Seng termasuk elemen renik (trace element). Seng sitrat dapat meningkatkan motilitas spermatozoa manusia di dalam semen in vitro. Larutan Tyrode sebagai pengencer dan serum anak sapi (calf) dapat mempertahankan motilitas dan daya hidup spermatozoa. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kombinasi larutan Tyrode, serum dan seng sitrat terhadap kualitas spermatozoa semen astenozoospermia manusia in vitro. Kualitas spermatozoa meliputi persentase spermatozoa motil dengan gerak maju dari penetrasi spermatozoa yang menembus (in vitro) getah serviks sapi masa estrus. Terlebih dahulu ditentukan waktu inkubasi yang optimum untuk meningkatkan persentase spermatozoa motil dengan gerak maju dari 5 sampel semen. Dengan waktu inkubasi optimum yang diperoleh penelitian dilanjutkan terhadap 30 sampel semen astenozoospermia pasangan ingin anak (PIA) dengan kriteria : volume > 2.5 mL; jumlah spermatozoa di dalam semen > 10 juta per mL; persentase spermatozoa motil < 50%. Masing-masing sampel semen dibagi 4, untuk kontrol (K), kontrol dengan perlakuan (Kdp), perlakuan (PI dan P2).
Hasil dan Kesimpulan : Penelitian pendahuluan menunjukkan waktu inkubasi 0,5 jam berpengaruh paling baik terhadap persentase spermatozoa motil dengan gerak maju di dalam semen. Hasil penelitian lanjutan, dengan analisis varian 2 arch, menunjukkan perbedaan bermakna (P < 0,01) antara persentase spermatozoa motil dengan gerak maju pada kelompok 0 dan 0,5 jam, juga antara kelompok K, Kdp, P1 dan P2. Uji BNT menunjukkan bahwa kelompok P2 setelah inkubasi 0,5 jam 37°C mempunyai persentase spermatozoa motil dengan gerak maju tertinggi. Kelompok P2 juga memperlihatkan penetrasi spermatozoa ke dalam getah serviks bertambah secara bermakna (P < 0,01)
Kesimpulan : Pengaruh pemberian kombinasi larutan Tyrode, serum dan seng sitrat masing-masing larutan Tyrode sebanyak 50%, serum sebanyak 5% dan seng sitrat dosis 183 mikrogram/mL pada semen astenozoospermia in vitro dapat meningkatkan persentase spermatozoa motil dan penetrasi spermatozoa ke dalam getah serviks bertambah.

ABSTRACT
Scope and Methods of study : The motility of spermatozoa is very important for fertilization. The disturbance of the sperm motile is one of the caused of male infertility. In the asthenozoospermia the motility of spermatozoa is descending. Zinc belong to trace element. Zinc citrate can increase motile spermatozoa in human semen in vitro. Solution of Tyrode as dilute and calf serum can stand in life and motile sperm. This study is intended to investigate the effects of combination of solution of Tyrode, serum and zinc citrate on the quality of human spermatozoa in vitro. The quality of spermatozoa consist the percentage of progressive motility and spermatozoa penetrating cervical mucus. The bovine cervical mucus in the estrous period was used instead of midcycle human cervical mucus. The optimal incubation period that can increase the percentage of progressive motility of spermatozoa was first determined on 5 semen samples. This incubation period was then used in further investigation on 30 sperm samples of asthenozoospermia from infertile men, which fulfill the criteria : volume of semen > 2,5 mL; percentage of progressive motility of spermatozoa < 50%; sperm count > 10 million per mL semen. Each semen samples was divided into 4 groups ; untreated control, treated control, treatment I and treatment 2.
Finding and conclusions : The preliminary study showed that incubation period of 0,5 hour was optimal to increase the percentage of progressive motility of spermatozoa. The follow up investigation by two way nova, showed a significant difference in the percentage of progressive motility of spermatozoa between the 0,5 hour and 0 hour incubation, and also between the four groups. BNT test showed the treatment 2 group after 0,5 hour incubation at 370C the percentage of progressive motility of spermatozoa was increased significantly (P < 0,01). Friedman's test on penetrating of spermatozoa cervical mucus showed that the treatment 2 group was increased 4 cm significantly (P<0,01).
