Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 132055 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rochman Isdiyanto
"ABSTRAK
Telah diketahui bahwa panas pada suhu yang lebih tinggi daipada suhu tubuh, apa pun bentuk dan sumber panas itu berasal, dapat bersifat antifertilitas terhadap mamalia jantan, khusunya pada individu yang mempunyai testis tersimpan di dalam skrotum. Dalam penelitian ini dilakukan efek pemanasan terhadap testis tikus (Rattus norvegicus L.) strain LMR. Tikus jantan dewasa sebanyak 48 ekor, umur 4-5 bulan dan berat badan 210-265 gram, dibagi menjadi 4 kelompok. Kelompok I, kontrol tanpa dibius (K); Kelompok II, kontrol yang dibius selama 15 menit (Kb); Kelompok III, skrotum berisi testis direndam dalam air bersuhu 45 0C selama 15 menit (E2). Setelah berlangsung 2 siklus spermatogenesis (104 hari) sejak perlakuan diberikan, tikus dibedah untuk diamati spermatozoanya. Efek antifertilitas dapat diketahui dengan menghitung jumlah persentase viabilitas dan morfologi spermatozoa abnormal yang berasal dari vas deferens. Hasil uji dari statistik yang diperoleh, efek perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna antara K, Kb,E1 dan E2 masing-masing terhadap viabilitas dan morfologi spermatozoa abnormal."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Sumiati Widjaja
"ABSTRAK
Penyuntikan kombinasi northisteron enanthat (NE) dan
testosteron enanthat (TE) dosis tunggal, bertujuan untuk
menghambat spermatogenesis mencit (Mus nusculus) jantan
galur CBR, tanpa mempengaruhi libido dan potensi seks.
Mencit dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok E1
yang disuntik dengan NE 0,004 mg/ gram berat badan (BB)
dan TE 0,005 mg/ gram BB (dosis I), kelompok yang
disuntik dengan NE 0,008 mg/ gram BB dan TE 0,005 mg/ gram
BB (dosis II), kelompok yang disuntik dengan kombinasi
Pelarut NE dan TE, sedangkan kelompok K2 tidak diberi
perlakuan apapun.
Dari sayatan histologi testis yang dibuat pada hari
ke-45 setelah penyuntikan, ditenukan adanya penurunan
jumlah beberapa sel-sel spematogenlk. yaltu npernatogonia
A, spermatogonia B, leptoten, pakhlten, dan spermatld.
serta pengecilan diameter tubulus semlniferns. Pengujian
statistik terhadap berat teatls, berat vesikula seminalia
dan perubahan berat badan tidak menunjukkan adanya
perbedaan antara ke-4 kelompok.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyuntikan
kombinaai HE dan TE doaia I dan II menghambat
spermatogenesis mencit iMus Busoulus) jantan galur CBR
tanpa mempengaruhi potensi seks.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1992
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asmarinah
"Telah. lama diketahui bahwa bpermatogenesis mudah dipengaruiii oleh.kenaikan suhu di sekitar testis, Dalam penelitian ini akan diteliti pengaruh pemanasan testis in vivo secara berulang dengan menggunakan air terhadap jumlah spermatogonia A dan spermatosit primer pakhiten, yang dilakukan pada mencit n (Mus musculus L.) strain CER« Mencit dibagi dalam 5 kelompok, yaitu kelompok kontrol tanpa perlakuan apapun, kelompok kontrol dengan perlakuan pembiusan selama 10 menit, kelompok pemanasan. testis 39 °C selama 10 menit, kelompok pemanasan testis 40 °C selama 10 menit dan kelompok pemanasan testis 4I °0 selama 10 menit. Perlakuan-perlakuan tersebut masing-masing diberikan empat kair ulangan dengan selang waktu' sembilan hari di antara tiap ulangan, Setelah empat kali ulangan, mencit ditimbang lalu testisnya diambil dan kemudian ditimbang, Setelah itu testis dibuat preparat histologi, Jumlah; spermatogonia A dan spermatosit primer pakhiten dihitung serta diameter tubulus seminiferus diukur,- Dari penelitian ini disimpulkan bahwa pemanasan testis in vivo tidak berpengaruh terhadap jumlah spermatogonia A, tetapi berpengaruh terhadap jumlah spermatosit primer pakhiten, Khusus peman-asan testis bersuhu 41° C mempengaruhi berat testis dan ukuran diameter tubulus.seminiferus"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marina Lubniar Sartono
