Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131642 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agus Widyantoro
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
TA3592
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tatty Purnama Dewi
"ABSTRAK
Sektor Pariwisata semakin menjadi andalan, harapan dan primadona bagi pemerintah setelah minyak dan gas. Kunjungan wisatawan mancanegara dan perolehan devisa dari sektor ini semakin meningkat dari tahun ke tahun, dan menduduki peringkat ketiga dalam menghasilkan devisa nonmigas setelah kayu lapis, tekstil dan garmen (Yoeti,1997).
Tujuan wisata di Indonesia masih tergantung pada 3 (tiga) pintu gerbang wisata utama, yaitu: Bali, Jakarta dan Barelang (Batam-Rempang-Galang) (BOB & FT-UGM, 2002). Barelang mempunyai kedudukan yang sangat strategis karena berbatasan langsung dengan Singapura dan Malaysia. Dengan adanya kerjasama pengembangan SIJORI (Singapura-Johor-Riau) dalam bidang perdagangan, industri dan pariwisata.
Pulau Galang sebagai salah satu di antara pulau-pulau besar yang berada di bawah kawasan industri Otorita Batam merniliki beberapa lokasi yang diharapkan dapat dikembangkan sebagai obyek wisata yang memiliki daya tarik bagi wisatawan lokal maupun mancanegara,seperti: situs kawasan bekas kamp pengungsi Vietnam sebagai wisata sejarah, dan wisata alamnya yang terdiri dari kekayaan flora dan fauna serta obyek wisata Pantai Melur, serta ditunjang dengan wisata spiritual seperti tempat-tempat beribadah.
Masalah yang ditemui dalam upaya pengembangan pariwisata Pulau Galang adalah: pertama, belum teridentifikasinya secara rinci potensi dan hambatan yang akan dikembangkan sebagai obyek wisata, kedua, belum terfokusnya arah pengembangan Pulau Galang sebagai obyek wisata.
Penelitian ini bersifat deskriptif yang dilakukan dengan tujuan: pertama, mengkaji potensi dan hambatan yang ada dalam upaya pengembangan Pulau Galang sebagai obyek wisata, kedua, menentukan strategi prioritas dalam upaya pengembangan Pulau Galang sebagai obyek wisata.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2002 di beberapa lokasi wisata yang ada di Pulau Galang - Batam, Provinsi Riau. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah melalui observasi lapangan, wawancara dengan beberapa wisatawan yang berkunjung dan pihak yang berkompeten, serta studi pustaka. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah melalui pendekatan Analisis SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, dan threats) dan Proses Analisis Berjenjang (Analytical Hierarchi Process = AHP) yang menggunakan pendapat expert sebagai responden.
Sedangkan sasaran strategis yang terpilih yang diperkirakan akan mencapai hasil yang signifikan dalam upaya pengembangannya adalah: mengatasi minimnya amenitas dalam rangka meningkatkan daya saing dengan DTW sekitarnya.
Berdasarkan pendapat expert yang dianalisis menggunakan Proses Analisis Berjenjang (AHP) terpilih isu strategis yang memiliki skor tertinggi (0,549), yaitu : "Mengatasi minimnya fasilitas amenitas dalam rangka meningkatkan daya saing dengan daerah tujuan wisata (DTW) sekitarnya"
Kesimpulan yang dapat diambil melalui penelitian ini adalah:
1 . Palau Galang memiliki potensi yang dapat dikembangkan sebagai obyek wisata dengan obyek andalannya adalah situs bekas kamp pengungsi Vietnam sebagai obyek wisata sejarah.
2. Peningkatan amenitas merupakan faktor utama pendorong pencapaian tujuan dalam upaya pengembangan Pulau Galang sebagai obyek wisata.
ABSTRACT
Tourism Development In Galang Island - Batam (A Case Study of Strategic Planning to Develop Eco-Cultural Tourism of Vietnamese Camp Refugee in Galang Island)
Tourism sector progressively becoming pledge and excellent sector to government after gas and oil. Foreign countries tourist visit and acquirement of foreign exchange from this sector progressively increase from year to year, and take third rank in yielding non-oil and gas foreign exchange after plywood, garment and textile (Yoeti, 1997).
Tourism destination in Indonesia still depends on 3 (three) special main gate, that is: Bali, Jakarta and Barelang (Batam-Rempang-Galang) (BOB & FT-UGM, 2002). Barelang have a very strategic location because of its direct verging with Singapore and Malaysia. With the existence of SIJORI development cooperation (Singapura-Johor-Riau) in commerce, industrial and tourism.
Galang Island as one of the island among other big islands which under Otorita Batarn industrial area have some expected locations that can be developed as tourism objects which attract local and foreign country tourists, such as: ex-Vietnamese refugees camp area as historical tourism, its natural tourism which consist of fauna and flora, Melur Beach as coastal tourism object, and also supported with religious places as spiritual tourism objects.
The problems which facing to Galang Island tourism development efforts is: first, there is no potencies and resistances detailed identification yet to be developed as tourism objects, second, not focused enough to develop Galang Island as tourism destination.
The aims of descriptive research are: first, analyze the existing resistances and potencies in the Galang Island development efforts as tourism destination, second, determine the priority strategies in the Galang Island development efforts as tourism object.
This research operated in May up to July 2002 in some existing tourism locations in Galang Island-Batam, Riau Province. Data collection techniques are: field observation, interviewing some tourists and competence parties, and also literature studies. Data analyze technique used is SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, and threats) and Analytical Hierarchy Process (AHP) which use an expert as the respondent
The chosen strategic target, which estimated reach significant result in it?s the development effort, is: overcome the minimum amenity in order to improve its competitiveness with surrounding DTW (Daerah Tujuan Wisata/Tourism Destination Area).
Based on an expert opinion analysis using AHP had chosen strategic issue with highest score (0,549), is: "to minimize the facilities of amenities in order to increase competition with other tourist destination surrounding"
The conclusions of this research are:
1. Galang Island has some potential area that can be developed as objects of tourism with its pledge object: the sites of ex Vietnamese refugees camp as historical tourism object.
