Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157244 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pangaribuan, Luhut M.P.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
345 PAN l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Hasril Hertanto
"Perkembangan masyarakat membawa pengaruh pada tingkat kejahatan. Semakin berkembang kehidupan sosial masyarakat, maka semakin berkembang pula bentuk kejahatan. Sistem peradilan pidana dikembangkan untuk menyelesaikan perkara pidana yang ditangani oleh aparat penegak hukum. Hakim sebagai salah satu komponen dalam sistem peradilan pidana memegang peranan yang sangat penting terutama dalam upaya memberikan rasa keadilan pada masyarakat. Namun dalam perkembangan saat ini, pengadilan dan hakim khususnya mengalami penurunan dalam hal kualitas dan kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu sebagian besar anggota masyarakat menginginkan adanya perubahan dalam mekanisme peradilan. Salah satu perubahan yang diinginkan adalah adanya hakim yang memiliki keahlian dan pemahaman atas suatu permasalahan. Hakim ad hoc merupakan kebijakan yang diambil oleh pemerintah dan DPR untuk mengatasi hambatan dalam penegakan hukum. Eksistensi hakim ad hoc telah dimulai sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Pembentukan hakim ad hoc pada dasarnya adalah untuk menemukan kebenaran materiil melalui sudut pandang keahlian tertentu. Konsep hakim ad hoc telah diadopsi dalam beberapa pengadilan khusus antara lain pengadilan HAM, pengadilan tindak pidana korupsi, dan pengadilan perikanan. Pembentukan hakim ad hoc dalam pengadilan khusus disebabkan oleh adanya perubahan sosial yang terjadi di dalam masyarakat. Oleh karena itu penulisan tesis ini mengangkat permasalahan hubungan antara perubahan sosial dan perubahan hukum dalam kaitannya dengan eksistensi hakim ad hoc. Analisis melalui kerangka teori hukum responsif diharapkan dapat menjelaskan hubungan antara perubahan sosial dan perubahan hukum. Hukum responsif tidak hanya memberikan legitimasi perubahan hukum yang disebabkan oleh perubahan sosial, tetapi juga menjelaskan adanya dilema antara integritas dan keterbukaan dalam institusi kekuasaan kehakiman. (Hasril Hertanto).

Development of society brings about quality of criminal law affairs. The more developed of society the more developed of criminal affairs. Judge as one of components of criminal justice system plays an important role, especially in providing justice to society. However, due to the recent development, court and judges in particular the quality and giving trust to the society are decreasing. Therefore, some member of societies wants changes in court mechanism. One of the changes needed is the availability of professional judges who has high expertise and understanding of the problems. The formation of Ad hoc judge is a policy taken by the government and parliament in order to overcome the obstacle of law enforcement. The existent of ad hoc judges has been launched the law Number 5, 1986 concerning Administrative Court take place. The basic formation of ad hoc judges is to find the material truth through a certain expertise. The concept of ad hoc judge is adopted in some special courts, namely Human Right Court, Anti Corruption Court and Fishery Court The formation of ad hoc in special court above is a push factor in the form of social changes in Society. The thesis, therefore, deals with the problem of relationship between social change and law system. Analysis through theory of responsive law hopefully will be able to explain the relationship of social changes and law changes. Responsive law is not only provide legitimate of law changes which is caused by social change but also explain the dilemma between integrity and transparency of justice authority institution. Based on analysis it is found out that the formation of special court is a result of accumulation of community distrust, lack of judges expertise and to understand the changes of circumstances."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T37605
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pangaribuan, Luhut M.P.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
345.05 PAN h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Farrel Eden Surbakti
"

