Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 94258 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Samsu Rizal
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
TA3968
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandariansyah
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
T36177
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandariansyah
Jakarta: FH-UI, 1998
M.91 Isk p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1986
S33332
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1998
TA3717
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nadeak, Hasoloan
"RINGKASAN
Kabupaten Dati II Bogor mempunyai luas wilayah 3.440,72 Km2 atau 344.072 Ha. Ada seluas ± 101.138 Ha atau 29,39% dari luas wilayah tersebut berada dalam Kawasan Puncak yaitu wilayah penanganan khusus penataan ruang dan penertiban serta pengendalian pembangunannya diatur dalam Keppres Nomor 48 Tahun 1983 dan Keppres Nomor 79 Tahun 1985. Wilayah penanganan khusus dimaksud secara administratif untuk Kabupaten Dati II Bogor terdiri atas 11 kecamatan (sekarang menjadi 13 kecamatan) yaitu:
Kecamatan Ciawi
Kecamatan Cibinong
Kecamatan Cimanggis
Kecamatan Cisarua
Kecamatan Citeureup
Kecamatan Gunung Putri
Kecamatan Gunung Sindur
Kecamatan Sawangan
Kecamatan Kedung Halang (Sukaraja)
Kecamatan Parung
Kecamatan Semplak (Kemang)
Kecamatan Megamendung
Kecamatan Limo
Dua wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Ciawi dan kecamatan Cisarua termasuk Kawasan Pariwisata Puncak, di samping itu Kawasan Puncak memiliki keunikan dan peran, diantaranya yang terpenting adalah :
Konservasi tanah dan air bagi wilayah aliran sungai Ciliwung dan Cisadane.
Konservasi Flora dan Fauna.
Di samping kedua peranan di atas, juga Kawasan Puncak memiliki keindahan alam, udara nyaman dan sejuk, sehingga mendorong terjadinya migrasi dan pertambahan penduduk dan tidak dapat dihindari hukum ekonomi terjadi yaitu tingginya permintaan atau keinginan untuk menguasai atau memiliki tanah oleh berbagai pihak, mengakibatkan harga tanah di Kawasan Puncak menjadi mahal dan dapat digunakan sebagai komoditi ekonomi. Dengan demikian kawasan ini cenderung untuk dieksploitir dengan cara pembangunan rumah, vila dan hotel oleh masyarakat, tanpa memperhatikan kriteria lokasi dan standar teknis pembangunannya, bahkan membuat danau buatan yang diairi dengan cara merombak dan membendung aliran sungai Ciliwung.
Menyadari betapa besarnya kontribusi Kawasan Puncak terhadap fungsi lingkungan, maka pemerintah berupaya untuk mengatasi kerusakan lingkungan yang berlarut-larut dengan cara pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana detail tata ruang Kawasan Puncak. Hal ini memerlukan usaha penertiban kembali agar pengendalian dan usaha penertiban pemanfaatan Kawasan Puncak khususnya yang berada di Kabupaten Dati II Bogor dapat dicapai, diperlukan adanya suatu sistem administrasi.
Tujuan Penelitian ini adalah :
Untuk mengetahui hubungan sebab-akibat tetapi tidak timbal balik antara kebijaksanaan pemerintah, struktur organisasi , koordinasi unit kerja terkait sebagai satu kesatuan yang merupakan satu sistem administrasi dan pengelolaan Kawasan Puncak di Kabupaten Dati II Bogor.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian "Pengukuran Sesudah Kejadian" (PSK) yaitu penelitian yang tidak ada perlakuan yang dilakukan si peneliti atau ada perlakuan yang terjadi sebelum diadakan pengukuran tetapi perlakuan dimaksud tidak dilaksanakan oleh peneliti sendiri.
Hipotesis Penelitian ini adalah :
Tidak ada hubungan antara kebijaksanaan yang ditetapkan dan pelaksanaannya dalam pengelolaan Kawasan Puncak di Kabupaten Dati II Bogor.
Tidak ada hubungan antara struktur organisasi dan pelaksanaan pengelolaan Kawasan Puncak di Kabupaten Dati II Bogor.
Tidak ada hubungan antara koordinasi unit kerja terkait dan pelaksanaan pengelolaan Kawasan Puncak di Kabupaten Dati II Bogor.