2. The improvement of tourism amenity is a primary factor to push attaining the goal of the effort of Galang Island development as tourism object.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11178
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daru Setyo Rini
"Kali Surabaya adalah sumber air baku PDAM Surabaya yang mengalir sepanjang 41 km melewati wilayah Mojokerto, Gresik, Sidoarjo, dan Surabaya. Kegiatan manusia di sekitar sungai dan konversi lahan sempadan sungai telah memberikan dampak buruk pada ekosistem sungai. Pemanfaatan lahan sempadan Kali Surabaya telah mengkonversi sebagian besar wilayah sempadan menjadi kawasan terbangun dan menghilangkan fungsinya sebagai penyangga ekosistem Kali Surabaya. Konversi tanah sempadan ini disebabkan oleh lemahnya pengawasan pemerintah (Gubemur, DPU Pengairan Propinsi Jawa Timur, dan Perum Jasa Tirta) pada penggunaan daerah sempadan Kali Surabaya. Lemahnya pemantauan dan pengawasan pada pembuangan limbah menyebabkan industri terus membuang limbahnya yang tidak diolah ke Kali Surabaya. Selama ini tidak ada tindak lanjut pada hasil pemantauan rutin, sehingga industri yang limbahnya terpantau jauh melampaui ambang batas, tetap melanggar baku mutu limbah cair pada pemantauan bulan berikutnya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan kualitas air dan keanekaragaman makroinvertebrata bentos Kali Surabaya di sekitar sempadan bagian hulu dengan kegiatan utama pertanian, bagian tengah dengan kegiatan utama industri dan bagian hilir dengan kegiatan utama permukiman. Penelitian ini juga mengkaji pelaksanaan kebijakan pengelolaan bahan sempadan dan pengendalian pencemaran air Kali Surabaya oleh Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Timur.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dan pengambilan sampel dilakukan pada dua waktu pemantauan yaitu 25 Mei 2002 yang mewakili akhir musim hujan dan 21 Agustus 2002 yang mewakili akhir musim kemarau. Sampel air dan makroinvertebrata diambil dari 7 stasiun pengambilan sampel yaitu Sumberame dan Sumengko (Kali Surabaya bagian hulu), Driyorejo, Kali Tengah dan Karang Pilang (Kali Surabaya bagian tengah), serta Pereng dan Jambangan (Kali Surabaya bagian hilir).
Nilai Indeks Canberra yang mengindikasikan tingkat kesamaan kualitas air memperlihatkan adanya 3 kelompok kualitas air. Pada 25 Mei 2002 kelompok kualitas air terburuk ditemukan di Kali Tengah dan Jambangan, kualitas air menengah ditemukan di Karang Pilang dan Pereng dan kualitas air yang masih baik ditemukan di Sumberame, Sumengko, dan Driyorejo. Pada 21 Agustus 2002 kelompok kualitas air terburuk ditemukan di Kali Tengah, kualitas air menengah ditemukan di Karang Pilang dan Jambangan, sedangkan kualitas air yang masih baik ditemukan di Sumberame, Sumengko, Driyorejo, dan Pereng. Analisis statistika dengan uji Mann-Whitney dengan a 0,05 memberikan kesimpulan bahwa jumlah bahan pencemar organik (nilai BOD dan COD) pada Kali Surabaya bagian hulu berbeda nyata dengan jumlah bahan organik pada Kali Surabaya bagian tengah dan permukiman, sedangkan jumlah bahan pencemar organik pada Kali Surabaya bagian tengah tidak berbeda nyata dengan jumlah bahan organik pads Kali Surabaya bagian hilir.
Meskipun pengukuran fisika kimia memperlihatkan kualitas air pada Kali Surabaya bagian hulu masih baik, nilai indeks diversitas makroinvertebrata menandakan kualitas air Kali Surabaya bagian hulu telah mengalami tingkat pencemaran ringan. Hal ini berarti bahwa makroinvertebrata memberikan respon yang lebih peka dibandingkan pengukuran parameter fisika kimia, sehingga dapat dijadikan indikator untuk menilai kualitas air.
Pada pemantauan 25 Mei 2002, indeks diversitas makroinvertebrata terendah dijumpai di Jambangan, sedangkan pada pemantauan 21 Agustus 2002, indeks diversitas terendah dijumpai di Kali Tengah. Analisis statistik dengan uji korelasi Spearman Rank memberikan kesimpulan bahwa indeks diversitas memiliki korelasi negatif yang cukup kuat dengan BOD (nilai koefisien korelasi -0,653) dan korelasi negatif lemah dengan COD (nilai koefisien korelasi -0,339).
Komunitas makroinvertebrata pada Kali Surabaya bagian hulu dicirikan oleh tingginya persentase species tidak toleran pada pencemaran organik dari jenis larva serangga, keong (gastropoda) prosobranchia, kerang dan udang air tawar. Pada Kali Surabaya bagian tengah terjadi penurunan persentase species tidak toleran dan kenaikan persentase species toleran yaitu cacing Tubifex lubifex, Lumbriculus variegalus dan Chironomus sp. Pada Kali Surabaya bagian hilir persentase species toleran sangat tinggi dan hampir tidak dijumpai jenis makroinvertebrata tidak toleran. Species toleran yang banyak dijumpai adalah cacing Tubifex lubifex.
Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air dan pemantauan makroinvertebrata bentos dapat disimpulkan bahwa tingkat pencemaran air Kali Surabaya berkisar antara tercemar ringan hingga tercemar berat dengan pencemaran terberat dijumpai di Kali Tengah (Kali Surabaya bagian tengah). Kegiatan industri di sempadan sungai dan pembuangan limbah industri ke Kali Surabaya perlu mendapat prioritas dalam pengendalian dan pengawasan pencemaran air di Kali Surabaya, terutama di Kali Tengah yang memberikan beban pencemaran terberat.
Untuk memulihkan ekosistem Kali Surabaya dari kerusakan, pemerintah harus memperketat pengawasan pada industri khususnya di Kali Tengah dan mewajibkan semua industri untuk mengolah limbahnya hingga memenuhi baku mutu limbah cair. Disamping itu perlu dilakukan penertiban bangunan liar di sempadan sungai yang melanggar ketentuan dan mengembalikan peruntukannya sebagai kawasan lindung.
Upaya penertiban harus dilakukan secara manusiawi dan didahului dengan sosialisasi kepada semua masyarakat pengguna lahan sempadan yang akan ditertibkan. Pemerintah perlu memikirkan solusi untuk menyediakan lahan pengganti bagi permukiman penduduk sempadan sungai atau membangun sistem pengolahan limbah terpadu untuk mengolah limbah industri dan domestik sebelum dibuang ke Kali Surabaya.