"ABSTRAK
Ruang lingkup dan cara penelitian:
Berbagai amcam cara dilakukan orang untuk menghilangkan kelelahan setelah bekerja keras, antara lain dengan berendam diri dalam air hangat dalam waktu tertentu, atau mandi sauna. Jika peerjaan ini dilakukan berulang kali, suhu sekitar testis akan seringkali mengalami peninhkatan. Proses spermatogenesis berlangsung normal bila suhu testis lebih rendah dari suhu badan. Kerusakan akibat peningkatan suhu testis in vivo bersifat selektif terhadap tingkat perkembangan sel-sel germinal, sehingga proses spermatogenesis terganggu. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah pemanasan testis mencit in vivo, masing-masing pada suhu air 40, 41, dan 42 deraat C selama 10 menit yang diulang tiga kali dengan selang waktu satu siklus epitel seminiferous, akan berpengaruh terhadap fertilitas mencit. Penelitian dilakukan dalam 5 kelompok, masing-masng 10 ekor mencit jantan. Kelompok I, kontrol tanpa perlakuan; kelompok II, kontrol hanya dibius; kelompok III, dibius + 40 derajat; kelompok IV, dibuis + 41 C; kelompok V, dibius + 42 C. perlakuan ini dilakukan selama 10 menit yang diulang tiga kali dengan selang waktu satu siklus epitel seminiferous.
Hasil dan kesimpulan:
Kelompok III tidak menunjukkan pengaruh bermakna terhadap berat testis, jumlah sperma motil, persentase sperma abnormal, maupun jumlah anak yang dilahirkan dibandingkan dengan kontrol. Kelompok IV menunjukkan penyusutan berat testis, umlah sperma motil, peningkatan persentase sperma abnormal, dan penurunan jjumlah anak yang bermakna dibandingkan dengan kontrol. Pada kelompok V, selain penyusutan berat testis ang bermakna, tidak didapatkan spema dalam tubulus seminiferous. Jadi kesimpulannya, pemanasan 40 derajat C tidak berpengaruh terhadap fertilitas mencit, sedahkan pemanasat 41 dan 42 berpengaruh terhadap fertilitas mencit.

ABSTRACT
Scope and Method of study:
Several traditional habits are applied to refresh the body, releasing fatigue or stiffness after working hard all day, e.g. by soaking the body in warm water or by taking sauna. If performed frequently, the temperature around the testis should increase and it might cause a selective demage to germinal cells, disturbing the process of spermatogenesis. The purpose of this study was to evaluate the fertility of mice after application of heat on the testis. Mice were divided randomly into 5 groups of 10 mice each. The first group served as untreated control, with no treatment at all. The second group was a treated control, treated with anesthetic, but not exposed to hear the treated groups were anesthetized, and the testis exposed to temperature of 40 C (3rd group), 41 C (4th Group), and 42 C (5th group), respectively, for 10 minutes each in a special devides water bath. The treatment was repeated 3 times at an interval of 9 days or one cycle of the seminiferous epithelium.
Findings and conclusions:
The result showed that in the 3rd group no significant effect of heat was found on the weight of the testis, the number of motile sperm, percentage of abnormal sperm, and noumber of offspring comparet to the control group. In the 4th gorup, however the weight of testis, number of motile sperm, and mean number of offspring were significantly reduced. The percentage of abnormal sperm was significantly increased as compared to control groups. It is interesting to note that in the 5th group of mice, no sperm was found in the seminiferous tubules. In conclusion, there was no effect on the fertility of mice by heating the testis to a temperature of 40 C. however, the fertility was decreased significantly after exposure to 41 and 42 C."