Dengan perkembagan teknologi yang semakin pesat membuat masyarakat menjadi dipermudah dalam berkomunikasi dan mencari informasi contohnya seperti media sosial. Media sosial sendiri memiliki jenis dan macam yang berbeda-beda serta memiliki kelebihan dan kekurangannya. Penggunaan media sosial tidak melihat dari status seseorang seperti umur, gender, agama, maupun profesi. Pada saat ini banyak hakim yang menggunakan media sosial untuk berkomunikasi dan mencari informasi serta berinteraksi dengan masyarakat. Hakim dalam menjalankan kewajibannya sebagai pengemban profesi hukum dibingkai oleh sebuah pranata lembaga yang dirumuskan ke dalam sebua kode etik profesi hakim. Hakim yang berada di lingkungan Mahkamah Agung dan badan peradilan dibawahnya diikat oleh Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) yang tertuang dalam bentuk Keputusan Bersama Ketua MA dan Ketua Komisi Yudisial tahun 2009. Hakim Indonesia tidak dilarang menggunakan media sosial tetapi penggunaan media sosial dapat mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap hakim di dalam pengadilan. Dalam KEPPH tidak terdapat aturanmengenai penggunaan media sosial oleh hakim. Pada saat ini banyak hakim yang menggunakan media sosial untuk berkomnukasi hingga mencari informasi-informasi Di berbagai negara seperti Canada, Rhode Island serta organisasi PBB sudah adaaturan dan cara hakim menggunakan media sosial dengan baik dan benar sehingga tidak mengurangi rasa percaya masyarakat kepada hakim. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan bertujuan untuk membantu Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial agar dapat membuat peraturan atau pedoman terhadap hakim dalam menggunakan media sosial, serta hakim agar dapat menggunakan media sosial yang tidak melanggar kode etik hakim.


With the rapid development of technology, it makes it easier for people to communicate and find information, for example, such as social media. Social media itself has different types and types and has its advantages and disadvantages. The use of social media does not see a person's status such as age, gender, religion or profession. Currently, many judges use social media to communicate and seek information and interact with the public. Judges in carrying out their obligations as bearers of the legal profession are framed by an institution formulated into a judge professional code of ethics. Judges who are in the Supreme Court and the judicial bodies under it are bound by the Code of Ethics and Judicial Code of Conduct (KEPPH) which is contained in the Joint Decree of the Chief Justice and the Chair of the Judicial Commission in 2009. Indonesian judges are not prohibited from using social media but the use of social media can affect public trust in judges in court. In the KEPPH there are no regulations regarding the use of social media by judges. At this time, many judges use social media to communicate and seek information. In various countries such as Canada, Rhode Island and the United Nations organizations, there are rules and ways for judges to use social media properly and correctly so that it does not reduce people's trust in judges. Therefore, this research was conducted with the aim of assisting the Supreme Court and the Judicial Commission in making rules or guidelines for judges using social media, as well as judges in order to use social media that do not violate the judge's code of ethics.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"buku ini membahas tentang sistem peradilan pidana indonesia cukup pesat dengan diundangkannya beberapa undang-undang baru yang mengatur hukum acara pidana."
Malang: Universitas Brawijaya Press, 2017
345.598 SIS
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Novel
"ABSTRAK
Dalam menjalankan tugasnya, aparatur penegak hukum tidak terlepas dari
kemungkinan untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin
perlindungan terhadap hak asasi seorang tersangka atau terdakwa dalam proses
peradilan pidana adalah melalui lembaga hukum yang dibentuk sebagai
fungsionalisasi dan re-evaluasi terhadap sub-sistem peradilan pidana yang telah
ada yang bertujuan sebagai lembaga pengawasan terhadap upaya paksa dari
penegak hukum yang diberikan kewenangan oleh undang-undang dalam hal
penegakan hukum (law enforcement). Dengan arah kebijakan yang didasarkan
dalam rangka pembaharuan hukum pidana yang menuju pada proses hukum yang
adil (due process o f law), dibentuk lembaga Hakim Komisaris sebagai upaya
dalam pengawasan upaya paksa yang dilakukan penegak hukum dalam
menjalankan tugas dan kewenangannya. Upaya paksa dalam penegakan hukum
pada sistem peradilan pidana {Criminal Justice System) terakumulasi pada subsistem
peradilan pidana dalam tahapan penyidikan dan penuntutan. Pada tahapan