Pembersihan bangunan liar di sempadan harus disertai dengan rehabilitasi tanah sempadan untuk dilanjutkan dengan kegiatan reboisasi dan membuat hutan kota yang dapat dijadikan wahana ekowisata dan sarana pendidikan lingkungan bagi masyarakat untuk meningkatkan kepedulian masyarakat agar ikut partisipasi aktif dalam melestarikan fungsi Kali Surabaya sebagai sumber air baku untuk air minum warga Surabaya.

The Impact of Human Activity at Riparian Area on Water Quality and Benthic Macro-invertebrate Diversity of Surabaya RiverSurabaya River is a source of raw water supply for local potable water company (PDAM) in Surabaya. It flows along 41 km from Mojokerto passes through Gresik, Sidoarjo and Surabaya to the Strait of Madura. The utilization of riparian land of Surabaya River seems to be uncontrolled, most part of the riparian land has been converted into a developed area and its function as a buffer of Surabaya River ecosystem have been gradually destroyed. The increase in riparian land conversion was largely caused by lack of control from the provincial government (East Java Governor, Provincial Office of Public Work Department for Water and Irrigation, and Perum Jasa Tirta I).
The present study aims to assess water quality and diversity of benthic macro-invertebrate community of Surabaya River near the riparian area that is being used as agricultural, industrial and residential land. The present study also aims to assess the effectiveness of local government policy on the riparian land management and water quality control. The study was an analytical descriptive research. Water and substrate samples were collected from Surabaya River on 25th May 2002 represented the end of rainy season and 215 August 2002 represented the end of dry season.
Water samples and macro-invertebrates were collected from seven sampling stations along Surabaya River i.e. Sumberame and Sumengko (up-stream section of Surabaya River), Driyorejo, Kali Tengah, and Karang Pilang (middle section), Pereng and Jambangan (down-stream section).
The management of Surabaya River is conducted separately by governments of 4 municipalities along the river. There is lack of coordination and there is no integrated planning in the Surabaya River management. The local government control to the utilization of riparian zone and water pollution control in Surabaya River is still ineffective. Therefore, the improper uses of riparian land were still increasing and the water quality was declining. This condition threatens the sustainability of river function as source of raw water for drinking water company. The houses built on the riparian land were also not safe for the inhabitants, since the land is labil and some houses on the riparian land have collapsed lately.
The monitoring program seems to be only formality without any evaluation and follow-up action to the wastewater and water quality monitoring results. The industrial wastewaters that exceed the wastewater standard will still exceed the standard on the next monitoring results. There is no sufficient control to the wastewater disposal into Surabaya River.
The water assessment results showed that on 25th May 2002, the worst water quality of Surabaya River were found in Kali Tengah (middle section of Surabaya River) and Jambangan (down-stream of Surabaya River). On that day, presumably there were no waste disposal activity in Kali Tengah, hence the water quality in Kali Tengah was quite good and almost the same with water quality in Jambangan. On 2151 August 2002, it was presumed that there were waste disposal activities in Kali Tengah so that the water quality in Kali Tengah was the worst as compared to other stations in Surabaya River. The worst water quality was indicated by high values of BOD, COD, TOC, TSS and DHL in Kali Tengah on 21" August 2002.
The water quality of up-stream section of Surabaya River complied with the water quality standard of Class 1 according to PP No.81/2001 (can be used as raw water for drinking water), while the water quality at middle and down-stream section of Surabaya River exceeded that water quality standard.
The Mann-Whitney Test result with a 0,05 showed that the organic content (measured as BOD and COD) at up-stream section of Surabaya River was significantly different from those at the middle and down-stream section of Surabaya River. In contrast, the organic content at middle section of Surabaya River was not different significantly from that at and down-stream section.
Although the measurement of physical and chemical parameters of water sampled showed that the water quality at up-stream section of Surabaya River was still in good condition and complied the water quality standard of class 1, the biodiversity index of benthic macro-invertebrate community indicated the occurrence of mild water pollution. The result suggests that benthic community monitoring is more sensitive than the physical and chemical measurement. It can be used as bio-indicator of water quality in the habitat.
On 25th May 2002, the lowest diversity index was found at Jambangan while on 21s` August 2002 the lowest diversity index was found at Kali Tengah. The correlation coefficient index of Spearman rank showed a significant relation of diversity index to BOD and COD concentration. The diversity index has a moderately strong negative correlation with BOD content (coefficient correlation - 0,653) and it has a weak negative correlation with COD content (coefficient correlation - 0,339).
Macro-invertebrate community at up-stream section of Surabaya River was characterized by the high percentage of sensitive species such as insect larva, prosobranchia gastropod, mussels and decapods. At middle section of Surabaya River, the percentage of sensitive species decreased and the percentage of tolerant species, such as Tubifex tub fex, Lumbriculus variegatus and Chironamus sp. increased. At down-stream section of Surabaya River, the tolerant species were predominant so high and only few sensitive species were found in this area. The most abundant tolerant species was Tubifex lubifex.
In order to restore the ecosystem of Surabaya River, the government should increase the wastewater disposal control and command all industries to treat their wastewater. The illegal uses of the riparian zone should be terminated and the illegal buildings should be cleared from that protected area. The riparian land then should be rehabilitated and replanted with local vegetation species and a plan to convert the zone into a city riparian forest as a public park should be initiated. The city riparian forest should be supported by Surabaya River information centre as a facility to environmental education program. This centre will act as training facility to increase the understanding and awareness of the people in conserving the Surabaya River Ecosystem as a whole unit that interfered by their activity so that the river function as a source of raw water for drinking water will keep in sustainability."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T 11063
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bogor: Yayasan Buena Vista, 2001
338.479 1 OBY
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Toman Sony
"ABSTRAK
Kabupaten Tapanuli Utara adalah daerah yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai kota wisata melalui pemanfaatan berbagai potensi keindahan alam dan kearifan lokal, sehingga dapat meningkatkan pendapatan daerah, meningkatkan perekonomian masyarakat, menumbuhkan sektor usaha, serta memperkenalkan nilai budaya lokal."