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paisal
"Latar Belakang: Infertilitas dialami oleh sekitar 15% pasangan di seluruh dunia, dengan kontribusi dari pihak laki-laki sekitar 50%. Salah satu penyebab infertilitas pada pria adalah azoospermia non obstruktif idiopatik, yang diduga melibatkan faktor epigenetik. Penelitian ini bertujuan menilai peran epigenetik, khususnya remodeling kromatin dan modifikasi histon, pada proses spermatogenesis pada testis dengan azoospermia non obstruktif.
Metode: Sampel BFPE dan TESE diperiksa menggunakan teknik HE lalu dikelompokkan berdasarkan tipe henti maturasi, yaitu SCO, STA, dan SDA. Sampel BFPE dilakukan pemeriksaan immunohistokimia menggunakan antibodi anti-CHD5, anti-H3K9me3, dan anti-H4K12ac. Proses pengolahan gambar immunohistokimia menggunakan ImageJ, IHC Profiler, dan StarDist. Sampel TESE dilakukan pemeriksaan qPCR untuk mengukur tingkat ekspresi gen CHD5 dan PHF7. Selain itu, pada sampel TESE dilakukan pemeriksaan ChIP untuk menilai kadar relatif gen WEE1 dan PRM1 yang berikatan dengan CHD5.
Hasil: Ekspresi CHD5 ditemukan pada spermatogonia dan spermatid bulat. Tidak ada perbedaan signifikan intensitas CHD5 pada spermatogonia antara kelompok STA dan SDA. Intensitas H3K9me3 dan H4K12ac pada spermatogonia, spermatosit, dan sel sertoli berdasarkan kelompok henti maturasi berbeda signifikan. Tingkat ekspresi gen CHD5 pada kelompok STA meningkat signifikan 67 kali lipat dibandingkan ekspresinya pada SCO, dan pada kelompok SDA meningkat signifikan 164 kali lipat dibandingkan ekspresi pada SCO. Tingkat ekspresi gen PHF7 pada kelompok STA meningkat signifikan 53 kali lipat dibandingkan ekspresinya pada SCO, dan pada kelompok SDA meningkat signifikan 192 kali lipat dibandingkan ekspresi pada SCO. Kadar DNA segmen promoter gen WEE1 pada ChiP-qPCR menggunakan antibodi anti-CHD5 ditemukan sebesar 1,19% untuk STA dan 1,87% untuk SDA, lebih tinggi dibandingkan kadar pada SCO yaitu 0,36%. Sedangkan kadar DNA segmen promoter gen PRM1 ditemukan sebesar 1,01% untuk STA dan 2,47% untuk SDA, lebih tinggi dibandingkan kadar pada SCO yaitu 0,29%.
Kesimpulan: CHD5 berperan pada spermatogenesis manusia, khususnya pada sel spermatogonia dan spermatid bulat. CHD5 terbukti meregulasi gen WEE1 dan PRM1 pada sel spermatogenik. H3K9me3 dan H4K12ac berperan pada kasus henti maturasi, dan berpotensi untuk menjadi marker kasus azoospermia non obstruktif.

Background: Infertility affect about 15% of couples worldwide, with male factors contributing to around 50% of cases. One of the causes of male infertility is idiopathic non-obstructive azoospermia, which is suspected to involve epigenetic factors. This study aims to assess the role of epigenetics, specifically chromatin remodeling and histone modification, in the process of spermatogenesis in testes with non-obstructive azoospermia.
