Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1647 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ary Setyaningrum
"Lenong merupakan teater rakyat Tradisional Betawi berisi pertunjukan silat, bodoran/lawak dan menggunakan musik Gambang Kromong dalam setiap pertunjukan. Pertunjukan Lenong mempunyai dua jenis cerita, pertama cerita yang mengisahkan seribu satu malam dalam kerajaan disebut dengan Lenong Dines. Sedangkan Lenong yang mengisahkan cerita tentang para jawoan Betawi disebut dengan Lenong Preman. Dalam pertunjukannya para pemain laki-laki disebut dengan Panjak sedangkan para pemain wanita disebut Ronggeng. Awalnya Lenong tumbuh secara tradisional dengan menampilkan cerita jagoan Betawi seperti si Pitung, si Jampang dan Nyai Dasima. Pertunjukannya dilakukan di panggung sederhana, dengan fungsi untuk memeriahkan acara keluarga. Namun seiring perkembangan zaman dan banyaknya urbanisasi membuat tanah lapang mulai berkurang. Hal tersebut membuat Lenong tampil di gedung pertunjukan seperti Taman Ismail Marzuki. Selain itu sikap Gubernur Ali Sadikin yang menggalakan Titik Balik Kebetawian membuat Lenong mengalami zaman keemasan dan didukung oleh tokoh seperti Djaduk, S M Ardan, Sumatri, dan Alwi Shahab. Kesuksesan Lenong membuatnya tampil di TVRI dan muncul sandirawa Betawi yaitu Lenong Rumpi. Media sebagai penyalur informasi memperlihatkan bahwa kesenian Tradisional dapat dinikmati bukan hanya untuk masyarakat Betawi tetapi non Betawi pun menyukainya dan menjadi kebudayaan populer.

Lenong is one Betawinese traditional theater which has particular characteristicin every show. Lenong has silat, bodoran rakyat, and using gambang kromong usic in every show. Lenong show has two types. First type, the Lenong story tells 1001 night and uses malay languange. Which many kingdoms used it and it called Lenong Dines. Then, the second one tells about Betawinese heroes called Lenong Preman. In Lenong show, the man player called Panjak then the women the player called Ronggeng. In the beginning, Lenong developed traditionally which showd Betawinese heroes stories such as si Pitung, si Jampang, and Nyai Dasima. Lenong was shown in a simple stage to enjoy the family spare time. However, as the time goes by, much Urbanization happened which make land is getting narrow. As the result, today Lenong are shown in many modern buildings like in Taman Ismail Marzuki. Moreover, attiude of Governoer Ali Sadikin in deploving Betawinese culture and made Lenong got their success age. Lenong supported by some public figure like Djaduk Djajakusuma, S.M Ardan, Sumantri, and Alwi Shahab. The successfullness at Lenong made in appeared on TVRI and was beginning of Betawinese show named Lenong Rumpi. Pro and Contra preceded tgis show. Media as the information distributor show that traditional art can be enjoyed not just by Betawinese people but also non Betawinwse and it becomes popular cultere. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S47
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1996
792.095 98 NIN t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Adapun materinya merupakan bahasan tentang masalah-masalah yang bertitik tolak dari kesenian Lenong. Ide untuk memilih materi tersebut sebagai obyek penelitian timbul karena sampai saat ini disusun belum ada tulisan ilmiah yang berhubungan dengan kesenian lenong."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1974
S12791
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ninuk Irawati Kleden Probonegoro
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1996
792.095 9 NIN t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Syaiful Amri
Jakarta: PT Pustaka Obor Indonesia, 2022
700.457 SYA l
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
306.598 BET
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Yorita L.S. Bernadetta
"Skripsi ini bertujuan untuk melihat upaya Benyamin untuk menyebarluaskan kesenian Betawi, khususnva gambang kromong hingga keluar dari daerah asalnya yaitu Betawi menjadi musik yang dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia ia juga berusaha untuk mengangkat budaya Betawi menjadi budaya tandingan bagi budaya yang datang budava yang dari luar negeri Benyamin menjadikan Budaya Betawi lebih popular.