Jakarta: The Ary Suta Center, 2019
330 ASCSM 45 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Loemau, Alfons
"Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia tidak hanya memberikan dampak positif, tetapi juga dampak negatif (misalnya terjadinya pencemaran). Produsen tidak memasukkan eksternalitas sebagai unsur biaya dalam kegiatannya, sehingga pihak lain yang dirugikan. Hal ini akan merupakan kendala pada era tinggal landas, karena kondisi ini berkaitan dengan perlindungan terhadap hak untuk menikmati lingkungan yang baik dan sehat. Masalah pencemaran ini jika tidak ditanggulangi akan mengancam kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Di sepanjang Kali Surabaya terdapat sekitar 70 industri yang punya andil membuang limbah ke badan sungai tersebut. Permasalahan ini menjadi semakin mendapat perhatian dengan dibangunnya instalasi Pengelolaan Air Minum (PAM) di wilayah Karang Pilang yang merupakan proyek peningkatan kapasitas pengelolaan air minum untuk mencukupi kebutuhan air minum di Surabaya atas bantuan Bank Dunia. Pada tahun1988, dua di antara 70 perusahaan/industri yang diduga memberikan kontribusi pencemaran terhadap Kali Surabaya diajukan ke pengadilan. Kedua perusahaan ini adalah PT Sidomakmur yang memproduksi Tahu dan PT Sidomulyo sebagai perusahaan peternakan babi. Limbah dari kedua perusahaan ini dialirkan ke kali Surabaya, dan diperkirakan telah menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan hidup.
Untuk dapat membuktikan bahwa suatu perbuatan telah menimbulkan pencemaran perlu penyidikan, penyidikan ini dilakukan oleh aparat POLRI. Untuk itu di samping diperlukan kemampuan dan keuletan setiap petugas, juga diperlukan suatu model yang dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu perbuatan telah memenuhi unsur pasal (Pasal 22 UU No. 4 Tahun 1982), seperti halnya dengan kasus Kali Surabaya.
Polisi (penyidik) dalam penyidikan berkesimpulan bahwa telah terjadi pencemaran karena kesengajaan, sehingga perkara ini diajukan ke Pengadilan Negeri Sidoardjo, tetapi hakim memutuskan bahwa tidak terjadi pencemaran. Sedangkan pada tingkat Mahkamah Agung menilai bahwa Hakim Pengadilan Negeri Sidoardjo salah menerapkan hukum, selanjutnya MA memutuskan bahwa perbuatan tersebut terbukti secara sah dan menyakinkan mencemari lingkungan hidup karena kelalaian. Perbedaan ini menunjukkan bahwa permasalahan lingkungan hidup merupakan permasalahan kompleks, rumit dalam segi pembuktian dan penerapan pasal, serta subyektivitas pengambil keputusan cukup tinggi, sehingga perlu suatu media untuk menyederhanakan, memudahkan dan meminimalisir unsur subyektivitas.
Tujuan penelitian ini adalah menetapkan model untuk menentukan prioritas teknik penyelidikan, menentukan terjadi tidaknya pencemaran, menentukan pencemaran disebabkan oleh kesengajaan atau kelalaian dan mengidentifikasikan kendala penyidikan.
Penelitian ini diharapkan memberikan masukan dalam upaya penegakan hukum sebagai bagian dari sistem peradilan pidana. Criminal Justice System (CJS) dan lebih memberikan kepastian hukum (jaminan perlindungan hak) pihak yang terlanggar (korban pencemaran) maupun pihak yang melanggar. Sifat dari penelitian ini adalah Studi Kasus, yakni kasus pencemaran kali Surabaya oleh PT Sidomulyo dan PT Sidomakmur. Penentuan kasus ini didasarkan pada pertimbangan bahwa adanya dua putusan yang berbeda, pada tingkat Pengadilan Negeri Sidoarjo dan pada tingkat Kasasi. Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, Data primer diperlukan berkaitan dengan aplikasi Proses Hirarki Analitik(AHP)dan kendala penyidikan, sedangkan data sekunder diperlukan untuk mempertajam pembahasan hasil penelitian data primer.
Pengumpulan data dalam aplikasi AHP dilakukan terhadap populasi, yakni sebanyak 6 anggota POLRI (sebagai aparat penyidik pada kasus tersebut) dan 14 orang responden dari 9 instansi yang terlibat. Sedangkan untuk mengidentifikasi kendala penyidikan, di samping dilakukan pada 6 anggota POLRl (sebagai aparat penyidik) juga dilakukan pada 5 orang pemerhati di bidang hukum dan lingkungan.. Pengambilan data terhadap pemerhati di bidang Hukum dan Lingkungan dilakukan dengan metode non random sampling.
Metode analisis data yang dipakai adalah menggunakan Model AHP, proses ini dimulai dengan mendefinisikan situasi dengan seksama, memasukkan atau melengkapi dengan sebanyak mungkin detail yang relevan yang akan digunakan sebagai faktor yang memberikan kontribusi. Sesuai dengan tujuan penelitian, maka Model AHP dirumuskan dalam 3 kelompok hirarkis, hirarkis pertama adalah menentukan prioritas teknik penyelidikan, hirarkis kedua adalah menentukan terjadi tidaknya pencemaran dan hirarkis ketiga adalah menentukan pencemaran tersebut karena lalai atau sengaja. Sedangkan untuk mengidentifikasikan kendala penyidikan digunakan metode deskriptif analitis.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa prioritas pertama (sesuai dengan derajat pentingnya) penggunaan teknik penyelidikan dalam mendapatkan data/informasi awal dalam upaya menentukan tindak pidana pencemaran lingkungan kali Surabaya adalah "teknik Surveillance" dengan nilai 0,344, disusul oleh teknik pemeriksaan dokumen (0,329). Berdasarkan proses AHP menunjukkan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh PT Sidomulyo dan PT Sidomakmur telah nyata mencemari lingkungan dengan nilai 0,763, dan pencemaran tersebut telah nyata memenuhi unsur sengaja denga nilai 0,815. Kendala utama dalam pelaksanaan penyidikan kasus tersebut adalah pasifnya petugas penyidik lapangan, peran BKKLH dan Advokasi LSM belum efektif, ruang gerak penegak hukum yang terbatas, ketidaksederhanaan perangkat hukum yang ada, kemampuan penguasaan hukum aparat yang belum memadai.

Development activities carried out by Indonesia has not produced positive impact only, but negative impact as well (pollution for instance). The producer has not included externalities as cost element in its activities, so that another party has to bear the burden. This is a constraint in the "take off era", because it is related with the protection towards the right to enjoy a good and healthy environment. This pollution problem, if it is not overcome instantly, it will threaten the everlasting living environmental function.
