Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 104897 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Puji Astuti
"ABSTRAK
Telah dilakukan isolasi antibodi anti AFP tikus dengan cara hiperimunisasi kelinci. Antigen yang disuntikkan pada kelinci adalah AFP tikus yang diisolasi dengan kolom kromatografi DEAE-selulosa. Serum kelinci hasil imunisasi dimurnikan menggunakan kolom Aminolink. Antibodi anti AFP tikus diperlukan untuk penelitian terhadap reaksi silang antara AFP dan albumin tikus, sedangkan antibodi tersebut belum tersedia di pasaran. Dua ekor kelinci telah disuntik masing-masing dengan 1 mg AFP tikus yang telah dibuat emulsi dengan adjuvan lengkap Freund pada bagian punggung secara subkutan. Suntikan ulangan dilakukan sebanyak 4 kali dengan selang waktu kurang lebih 10 hari dengan dosis sama yang telah dibuat emulsi dengan adjuvan tak lengkap Freund. Pada penelitian mi antibodi dideteksi dengan teknik ELISA dan Western-blot. Hasil ELISA menunjukkan titer antibodi yang didapat pada kelinci I adalah 16000, sedangkan kelinci 2 adalah 8000. Hasil ELISAjuga menunjukkan serum kelinci yang dimurnikan menggunakan kolom aminolink, relatif lebih murni dibandingkan serum kelinci yang belum mengalami pemurnian. Dengan teknik Western-blot menunjukkan bahwa polipeptida yang bereaksi dengan antibodi anti AFP tikus yang diisolasi adalah sebesar 74.000 Da."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1998
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herniwaty
"ABSTRAK
Telah dilakukan isolasi dan pemurnian antibodi anti-AFP manusia dari serum kelinci yang diinduksi dengan cairan amnion manusia. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan antibody anti-AFP murni dari cairan amnion manusia yang dipergunakan untuk keperluan reaksi imun silang. Alfa-fetoprotein manusia diisolasi dan dimurnikan dari 100ml cairan amnion manusia dengan menggunakan kolom Cibacron-blue (F3GA). Setiap kali pemurnian dengan kolom Cibacron-blue dielusi dengan dua macam dapar yaitu dapar A dan dapar B. Protein AFP yang telah diisolasi dideteksi dengan cara elektroforesis (SDS-PAGE) untuk mengetahui barat molekul protein AFP tersebut. Alfa-fetoprotein yang telah diisolasi dikumpulkan untuk diliofilisasi, dan selanjutnya digunakan sebagai kontrol positif pada uji ELISA. AFP hasil liofilisasi untuk imunisasi kelinci. Amnion hasil liofilisasi adalah 1530,4 mg. Imunisasi kelinci dilakukan sebanyak 5 kali dengan selang waktu penyuntikan 10 hari. Penyuntikan dilakukan secara subkutan, dosis tiap kali penyuntikan adalah 1 mg amnion/ml yang dibagi menjadi 5 lokasi penyuntikan. Imunisasi pertama menggunakan ajuvan lengkap Freund. Serum kelinci hasil imunisasi dideteksi dengan uji ELISA untuk mengetahui keberhasilan imunisasi. Serum kelinci tersebut dimurnikan dengan kolom imunoafinitas CNBr yang dibebani AFP manusia. Fraksi tertinggi eluat kolom imunoafinitas dikumpulkan dan dipakai untuk uji ELISA pada penentuan titer antibody. Uji ELISA tersebut menggunakan serum laki-laki normal sebagai kontrol negative. Titer antibody anti-AFP manusia sebelum dimurnikan adalah 1024000 dan titer antibody anti-AFP manusia yang telah dimurnikan adalah 8000. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa antibody anti-AFP manusia cukup murni dan dapat digunakan untuk uji reaksi silang. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1999
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Puspitaningrum
"Ruang lingkup dan cara penelitian : AFP adalah protein onkofetal yang disintesis pada masa fetus dan ekspresinya ditekan pada. individu dewasa sehat. Kadar AFP ini akan meningkat kembali pada penderita keganasan hati. Telah diketahui bahwa ekspresi gen APP diakhir pada tingkat transkripsi, akan tetapi, mekanisme pengaturan dari faktor yang mendukung proses pengaturan sintesis AFP tersebut masih belum pasti. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi (ragmen DNA yang mengandung elemen promotor gen dan gen penyandi AFP. Fragmen DNA ini selanjutnya akan digunakan dalam penelitian ekspresi gen APP secara in vitro secara efisien. DNA AFP bahan uji yang digunakan adalah bersumber dari sel jaringan hati tikus Rattus navergic's strain Wistar. Tahap penelitian yang harus dikerjakan adalah mengisolasi DNA genam hati tikus dengan atau tanpa menggunakan kit Menelusuri data urutan nukleotida DNA AFP yang akan diisolasi. Merancang sepasang oligonukleotida primer. Mengisolasi fragmen DNA AFP dengan cara PCR dan memurnikannya dengan cara elektroelusi. Selanjutnya memotong fragmen DNA produk PCR tersebut dengan enzim endonuklease restriksi spesifik. Akhirnya membaca urutan nukleotida fragmen tersebut.