Method: The BFPE and TESE samples were examined using HE techniques and subsequently classified based on maturation arrest types, including SCO, STA, and SDA. Immunohistochemical analysis of the BFPE samples was conducted using anti-CHD5, anti-H3K9me3, and anti-H4K12ac antibodies. Image processing for immunohistochemistry was performed using ImageJ, IHC Profiler, and StarDist. The TESE samples underwent qPCR analysis to measure the expression levels of the CHD5 and PHF7 genes. Additionally, ChIP analysis was performed on the TESE samples to assess the relative levels of WEE1 and PRM1 genes bound to CHD5.
Result: The expression of CHD5 was found in spermatogonia and round spermatids. There was no significant difference in CHD5 intensity in spermatogonia between the STA and SDA groups. However, the intensities of H3K9me3 and H4K12ac in spermatogonia, spermatocytes, and Sertoli cells varied significantly among the maturation arrest groups. The expression level of the CHD5 gene in the STA group increased significantly by 67-fold compared to its expression in SCO, and in the SDA group, it increased significantly by 164-fold compared to its expression in SCO. The expression level of the PHF7 gene in the STA group increased significantly by 53-fold compared to its expression in SCO, and in the SDA group, it increased significantly by 192-fold compared to its expression in SCO. The DNA segment promoter level of the WEE1 gene in ChiP-qPCR using anti-CHD5 antibody was found to be 1.19% for STA and 1.87% for SDA, higher than the level in SCO, which was 0.36%. Meanwhile, the DNA segment promoter level of the PRM1 gene was found to be 1.01% for STA and 2.47% for SDA, higher than the level in SCO, which was 0.29%.
Conclusion: CHD5 plays a role in human spermatogenesis, particularly in spermatogonia and round spermatids. It has been shown to regulate the genes WEE1 and PRM1 in spermatogenic cells. H3K9me3 and H4K12ac are implicated in cases of maturation arrest and have potential as markers for azoospermia non obstructive cases.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ellyanufara
"ABSTRAK
Panas testis yang melebihi suhu skrotum akan menyebabkan perubahan pada testis. Sebagaimana diketahui banwa apapun bentuk panas, apabila dikenai pada testis akan bersifat merusak jaringan testis dan perkembangan sel-sel spermatogenik yang ada di dalam tubulus testis.
Pada penelitian ini akan diteliti pengaruh pemanasan testis secara berulang terhadap viabilitas dan morfologi spermatozoa mencit (Mus musculus L.) strain CBR.
Dari 50 ekor mencit yang berumur 3-4 bulan dan mempunyai berat badan sekitar 20-25 gram, dibagi menjadi lima kelompok. Kelima kelompok mencit tersebut adalah, kelompok kontrol tanpa periakuan (K1), kelompok kontrol yang dibius selama 10 menit (K2), kelompok pemanasan testis 390C (P1), kelompok pemanasan testis 40°C (P2) dan kelompok pemanasan testis 410C (P3). Lamanya pemanasan untuk setiap kelompok diberikan selama 10 menit. Perlakuan diulang sebanyak empat kali dengan selang waktu sembilan hari atau satu siklus epitel seminiferus. Kemudian mencit dimatikan dengan eter dan dibedah untuk diambil sperma yang tersimpan di dalam vas deferens. Selanjutnya spermatozoa yang dikeluarkan dari vas deferens dihitung jumlah prosentase viabilitas dan morfologi spermatozoa yang abnormal.
Dari uji statistik diperoleh hasil bahwa pemanasan testis pada suhu 39 C, 40 C, dan 41°C berpengaruh terhadap viabilitas dan morfologi spermatozoa. Sedangkan berat testis terpengaruh pada pemanasan 41°C."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yurnadi
"ABSTRAK
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ke-empat di dunia setelah RRC, India dan Amerika Serikat : yaitu sekitar 200 juta jiwa di tahun 2000 dengan laju pertambahan penduduk sekitar 1,98 %. Untuk mencapai sasaran serta kebijaksanaan pada Pelita Ke-enam dalam sektor kependudukan dirumuskan berbagai kebijaksanaan, antara lain meliputi peningkatan kualitas penduduk, pengendalian pertumbuhan, dan kuantitas penduduk dalam rangka menekan dan mengendalikan pertambahan jumlah penduduk.
