Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 182011 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hery Luthfi
"ABSTRAK
Di Indonesia khususnya di Pulau Jawa banyak peninggalan arkeologi baik berupa candi, arca, maupun peninggalan lain yang berasal dari periode Hindu-Buddha. Di Jawa peninggalan-peninggalan tersebut diduga berasal dari abad VIII-XV Masehi (Soekmono 1979: 457).
Salah satu bentuk peninggalan arkeologi yang banyak menarik perhatian para ahli adalah arca. Dalam makalahnya yang dituangkan dalam Pertemuan Ilmiah Arkeologi I, Edi Sedyawati menyatakan, arca adalah suatu benda yang dibuat oleh manusia dengan sengaja dan karena itu pembuatannya adalah untuk memenuhi tujuan tertentu, atau sesuai dengan tujuan tertentu. Oleh karena itu, ia terkait oleh makna-makna oleh fungsi-fungsi (Sedyawati 1977: 213).
Arca-arca dari periode Hindu-Buddha pada umumnya berbentuk arca dewa, arca binatang, dan arca setengah manusia setengah binatang. Selain dari segi bentuk, arca juga mempunyai berbagai macam ukuran atau seperangkat lambang-lambang yang merupakan alat ibadah (Sedyawati 1980: 47).
Sejalan dengan banyaknya penelitian tentang seni arca, Edi Sedyawati menyatakan, dalam studi_-studi mengenai arca kuna baik di India, Asia Tenggara, maupun Indonesia umumnya dianggap ada dua nilai yang terkait pada artefak ini, yaitu: a. Nilai ikonografis, yang menyangkut sistem tanda-tanda yang mempunyai fungsi sebagai identitas arca. b. Nilai seni, yang menyangkut unsur-unsur gaya yang penggarapannya menentukan indah buruknya arca sebagai ekspresi dorongan keindahan pada manusia (I980: 47-50)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
S11807
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hariani Santiko
"Arkeologi adalah ilmu yang mempelajari dan merekonstruksi kebudayaan masa lalu berdasarkan sisa-sisa kebudayaan materi yang mereka tinggalkan. Mengingat kelembaban iklim Indonesia yang sangat tinggi serta akibat proses kimiawi yang terjadi dalam tanah dimana benda-benda tersebut terkubur beratus bahkan beribu tahun, maka benda-benda tinggalan manusia tersebut sudah tidak utuh lagi. Dari sisa-sisa materi yang terbatas inilah ahli arkeologi berusaha untuk merekonstruksi kebudayaan manusia masa lalu, apabila mungkin seutuhnya, Mengingat jangkauan arkeologi sangat luas, maka untuk merekonstruksi kebudayaan masa lalu, selain mempergunakan metode arkeologi secara seksama, apabila diperlukan, dapat diterapkan pula metode-metode yang dipinjam dari ilmu-ilmu lain (Magetsari 1990: 1-2).
Dalam rangka penelitian arkeologi, untuk kali ini, perkenankanlah saya membahas salah satu jenis peninggalan arkeologi yaitu candi, sisa-sisa sarana ritual agama Hindu dan Buddha di Indonesia, khususnya di Jawa dengan menitik beratkan pembicaraan pada ciri-ciri arsitektur candi serta membandingkannya dengan patokan-patokan yang digariskan oleh kitab Vastusatra (Silpasastra) di India, selanjutnya mencoba merekonstruksi makna simboliknya.
Agama Hindu dan Buddha berkembang di Indonesia antara abad VII--XV Masehi, dan kebudayaan materi yang mereka tinggalkan kebanyakan adalah tempat-tempat suci yaitu candi, stupa, gua penapaan dan kolam suci (patirthan).
Kehadiran bangunan suci candi mula-mula dilaporkan oleh orang-orang Belanda yang melakukan perjalanan di Jawa Tengah pada sekitar abad XVIII, Misalnya C.A. Lons, seorang pegawai VOC di Semarang mengunjungi Kartasura dan Yogyakarta, menyempatkan diri mengunjungi peninggalan-pcninggalan purbakala sekitar Yogyakarta termasuk kompleks candi Prambanan (Rara Jonggrang). Laporan-laporan tersebut rupanya menarik hati pejabat-pejabat Belanda, sehingga tahun 1746 Gubernur Jendral Van Imhoff mengunjungi kompleks Prambanan, kemudian berdatanganlah orang-orang, baik atas perintah atasannya maupun atas kehendak sendiri. Kemudian Sir Stamford Raffles yang menjadi Gubemur Jendral di Indonesia pada tahun 1814 sangat tertarik dengar kebudayaan Jawa. Dengan bantuan teman-teman dan bawahannya (orang Jawa) ia meneliti kebudayaan Jawa termasuk candi-candi yang kemudian diterbitkan daiam bukunya yang terkenal yaitu The History of Java (1817) . Pada waktu itu rupanya orang-orang Belanda dan Inggris telah mempunyai pandangan berbeda terhadap "barang-barang aneh" tersebut. Mereka mulai mengagumi candi dan berpikir betapa tingginya nilai seni yang ditampilkan, serta timbul kesadaran betapa tinggi peradaban bangsa Indonesia di masa lalu (Soekmono 1991:3).
