Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114645 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Myra Rosana B. Setiawan
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
TA3541
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Indro Sugianto
Malang: Setara Press, 2013
340.114 IND c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
E. Sundari
Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 2002
347.05 SUN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Satyoprodjo
"Di Indonesia telah cukup banyak terjadi kasus yang melibatkan konsumen sebagai korban dalam jumlah yang massal. Contoh kasus biskuit beracun yang terjadi sekitar Oktober 1989 di kota Tangerang. Tegal, Palembang dan Jambi yang dalam kasus tersebut sebanyak 141 konsumen telah menjadi korban. Demikian juga pada Juni 1994 terjadi kasus mie instan yang menyebabkan 33 konsumen sebagai korban. Kemudian pada pertengahan tahun 2001 masyarakat konsumen Indonesia sempat dihebohkan dengan adanya kasus ajinomoto berkaitan dengan penggunaan bahan baku dalam proses pembuatan produk tersebut yang tidak memenuhi kriteria halal. Dari kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa konsumen membutuhkan suatu alternatif penyelesaian sengketa yang dapat memberikan perlindungan hukum terhadap hak-haknya. Karena itu adanya konsep class action yang diadopsi dari negara Anglo Saxon merupakan suatu jalan keluar untuk dapat diterapkan di Indonesia. Perlindungan hukum atas hak-hak konsumen telah diatur secara jelas di dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) yang telah memasukkan 8 macam hak konsumen termasuk hak untuk menerima kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian. Demikian pula pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap hak-hak konsumen, UUPK telah mengatumya secara jelas dalam bentuk tanggung jawab hukum pelaku usaha. UUPK menganut prinsip tanggung jawab hukum pelaku usaha karena kesalahan dengan 2 modifikasi, Pertama, pelaku usaha bertanggung jawab dengan praduga lalai/salah dan kedua, pelaku usaha dianggap selalu bertanggung jawab dengan beban pembuktian terbalik. Pengaturan class action sebagai suatu alternatif penyelesaian sengketa konsumen telah diatur baik dari segi materialnya maupun segi prosedur atau formilnya, tetapi masih diperlukan adanya penyempurnaan. Implementasi penyelesaian sengketa konsumen melalui prosedur class action dalam praktek peradilan mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Sebelum adanya UUPK para pengacara telah mencoba prosedur class action namun keadilan masih belum berpihak pada konsumen. Pengadilan yang memeriksa dan memutus perkara class action tidak mengakui gugatan class action dengan alasan belum ada dasar hukumnya, masih dibutuhkan surat kuasa khusus sesuai dengan Pasal 123 HIR dan masih terjadi salah penafsiran antara class action dengan legal standing. Setelah adanya UUPK, pengadilan mulai mengakui class action dengan pengakuan kriteria gugatan perwakilan kelompok, pengakuan wakil kelas dan anggota kelas dan adanya usulan Komisi Pemberian Ganti Rugi Apabila dikaitkan dengan Undang-Undang 14 tahun 1970 maka peradilan mulai berusaha menerapkan prinsip peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan dan hakim yang memeriksa dan memutus perkara class action telah berusaha menggali nilai-nilai hukum dalam masyarakat"
Jakarta: Universitas Indonesia, 2004
T36206
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simalango, Miliatewr
"Dalam hukum positif Indonesia, gugatan class action baru diakui sejak tahun 1997 melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Setelah undang-undang ini, tercatat ada 3 (tiga) Undang- Undang yang secara eksplisit mengakui mengenai gugatan class action yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi, dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Saat ini penerapan penggunaan mekanisme gugatan class action baru diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002. Dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2002 diatur bahwa wakil kelas tidak memerlukan surat kuasa dari anggota kelompok dalam mengajukan gugatan di pengadilan. Ketentuan ini pada umumnya menjadi salah satu peluang bagi tergugat untuk mengajukan keberatan terhadap penggunaan mekanisme gugatan class action, dengan alasan dalam hukum acara perdata yaitu HIR yang kedudukannya setingkat undang-undang ditentukan bahwa untuk bertindak di pengadilan mewakili orang/pihak lain, maka harus ada surat kuasa khusus dari pihak yang diwakilinya. Dalam gugatan class action yang diajukan oleh korban tabrakan kereta api di Brebes tanggal 25 Desember 2001, pengadilan dengan tegas telah mengakui kedudukan para penggugat selaku wakil kelas dan telah mengadili perkara dengan menggunakan mekanisme gugatan class action.