Hasil dan Kesimpulan : Diperoleh fragmen DNA AFP produk PCR sepanjang 292pb dengan menggunakan sepasang oligonukleotida primer Twister I (5'CATAAGATAGAAGTGACCCCTGTG3') dan Twister II (5 'GCATCTTA CCTATTCCAAA CTCAT3 ' ). Fragmen DNA tersebut mengandung elemen promotor gen dan gen penyandi AFP dengan urutan nukleatida yang sama dengan urutan nukleotida pada fragmen DNA AFP yang diperoleh dari bank gen. Pemotongan fragmen DNA tersebut dengan menggunakan enzim menghasilkan fragmen DNA sepanjang 110pb yang hanya mengandung gen penyandi AFP. Fragmen DNA ini akan digunakan sebagai kontrol negatif untuk membuktikan pentingnya elemen promotor gen AFP dalam proses pengaturan ekspresi gen AFP."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M.M. Vita Kurniati
"Telah dilakukan deteksi reaksi imun silang antara alfa-fetoprotein (AFP) dan albumin tikus dengan teknik ELISA dan Western blot. Antibodi anti-albumin tikus didapat dengan mengimunisasi kelinci dengan 1 mg albumin tikus. AFP takes diisolasi dari cairan amnion dengan menggunakan kolom kromatografi DEAE-selulosa. Sedangkan antibodi anti-AFP tikus diisolasi dengan menggunakan kolom kromatografi afinitas AminoLink (oleh Prijanti dkk.). Titer antibodi anti-albumin tikus yang didapat adalah 3.200.000. Titer yang sangat tinggi ini menunjukkan bahwa antibodi yang didapat cukup murni dan spesifik. Dengan teknik ELISA didapatkan hasil negatif pada reaksi antara AFP tikus dengan antibodi anti-albumin tikus. Demikian pula, reaksi antara albumin tikus dengan antibodi anti-AFP tikus dengan uii ELISA juga memberi hasil negatif. Dengan teknik Western blot didapatkan pula reaksi negatif antara AFP tikus dengan antibodi anti-albumin tikus (titer 800.000). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat reaksi imun silang antara AFP dan albumin tikus."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Martini Handayani
"ABSTRAK
Telah dilakukan isolasi antibodi anti albumin tikus dengan cara
hiperimunisasi kelinci. Isolasi dilakukan karena antibodi anti albumin tikus
diperlukan untuk penelitian terhadap reaksi silang antara alfa-fetoprotein
(AFP) dan albumin tikus, sedangkan antibodi tersebut belum tersedia di
pasaran. Antibodi anti albumin tikus didapat dengan cara menyuntik dua
ekor kelinci masing-masing dengan 1 mg albumin tikus yang telah dibuat
emulsi dengan ajuvan lengkap Freund pada bagian punggung secara
subkutan. Suntikan ulangan dilakukan sebanyak 4 kali dengan selang waktu
± 10 hari dengan dosis sama yang telah dibuat emulsi dengan ajuvan tak
lengkap Freund. Pada penelitian ini antibodi dideteksi dengan teknik ELISA
dan Western-blot. Hasil ELISA menunijukkan titer antibodi yang didapat
sangat tinggi, yaitu 3.200.000. Dengan teknik Western-blot dapat dibuktikan
bahwa antibodi anti albumin tikus yang diisolasi bereaksi dengan polipeptida
albumin tikus yang mempunyai berat molekul ± 60.000 Da. Dari hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa antibodi anti albumin tikus yang dilsolasi
cukup murni dan spesifik karena antibodi tersebut bereaksi positif dengan
albumin tikus dan bereaksi negatif dengan AFP tikus."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1998
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Ahmad Azmi
"ABSTRAK
Angka kejadian keganasan hati terutama karsinoma hepatoseluler KHS dalam sepuluh tahun terakhir meningkat cukup pesat. Pola ekspresi KHS hampir sama dengan pola ekspresi hepatoblas selama periode perkembangan hati dan patogenesis KHS. Selain itu, DLK1 juga dianggap sebagai penanda bagi sel punca/progenitor hati. Oleh karena itu, perlu dipelajari pola ekspresi dan distribusi DLK1 dan korelasinya dengan AFP selama perkembangan hati. Penelitian observasional analitik untuk mempelajari ekspresi DLK1 dan AFP pada hati tikus Wistar dengan pewarnaan imunohistokimia telah dilakukan pada kelompok usia prenatal ED12,5; ED14,5; ED16,5; ED18,5 , neonatus, dan dewasa. DLK1 telah diekspresikan pada ED12,5; mencapai puncak pada ED16,5 dan ED18,5; selanjutnya menurun pada neonatus dan menghilang pada dewasa. Dengan pola yang hampir sama, AFP mencapai puncak pada ED18,5; selanjutnya pada neonatus dan dewasa menghilang. Uji korelasi Pearson terhadap pola ekspresi DLK1 dan AFP menunjukkan adanya korelasi positif kuat. Disimpulkan bahwa ekspresi DLK1 selaras dengan AFP. Ekspresi DLK1 mencapai puncak lebih awal dan menghilang lebih lambat dibandingkan dengan AFP, mengarahkan dugaan akan peran DLK1 dalam pemeliharaan status sel sebagai sel muda/progenitor.