Kesimpulan hasil analisis adalah
Sesuai dengan hasil penelitian diketahui, bahwa sistem administrasi dalam pengelolaan Kawasan Puncak di Kabupaten Dati II Bogor belum berfungsi secara optimal. Hal ini disebabkan tiga komponen utama dalam sistem administrasi yaitu kebijaksanaan pemerintah mengenai pengelolaan Kawasan Puncak, struktur organisasi sebagai unit kerja pelaksana pengelolaan Kawasan Puncak dan koordinasi unit kerja terkait belum tertata dengan baik.
Berdasarkan pembahasan atas ketiga komponen sistem administrasi dimaksud, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut
1. Kebijaksanaan pemerintah yang menetapkan tujuan penataan ruang Kawasan Puncak, tidak relevan untuk pengelolaan Kawasan Puncak, karena Kawasan Puncak memiliki keunikan (kekhususan) fungsi.
2. Kebijaksanaan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Dati II Bogor, di dalam pengelolaan Kawasan Puncak terdapat perbedaan-perbedaan yang meliputi perbedaan penetapan alokasi pemanfaatan ruang dan luas areal dari masing-masing lokasi perbedaan penetapan lokasi peruntukan.
3. Sesuai dengan fungsi Kawasan Puncak yang harus tetap dijaga dan dipertahankan, makes perlu dilakukan tindakan sebagai berikut
mencabut beberapa pasal dalam Keppres Nomor 79 Tahun 1985.
mencabut beberapa pasal dalam Perda Nomor 3 Tahun 1988.
mengatur dan menetapkan kembali pasal-pasal dalam Keppres dan Perda tersebut di atas setelah dilakukan penyesuaian.
Khusus mengenai tujuan, agar ditetapkan dalam suatu redaksi yang lebih proporsional yaitu mencegah pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan rencana peruntukan yang telah ditentukan.
4. Organisasi atau unit kerja yang diberikan wewenang untuk mengendalikan dan menertibkan pembangunan di Kawasan Puncak, balk di tingkat Propinsi Dati I Jawa Barat maupun di tingkat Kabupaten Dati II Bogor tidak mempunyai struktur organisasi, sehingga tidak memperlihatkan dengan jelas pembagian pekerjaan, departementalisasi, rentang kendali, dan pendelegasian wewenang. oleh karena itu, agar Menteri Dalam Negeri meninjau kembali Keputusan Menteri Islam Negeri Komar 22 Tahun 1989 tentang Tatalaksana Penertiban dan Pengendalian Pembangunan Kawasan Puncak, sebagai landasan hukum pembentukan organisasi atau unit kerja.
5. Pembentukan struktur organisasi yang akan menangani Kawasan Puncak dapat berbentuk lini dan staf, dengan sebutan Badan Otorita Kawasan Puncak. ini dimaksudkan untuk lebih menjamin pandekatan yang lebih terpadu, lintas sektoral dan lebih berpandangan jauh ke depan di dalam pengambilan keputusan.
6. Pengelolaan Kawasan Puncak dengan pola organisasi seperti sekarang, larut dalam tugas-tugas rutinnya, sehingga dalam pengelolaannya umumnya bersifat reaktif yaitu lebih menanggapi masalah setelah masalah itu berkembang, mengakibatkan penanganannya menjadi mahal dan sulit dibanding bila masalah itu dicegah sebelum timbul. Oleh karena itu, unit kerja atau organisasi yang mengelola Kawasan Puncak lebih ideal berdiri sendiri yang setingkat dengan Bappeda Kabupaten dan bertanygung jawab langsung kepada Gubernur KDH Tingkat I Jawa Barat.
7. Koordinasi adalah penyatupaduan gerak dan seluruh potensi organisasi, agar benar-benar mengarah pada sasaran yang sama secara efisien . Penyatu paduan gerak di maksud meliputi aspek keterpaduan kegiatan, keterpaduan waktu dan pelaksanaan serta aspek keterpaduan sasaran atau tujuan. Penyatupaduan gerak yang meliputi ketiga aspek tersebut belum sinkron dilaksanakan oleh TAT Pembinaan dan Pengendalian Pembangunan Kawasan Puncak baik di tingkat Propinsi Dati I Jawa Barat, maupun Kabupaten Dati II Bogor. oleh karena itu, agar penyatupaduan gerak dari seluruh organisasi benar-benar mengarah pada sasaran yang sama, maka pola organisasi yang sekarang harus diganti dengan struktur organisasi lini dan staf, sehingga lebih memudahkan penyusunan jaringan koordinasinya baik secara interen maupun eksteren.