In Indonesia's positive law, class action lawsuits have only been recognized since 1997 through Law Number 23 of 1997 concerning Environmental Management. After this law, there are 3 (three) laws that explicitly recognize class action lawsuits, namely Law No. 8/1999 on Consumer Protection, Law No. 18/1999 on Construction Services, and Law No. Number 41 of 1999 concerning Forestry. Currently, the application of the use of a class action lawsuit mechanism is only regulated in Supreme Court Regulation Number 1 of 2002. In PERMA Number 1 of 2002 it is regulated that class representatives do not require a power of attorney from group members to file a lawsuit in court. This provision is generally an opportunity for the defendant to file an objection to the use of the class action lawsuit mechanism, on the grounds that in civil procedural law, namely HIR whose position is at the level of the law, it is determined that to act in court on behalf of another person/party, a letter must be issued. special power of attorney from the party he represents. In the class action lawsuit filed by the victims of the train crash in Brebes on December 25, 2001, the court has firmly acknowledged the position of the plaintiffs as class representatives and has tried the case using a class action lawsuit mechanism."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T25700
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Adieniyatu Salwa
"Penelitian ini dilakukan dengan melihat maraknya gugatan yang diajukan melalui gugatan class action, namun dari gugatan tersebut terdapat beberapa gugatan yang ditolak oleh hakim karena persyaratan formil yang tidak terpenuhi seperti jumlah anggota kelompok. Dengan melihat keadaan tersebut, penelitian ini membahas mengenai jumlah anggota kelompok yang efisien dalam gugatan class action, karena dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok tidak mengatur mengenai jumlah minimal anggota kelompok dalam gugatan class action, sehingga yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah pemenuhan syarat jumlah anggota kelompok yang efisien dalam gugatan class action di Indonesia dan Australia serta bagaimana cara hakim dalam mempertimbangkan jumlah anggota kelompok yang efisien dalam gugatan class action di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan metode kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, mengenai jumlah anggota kelompok yang efisien dalam gugatan class action ditentukan dari seberapa besar wakil kelompok dapat membuktikan bahwa dirinya dan anggota kelompoknya merupakan sekelompok orang yang telah dirugikan dengan kesamaan fakta, kesamaan hukum, dan kesamaan tuntutan. Kemudian melihat surat kuasa yang diberikan dalam gugatan class action, yakni hanya wakil kelompok yang diperkenankan memberikan surat kuasa khusus kepada penasihat hukum, wakil kelompok tersebut hanya memberikan satu surat kuasa khusus untuk mewakili dirinya dan anggota kelompoknya dalam gugatan. Sedangkan jika seluruh anggota kelompok ikut memberikan surat kuasanya kepada penasihat hukum maka tidak ada bedanya dengan kumulasi gugatan. Selain itu, dalam prosedur gugatan class action terdapat proses notifikasi atau pemberitahuan, dengan adanya proses tersebut maka akan memudahkan proses pemberitahuan jika jumlah anggota kelompok dalam jumlah yang banyak dan terbagi dalam beberapa wilayah dan membuat biaya beracaranya lebih hemat, sehingga mekanisme gugatan class action akan lebih efektif dan efisien. Sedangkan, jika jumlah anggota kelompok dapat diidentifikasi dengan jelas karena jumlahnya masih dalam jumlah belasan orang atau masih dapat dijangkau, hakim memberikan cara bahwa sebaiknya gugatan diajukan melalui gugatan biasa secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama yang dikenal dengan gugatan kumulasi subjektif yang prosesnya lebih efektif dan efisien. Adanya penjelasan dan ketegasan dalam peraturan perundang-undangan mengenai jumlah anggota kelompok yang efektif dan efisien adalah hal yang sangat diperlukan, selain itu mengenai persyaratan formil lainnya serta proses pemberitahuan dan proses pendistribusian ganti kerugian yang diinginkan oleh para penegak hukum agar diatur secara jelas dalam peraturan perundang-undangan tersebut.