Penelitian dan pengumpulan bahan dilakukan melalui studi kepustakaan pada beberapa perpustakaan dan juga menggunakan media pandang dengar sebagai sumber primer yang diperoleh di Perpustakaan Sinematek Pusat Perfilman H. Usmar Ismail Kuningan. Jakarta dan ,juga menggunakan media dengar yang diperoleh dari Bens Radio, Ciputat."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1998
S12230
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Ramadhan Syah
"Berbicara mengenai perkembangan pencak silat Betawi tentu tidak terlepas dari perkembangan pencak silat secara umum. Pencak silat merupakan seni bela diri yang berkembang di rumpun masyarakat melayu, termasuk Indonesia. Indonesia memiliki beragam jenis aliran pencak silat, salah satunya adalah pencak silat Betawi atau masyarakat lokal menyebutnya maen pukulan. Salah satu jenis aliran dalam pencak silat Betawi adalah Beksi. Pencak silat Beksi diciptakan oleh seorang peranakan Tionghoa bernama Lie Tjeng Hok di Kelurahan Dadap, Kabupaten Tangerang. Beksi merupakan seni bela diri Betawi yang sarat akan akulturasi budaya lokal dengan Tionghoa. Beksi terdiri dari dua suku kata yaitu, "Bek" yang berarti pertahanan dan "Si” (Tsi) yang berarti empat yang merujuk kepada empat arah penjuru mata angin. Pada perkembangannya, pencak silat Beksi tumbuh cukup pesat di wilayah Petukangan, Jakarta Selatan. Hal ini tidak terlepas dari peran H. Ghozali dan empat muridnya yang di kemudian hari dikenal sebagai guru besar Beksi di Petukangan yaitu, H. Hasbullah, M. Nur, Simin dan Mandor Minggu dalam mengembangkan dan menyebarkan Beksi di Jakarta. Pada perkembangan selanjutnya, salah satu murid H. Ghozali, yaitu H. Hasbullah berupaya untuk tetap melestarikan Beksi ini dengan mendirikan perguruan silat Beksi di Petukangan.

Talking about the development of the Betawinese pencak silat, certainly not regardless of pencak silat development in general. Pencak silat is a kind of martial arts which born and growing on Malayan society, including Indonesia. Indonesia has various types of martial arts styles, one of them is Betawinese pencak silat or lokal people call it maen pukulan. One of the types of Betawinese pencak silat is Beksi. Beksi was created by Lie Tjeng Hok in Dadap sub-district, Tangerang regency. Beksi is one of Betawinese tradisional arts which created by a fusion between local culture and Chinese culture.Beksi consist of two syllables, namely “Bek” which means a defense and “Si” which means four which refers to the four cardinal direction. On it’s development, Beksi grows quite rapidly in Petukangan district, South Jakarta. This is inseparable from the role of H. Ghozali and his four students who later became known as the master of Beksi in Petukangan namely, H. Hasbullah, M. Nur, Simin, and Mandor Minggu in developing and introducing Beksi in Jakarta. In subsequent developments, one of the H. Ghozali students, namely H. Hasbullah strives to keep preserving Beksi by establishing a Beksi training ground in Petukangan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dody Dwi Adilhaksono
"Penelitian yang berjudul Persija (1970-1990), Dinamika Perkembangan Sepakbola di Jakarta:, membahas mengenai perkembangan Persija dari awal berdirinya hingga mengalami periode keemasan serta periode terburuk dalam perjalanannya di kompetisi perserikatan PSSI. Alasan pemilihan judul mengenai Persija karena Persija merupakan sebuah kesebelasan besar yang berdomisili di Jakarta yang mempunyai sejarah panjang dalam dunia persepakbolaan di Indonesia yang didalam perjalanannya terdapat kesenangan dan juga kekecewaan. Persija menjadi salah satu tim perserikatan yang menjadi pencetus lahirnya induk organisasi di Indonesia, yaitu PSSI.