penyidikan dan penuntutan ini, Penyidik dan Penuntut Umum memiliki
kewenangan untuk melakukan Penghentian Penyidikan dan atau Penghentian
Penuntutan dengan syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan dalam KUHAP,
tentunya dibutuhkan tindakan pengawasan terhadap kewenangan aparatur penegak
hukum agar dalam melaksanakan kewenangannya tidak melakukan
penyelewengan ataupun penyalahgunaan wewenang. Penerapan lembaga Hakim
Komisaris merupakan mekanisme hukum yang diharapkan menjadi tahap
minimalisasi terjadinya pelanggaran-pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam
sistem peradilan pidana terhadap upaya paksa yang tidak sesuai dengan prosedur
yang telah ditentukan berdasarkan sistem litigasi. Hakim Komisaris secara tidak
langsung melakukan pengawasan atas pelaksanaan upaya paksa yang dilakukan
oleh Penyidik dalam rangka penyidikan maupun Penuntut Umum dalam rangka
penuntutan, mengingat tindakan upaya paksa pada dasarnya melekat pada instansi
yang bersangkutan. Melalui lembaga ini juga dimungkinkan adanya pengawasan
antara Kepolisian dan Kejaksaan dalam hal Penghentian Penyidikan dan
Penghentian Penuntutan. Sehingga dapat dikatakan bahwa Hakim Komisaris
adalah lembaga yang merupakan salah satu model pengawasan secara horizontal
yang diakomodir oleh Hukum Acara Pidana dalam rangka pembaharuan sistem
peradilan pidana.

ABSTRACT
In its running tasks, law enforcement apparatus is not apart from the
possibility to perform acts which are conflict with the legislation and regulations.
One effort to ensure the protection of human rights o f a suspect or defendant in
the criminal justice process through the institution o f law is establishing the
institution namely Judicial Commissioner as the function and re-evaluation
subsystem o f criminal justice system that are aimed as a control force to the
efforts o f law enforcement has been given by law. With the policy directions that
are based in the framework o f criminal law to the fair process (due process o f
lav/), Judicial Commissioner is established as a supervision to the force efforts
made in the law enforcement. At the stage o f investigation and prosecution, the
investigator and the general prosecutor have the authority to make termination o f
investigation and prosecution with the terms and conditions stipulated in the
criminal justice system. It is needed the supervision to them in order to carry
authority, not to misuse or abuse authority. With the Judicial Commissioner, it is
hopefully expected to minimize the occurrance o f violations o f human rights in
the criminal justice system toward the force efforts that does not comply with the
procedure who have been determined based on the litigation system. Judicial
Commissioner indirectly supervise the implementation o f the force action which
is done by the investigators in the investigation and by the general prosecutors in
the prosecution effort. Through this institution, it is also possible for the
supervision o f police and prosecutors in the case o f termination of investigation
and termination o f the prosecution. So that it can be said that the Judicial
Commissioner is a horizontally control model in the framework of criminal justice
system."
2009
T37376
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Reny R. Masu
"Sistem peradilan pidana yang terdiri dari sub-sub sistem kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan merupakan satu jaringan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Jaringan ini terdiri atas unsur-unsur yang memiliki interaksi, interkoneksi dan interdependensi. Namun, setiap subsistem hanya dapat berfroses jika digerakkan oleh komponen-komponen dalam subsistem tersebut. Salah satu komponen subsistem yang memiliki kedudukan sentral adalah pengadilan yang bert.ugas mengadakan pemeriksaan perkara pidana dan juga mengadakan pengawasan dan pengamatan terhadap pelaksanaan putusan pengadilan. Peran dan tanggung jawab sebagai hakim wasmat merupakan kelanjutan dari putusan yang telah dijatuhkannya dalam persidangan. Dalam hal ini, hakim wasmat mengikuti putusannya sampai mengetahui bahwa pidana yang telah dikenakan kepada napi dapat bermanfaat dan apakah pelaksanaan pembinaan terhadap napi didasarkan kepada hak-hak asasi napi, yang ditujukan demi tercapainya tujuan sistem peradilan pidana umumnya dan khususnya agar napi tidak melakukan kejahatan lagi. Hal lain yang tampak dalam pengaturan mengenai hakim wasmat adalah bahwa hakim wasmat merupakan penghubung antara