There are about 70 industries that have their respective shares in disposing waste into the river body along the Surabaya river. This issue has received ever increasing attention with the establishment of the Drinking Water Management Installation (PAM) in the Karang Pilang area, The project is to increase the drinking water management capacity to satisfy the need for drinking water in Surabaya with the aid of the World Bank. In 1988, two out of the 70 enterprises/industries that were suspected of polluting the Surabaya river, were sent to court. They were PT Sidomakmur, which produced tofu and PT Sidomulyo, a pig raising enterprise. The wastes Of the two enterprises were disposed of into the Surabaya river and suspected to have polluted the living environment.
To prove that an act has caused pollution, an investigation need to be carried out. This investigation was undertaken by the police (POLRI). For that purpose, besides the ability and tenacity of each and every officer, a model is also needed that can be used to determine whether or not an act has complied with the provision of an article of law (article 22 Act No 4 year 1982) as was the case of the Surabaya river.
The police (investigator) concluded that pollution did occur intentionally so that the case was brought to the Sidoardjo Court of law. However, the Judge decided that no pollution took place. Whereas the Supreme Court considered that the Sidoardjo Court of Law has mis-applied the Law. Hence, the Supreme Court decided that the act was proven beyond the reasonable doubt that the living environment was polluted due to negligence. This difference showed that living environment is a complex issue, intricate in providing proofs as well as application of the articles of Law. In addition, the subjectivity of the decision maker is reasonably high, so that a medium needs to be invented to simplify, facilitate and minimize the element of subjectivity.
The objective of this study is to formulate a model to determine investigation technique priority, to determine the occurrence or non-occurrence of pollution to determine the pollution was caused intentionally or due to negligence and to identify the constraints of investigation. This study is hoped to provide input towards endeavours of Law Enforcement as part of the Criminal Justice System. What is more, it is hoped to provide a more definite legal certainty (guaranteeing rights protection) to both the affected party (pollution victim) as well as the offender.
The nature of this study is a case study, namely the Surabaya river pollution by PT Sidomulyo and PT Sidomakmur. The determination of this case was based on the consideration that there were two different decisions made, namely at the Sidoardjo Court of Law and at the level of the Supreme Court. The data needed in this study were both, primary data and secondary data. The primary data needed were related to the application of Analytical Hierarchy Process (AHP) and investigation constraints. Whereas, the secondary data needed was to focus the discussion on the results of the primary data. Data collection in the AHP application was carried out towards the population, namely 6 Police Officers (as investigators of the case in question) and 14 respondents of 9 related institutions. Whereas, to identify the investigation constraints, besides the 6 Police Officers, 5 observers in the legal and environmental fields were also included. Data collection of the latter were carried out by using the non-random sampling method.
The method of data analysis used was the Analysis Hierarchy Process (AHP) model. In this process, strict situational definition was the initial step, thence additions or supplementing with as many relevant details as possible to be used as factors that provide contributions. In accordance to the objective of the study, the Alf? model was formulated into 3 hierarchical groups. The first hierarchy is to decide the investigation technique priority, the second hierarchy is to decide the occurrence or non-occurrence of pollution and the third hierarchy is to decide whether the pollution was caused by negligence or intentionally_ Whereas, to identify the investigation constraints, the descriptive analysis method was used.
This study concluded that the first priority (according to the degree of data/information in efforts to determine environmental pollution criminal act of Surabaya river was the "Surveillance Technique" with a value of 0.34-4, followed by documents investigation technique (0.329). Based on the AHP process, it was disclosed that the activities conducted by PT Sidomulyo and PT Sidomakmur were obviously polluting the environment with a value of 0.763. The pollution in question was in fact complying with the intentionally element with a value of 0.815. The main obstacle in the implementation of the case investigation was the passivity of the field investigating officer, the role of BKKLH and NGO advocacy that were not yet effective, the limited law enforcement space to move, the presence of non-simplified legal system, the inadequate and inability of the legal apparatus in the mastery of the trade.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Catur Retnaningdyah
"ABSTRAK
Kali Mas adalah anak cabang bagian hilir Sungai Brantas yang secara khusus melewati deerah perkotaen Surabaya. Berhubung sejak di bagian hulu Sungai Brantas sampal dengan Kali Mas ini menerima limbah padat dan atau cair dari berbagai kegiaten pertanian, industri, dan pemukiman maka kualitas air Sungai Brantas maupun Kali Mas akan mengalami pencemeran yang depat berupa bahan organik, unsur hara, padatan tersuspensi, dari atau bahan toksik. Perum Jasa Tirta (1995) mencatat bahwa 87% pencemar di sepanjang Kali Mas berasal dari limbah domestik.
Surlaktan deterjen sintetik adalah salah satu limbah domestik yang bersifat toksik di perairan. Pengaruh beban masukan deterjen sintetik pads biota perairan dapat tercermin dari perubahan struktur komunitas makroinvertebrata bentos yang hidup menetap di substrat perairan. Beban masukan deterjen akan mengakibatkan pemusnahan jenis secara selektif sesuai dengan toleransinya terhadep deterjen.
Dalam rangka upaya pengendalian kualitas air Kali Mas, diperlukan suatu metode evaluasi yang bersifat obyektif. Dalam upaya pendugaan kualitas air, selain dilakukan dengan metode fisika-kimia yang cukup kompleks, juga diperlukan metode bioiogi khususnya untuk mengendalikan bahan pencemar yang bersifat toksik. Komunitas makroinvertebrata bentos dipertimbangkan tepat untuk dijadikan biota indikator perairan sungai oleh karena hidup menetap di dasar perairan dan mempunyai keenekaragaman yang tinggi. Dari perubahan struktur komunitas makroinvertebrata bentos yang aktual terjadi, depot dijadikan sebagai dasar informasi tentang tingkat kadar deterjen sintetik. Apabila hal ini dapat dipastikan maka obyek penilaian tingkat pencemaran deterjen sintetik dapat didasarkan pada perubahan struktur komunitas makroinvertebrata bentos.
Berdasarkan hal di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk (1) memperoleh informasi tentang kualitas air di Kali Mas Surabaya khususnya berkenean dengan adanya masukan bahan deterjen sintetik, (2) mengetahui perubahan struktur komunitas makroinvertebrata bentos pada berbagai tingkat pencemaran di Kali Mas, dan (3) mengetahui tingkat kepekaan jenis makroinvertebrata bentos terhadap perubahan kandungan surfaktan deterjen sintetik (LAS dan PBS) untuk dijadikan dinar indikasi tingkat pencemaran deterjen.
Penelitian kepekean makrolnvertebrata bentos terhadap tingkat pencemaran deterjen di Kali Mas Surabaya menggunakan metode penelitian Ex Post Facto. Uji toksisitas surfaktan deterjen sintetik (LAS dan ABS) terhadap kelangsungan hidup Jenis makroinvertebrata bentos dilakukan dengan metode eksperimental.