ABSTRACT
The Administration System in the Management of Puncak Area in Bogor RegencyBogor Regency has an area of 3.440, 72 Km2 or 344-.072 Ha. The area is about 101.138 Ha or 29.39% of the area is located in Puncak Area i.e. the special management are for spatial planning and order and development control provided for in Presidential Decree Number: 48/1983 and Presidential Decree Number: 79/1985. It's mentioned that special management area, administratively for Bogor Regency comprises 11 subdistricts (now 13 subdistricts) i.e..
Ciawi Subdistrict
Cibinong Subdistrict
Cimanggis Subdistrict
Cisarua Subdistrict
Citereup Subdistrict
Gunung Putri Subdistrict
Gunung Sindur Subdictrict
Sawangan Subdistrict
Kedung Halang (Sukaraja) Subdistrict
Parung Subdistrict
Semplak (Kemang) Subdistrict
Megamendung Subdistrict
Limo Subdistrict
Two subdistrict i.e. Ciawi and Cisarua Subdistrict belong to Puncak Tourism Area; besides this Puncak Area has uniqueness and role, among others, the most important is:
Soil and water conservation for Ciliwung and Cisadane watersheds.
Flora and Fauna conservation.
Besides the two roles above, Puncak Area also has natural beauty, fresh air, which encourages migration and increased number of population and economic law cannot be prevented from occurring i.e. high demand or wish to control or posses land by various parties, resulting in the price of land in Puncak Area becoming expensive and can be used as an economic commodity. Thus, this area tends to be exploited by developing houses, villas and hotels by the people, without taking into consideration the criteria of location and technical standards of criteria of location and technical standards of development, indeed a manmade lake has been constructed which is watered by damming the water of Ciliwung River.
Realizing the great contribution of Puncak Area to the environmental functions, the government is making the effort to overcome prolonged environmental damage by utilization of the space in accordance with the detailed spatial planning of Puncak Area. This requires reorganization so that control and management of Puncak Area particularly those in Bogor Regency can be achieved through a system of administration.
The objective of the Study is:
To find out the cause-effect relations but not reciprocal between government policy, structure of organization, coordination of related work units as a unit constituting a system of administration and management of Puncak Area in Bogor Regency.
Methods of Study is :
The method of research used is that of "Measuring After the Event" that is a research without any treatment made by the researcher or if any made before measurement it is not done by the researcher himself.
The hypothesis of the Study are:
There is no related between the policy and its implementation in the management of Puncak Area in Bogor Regency.
There is no related between the organizational structure and the management of Puncak Area in Bogor Regency.
There is no related between work unit coordination and the management of Puncak Area in Bogor Regency.
Conclusion of the analysis are:
According to the results of the research, it is found out that the administrative system in the management of Puncak Area has not been functioning optimally. This is caused by three main components in the administration system i.e. Government Policy on Puncak Area management, structure of organization as an executive unit of management of Puncak Area and related work unit coordination has not yet been well ordered.
Government policy which determines the objective of spatial planning of Puncak Area is not relevant to the management of Puncak Area, because it has a specific function.
There are differences in the management of Puncak Area between central government and the regional differences in the allocation of spatial utilization and the areas of respective allocations differences in location of allocation.
According to Puncak Area functions which should continue to be maintained and preserved, the following actions need to be taken:
to revoke several articles in Presidential Decree Number 79 of 1985.
to revoke several articles in Regional Regulation Number 3 of 1988.
rearranging and restating the articles in the Presidential Decrees and Regional Government Regulations mentioned above after adjustments.
a. Regarding the objectives in particular, these should be stated in a more proportional edition i.e.: to prevent the use of land which does not conform with stipulated allocation plan.
The organization or work unit authorized to manage and control the development in Puncak Area at West Java Provincial level and at Bogor Regency level have no structure of organization, so that there is no clear job description, departmental division, span of control and delegation of authority. Therefore, the Minister of Domestic Affairs should review the Decree of the Minister Domestic Affairs Number 22/1989 concerning Procedures of Reorganization and Control of Development in Puncak Area, as the legal basis for the formation reorganize them.
The structure of organization which will be managing Puncak Area may take the form of line and staff, called Puncak Area Authority. This is intended to guarantee more integrated approach, inter-sectoraly and be more forward looking in decision making.
Puncak Area management under the present pattern of organization is more involved in routine tasks, so that in general management it is reactive in nature i.e. responding to problems only after the develop resulting in more expensive and difficult handling than if the problems are prevented before emerge. Therefore, it is more ideal that they work unit or organization managing Puncak Area should be independent at equal level with Regency Bappeda and reports directly to the Governor of West Java.