ABSTRACT
The incidence of liver malignancy, especially hepatocellular carcinoma HCC inthe last ten years has increased considerably. The pattern of HCC expression issimilar to that of hepatoblas expression during the period of liver developmentand HCC pathogenesis. In addition, DLK1 is also considered a marker for liverstem progenitor cells. Therefore, it is necessary to study the expression anddistribution patterns of DLK1 and its correlation with AFP during liverdevelopment. Analytic observational studies to study the expression of DLK1 andAFP in Wistar liver mice with immunohistochemical staining were performed inthe prenatal age group ED12.5, ED14.5, ED16,5, ED18,5 , neonatus, and adults.DLK1 has been expressed on ED12.5 peak at ED16,5 and ED18,5 subsequentlydecreases in the neonate and disappears in adulthood. With a similar pattern, AFPpeaks at ED18.5 furthermore neonatus and adults disappear. The Pearsoncorrelation test of the DLK1 and AFP expression patterns indicates a strongpositive correlation. It was concluded that the DLK1 expression is in tune withAFP. The DLK1 expression peaked earlier and disappeared more slowly thanAFP, leading to alleged role of DLK1 in the maintenance of cell status as aimmature progenitor cell."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ani Retno Prijanti
"Homosistein adalah suatu senyawa antara yang mengandung sulfur pada proses sintesis asam amino sistein dari metionin. Radar normal dalam darah kurang lebih 10 µ mol/L. Peningkatan kadarnya dihubungkan dengan "premature vascular diseases" dan merupakan faktor resiko penyakit jantung koroner. Peningkatan kadar lebih dari 100 µ mol/L menyebabkan homosisteinuria. Bila tidak diterapi maka 50°/o penderita akan mengalami tromboemboli dan mortalitasnya 20% pada penderita usia 30 tahun. Faktor resiko ?'kadar homosistein tinggi" ini apabila dapat diketahui maka dapat diupayakan pencegahannya atau paling tidak dapat memperlambat terjadinya kerusakan vaskuler pada seseorang.
Saat ini pengukuran kadar homosistein plasma ditetapkan dengan metoda HPLC yang canggih dan kepekaannya tinggi, namun sangat mahal biaya operasinya Karena itu dirasa perlu dikembangkan cara penetapan lain yang lebih murah dan cukup peka, seperti ELISA. Sebagai langkah awal dilakukan upaya isolasi antibodi kelinci anti hoinosistein.