Conclusions : The effects of combination of solution of Tyrode, serum and zinc citrate instead of solution of Tyrode 50%, serum 5% and zinc citrate 183 ug/mL on human asthenozoospermia semen in vitro, the percentage of progressive motility of spermatozoa was increased and spermatozoa penetrating cervical mucus was increased.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinari Kirana Satyani
"ABSTRAK
Motilitas spermatozoa dipengaruhi oleh beberapa faktor,
di antaranya keadaan lingkungan tempat hidupnya. Bakteri
adalah salah satu jenis mikroorganisme pencemar lingkungan
hidup spermatozoa, sehingga menurunkan motilitas spermatozoa.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
dua jenis bakteri terhadap motilitas spermatozoa, yaitu
Eschericbia coli dan Proteus mirabilis. Terdapat tiga
perlakuan, yaitu: semen diinokulasi dengan nutrien broth
sebagai kontrol; semen diinokulasi dengan E. coli, dan
semen diinokulasi dengaa P. mirabilis kemudian masing-masing
diinkubasi selajna 30 menit pada suhu kamar.
Uji statistik menunjukkan adanya pengaruh bakteri yang
diberikan terhadap motilitas spermatozoa setelah diinkubasi
selama 30 menit. Terdapat perbedaan rata-rata motilitas
spermatozoa: antara kontrol dengan yang diinokulasi E. coli',
antara kontrol dengan yang diinokulasi P. mirabilis', dan
antara yang diinokulasi E. coli dengan yang diinokulasi
P. mirabilis. Inokulasi E. coli pada semen mengakibatkan
penurunan motilitas serta timbulnya aglutinasi spermatozoa,
sedangkan inokulasi P. mirabilis hanya mengakibatkan
penurunan motilitas spermatozoa.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1992
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Bowo Hasmoro
"ABSTRAK
Ruang lingkup dan carapenelitian: Sebagai dasar pengembangan kontrasepsi pria metode hormon, pengetahuan bahwa spermatogenesis sangat tergantung pada sekresi hormon gonadotropin oleh kelenjar hipofisis. Terhambatnya sekresi hormon gonadotropin akan terjadi penekanan spermatogenesis. Pada penelitian ini metode hormonal yang digunakan adalah penyuntikan kombinasi dosis rendah 100 mg TE + 100 mg DMPA dan dosis tinggi 250 mg TE + 200 mg DMPA, setiap bulan dalam jangka waktu 12 bulan. Penelitian ini dibagi dalam tiga fase, yaitu fase kontrol (1 bulan), fase penekanan (6 bulan) dan fase pemeliharaan (6 bulan). Pada fase kontrol, dipilih 20 pria sehat yang memenuhi persyaratan analisis semen dan laboratorium darah 2 kali normal, dibagi secara acak kedalam dua kelompok yang masing-masing terdiri 10 orang. Pada fase perlakuan kelompok pertama mendapat penyuntikan dosis rendah 100 mg TE + 100 mg DMPA dan kelompok kedua mendapat penyuntikan dosis tinggi 250 mg TE + 200 mg DMPA. Parameter yang diteliti adalah: (a) pemeriksaan semen rutin yang meliputi konsentrasi spermatozoa, morfologi spermatozoa dan motilitas spermatozoa; (b) uji fungsi spermatozoa yang meliputi uji HOS, uji reaksi akrosom dan uji tabung kapiler.
Hasil penelitian: Pemberian dosis rendah 100 mg TE + 100 mg DMPA dibandingkan pemberian dosis tinggi 250 mg TE + 200 mg DMPA menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna untuk terjadinya: oligozoospermia berat mencapai < 5 juta/mL (p > 0,05); morfologi normal mencapai < 30 % (p > 0,05); motilitas spermatozoa mencapai < 50 % (p > 0,05); uji HOS mencapai < 50 % (p > 0,05); uji reaksi akrosom mencapai < 9 % (p > 0,05) dan uji tabung kapiler mencapai skor buruk ( p > 0, 05). Sedangkan terjadinya azoospermia antara kedua dosis menunjukkan perbedaan bermakna (p < 0.05).