Untuk menekan dan mengendalikan jumlah penduduk, maka pemerintah telah menggalakkan program keluarga berencana (KB) bagi pasangan suami istri (pasutri) usia subur. Selanjutnya untuk mensukseskan program tersebut diperlukan peran serta aktif dari pasutri tersebut. Pada saat ini, individu yang ikut serta dalam melaksanakan (akseptor) program KB mayoritas adalah para istri. Keikutsertaan para suami dalam melaksanakan KB masih sangat rendah yaitu sekitar 6 % dari seluruh akseptor KB. Rendahnya keikutsertaan suami (pria) dalam program KB mungkin disebabkan masih terbatasnya pilihan kontrasepsi untuk pria atau kontrasepsi pria yang ada masih belum memberikan hasil yang memuaskan.
Pria merupakan fokus baru untuk program KB yang selama ini belum banyak diperhatikan. Sampai sekarang kontrasepsi untuk pria yang dianggap sudah mantap adalah kondom dan vasektomi. Namun penggunaan kondom sebagai alat kontrasepsi menimbulkan keluhan psikologik, sedangkan vasektomi walaupun merupakan kontrasepsi yang dapat diandalkan, seringkali menimbulkan efek samping yang permanen (irreversible) berupa kegagalan rekanalisasi. Apabila faktor akseptor yang menggunakan kontrasepsi tersebut ingin punya anak kembali, maka seringkali sulit dapat dilakukan rekanalisasi kembali. Alternatif lain dalam metode kontrasepsi untuk pria yaitu penggunaan hormon seperti dilakukan pada wanita, tetapi cara ini pada pria dianggap belum memuaskan dan masih terus dilakukan penelitian.
Badan kesehatan dunia (WHO) telah membentuk suatu kelompok kerja (pokja) untuk mencari dan mengembangkan metode pengaturan kesuburan pria. Mandat yang diberikan kepada pokja tersebut adalah mengembangkan metode pengaturan kesuburan pria yang aman, efektif dan dapat diterima, serta memonitor keamanan dan keefektivitasannya. Salah satu strategi penelitian yang dilakukan oleh pokja WHO adalah mengembangkan kontrasepsi pria melalui bahan atau zat dari tumbuh-tumbuhan yang diduga mempunyai bahan aktif yang bersifat antifertilitas.
Dalam mencari obat altematif untuk kontrasepsi pria, sebaiknya tidak hanya terbatas pada kontrasepsi hormonal, tetapi juga pada tanaman yang diperkirakan mengandung zat antifertilitas. Berdasarkan analisis yang pernah dilakukan pada sejumlah besar tanaman diketahui bahwa 25 % diantaranya mengandung satu atau lebih zat aktif.
Dan beberapa penelitian yang menggunakan ekstrak biji pepaya telah dilakukan oleh Das, Fransworth, Chinoy dan Rangga, dan Chinoy dkk pada varietas honey dew yang terdapat di India, dan Amir pada pepaya gandul melaporkan bahwa ekstrak biji pepaya tersebut ternyata mempunyai khasiat sebagai antifertilitas pada hewan, namun dosis dari biji pepaya yang dapat menyebabkan infertilitas tersebut masih belum dapat diketahui secara tepat. "
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Pria merupakan fokus baru untuk program keluarga berencana (KB) yang selama ini belum banyak diperhatikan.