Coordination is the union of movements of a l l organizational potentials, so that they really go towards common targets efficiently'. The union of movements concerned covers the aspects of activity integration time, integration and the implementation and aspects of integrated targets or objectives. The integration of movements covering all three aspects have not been synchronized implemented by TAT Development and Control of Puncak Area Development at West Java Provincial level as well as at Bogor Regency level. Therefore, so that the integration of movements of the entire organization is really going towards common targets, present pattern of organization should be changed to line and staff structure of organization, so that it will be better, internally as well as externally.
"
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulyana, translator
"ABSTRAK
"Proyek adalah merupakan suatu usaha temporan yang dilakukan untuk mendapatakan suatu produk atau jasa yang khusus. Temporari berarti bahwa setiap proyek mempunyai waktu mulai dan waktu akhir yang tertentu. Khusus maksudnya adalah bahwa produk atau jasa tersebut memerlukan penanganan atau memiliki kondisi yang berbeda untuk produk atau jasa yang sejenis. Di dalam proyek pada dasamya tercakup pengelolaan biaya, waktu pelaksanaan dan kualitas produk atau jasa.
Komponen biaya adalah salah satu faktor yang terpenting dalam suatu proyek dikarenakan bahwa biaya ini juga merupakan sumber daya yang sangat dibatasi jumlahnya_ Qleh karena itu dalam studi kasus pada pembangunan struktur sipil Kantor dan Pabrik PT. Herlina Indah di Kawasan Lippo Cikarang akan dibahas khusus mengenai perhitungan, perencanaan dan pengendalian biayanya. Data-data utama yang dibutuhkan untuk perhitungan biaya proyek pada dasarnya diperoleh dari identifikasi pekedaan, metoda pelaksanaan yang dipakai dimana ada kaitannya dengan penggunaan tenaga kerja dan alat, serta jaringan kerja untuk memperoleh jadwal pelaksanaan peker aan. Data pendukung lainnya adaiah adanya harga material, upah pekeda dan alat.
Perkiraan biaya yang dihitung adalah Rencana Biaya Qperasional (RBO), Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan Biaya Penawaran untuk Tender. Dari jaringan kerja dan jadwal waktu pelaksanaan yang disusun dalam diagram batang maka dibuat kurva ""S"" yang selanjutnya menjadi dasar untuk penyusunan cash flow baik untuk pengeluaran biaya (cash out) maupun pencrima n biaya (cash in). Cash flow tersebut ditinjau terhadap Rencana Biaya Qperasionai dan Rencana Anggaran Biaya baik tanpa kredit Bank maupun dengan Kredit Bank. Pada akhimya kita dapat menyimpulkan alternative cash flow yang paling menguntungkan sesuai dengan kondisi yang ada dan akan menjadi pengontrol kondisi keuangan proyek."

"
2000
S35620
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asmak UI Hosnah
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
TA3583
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Prihartini Endang Kusumastusti
"ABSTRAK
Berbagai penelitian akhir-akhir ini menunjukkan adanya korelasi antara budaya organisasi dengan tingkat capaian suatu perusahaan. Dengan demikian, usaha untuk mendalami lebih jauh tentang budaya organisasi menjadi semakin menarik dan relevan.
Hotel Ever Green (HEG) sebagai satu dari sejumlah hotel yang berkembang di Kawasan Puncak, sejak berdirinya pada tahun 1973, telah berupaya mengembangkan budaya organisasi yang mewujud dalam gaya kepemimpinan, situasi kepemimpinan dan iklim kerja dengan bercirikan asas sama rasa, sama kuasa dan sama rata. Walaupun demikian, dalam perkembangannya seiring dengan pergantian pucuk pimpinan, HEG telah menunjukkan adanya gejala penurunan kekuatan budaya organisasi. Berdasarkan fenomena ini, maka upaya meneliti, mengkaji, dan menganalisis berbagai hal yang berkaitan dengan perubahan tersebut, dan menelaah berbagai implikasinya bagi pencapaian organisasi/perusahaan menjadi penting. Empat masalah pokok yang dianalisis yaitu (1) bagaimana proses pembentukan budaya organisasi HEG, (2) apakah telah terjadi perubahan budaya organisasi di HEG, (3) apakah budaya organisasi di HEG sekarang ini melemah, dan (4) implikasi apa yang timbul dari keadaan budaya organisasi yang dimiliki saat ini.