Strategi pendekaten untuk telaah analisis kausatif hubungan antara habitat dan tingkat pencemaran deterjen terhadap struktur komunitas makroinvertebrata bentos di Kali Mas Surabaya adalah sebagai berikut :
1. Penentuan lokasi penelitian atas dasar kandungan deterjen.
2. Penentuan tingkat pencemaran Kali Mas dengan melakukan pemantauan kualitas air termasuk di dalamnya kandungan deterjen pada tiap lokasi.
3. Telaah struktur komunitas makroinvertebrata bentos pada tiap lokasi.
4. Telaah hubungen fungsional muftifaktor antara kualitas air (DO, TOM, TSS, fosfat, sutfat, dan deterjen) dengan kelimpahan jenis makroinvertebrata bentos yang ditemukan.
5. Analisis kepekaan dari masing-masing Jenis dan kelilmpahan makroinvertebrata bentos terhadap perubahan kadar deterjen.
6. Untuk mengetahui sifat toksik dari surfaktan deterjen, maka Jenis-Jenis yang bersifat peka terhadap perubahan kadar deterjen tersebut kemudian diuji lebih lanjut melalui uji toksisitas dengan metode bioassay lethal acute effect terhadap surfaktan deterjen LAS dan ABS.
Pengambilan sampel air, substrat, dan makroinvertebrata bentos untuk pemantauan kualitas air dilakukan pada 7 lokasi di suatu ruas Kali Mas mulai dari pintu air Wonokromo sampai daerah Ngemplak di Kotamadya Dati II Surabaya. Analisis kualitas kimia dan biologi serta uji toksisitas dilakukan di laboratorium Ekologi Jurusan Biologi F.M1PA Universitas Brawijaya. Studi pendahuluan untuk penentuan lokasi dilakukan tanggal 12 Meret 1996.
Pengambilan sampel dilakukan sebanyak enam kali (tanggal 11, 15, 19, 23, 27, den 31 Mei 1996). Uji toksisitas dilakukan pada bulan Aguslus sampai September 1996.
Pengambiian sempel air pada tiap stasiun dilakukan pada lapisan permukaan dan lapisan dasar (± 25 cm dari permukaan dan dasar). Pada masing-masing lapisan tersebut dilakukan pengembilan sampel secara komposit pada bagian tepi (kiri dan kanan) dan bagian tengah.
Faktor lingkungan yang diukur dalam penelitian adalah kecepatan arus, lebar sungai, kedalaman, debit, tekstur substrat, padatan tersuspensi total (TSS), suhu air dan udara, konduktivitas air, oksigen tertarut (DO), CO2 bebas terlarut, GODS, COD, TOM, deterjen, total fosfat terlarut, sulfat, ammonium, pH, alkalinitas, dan selinitas. Pengumpulan data kualitas air yang berupa NH3 -N, NO3, NO2, Fe, Hg, Mn, Zn, dan Crs+ diambil dari DPU Pengairan Dati I Jawa Timur.
Untuk penentuan tingkat pencemaran Kali Mas, data hasil pemantauan kualitas air dikompilasi dan dihitung nilai rata-rata serta kesalahan baku untuk masing-masing stasiun dan waktu pantau kemudian dibandingkan dengan nilai baku mutu air golongan B dan C berdasarkan SK Gubernur Kepala Dati lI Jawa Timur No. 413 Tahun 1987. Tingkat pencemaran Kali Mas secara umum ditentukan dengan mencari indeks Pencemaran lmplisit dari Pratis (Ott, 1978). Pengelompokan habitat dan tekstur substrat dinar ditentukan dengan mencari Indeks Kesamaan Bray-Curtis. Untuk mengetahui perbedaan kualitas air antar lapisan air, stasiun, dan antar waktu pantau maka dilakukan uji Anova yang dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecll (BNT) pada niaai tiap-tiap parameter.
Data hasil identifikasi dan perhitungan kelimpahan Jenis makroinretertebrata bentos digunakan untuk menghitung indeks keanekaragaman Shanon-Wiener, indeks keseragaman (Equability), indeks dominansi, indeks kesamaan komunitas Bray-Curtis, dan Index of dispersion. Untuk mengetahui perbedaan kelimpahan antar stasiun dan waktu pantau dilakukan uji Anova yang dilanjutkan dengan uji BNT pada kelimpahan tiap-tiap Jenis makroinvertebrata bentos yang ditemukan.
Parameter kualitas air penentu kelimpahan makroinvertebrata bentos, ditentukan dengan telaah hubungan fungsional antara tiap-tiap parameter fisik - kimia air dengan kelimpahan jenis makroinvertebrata bentos dalam bentuk model regresi berganda. Kepekean makroinvertebrata bentos terhadap kadar deterjen dihitung dari rumus turunan pertama dan persamaan regresi berganda tersebut terhadap deterjen. Penghitungan uji Move, BNT, den regresi berganda dengen menggunaken SPSS for Windows Release 6.0.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas air di Kali Mas sudah tidak memenuhi nilai baku mutu golongan B dan golongan C. Parameter kualitas air yang telah melampaui nilai baku mutu adalah BOD5 (6.33 - 19.08 mgA), DO (2.10 - 4.14 mgA), TSS (67.90 - 154.97 mg/I), COD (119.25 - 143.25 mg/I), deterjen (1.9i - 4.30 mgA), fosfat (0.31 --1.21 mgA), ammonia (0.15 - 0.62 mgA), nitrit (0.07 - 0.27 mgA), den besi (5.07 - 7.14 mg11). Tingkat pencemaran di Kali Mas berdeserkan Indeks pencemaran Implisit dari Prati's digolongkan dalam kategori tercemar ringan sampai tercemar (2.87 - 7.65).