Pada tahun 1885 Y.W. Yzerman mendirikan Archaeologische Vereenigins van Jogya, yaitu semacam Badan Purbakala. Sejak itu penelitian terhadap benda benda purbakala dilakukan lebih sistematis, demikian pula mulai dilakukan pemugaran candi-candi besar maupun candi kecil.
Penelitian candi-candi di Jawa maupun di luar Jawa telah banyak dilakukan Karangan-karangan tentang deskripsi candi paling banyak ditemukan, kemudian menyusul karangan mengenai relief candi, fungsi candi, Tatar belakang keagamaan seni arcanya, peranan candi dalam industri pariwisata dan sebagainya."
Jakarta: UI-Press, 1995
PGB 0462
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Tantri Yuliandini
"Dalam agama Hindu dewa-dewa seringkali divisualisasikan dalam bentuk arca, demikian pula yang terjadi di Jawa. Penggambaran dewa-dewa tersebut ada yang dalam bentuk tenang atau saumya dan ada juga yang dalam bentuk bengis atau ugra. Penggambaran dewa yang berbeda-beda ini bertujuan untuk memperoleh hasil yang berbeda-beda pula, saumya untuk tujuan-tujuan yang bersifat damai seperti banyak anak, banyak rejeki, sedangkan bentuk ugra untuk hal-hal yang berhubungan dengan peperangan atau balas dendam. Selain dalam bentuk arca, dewa-dewa juga digambarkan dalam kakawin sebagai bagian dari alur cerita. Di sini pun dewa digambarkan dalam dua bentuk, saumya dan ugra. Dewa-dewa yang berbentuk ugra dalam kakawin sering diindikasikan dengan kata-kata krura, krodha, rodra, dan triwikrama. Berbeda dengan arca yang dengan sendirinya merupakan pemyataan ikonografis secara lengkap, penggambaran dewa dalam kakawin tampil sepotong-_sepotong, seringkali ciri-ciri dewa yang dianggap umum tidak lagi disebutkan. Adanya perbedaan penggambaran pada arca dan kakawin ini menjadi titik tolak penelitian yang bertujuan untuk (1) mengenali keberadaan arca-arca dewa Hindu yang berbentuk ugra yang berasal dan Jawa Timur abad 11-15 Masehi, (2) melihat bagaimana dewa- lewa ugra ditampilkan dalam bentuk arca dan dalam kakawin, dan (3) melihat persamaan dan perbedaan antara penggambaran dewa-dewi berbentuk ugra pada arca dan dalam kakawin. Data penelitian terdiri atas dua yaitu data arca dan kakawin. Data arca berupa arca dewa-dewa utama agama Hindu yang berasal dari abad 11-15 Masehi. Dewa-dewa utama yang dimaksudkan adalah dewa-dewa yang termasuk dalam keluarga Siwa, yaitu Siwa -dan manifestasinya, Parwati dan manifestasinya serta Ganesa. Dipilihnya dewa-dewa dari keluarga Siwa adalah karena pada masa Jawa Kuno agama Hindu yang dianut cenderung pada aliran Saiwa. Batasan abad 11-15M di Jawa Timur adalah atas dasar pertimbangan bahwa banyak diperoleh arca-arca berbentuk ugra pada pasa tersebut di Jawa Timur dan banyaknya karya-karya sastra terutama kakawin yang digubah pada masa ini. Data penelitian kedua berbentuk data kakawin. Kakawin-kakawin yang digunakan adalah yang memuat deskripsi mengenai dewa-dewa dalam bentuknya yang ugra, yaitu: Kakawin Arjunawiwaha, Bharatayuddha, Ghatotkacatraya, Krsnayana, Smaradahana, Munawijaya, Sutasoma, Parthayajna, dan Kunjarakarna. Penelitian dilakukan melalui tiga tahap penelitian. Tahap pertama dilakukan pendeskripsian terhadap data berupa arca-berdasarkan _Model Deskripsi Arca Tipe Tokoh' Edi Sedyawati, dengan tujuan untuk memperoleh data ikonografis secara utuh. Kemudian dilakukan pemerian terhadap data kakawin dengan jalan mengumpulkan pupuh-pupuh yang memuat deskripsi