This research was conducted by looking at the rise of lawsuits filed through class action lawsuits, but from these lawsuits there were several lawsuits that were rejected by the judges because formal requirements were not met such as the number of group members. By looking at these circumstances, this study discusses the efficient number of group members in class action lawsuits, because PERMA No. 1 of 2002 concering Class Action Lawsuit Events does not regulate the minimum number of group members in class action lawsuits, so that the main problem in this research is this is the fulfillment of the requirements for an efficient number of group members in class action lawsuits in Indonesia and Australia and how judges consider the efficient number of group members in class action lawsuits in Indonesia. This research is a normative juridical research with qualitative methods. Based on the results of the research and discussion, the efficient number of group members in a class action lawsuit is determined by how much the group representative can prove that he and his group members are a group of people who have been harmed by the similarity of facts, the same law, and the same claims. Then look at the power of attorney given in a class action lawsuit, namely only group representatives are allowed to give a special power of attorney to legal counsel, the group representative only gives one special power of attorney to represent himself and his group members in the lawsuit. Meanwhile, if all group members participate in giving their power of attorney to legal counsel, then it is no different from a cumulative lawsuit. In addition, in the class action lawsuit procedure there is a notification or notification process, with this process it will facilitate the notification process if there are a large number of group members and are divided into several regions and make the costs of the proceedings more economical, so that the class action lawsuit mechanism will be more efficient. effective and efficient. So, if the number of group members can be identified clearly because the number is still in the tens of people or can still be reached, the judge provides a way that it is better if the lawsuit is filed through ordinary lawsuits individually or jointly which is known as a subjective cumulation lawsuit whose process is more effective and efficient. The existence of explanation and firmness in laws and regulations regarding the effective and efficient number of group members is very necessary and other formal requirements as well as the process of notification and distribution of compensation desired by law enforces to be regulated clearly in statutory regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwiana Anugrahwati
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T36642
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dimas Panji Bawono
"ABSTRAK
Perbankan merupakan salah satu urat nadi perekonomian di Indonesia, dengan kondisi perbankan yang sehat maka akan mendukung perekonomian yang stabil dan tangguh. Untuk mendukung kinerja perbankan yang baik, diperlukan kepercayaan dari nasabah, karena inti dari usaha perbankan adalah menghimpun dana dari masyarakat yang akan menjadi nasabah penyimpan dana kemudian menyalurkanya kembali dalam bentuk kredit kepada masyarakat yang membutuhkan. Untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat sebagai nasabah penyimpan dana, maka mereka harus mendapatkan perlindungan hukum yang mumpuni khususnya apabila bank tempat mereka menyimpan dana ternyata kondisi kesehatanya buruk dan pada akhirnya mengalami likuidasi. Namun kehadiran Lembaga Penjamin Simpanan tidaklah menjamin seluruh simpanan nasabah yang ada di bank, melainkan membatasi penjaminan simpanan dalam jumlah tertentu, hal ini dimaksudkan untuk menghindari moral hazard yang mungkin akan terjadi apabila Lembaga Penjamin Simpanan menjamin semua simpanan masyarakat yang ada di bank. Untuk memberikan perlindungan hukum terhadap nasabah yang simpananya tidak dijamin oleh LPS, maka terdapat satu mekanisme yang dapat ditempuh oleh para nasabah untuk menggugat ke pengadilan untuk memperjuangkan hak dan kepentinganya. Mekanisme tersebut adalah menggugat dengan gugatan secara berkelompok atau Class Action.

ABSTRACT
Banking is one of the important factor to support the economy in Indonesia, with good and healthy condition of banking so can makes the economic stability. To support good banking performance, trust from the bank customer is very important, because the core of bank business is to collect fund from the people and share to people who need it. Trust from the bank customer as the fund depositor is not easy to get. It needs good legal protection to make sure they are willing to deposit their money to bank, especially when the bank condition is terrible and threatened with bank liquidation. The Presence of Indonesia Deposit Insurance is not to guarantee all the consumer deposit in bank, this policy is to avoid moral hazard which may happen if Indonesia Deposit Insurance apply blanket guarantee. To provide legal protection for depositor which not guaranteed by LPS, there are one mechanism which can be taken by consumer to accuse to the court. That mechanism is to accuse in groups or we know as a Class Action.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T44854
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kendenan, Florensani
"Gugatan perwakilan (kelompok) atau yang dikenal dengan class action merupakan bentuk prosedur beracara, yang dilakukan dalam perkara perdata, yang memberikan hak prosedural kepada satu orang atau sejumlah orang, untuk dapat bertindak sebagai penggugat, guna memperjuangkan kepentingannya dan kepentingan kelompoknya, yang merasa telah dirugikan.
Bagi Indonesia kehadiran gugatan class action diatur secara khusus dalam UU No. 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup, UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU No. 18 Tahun 1997 tentang Jasa Konstruksi. Tanggal 26 April 2002 Ketua Mahkamah Agung RI mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung RI No.l Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok.
Adapun manfaat mengajukan gugatan secara class action adalah :
Pertama, sarana pengadilan dapat dimanfaatkan lebih efektif dan efisien, karena Class Action mengurangi biaya yang dikeluarkan, yang bila diajukan secara individual menjadi mahal, sebab biaya proses berperkara menjadi tidak ekonomis (judicial economy), karenanya Class Action memberikan akses yang lebih Iuas kepada pencari keadilan untuk mengajukan gugatan dengan cara cost efficiency.
Kedua, putusan yang bertentangan atau tidak konsisten mengenai tuntutan sejenis dapat dihindari.
Ketiga, gugatan perwakilan mempermudah penyelesaian tuntutan yang menyangkut ganti kerugian uang, serta menjamin bahwa tuntutan terhadap tergugat yang kemampuan membayarnya terbatas dapat diselesaikan dengan adil.
Keempat, Gugatan perwakilan mencegah pengulangan (repetition) gugatan sejenis, apabila gugatan sejenis tersebut ditangani satu persatu.
Kelima, akses ke pengadilan melalui gugatan perwakilan berpeluang mendorong perubahan sikap (behaviour modification) dari pihak pelaku perbuatan yang melanggar hukum."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T17972
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>