Sehubungan dengan pencemaran tersebut, beberapa parameter habitat makroinvertebrata bentos mengalami perubahen secara spasial. Rataan deterjen (1.55 - 4.81 mgA), fosfat (0.32 - 1.20 mg/l), sulfa' (29.80 - 34.14 mgA), BOD5 (7.00 - 21.50 mgA), den DO (2.63 - 4.60 mg11) nyata lebih tinggi pada daerah ke arah hilir. Retain suhu, DHL, pH, TOM, TSS, COD, dan ammonium tidak berbeda nyata secara spasial. Selama penelitian, secara umum ditemui perubahan temporal dari semua parameter kuailtas air yang diamati. Habitat Kali Mas berdasarkan kondisi TOM dapat dibagi menjedi dua kelompok yaitu waktu pantau ke-1,2,3 dengan kadar TOM yang lebih tinggi (630.42 - 660.44 mg/I) den waktu pentau ke-4,5,6 dengan kadar TOM yang lebih rendah (337.33 - 533.25 mgA). Secara keseluruhan, perubahan kualitas air Kali Mas tersebut berdasarkan indeks kesamaan Bray-Curtis pada tingkat kesamaan 90% didapatkan kualitas habitat di stasiun 7 (waktu kadar TOM tinggl} dan stasiun 6 (waktu kadar TOM rendah) berbeda nyata dibandingkan dengan stasiun yang lain dengan natal Indeks kesamaan berturut-turut 88% den 89%.
Pada daerah penelitian ditemukan 24 jenis makroinvertebrata bentos yang dildentifikasi dan filum Annelida, Mollusca, dari Arthropoda. Adanya perubahan kualitas air di Kali Mas mengakibatkan perubahan komposisi, tipe penyebaran, dan perubahan kelimpahan dari beberapa jenis mekroinvertebrata bentos secara spasial. Secara khusus pada stasiun 1 ditemukan tingkat keanekaragaman (0.35 - 1.14) dan keseragaman (0.12 - 0.36) jenis yang mantap rendah maka dominansi jenis tinggi (0.49 - 0.91), den pada staslun 6 ditemukan tingkat keanekaragaman (2.19 - 2.65) dan keseragaman (0.60 - 0.74) jenis makroinvertebrata yang mantap tinggi maka dominansi jenis rendah (0.19 - 0.29). Sedangkan pada stasiun yang lain ditemukan struktur komunitas yang berubah-ubah yaitu keanekaragaman (0.48 - 1.85) dan keseragaman (0.24 - 0.54) jenis yang rendah sampai sedang maka dominansi jenis sedang sampal tinggi (0.32 - 0.85). Berdasarkan indeks kesamaan Bray-Curtis didapatkan pengelompokan struktur komunitas dan ekotipe dari makrolnvertebrata bentos yang serupa.
Stasiun 6 mempunyai struktur komunitas dan ekotipe yang paling berbeda dibandingkan dengan stasiun yang lain dengan nilai indeks kesamaan 6% dan 9% (pada waktu kadar TOM tinggi) serta 7% dan 996 (pada waktu kadar TOM rendah).
Pada waktu kadar TOM tinggi ditemukan tiga jenis makroinvedebrata bentos yang nyata dipengaruhi oleh deterjen yaitu Bellarnya javanica, Wattebledla insularian, dan Corbicula javanica. Pada waktu kadar TOM rendah ditemukan jenis Lymnaea rubiginosa yang nyata dipengaruhi oleh deterjen. Tingkat kepekaan dan keempat jenis tersebut pada tingkat signifikansi 5% adalah 0.4873 mgA, 1.009 x 10 mgA, 5.0359 x 1010 mgA, dan 3.3645 x 9012 mg/_ Perubahan kader TOM di ruas Kali Mas mengakibatkan perbedaan tingkat kepekaan dari jenis makroinvertebrata bentos terhadap kadar deterjen. Berdasarkan uji toksisitas ditemukan bahwa pada kadar TOM yang lebih rendah, jenis Lymnaea rubiginosa bersifat lebih peka terhadap peningkatan surfaktan LAS dan ABS (nilat LC50-96 jam 9.40 dan 13.59 mgA) dibandingkan dengan Wattebledla insularian (natal LC5rr96 jam 10.73 dan 15.89 mgA).

ABSTRACT
The Sensitivity Of Benthic Macroinvertebrate To Detergent Pollution Level (A Casa Study In Surabaya Mas River)Mas River is a downstream tributary of Brantas River which pass through Surabaya municipality. Since from the upstream of Brantas River up to Mas River it received solid and liquid waste from various agriculture, industry and household activities, therefore, the water quality of both Brantas as well as Mas River are polluted by organic substances, nutrient, suspended solid, and or toxic substances. Perum Jasa Tirta (1995) noted that 87% polutants along Mas River came from domestic wastes.
Synthetic detergent's surfactant is one of the toxic domestic waste in the body of water. The influence of synthetic detergent discharges to the aquatic population are reflected by the changes of benthic macroinvertebrate community structure that live in the aquatic substrate. The load of detergent discharges selectively resulted in the elimination of species according to their selective degrees of tolerance towards the detergent.
In order to control Mas River water quality, the evaluation methods objectively are needed. The physic chemical examinations are complicated methods for assessing water quality and that is why it is needed biological method specially to control toxic substances pollutant. Benthic macroinvertebrate communities are considered as an appropriate bioindicator of rivers because they live In the bottom of the water and have high diversity. The actual change of benthic macroinvertebrate communities can be regarded as basic information on the level of synthetic detergent concentration. If this can be proofed, then, the pollution level of synthetic detergent assessment can be based on benthic macroinvertebrate community structure change.
Based on the above explanation, this research was carried out to obtain information on (1) water quality of Surabaya Mas River, especially those concerning the existing synthetic detergent content, (2) to know benthic macroinvertebrate communities structure changes at different pullution levels In Surabaya Mas River , and (3) to know the sensitivity level of benthic macroinvertebrate species towards the concentration of synthetic detergent surfactant as the basic indicator of detergent pollution level.
The ex post facto method was used to study the sensitivity of benthic macroinvertebrate to detergent pollution level in Surabaya Mas River. The experimental method was used to toxicity test of synthetic detergent's surfactant (LAS and ABS) towards the survival of benthic macroinvertebrate species.
The strategical approach of causative analysis review between habitat and detergent pollution level on benthic macroinvertebrate community structure in Mas River are as follows :
1. To determine the sampling site based on detergent concentration.
2. To determine Mas River pollution level by monitoring the water quality including the detergents'concentration at each sampling site.
3. To analyze benthic macroinvertebrate communities structure at each sampling site.
4. To analyze the multifactor functional Interaction between water quality (DO, TOM, TSS, phosphates, sulfates, and detergent) with species abundance of benthic macroinvertebrates found.
5. To analyze the sensitivity of each benthic macroinvertebrate species abundance towards detergent concentration change.
6. To know the toxicity of detergent surfactant, the sensitive species towards detergent concentration change mentioned above are then tested further by way of toxicity test with bioassay lethal acute effect method towards LAS and ABS detergent surfactant.