dewa yang berbentuk ultra. Tahap kedua data arca dan kakawin dikelompokkan berdasarkan jenis dewa dan diamati ciri-ciri umumnya, terutama pada komponen ciri-ciri fisik, hiasan dan laksana. Tahap ketiga dilakukan perbandingan antara data arca dan kakawin sehingga diperoleh perrsamaan dan perbedaan penggambaran dewa-dewa ugra pada arca dan kakawin. Setelah dilakukan penelitian dapatlah ditarik beberapa kesimpulan, yaitu (1) penggambaran dewa-dewa dalam bentuk ugra tampaknya tidak lepas dari ketentuan_ketentuan baku yang menjadi panutan bagi pembuatan arca-arca dewa saumya, (2) terdapat tingkat keleluasaan yang berbeda dalam penggambaran dewa melalui arca dan kakawin. Pada arca dewa secara detail dapat digambarkan termasuk juga komponen-komponen hiasannya sedangkan kedinamisan dewa tidak dapat divisualisasikan dengan bebas karena hanya dapat digambarkan dalam satu pose saja. Penggambaran dewa dalam kakawin gerak-_gerik dewa, tingkah laku, variasi senjatanya dapat dieksploitasi secara maksimum oleh Sang Kawi namun unsur-unsur hiasan yang mendetail cenderung diabaikan karena mungkin akan mengganggu jalan cerita, (3) Keberadaan arcs-arca dewa dalam bentuknya yang ugra pada abad 11-15 Masehi kemungkinan besar berkaitan dengan berkembangnya aliran Tantra pada masa itu, namun hal ini perlu penelitian yang lebih mendalam lagi.dilakukan pemerian terhadap data kakawin dengan jalan mengumpulkan pupuh-pupuh yang memuat deskripsi dewa yang berbentuk ultra. Tahap kedua data arca dan kakawin dikelompokkan berdasarkan jenis dewa dan diamati ciri-ciri umumnya, terutama pada komponen ciri-ciri fisik, hiasan dan laksana. Tahap ketiga dilakukan perbandingan antara data arca dan kakawin sehingga diperoleh perrsamaan dan perbedaan penggambaran dewa-dewa ugra pada arca dan kakawin. Setelah dilakukan penelitian dapatlah ditarik beberapa kesimpulan, yaitu (1) penggambaran dewa-dewa dalam bentuk ugra tampaknya tidak lepas dari ketentuan_ketentuan baku yang menjadi panutan bagi pembuatan arca-arca dewa saumya, (2) terdapat tingkat keleluasaan yang berbeda dalam penggambaran dewa melalui arca dan kakawin. Pada arca dewa secara detail dapat digambarkan termasuk juga komponen-komponen hiasannya sedangkan kedinamisan dewa tidak dapat divisualisasikan dengan bebas karena hanya dapat digambarkan dalam satu pose saja. Penggambaran dewa dalam kakawin gerak-_gerik dewa, tingkah laku, variasi senjatanya dapat dieksploitasi secara maksimum oleh Sang Kawi namun unsur-unsur hiasan yang mendetail cenderung diabaikan karena mungkin akan mengganggu jalan cerita, (3) Keberadaan arcs-arca dewa dalam bentuknya yang ugra pada abad 11-15 Masehi kemungkinan besar berkaitan dengan berkembangnya aliran Tantra pada masa itu, namun hal ini perlu penelitian yang lebih mendalam lagi."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1999
S11076
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indri
"Relief adalah sualu karya seni yang dipahatkan pada materi atau bahan yang mempunyai permukaan rata dan menggambarkan serangkaian adegan mempunyai tekstur menonjol. Terdapat pembatas atau pemisah adegan, baik berupa garis vertikal. Horizontal, bulat, lonjong, dan lain-lain. Pada umumnya relief berfungsi sebagai visualisasi kehidupan pada masa atau zaman itu. Penempatan setiap relief tersebut juga dapat menentukan status dari satu tokoh pada gambaran kehidupan yang tampak dalam relief tersebut.