Kesimpulan: Secara keseluruhan baik pada dosis rendah 100 mg TE + 100 mg DMPA maupun pads dosis tinggi 250 mg TE + 200 mg DMPA semua relawan dapat mencapai keadaan oligozoospermia berat dengan fungsi spermatozoa yang buruk, tetapi pada dosis tinggi 250 mg TE + 200 mg DMPA semua relawan dapat mencapai azoospermia.

ABSTRACT
The decrease of sperm function on the monthly injection of Testosterone Enanthate (TE) + Depo Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) for Indonesian male contraception modelScope and Methods of study: The principle development of hormonal contraception method is the studies that spermatogenesis is very dependent on gonadotropin secretion by the pituitary gland. The inhibition of the gonadotropin hormon scretion may causes supression of spermatogenesis process. In this research the hormonal method used is the combination of low dose TE 100 mg + DMPA 100 mg and high dose TE 250 mg + DMPA 200 mg injection, every month, for a12-month period. This research is divided in to 3 phases: control phase (1 month); suppression phase (6 month) and maintenance phase (6 month). At control phase, 20 healthy men were selected as volunteers whose semen analysis and hematological analysis two times consecutively were normal. We divided them randomly in to 2 groups, each group consist of 10 volunteers. In the suppression phase and maintenance phase: the first group was given an injection of low dose TE 100 mg + DMPA 100 mg and the second group an injection of high dose TE 250 mg + DMPA 200 mg. The parameter observed were : (a) routine semen analysis which included sperm concentration; sperm morphology and sperm motility; (b) the sperm function test that included hipoosmotic swelling test, acrosome reaction test and sperm - cervical penetration test : capillary tube test.
Result: There is no significant difference between the injection of low dose TE 100 mg + DMPA 100 mg from high dose TE 250 mg + DMPA 200 mg to achieve severe oligozoospermia concentration < 5 million/mL (p > 0.05); normal sperm morphology < 30 % (p > 0.05); sperm motility < 50 % (p > 0.05); HOS test < 50 % (p > 0.05); acrosome reaction test < 9 % (p > 0.05) and capillary tube test bad score (p > 0.05). But there is a significant difference in the occurrence of azoospermia between the two doses.
Conclusions: Both the low dose of TE 100 mg + DMPA 100 mg and the high dose of TE 250 mg + DMPA 200 mg can achieve severe oligozoospennia and bad sperm function, but all volunteers in high dose have reached azoospermia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulita Witantina
"ABSTRAK
Dalam menangani kasus infertilitas, inseminasi
buatan atau fertilisasi in vitro dengan semen suami
sering dilakukan. Dalam hal ini diperlukan kualitas
spermatozoa yang cukup baik, terutama gerak dan
kecepatan spermatozoa. Semen dengan kualitas spermato
zoa yang kurang baik masih dapat ditingkatkan dengan
car a sperm washing dengan menggunakan metode swim up
dalam medium tertentu. Dalam penelitian ini dilakukan
studi perbandingan antara tiga macam medium, yaitu
Ham's Kramer dan untuk diketahui yang mana
paling baik dapat menyeleksi spermatozoa dengan kuali
tas yang baik dan perbandingan konsentrasi, kecepatan
dan motilitas spermatozoa sebelum dan sesudah dilakukan
proses swim up.
Sebanyak 20 sampel semen pria normozoospermia
pasangan infertil diperoleh dari Bagian Biologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI),
Makmal Terpadu Imunoendokrinologi FKUI dan Rumah Sakit
Yayasan Pemeliharaan Kesehatan, Jakarta. Setiap semen
yang dilakukan proses swim up masing-masing dengan
Hams F10, Kramer dan diamati di bawah mikroskop
konsentrasi, kecepatan dan motilitasnya sebelum dan
sesudah spermatozoa motil melakukan swim up.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1993
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahril Syafei
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1986
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>