The collection of water, substrate, and benthic macroinvertebrate samples to monitor water quality were carried out at 7 locations of Mas River commencing at Wonokromo sluice up to Ngemplak Area in Surabaya municipality. Chemical and biological quality analyses as well as the toxicity test were done at the Ecology Laboratory, Biology Department, Faculty of Mathematics and Science, Brawijaya University, Malang. The preliminary study to determine the location was done on March 12, 1996. The sampling was done six times (11, 15, 19, 23, 27, and 31 May, 1996). Toxicity tests were done between August and September 1996.
The sampling of water at each station was carried out at the surface and bottom layer (± 25 cm from the surface and bottom). In each layer, the sampling is done in composit way at the edges (left and right) and the middle. Environmental factors measured in this research are current velocity, width, depth, discharge, substrate texture, total suspended solid, temperature of water and air, conductivity, dissolved oxygen, dissolved CC2, BOD5, COD, TOM, detergent, total dissolved phosphates, sulfates, ammonium, pH, alkalinity, and salinity. The data of NH3-N, N03, NOj, Fe, Hg, Mn, Zn, and Crs+ were taken from the Irrigation Public Works Department of East Java local government.
To determine the Mas River pollution level, the data of water quality monitoring result is compiled and the average value as well as its standard error for each station end sampling period are calculated then compared with water quality standard values of class B and C based on the Governor of East Java Province decree No. 413 (1987). The Mas River pollution level is, in general, determined by looking for Prati's Implicit Index of Pollution (Ott, 1978). The grouping of Mas River habitat and the substrate texture are determined by searching for the Bray-Curtis similarity Index. Anova test Is used to find out the water quality difference between water layer, station, and inter-sampling period. It is continued with Least Significance Difference (LSD) test at each parameter's value.
The results of identification and species abundance of benthic macroinvertebrate calculation was used to compute the Shanon-Wiener Diversity Index, Equitability Index, Dominance Index, Bray-Curtis Community Similarity Index and Index of Dispersion. To find out the difference of species abundance inter stationally and sampling period, the Anova test was carried out and followed by LSD test on abundance of each species of benthic macroinvertebrates found.
Water quality determinants of benthic macroinvertebrate abundance are determined by reviewing the functional Interactions between each physic chemical parameter of water and species abundance of benthic macroinvertebrate in the form of multi regression model. The sensitivity of benthic macroinvertebrate towards detergent concentration was calculated from the formula of first derivation of multi regression equation towards the detergent. The calculations of Anove, LSD test, and multi regression took place by using SPSS for Windows Programme release 6.0.
The result of this research showed that the water quality of Mas River is not eligible for raw water of drinking water (class B) as well as for fishery requirements (class C). Water quality parameters exceeded the quality standard values are BOD5 (6.33 - 19.08 ppm), DO (2.10 - 4.14 ppm), TSS (67.90 - 154.97 ppm), COD (119.25 - 143.25 ppm), detergent (1.91 - 4.30 ppm), phosphates (0.31 - 1.21 ppm), ammonia (0.15 - 0.62 ppm), nitrite (0.07 - 0.27 ppm), and iron (5.07 - 7.14 ppm). The Pollution level of Mas River, based on Prati's Implicit Index of Pollution Is classified in categories of slightly polluted to polluted water (2.87 - 7.65).
Some parameters of the benthic macroinvertebrate habitat has been changed because of the pollution level in Mas River. The average concentration of detergent (1.55 - 4.81 ppm), phosphates (0.32 - 1.20 ppm), sulfates (29.80 - 34.14 ppm), BOD5 (7.00 - 21.50 ppm), and DO (2.63 - 4.60 ppm) tend to increase in the down stream. The average of water temperature, pH, TOM, COD, and ammonium at the bottom layer do not show spatial change. All of the water quality parameters show temporal change. Based on TOM condition, Mas River habitat can be divided into two groups namely sampling period 1,2,3 with higher TOM content (630.42 - 660.44 ppm) and sampling period 4,5,6 with lower TOM content (337.33 - 533.25 ppm). Based on the Bray-Curtis similarity index it was found that there is significance difference of the habitat quality of station 7 (on the high TOM content periods) and station 6 (on the low TOM content periods) compared to the other station at 90% similarity level with the similarity index value are 88% and 89% respectively.
There are 24 species of benthic macroinvertebrates in the study area, classified as Annelida, Mollusca, and Arthropoda phyltum. The change of water quality in the Mas River has changed the composition, dispersion type, and spatial abundance of some benthic macroinvertebrate species. Station 1 and 6 have special structure of benthic macroinvertebrate community. Station 1 has low species diversity (0.35 - 1.14) and equitability (0.12 - 0.36) and that is why there is high species dominance (0.49 - 0.91). Station 6 has high species diversity (2.19 - 2.65) and equitability (0.60 - 0.74) and that is why there is low species dominance (0.19 - 0.29). The other stations have lower to intermediate species diversity (0.48 - 1.85) and equitability (0.24 - 0.54) so that the species dominance are intermediate to high (0.32 - 0.85). Based on the Bray-Curtis similarity index it was found that there is similar the grouping of community structure and ecotype of benthic macroinvertebrate. It was found that there is difference of community structure end ecotype of benthic macroinvertebrate between station 6 compared to the other stations with the similarity index value are 6% and 9% (on the high TOM content periods) and 7% and 9% (on the low TOM content periods).
Bellarnya javanka, Wattebledia insular,,,, Corbicula javanica (on the high TOM content periods) and Lymnaea rubiginosa (on the low TOM content periods) were affected by detergent concentration. The sensitivity level of those species at the significance level of 5% are 0.4873 ppm, 1.009 x 10 ppm, 5.0359 x 1010 ppm, and 3.3645 x 1012 ppm respectively. The change of TOM content in the Mas River has changed the sensitivity level of benthic macroinvertebrate species to detergent concentration. Based on the toy icity test it was found that Lymnaea tublglnosa was more sensitive to LAS and ABS surfactant concentrations on the low TOM content periods (L.C50-96 hours are 9.40 and 13.59 ppm respectively) compared to Wattebledia insular (LC50-96 hours are 10.73 and 15.89 ppm respectively).
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oka A. Yoeti
Bandung: Angkasa, 1994
338.4 OKA p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Oka A. Yoeti
Bandung: Angkasa, 1994
338.4 OKA p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Nadjamuddin Ramly
Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2007
910 NAD p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>