Kelinci diinduksi dengan homosistein yang diikatkan pada permukaan membran eritrosit memakai glutaraldehid 2,5%. Induksi imunisasi dengan dosis total perkali 1 mL yang disuntikkan dengan cara subkutan di 5 lokasi berbeda pada kulit punggung kelinci. imunisasi dilakukan dengan selang waktu 1 minggu. Serum kelinci diambil pra dan pasca imunisasi ke 3. Titer antibodi kelinci anti hoinosistein diukur dengan metoda hemaglutinasi pasil. Hasil yang didapat, titer antibodi kelinci anti homosistein praimunisasi 0 (nol) dan pasca imunisasi ke 3 adalah 32."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jeremiah Suryatenggara
"Publikasi terakhir menunjukkan bahwa AFP menyebabkan disfungsi sel dendritik asal monosit MDDC sebagai antigen presenting cell APC . Disfungsi ini memiliki ciri seperti berkurangnya ekspresi beberapa molekul permukaan sel dan sitokin yang berperan penting dalam fungsi sebuah sel dendritik mature mDC . AFP juga, dalam peranannya sebagai faktor sel tumor, meningkatkan toleransi terhadap sel tumor dengan cara menginduksi fungsi regulatori dari sistem imun. Tujuan studi ini adalah untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas lagi tentang efek AFP terhadap DC dalam aktivasi respon imun antitumor dan induksi toleransi imun terhadap tumor. Metode: Sel monosit dikultur dalam medium yang mengandung GM-CSF dan IL-4 dan diinkubasi selama 6 hari agar berdiferensiasi menjadi DC immature imDC . AFP ditambahkan pada kelompok perlakuan di awal kultur. Di hari ke-6, dilakukan pengamatan kontak induksi antara LPS dan imDC dengan LPS binding assay menggunakan flow cytometry. DC mature mDC kemudian diperoleh dengan cara penambahan lipopolysaccharide LPS ke kultur dan inkubasi selama 48 jam. Di hari ke-8 dilakukan pengamatan molekul permukaan DC berdasarkan analisa ekspresi HLA-DR, CD11c, CD40, CD83, CD80, dan CD86 menggunakan flow cytometry. Di hari yang sama, juga dilakukan kuantifikasi sitokin TGF-? pada medium kultur dengan metode ELISA. Sel dendritik selanjutnya dikulturkan bersama dengan PBMC autolog dalam kultur MLR selama 5 hari. Di hari ke-13, proliferasi sel T naive CD4 yang diinduksi oleh DC diamati berdasarkan dilusi Carboxyfluorescein succinimidyl ester CFSE menggunakan flow cytometry. Hasil: Penambahan AFP pada awal kultur MDDC menurunkan jumlah kontak induksi antara LPS dan imDC, menurunkan ekspresi molekul fungsional HLA-DR, CD40, CD80, CD86, dan CD83 pada permukaan mDC, meningkatkan kuantitas sekresi sitokin TGF-? oleh DC, dan menurunkan jumlah proliferasi total sel T CD4 naive yang diinduksi oleh DC. Kesimpulan: AFP mempengaruhi karakteristik dan fungsi kerja DC melalui berbagai cara pada tahap yang berbeda-beda, yang secara garis besarnya menurunkan respon imun tipe efektor dan meningkatkan respon imun tipe regulator. Hal ini diyakini mengakibatkan toleransi terhadap antigen, yang bersifat mendukung survivabilitas sel tumor pada kasus HCC dengan kadar AFP tinggi.

Recent publications showed that AFP causes the dysfunction of monocyte derived dendritic cell MDDC as in its role as antigen presenting cell APC . This dysfunction is characterized by the lack of expression of several stimulator molecules and cytokines that play important roles in the function of mature dendritic cells mDC . AFP also, in its role as a tumor factor, promotes tolerance towards tumor cells by inducing regulatory functions of the immune system. The purpose of this study is to obtain a clearer picture regarding effects of AFP in the stimulation of antitumor immune response and the induction of immune tolerance towards tumor. Methods Monocytes was cultured in medium contains GM CSF 800 ng ml and IL 4 1000 ng ml and incubated for six days to generate immature DC imDC . AFP was added into the treatment group at the beginning of the culture. On the 6th day, induction contact between LPS and imDC was observed with LPS binding assay by flow cytometry. Mature DC mDC was generated by addition of lipopolysaccharide LPS into the culture and incubation for another 48 hours. On the 8th day, DC surface markers was observed based on the expression of HLA DR, CD11c, CD40, CD83, CD80, and CD86 by flow cytometry. On the same day, cytokine TGF in the medium was also quantified by ELISA method. Dendritic cells are then combined with autologous PBMC in MLR culture for 5 days. On the 13th day, the proliferation of DC induced naive CD4 T cells was observed based on CFSE dilution by flow cytometry. Results Addition of AFP in early MDDC culture decreases the induction contact between LPS and imDC, decreases the expressions of functional molecules HLADR, CD40, CD80, CD86, and CD83 on mDC surface, increases the quantity of cytokine TGF secretion by DC, and decreases the total proliferation of DC induced naive CD4 T cells. Conclusion AFP alters characteristics and functions of DC through various ways and within different phases, which decreases the effector immune responses and increases the regulatory immune response in overall. This allegedly leads to tolerance towards antigens and is supportive towards the survivability of tumor cells in cases of HCC patients showing high level of AFP.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2000
S32221
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>