Skripsi ini berisi tentang bentuk, hiasan, keletakan relief makhluk kayangan candi Hindu dan Buddha. dan melihat persamaan dan perbedaaaannya, serta diharapkan dari penelitian ini menambah pengetahuan mengenai perbedaan bentuk fisik yang terdapat di candi Hindu dan Buddha. Dalam penelitian ini dilakukan pengidentifikasian secara umum (bentuk hiasan), dan diklasifikasikan lagi berdasarkan kronologi relatif yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Pada tahap pengolahan data hasil klasifikasi tersebut dianalisis dengan cara perbandingan terhadap masing-masing relief makhluk kayangan pada candi Hindu, masing-masing relief makhluk kahyangan pada candi Buddha, dan perbandingan di antara keduanya untuk mendapatkan hasil akhir.
Masalah-masalah yang diajukan terhadap relief makhluk kayangan dari candi_candi di Jawa Tengah antara lain: bagaimana penggambaran bentuk dan jenis, serta fungsi relief makhluk kayangan itu, baik di candi Hindu maupun di candi Buddha; bagaimana penempatan dari relief makhluk kayangan di candi Hindu maupun candi Buddha (variasi penempatan), Dari permasalahan yang telah diuraikan tersebut, tujuan yang hendak dicapai adalah segala permasalahan tersebut dapat terjawab. Variasi bentuk yang, dihasilkan dari tiap tokoh berbeda-beda, hal tersebut berhubungan dengan keletakannya di suatu candi.
Berdasarkan hasil dari analisis keletakan maka dapat diambil kesimpulan bahwa makhluk-makhluk kayangan yang berada di wilayah Jawa tengah hampir sebagian besar terdapat pada bagian tubuh dari sebuah candi. Hal tersebut menggambarkan bahwa sebagai makhluk kayangan atau makhluk setengah dewa, tokoh ini dipahat pada bagian Bhuwarloka atau dunia tengah, alam manusia yang telah disucikan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S11419
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratnaesih Maulana
"Di Indonesia, khususnya Jawa dari hasil analisa ikonometri ukuran ?tinggi tokoh : tala? menunjukkan berada tidak jauh dari batas besaran ikonometri bagi dewa-dewa utama di India, yaitu uttama-dasa-tala. Kesesuaian ikonometri arca Siva Mahadeva Jawa dengan ikonometri Siva Mahadeva India erat kaitannya dengan kedudukan Siva Mahadeva sebagai dewa utama. Dari 43 macam laksana yang umum dibawa Siva Mahadeva, 21,2644% adalah camara. Berbeda dengan di Indonesia (Jawa), di India camara umumnya dibawa oleh dewa rendahan. Kenyataan ini bagi masyarakat Indonesia, khususnya Jawa bukanlah hal yang mustahil mengingat adanya konsep kamanunggalan yang dianut masyarakat ketika itu.

The iconographic analysis of the deities on the ?height measurement? showed that the tala measurement of the Javanese statues are not so different from those of the Indian ?tala measurement?, i.e. the uttama-dasa-tala. The similarity between the Javanese Siva Mahadeva?s iconometry and the Siva Mahadeva statues in India showed that the Siva Mahadeva statues in Java have the same role with the Indian Siva Mahadeva statues. Among the 43 general laksanas of Siva Mahadeva, the camara (fl ywisk) is the most important one (about 21,2644%). However, in India the camara is not always belonged to Siva Mahadeva, because we found some lower deities have the same laksana. This reality showed that the Indonesian silpin were not always followed strictly the Indian manual books. They created the statues a.o. the Siva Mahadeva statues according to local concept (the Kamanunggalan)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Regina Yofani
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang keberagaman gambaran tanaman pada relief tanaman di Jawa Timur abad 14 Masehi. Setelah diteliti, diketahui 21 jenis tanaman yang masih dapat dikenali penggambarannya. Penelitian ini juga membutuhkan data penunjang dari naskah-naskah Jawa Kuna dan Berita Cina untuk memberikan informasi mengenai relief tanaman yang paling sering dipahatkan, gambaran lokasi adegan cerita pada relief, fungsi relief tanaman sesuai konteks adegan cerita pada relief serta informasi tentang hubungan antara manusia dengan tanaman pada kehidupan masyarakat Jawa Kuno.

Abstract
The Focus of this study is the different kind of plants at relief on temple walls in East Java at 14 AD. After the research is over, there is 21 kind of plants form which still recognizable. The research of this study need supported by manuscript from old-Java and Chinese report to giving information about relief of plants who often carved, the location of story scene figure in relief, the function of plants figure who concord with scene story context, and then giving information about relationship between human and plants in daily life of old-Java."