subsistem pengadilan dan subsistem pemasyarakatan. Jika tidak ada hakim wasmat, LP tidak termasuk atau terlepas dari proses peradilan pidana berdasarkan hukum acara pidana di Indonesia. Dikatakan demikian karena satusatunya bab yang mengatur keberadaan LP di dalam proses peradilan pidana di Indonesia adalah Bab XX Pasal 277-283 KUHAP di bawah titel pengawasan dan pengamatan terhadap putusan pengadilan. Selain pengawasan kepada petugas LP, juga pengawasan ditujukan kepada jaksa sebagai eksekutor untuk mengetahui apakah jaksa telah melaksanakan putusan pengadilan sebagaimana mestinya. Dengan memperhatikan peran dan tanggung jawab serta tujuan yang ingin dicapai melalui hakim wasmat seperti di atas, maka tampak bahwa keberadaan hakim wasmat sangatlah penting dan mulia sehingga tidak dapat dikesampangkan begitu saja. Tujuan tersebut dapat dicapai jika hakim pengawas dan pengamat dapat berperan secara efektif. Berdasarkan metode wawancara dan observasi penulis memperoleh data bahwa pada kenyataannya, hakim wasmat belum melaksanakan perannya secara efektif dalam hal ini ia terbentur dengan pemahaman bahwa kehadirannya mengintervensi LP dan kenyataan bahwa LP secara langsung maupun melalui UU No. 12 tahun 1995, tidak menghendaki campur tangan hakim wasmat dalam masalah-masalah teknis pelaksanaan pembinaan napi termasuk dalam hal ini mengadakan kontrol maupun koreksi terhadap lembaga pemasyarakatan. Adapun masalah lain yang dihadapi oleh hakim wasmat adalah belum adanya peraturan pelaksanaan dalam melaksanakan peranannya, kurangnya fasilitas dan terbatasnya tenaga hakim wasmat serta tidak adanya dana operasional dalam melaksanakan tugasnya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nababan, Adetya Evi Yunita
"Skripsi ini membahas penerapan asas unus testus nullus testis dalam praktik peradilan pidana di Indonesia serta kekuatan pembuktian keterangan saksi de auditu berdasarkan KUHAP yang melekat pada keterangan penyidik dalam pertimbangan majelis hakim sebagai salah satu akibat yang ditimbulkan dari kelemahan penerapan asas unus testis nullus testis. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan yang bersifat normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak semua hakim yang memeriksa perkara pidana dapat menerapkan dengan tepat ketentuan Pasal 185 ayat (2) KUHAP yang lebih dikenal dengan asas unus testis nullus testis.
Terdapat respon yang berbeda terkait penerapan asas tersebut. Hal ini karena belum ada peraturan yang mengakomodir kelemahan dari asas tersebut, yaitu keterbatasan alat bukti yang tersedia dalam suatu tindak pidana. Selain itu, penelitian ini juga akan memperlihatkan perbandingan atas tanggapan para hakim Indonesia dan tanggapan hakim di peradilan Negara bagian dalam menilai kekuatan pembuktian saksi de auditu (hearsay evidence). Peranan aktif hakim dalam menemukan kebenaran materiil melalui perannya menentukan kekuatan pembuktian keterangan saksi yang memiliki kekuatan pembuktian bebas juga dipaparkan dalam penelitian ini.

The focus of this study is the application of the principle unus testis nullus testis in the practice of criminal justice in Indonesia as well as the strength of evidence on witness testimony de auditu based on Indonesian Criminal Procedure are attached to the description of the investigator in the judges?verdict as one of the weakness from the application of the principle 'unus testis nullus testis'. The research method used is this study is normative literature. The results of this study indicate that not all judges are examining a criminal case by applying the appropriate provisions of Article 185 paragraph (2) Indonesian Criminal Procedure Code which is better known as the principle of unus testis nullus testis.
There are different responses related to the application of this principle. This is because there is no regulation that accommodate the weaknesses of this principle, namely the limitations of the available evidence in a criminal act. In addition, this study will also show the comparison of the responses of the judges of Indonesia and the responses of judges in Texas state courts in assessing the strength of evidence the witness de auditu (Hearsay evidence). The study also describes the active role of judges in finding the material truth through its role to determine the strength of statements of witnesses evidence who have the independent verification power.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S398
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>