Tujuan dari penelitian ini adalah memaparkan dinamika perkembangan kesebelasan Persija dalam kompetisi perserikatan PSSI, khususnya pada periode 1970-1990, dengan menyoroti prestasi kesebelasan Persija pada periode tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah yang terdiri dari empat tahap, yaitu Heuristik, Kritik, Intepretasi dan Historiografi.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kesebelasan Persija dalam mengikuti kompetisi perserikatan PSSI mengalami pasang surut dalam prestasi. Selama periode 1970-1980, Persija berhasil mencapai puncak prestasi dengan keluar sebagai juara sebanyak tiga kali dari lima pagelaran yang diselenggarakan PSSI pada periode tersebut, yaitu pada tahun 1973, 1975, dan 1979 hanya pada kompetisi tahun 1971 dan 1978 Persija gagal menjadi juara. Sebaliknya di periode 1980-1990, Persija mengalami periode buruk. Indikasinya dapat dilihat dengan tidak adanya gelar juara serta konflik-konflik internal yang mengiringi Persija pada periode tersebut.

The study, titled the Persija (1970- 1990), Development Dynamics of Football in Jakarta discussed about the development of Persija from a standing start until having the golden period and the worst period in their journey at PSSI union competition. The reason of selection the title of Persija, because Persija is a big teams who are domiciled in Jakarta, which has along history of football in Indonesia where in their journey there are a lot of pleasure and also disappointments. Persija be one of the union team that initiated the birth of the parent organization in Indonesia, that's PSSI.
The purpose oft his study is to describe the dynamics of the Persijai n the competition of PSSI union, its specialty in the period 1970-1990, highlighting the achievements of Persija in that period. The method used in this research is the historical method which consists of four stages, namely Heuristics, Criticism, Interpretation, and Historiography.
The results of this study indicate that Persija in the competition of PSSI unions have ups and downs in achievement. During the period 1970 - 1980, Persija managed to reach peak performance with came out as championsf or three times in five competition that on hold by PSSI in that period, namely in 1973, 1975, and 1979 only at the competition in 1971 and 1978, Persija are failed to become a champion. By contrast, in the period 1980 -1990, Persija had a bad period. Its indication can be seen in the absence of titles and also internal conflicts that accompanied Persija in that period.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S42880
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Alvin Alfianno
"Skripsi ini membahas mengenai peran H.Bokir dalam mengangkat Topeng betawi sebagai salah satu kesenian Betawi serta identitas kota Jakarta. Topeng Betawi adalah salah satu kesenian tua yang ada di Jakarta. H.Bokir yang merupakan seniman Topeng Betawi serta anak seorang Seniman Topeng terkenal yaitu H.Jiun ingin menjaga agar topeng tetap terus lestari di Ibukota yang terus mengalami arus modernisasi. Topeng Betawi yang merupakan seni tradisi pada akhirnya mengalami penyesuaian hingga akhirnya menjadi seni pertunjukkan yang bermain di panggung teater berkat peran H.Bokir melalui sanggar Topeng Setia Warga. Skripsi ini menggunakan metode sejarah dengan mengumpulkan sumber-sumber seperti surat kabar sezaman, buku, serta wawancara dengan keluarga H.Bokir untuk mendukung penelitian.

This paper thoroughly explain about H. Bokir`s role on raising Topeng Betawi as one of Betawi`s traditional art and Jakarta`s identity. Topeng Betawi is one of the oldest traditional art exist in Jakarta. H. Bokir, as one of Topeng Betawi artist which grow in mask artist family with H. Jiun, the famous mask artist, as his father want to take care the Topeng Betawi so it will stay sustainable in this modern era. Topeng Betawi is a traditional art which finally have an adjustment and become one of performing art and being shown in theater with the role of H. Bokir through Topeng Setia Warga. This paper is using historical method by collecting the sources such as newspapwe, book and also interviewing the family of H. Bokir to support the research."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>