2010
S12069
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Inggita Adya Rari
"Karya tulis ini berisi tenting penggambaran aktivitas keseharian masyarakat Jawa Kuna berdasarkan relief kehidupan sehari-hari di Candi Rimbi, Surawana dan Perwara Tegawangi. Penelitian ini dilakukan guna mengisi bagian kosong sejarah kebudayaan bangsa Indonesia tentang keadaaan keseharian masyarakat biasa di masa Jawa Kuna, masyarakat Majapahit pada khususnya. Dalarn penelitian ini dilakukan pengidentifikasian relief-relief kehidupan sehari-hari di Candi Rimbi, Surawana dan Perwara Tegawangi sehingga dapat dikenali _jenis-jenis aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat Jawa Kuna masa itu. Untuk memperkuat hipotesa digunakan data-data pembanding berupa karya-karya tulis yang sejaman yaitu Kakawin Nagarakrtagama, Kitab Pararaton dan Berita Cina. Pada hasil akhir dibuatlah uraian tentang keadaan keseharian masyarakat Jawa Kuna terutama jenis-jenis kegiatan atau aktivitasnya. Pada tahap pengolahan data digunakan serangkaian metode arkeologi berupa pengumpulan data baik literatur maupun foto-foto, dilanjutkan dengan pengumpulan data kembali di lapangan, penomoron pada tiap candi, diikuti dengan langkah berikutnya berupa pendeskripsian. Setelah pendeskripsian dilakukan analisis terhadap data utama dan pendukung (berupa data tertulis yang sejaman dengan relief), dan langkah terakhir adalah penginterpretasian sernua hasil analisa terhadap data utama dan data pendukung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat benang rnerah antara masyarakat Jawa Kuna dengan masyarakat Jawa saat ini. Hal ini terlihat dari adanya beberapa kegiatan yang berlangsung sampan saat ini ataupun berlanjut. Adapun kegiatan yang berlanjut adalah kegiatan memancing ikan, menggendong bayi dengan menggunakan kain, menggalah, dsb. Akan tetapi terdapat juga kegiatan yang sudah tidak kita jumpai lagi saat ini seperti kegiatan persambungan ayam dengan anjing, menggendong gajah kecil, dsb. Hal ini dimungkinkan terjadi karena adanya perubahan jaman dan perubahan keadaan (seperti keadaan politik, sistim kemasyarakatan, sistim ekonomi, dsb). Secara keseluruhan penelitian ini menyumbangkan sedikit keterangan tentang keadaan masyarakat biasa masa Jawa Kuna pada umumnya, masyarakat Majapahit pada khususnya."
2000
S11758
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iman Sulaeman
"
ABSTRAK
Relief-relief yang dipahatkan pada kepurbakalaan abad 10 - 15 Masehi di Indonesia bergaya naturalis, dinamis maupun tokoh pipih adalah merupakan salah satu hiasan ornamental. Hal ini sesuai di dalam kitab Manasara, yang di dalamnya tidak mengatur ketentuan tentang jenis yang dipahatkan pada suatu bangunan suci, hanya disebutkan bahwa bangunan suci dapat diberi hiasan agar terlihat indah.
Berdasarkan latar belakang permasalahan penelitian, timbulah pertanyaan penelitian sebagai berikut, Apakah sebagai hiasan ornamental, relief cerita terlepas dan aturan-aturan yang ada dalam masyarakat pendukungnya ?
