Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 52395 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Modernisasi yang terjadi pada zaman Meiji merubah kondisi sosial, politik dan ekonomi negara Jepang. Slogan fukoku kyohei (negara yang kaya, militer yang kuat) dan bunmei kaika (sipilisasi) yang digalakkan oleh pemerintah guna mengejar ketertinggalan dari negara-negara Barat dijadikan tujuan bangsa. Untuk mencapai tujuan tersebut berbagai upaya dilakukan termasuk mengkonsepsikan peran laki-laki dan perempuan di masyarakat. Melalui institusi pendidikan, baik laki-laki maupun perempuan diharapkanuntuk mampu memberikan kontribusi mereka terhadap negara. Peran perempuandalam msyarakat bertujuan untuk menjadikan mereka sebagai istri yang baik dan ibu yang bijaksana atau ryosai kenbo. Melalui paham ryosai kenbo, perempuan diharapkan dapat memberikan kontribusinya pada negara dengan kerja keras mereka dalam hal mengatur rumah tangga secara efisien dan mendidik anak dengan baik. Ryosai kenbo merupakan proses domestikasi perempuan. Hal ini terjadi karena paham ryosai kenbo menitikberatkan pada pendidikan untuk menjadi seorang istri dan ibu yang bertugas hanya di wilayah domestik yaitu rumah tangga. Domestikasi perempuan melalui paham ryosai kenbo merupakan kemunduran posisi perempuan. Segregasi perempuan hanya di dalam sector domestik, telah membuat kaum perempuan Meiji tersubordinasikan. Hal itu terjadi karena rumah tangga yang berdasarkan pada sistem keluarga ie yang berideologikan patriarki menempatkan perempuan pada posisi subordinat dari laki-laki. Dalam ie, harkat dan martabat laki-laki lebih dipentingkan dari pada perempuan."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S13479
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Tamzis Hudi
"Ryosai Kenbo adalah suatu paham yang membentuk wanita menjadi seorang istri yang baik dan ibu yang bijaksana yang dijadikan pemerintah Jepang sebagai tujuan pendidikan wanita Jepang pada zaman Meiji. Dengan dilaksanakannya Restorasi Meiji, pemerintah Jepang zaman Meiji melakukan pembaharuan-pembaharuan di segala bidang kehidupan dalam rangka mengejar ketertinggalan negaranya dari negara-negara Barat dan memajukan bangsa serta negaranya. Dan Ryosai Kenbo dijadikan pemerintah Jepang sebagai usaha untuk mencapai tujuan negaranya tersebut. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui mengapa Ryosai Kenbo dijadikan sebagai usaha untuk memajukan Jepang. Pengumpulan data dilakukan berdasarkan pendekatan kepustakaan dengan memilih, menganalisa, dan mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan dan terkait dengan skripsi. Hasilnya menunjukkan bahwa pemerintah Jepang menjadikan Ryosai Kenbo untuk mendukung usahanya dalam memajukan Jepang karena makna dari Ryosai Kenbo itu sendiri. Yaitu Ryosai Kenbo dijadikan sebagai salah satu ideologi yang menjadi dasar untuk negara Jepang dalam mencapai tujuan negaranya tersebut. Dengan dijadikannya sebagai ideologi yang berlaku di Jepang, Ryosai Kenbo menempatkan dan melembagakan secara jelas peran wanita Jepang di dalam lingkungan domestik yaitu rumah dengan menjadi istri yang melayani suami dengan setia dan patuh, mendukung karir suami, dan dapat mengerjakan semua urusan rumah tanganya dengan baik; dan menjadi seorang ibu yang membesarkan dan mendidik anaknya dengan bijaksana sehingga menghasilkan anak-anak yang dapat menjadi generasi penerus bangsa yang baik."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S13635
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Billy Sarwono
Jogyakarta: Lingkar Media, 2013
305.5 BIL s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Tobing, Mario Excel Elfando
"Perempuan merupakan salah satu elemen penting dalam tasawuf. Tasawuf merupakan aspek esoteris Islam yang mengandung tradisi kearifan dan tradisi suci, termasuk yang berkaitan dengan perempuan. Tarekat Alawiyah, sebuah ordo sufi dari Hadramaut yang berpengaruh di Indonesia, sebagai bagian dari tasawuf juga memiliki tradisi tersebut. Salah satu tradisi perempuan yang khas dalam tarekat ini adalah memelihara sifat ḥayā’, suatu tradisi yang dalam sudut pandang feminisme modern kerap dianggap sebagai pemarginalan dan menyebabkan inferioritas perempuan. Padahal, di balik ketertutupannya, perempuan Alawiyah memiliki peran yang tidak dapat diabaikan. Penelitian ini membahas bagaimana transformasi dan kesinambungan tarekat Alawiyah di Hadramaut dan di Indonesia, ajaran tarekat Alawiyah terkait dengan kedudukan dan peran perempuan serta kontekstualisasinya pada masa kontemporer, dan pandangan para ulama tarekat Alawiyah tentang gagasan kesetaraan gender. Penelitian ini menggunakan metode etnografi serta teori ekofeminisme dan feminisme multikultural. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa keterbukaan praktik spiritual tarekat Alawiyah untuk kaum perempuan terus berkesinambungan. Perempuan dalam tarekat Alawiyah memiliki kedudukan yang setara dengan laki-laki dalam keilmuan dan spiritualitas. Di samping peran utamanya sebagai sumber inspirasi religius pertama bagi para sufi, perempuan Alawiyah juga memiliki peran sebagai otoritas keagamaan, sastrawan sufi, cultural broker, dan filantropis. Ditemukan pula tokoh-tokoh perempuan yang secara sadar memilih peran publik sebagai peran utamanya. Modernisasi mendorong peningkatan peran perempuan dalam memegang otoritas keagamaan dan kontekstualisasi prinsip ḥayā’. Meskipun demikian, di Kota Tarim, tempat asal tarekat ini, prinsip ḥayā’ dan peran gender masih direalisasikan secara tradisional sesuai dengan karakter dan kondisi spiritual penduduk kota tersebut. Sifat ḥayā’ dan pembagian peran gender dalam tarekat ini merupakan bagian dari femininitas positif yang memiliki signifikansi dalam perkembangan spiritual dan menjadi jalan menuju terwujudnya kesetaraan transendental antara laki-laki dan perempuan. Pemikiran ulama tarekat Alawiyah mengenai gender terklasifikasi menjadi dua kecenderungan, yaitu tradisionalisme dan neotradisionalisme.