Dengan penetapan responder sebanyak 58 orang yang dapat dirinci dalam dua kelompok yaitu kelompok responden kepemimpinan lama (30 orang) dan kelompok responden kepemimpinan baru (28) orang telah dikumpulkan data dengan memakai daftar kuesioner dan pedoman wawancara. Data dianalisis secara kualitatif sambil didukung oleh analisis kuantitatif berupa menghitung total skor untuk beberapa indikator.
Temuan penelitian ini dapat dirinci dalam beberapa hal berikut. Pertama, proses pembentukan budaya organisasi HEG dilaksanakan oleh pemilik sekaligus pendirinya sejak tahun 1973, proses mana dilakukan secara berangsur-angsur melalui gaya kepemimpinan, situasi kepemimpinan, dan iklim kerja berdasarkan prinsip sama rasa, sama kuasa, dan sama rata. Kedua, terdapat kesenjangan antara gambaran ideal budaya organisasi yang ingin dibentuk dengan budaya organisasi yang-berkembang dalam kehidupan organisasi. HEG sehari-hari: Ketiga, walaupun terdapat perbedaan penekanan pimpinan dalam menerapkan kepemimpinan, namun terdapat satu warna dasar kepemimpinan yang berusaha dikembangkan dalam HEG yaitu kepemimpinan sebagai pamong sekaligus sebagai satria(ing ngarso sung tolodo), pandhito (ing madyo mangun karso), dan ratu (tut wuri handayani). Keempat, perubahan budaya organisasi yang berjalan seiring dengan adanya pergantian pimpinan puncak organisasi menunjukkan adanya perbedaan kuat lemah tertanamnya budaya organisasi yang dapat ditunjukkan dengan hasil analisis kuantitatif berikut: (1) pada budaya lama (periode 1973 - 1982) pemimpin sering melakukan hal yang berkaitan dengan gaga kepemimpinan (total skor 56,87..) sedangkan pada budaya baru pemimpin jarang melakukan hal-hal yang berkaitan dengan gaya kepemimpinan (total skor 42,6%), (2) pada budaya lama, bagian terbesar anggota (69,5%) mendukung hal-hal yang berkaitan dengan situasi kepemimpinan sedangkan pada budaya baru, hanya sebagian kecil anggota (48,7%) yang mendukung, (3) iklim kerja baik pada budaya lama maupun budaya baru dapat dikatakan cukup baik dengan total skor masing-masing 70,5% dan 59,5%. Kelima, kuat lemahnya budaya organisasi terbukti membawa implikasi bagi tingkat efektifitas (dilihat dari tingkat pendapatan) yang dicapai oleh perusahaan dimana pada budaya lama yang relatif kuat dapat memberikan kenaikan rata-rata 18,45% per tahun, hasil mana berbeda dengan kenaikan rata-rata yang dicapai pada budaya baru dengan cirri budaya organisasi yang relatif lemah yaitu hanya12,16% pertahun.
Dengan berbagai temuan di atas, dapat dikemukakan beberapa saran sebagai sumbangsih penelitian ini. Pertama, demi penguatan kembali budaya organisasi yang kini melemah, maka perlu bagi pimpinan untuk membuka diri sehingga dapat menampung segala keluhan, hambatan kerja disamping pimpinan perlu meningkatkan perannya sebagai motivator. Kedua, perlu dilakukan perbaikan tata cara penyelenggaraan organisasi dengan melembagakan bagan struktur organisasi secara tertulis, penetapan standar penilaian prestasi kerja yang lebih transparan dan adil. Ketiga, perlu ditingkatkan pelimpahan wewenang dan tugas-tugas pekerjaan kepada karyawan tingkat staf sehingga pimpinan dapat menyeimbangkan perannya sebagai satrio, pandhito, dan ratu. Keempat, perlu dilembagakan pertemuan-pertemuan baik rutin maupun tidak guna menampung semua masalah yang berkembang khususnya yang berkenaan dengan pengoperasian HEG. Kelima, perlu diciptakan suasana yang kondusif bagi terbentuknya keberanian seluruh karyawan untuk mengeluarkan pendapat, saran ataupun pemikiran lainnya sebagai perwujudan budaya organisasi yang berasaskan sama rasa, sama kuasa, dan sama rata."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Mulfachri
Depok: Universitas Indonesia, 2000
TA3635
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>