Sampai sekarang kontrasepsi untuk pria yang dianggap mantap adalah kondom dan vasektomi. Namun penggunaan
kondom sebagai alat kontrasepsi menimbulkan keluhan psikologik, sedangkan vasektomi permanen. Alternatif lain
yang dipakai sebagai cara kontrasepsi adalah cara hormonal, selain itu juga perlu dikembangkan obat kontrasepsi yang
berasal dari tumbuhan dan mempunyai efek antifertilitas: salah satunya adalah biji pepaya. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh penyuntikan ekstrak biji pepaya terhadap konsentrasi spermatozoa vas deferen dan keadaan
sel spermatogenik testis tikus jantan (Rattus norvegicus L.) Strain LMR. Metoda penelitian ini menggunakan biji
pepaya varietas Bangka dengan dosis/kilogram berat badan yakni : 0,1 mg; 0,5 mg; 0,9 mg; 1,0 mg; 5,0 mg; 9,0 mg
dengan ulangan 4 ekor tikus untuk tiap perlakuan. Penyuntikan ekstrak biji pepaya dilakukan secara intramuskuler pada
paha tikus selama 20 hari (1,5 siklus epitel seminiferus). Adapun parameter yang diteliti adalah konsentrasi
spermatozoa vas deferen, berat testis, diameter tubulus seminiferus, dan keadaan sel spermatogenik. Dari penelitian ini
didapatkan hasil bahwa penyuntikan ekstrak biji pepaya selama 20 hari : dapat menyebabkan kenaikan konsentrasi
spermatozoa vas deferen secara sangat bermakna (p<0,01); mempengaruhi perkembangan sel spermatogonium A dan
sel spermatosit primer preleptoten secara bermakna (p<0,05); tidak mempengaruhi berat testis, diameter tubulus
seminiferus, perkembangan sel spermatosit primer pakhiten dan spermatid (p>0,05) dibandingkan dengan kontrolnya.
The effect of injection with papaya (Carica Papaya L.) seed extract on sperm concentration and spermatogenic
cells of male rats (Rattus norvegicus L.) Strain LMR. So far men as a subject in family planning program had no
priority, however recently men become a focus. Established mothodes for male contraception are through condom and
vasectomy. Using condoms create psychological complaints, whereas vasectomy although very effective has often
permanent effect. An other method of contraception is hormonal; besides that it is important to develop contraception
using plants with antifertility effect such as papaya seed. Therefore, the aim of this research is to know the effect of
extract papaya seeds on concentration and viability of sperms in vas deferens of male rat Strain LMR. This research was
done using papaya seed extract, Bangka variety with 7 treatments, doses/kg/body weight, including 0 mg; 0.1 mg; 0.5
mg; 0.9 mg; 1.0 mg; 5.0 mg; 9.0 mg for times each treatment. Administration of papaya seed extract was performed by
intramusculary injection for 20 days (1,5 seminiferous epithelium cycles). Investigation were done on 1) sperms
concentration of vas deferens, 2) weight of testis, 3) seminiferous tubules diametric, 4) condition of spermatogenic
cells. Injection with papaya seed extract for 20 days increased sperm concentration of vas deferens significantly
(P<0,01), decreased population of spermatogonium A and primary spermatocytes preleptoten significantly (p<0,05), did
not give any significant effect on weight of testis, seminiferous tubules diametric, primary spermatocytes pachyten and
spermatid (P>0,05)."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Scrotal pathology is a comprehensive practical guide to the management of patients who present with scrotal disorders. Introductory chapters consider imaging instrumentation, clinical evaluation, and clinical and imaging anatomy. The full range of disorders is then discussed in individual chapters organized according to clinical presentation. All clinical and imaging aspects are covered in depth, with full description of symptoms and explanation of the value of different clinical tests and imaging modalities. In addition, underlying histopathological features are presented and correlated with imaging features in order to clarify their pathological basis. For each disorder, therapeutic strategies are discussed and appraised. Adults and children are considered separately whenever necessary, bearing in mind that they often present essentially different scrotal pathology. The many images are all of high quality and were obtained using high-end equipment."
Berlin : Springer, 2012
e20426010
eBooks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>