Women are an important element in Sufism. Sufism is an esoteric aspect of Islam that contains sapiental and sacred tradition, including those relating to women. The Tariqa Alawiya, a Sufi order from Hadramaut which is influential in Indonesia, as part of Sufism also has these traditions. One of the unique traditions of women in this order is maintaining the nature of ḥayā’ (high modesty), a tradition which from the perspective of modern feminism is often seen as marginalising and causing women's inferiority. In fact, behind their concealment, Alawiya women have roles that cannot be ignored. This research discusses the continuity and change of the Alawiyah order in Hadramaut and in Indonesia, the teachings of the Alawiyah order related to the position and role of women and their contextualisation in contemporary times, and the views of the Alawiya order clerics regarding the idea of gender equality. This research uses ethnographic methods and the theories of ecofeminism and multicultural feminism. The findings of this research indicate that the openness of the spiritual practices of the Alawiya order to women continues to be sustainable. Women in the Alawiya order have an equal position with men in knowledge and spirituality. Apart from their main role as the first source of religious inspiration for Sufis, Alawiya women also have roles as religious authorities, sufi poets, cultural brokers, and philanthropists. It was also found that some female figures consciously chose a public role as their main role. Modernisation encourages an increase in the role of women in holding religious authority and the contextualisation of ḥayā’ principle. However, in Tarim City, the place of origin of this order, the principle of ḥayā’ and gender roles are still realised traditionally in accordance with the character and spiritual condition of the city's residents. The nature of ḥayā’ and the division of gender roles in this order are part of positive femininity which has significance in spiritual development and is a path towards realizing transcendental equality between men and women. The thoughts of Alawiya religious scholars regarding gender is classified into two tendencies, namely traditionalism and neotraditionalism."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haris Herdiansyah
Jakarta: Salemba Humanika, 2016
305.3 HAR g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Harlina
"ABSTRAK
Pada tahun-tahun terakhir ini, angka partisipasi angkatan kerja perempuan meningkat. Peningkatan partisipasi perempuan tersebut menunjukkan kecenderungan peningkatan peran perempuan dalam aktivitas ekonomi dan pembangunan. Peran perempuan dalam bidang ketenagakerjaan telah ditetapkan pila dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara tahun 1998.
Seiring dengan meningkatnya angkatan kerja perempuan, ada hal penting yang memerlukan perhatian, yaitu masalah perlindungan terhadap tenaga kerja perempuan, terutama buruh perempuan pabrik. Perlindungan terhadap pekerja perempuan tidak hanya menyangkut perlindungan fisik (penciptaan kondisi kerja yang baik, lingkungan, jaminan kesehatan), tetapi juga termasuk perlindungan atas hak-hak perempuan untuk memperoleh perlakuan yang lama dengan pekerja laki-laki seperti kesempatan kerja, memilih profesi, pemberian gaji, dan tunjangan. Perlindungan tersebut diarahkan kepada peningkatan harkat dan martabat pekerja. Perlindungan terhadap pekerja dirasakan masih kurang, hal tersebut terlihat dari banyaknya aksi mogok para pekerja dan pelanggaran hak-hak dasar perempuan serta lemahnya pengawasan terhadap perusahaan. Perlindungan terhadap buruh perempuan bukan persoalan jenis kelamin, tetapi menyangkut hak asasi, maka hak dasar perempuan harus dilindungi. Akan tetapi, kenyataannya peraturan yang seharusnya menjadi pelindung bagi hak-hak perempuan justru memberi peluang bagi terjadinya pelanggaran hak.
Pengingkaran dan pelanggaran perlindungan terhadap hak-hak buruh perempuan merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Dengan demikian, perlindungan kepada buruh perempuan belum sesuai dengan hak asasi manusia. Sehubungan dengan hal itu terlihat bahwa pelaksanaan peraturan-peraturan pun belum terlaksana dengan baik karena peraturan yang ada belum dapat dilaksanakan secara efektif bagi perlindungan terhadap buruh perempuan."
1999
T 2481
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Nunuk Prasetyo Murniati
Magelang: Indonesiatera, 2004
305.3 NUN g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>