Metode yang digunakan untuk menjawab portanyaan penelitian diatas adalah sebagai berikut : 1. Pengumpulan pustaka yang relevan dan memanjang data di lapangan 2. Studi lapangan dan perekaman data di lapangan. 3. 1nterpretasi data. Alasan dipilihnya kepurbakalaan abad 10 - 15 masehi dalam penelitian adalah sebagai berikut : a. Jenis-jenis relief cerita yang terdapat dalam periode ini lebih beragam. B. Kepurbakalaan yang berasal dari periode ini lebih banyak dihiasi oleh relief cerita. Hasil akhir dari penelitian ini adalah, walaupun hanya sebagai hiasan ornamental, relief cerita ternyata dalam pemahatannya memiliki kecenderungan-kecendenmgan sebagai berikut, 1. Dalam hal penempatan di bangunan, relief cerita tokoh manusia selalu ditempatkan lebih utama ( di atas) dibandingkan relief cerita tokoh binatang. Seandainya relief cerita tokoh manusia dan binatang pada sebuah bangunan, ada dalam posisi yang sejajar maka proporsi ruang yang diberikan pada cerita tokoh mamusia lebih besar dibanding cerita binatang. 2. Dalam hal arah pembacaan, baik relief cerita tokoh manusia maupun binatang adalah prasawya. Hal ini dimungkinkan karena tema cerita pada masa Jawa Timur adalah ruwat. Teori lain menyebutkan kebiasaan tulis dan baca sutra Jawa Kuna diterapkan dalam pembacaan relief 3. Dalam hal jumlah adegan, relief cerita tokoh manusia lebih banyak ( 463 adegan dari 15 cerita) sedangkan relief cerita tokoh binatang hanya 61 adegan dari 11 cerita. Hal ini sangat dimungkinkan karena seniman pada masa itu telah mengenal asas tema dan tata jenjang.
"
1997
S11759
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supratikno Rahardjo
"Alat-alat logam memiliki arti penting dalam kehidupan masyarakat kompleks yang dikenal sebagai masyarakat peradaban. Alat-alat ini diciptakan dalam berbagai bentuk dan bahan serta ditujukan untuk berbagai fungsi. Namun demikian pengetahuan kita tentang alat-alat tersebut, khususnya yang dibuat di Jawa pada masa Hindu-Buddha (abad ke-8 s/d ke-15), masih sedikit. Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui lebih jauh tentang alat-alat logam, khususnya yang disimpan sebagai koleksi di empat tempat, yaitu di Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala (SPSP) Jawa Tengah, Museum Sonobudoyo, SPSP Jawa Timur dan Museum Lapangan Trowulan. Dua yang pertama berada di wilayah Jawa Tengah dan dua yang terakhir di wilayah Jawa Timur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam tradisi pembuatan alat-alat logam dikenal sekurang-kurangnya enam jenis bahan yaitu tembaga, perunggu, kuningan, besi, perak dan emas. Di antara jenis bahan tersebut, perunggu merupakan bahan yang paling banyak dipakai. Di samping itu dijumpai adanya kecenderungan bahwa jenis bahan tertentu digunakan untuk membuat jenis alat tertentu. Logam besi misalnya digunakan terutama untuk senjata dan alat-alattajam, sedangkan emas terutama untuk membuat perhiasan dan perlengkapan upacara. Adapun motif-motif biasa digunakan flora, fauna dan manusia. Sedangkan teknik penyajiannya berupa terawang, goresan, relief, dan wujud tiga dimensi.
Dilihat dari segi persebarannya, alat-alat logam yang dijumpai di Jawa Tengah meliputi wilayah yang lebih luas daripada benda-benda yang dijumpai di Jawa Timur. Dari segi pertanggalannya, sebagian besar benda-benda koleksi mewakili periodenya sendiri. Koleksi logam dari Jawa Tengah terutama mewakili periode Mataram, sedangkan koleksi logam yang dijumpai di Jawa Timur mewakili periode sesudahnya. Dari segi fungsinya benda-benda logam tersebut dipat dikelompokkan ke dalam delapan jenis, yaitu sebagai senjata dan alat-alat tajam, perlengkapan dapur dan sarana penyajian, hiasan dan komponen rumah, alat musik dan sarana komunikasi, alat hitung dan transaksi, sarana upacara keagamaan, dokumen resmi dan sarana transportasi. Dalam kenyataan beberapa alat tidak dapat ditetapkan ke dalam satu ketegori fungsi secara tegas, karena dapat terjadi sebuah benda dibuat untuk berbagai keperluan yang kadang-kadang berbeda sekali dengan maksud pembuatannya semula."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Lies Mariani
"Penelitian ini berjudul "Penggambaran Adegan Relief Cerita Bertemakan Lukat Pada Bangunan Suci Masa Singhasari - Majapahit (abad 13-15 Masehi): Suatu Ritus-Upacara Peralihan".
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui adanya hubungan lukat, dari beberapa bangunan suci Candi dengan latar belakang agama Hindu dan Buddha, diperkirakan pula agama dari kaum rsi. Melihat dari data artefaktual (relief), antara lain relief Garudeya yang terdapat pada Candi Kidal, Rimbi, Kedaton. Relief Ku jarakarwa yang terdapat pada Candi Jago, relief Sri Tanjung yang terdapat pada Pendopo Teras 11 Candi Panataran, Candi Jabung, Surawana, Kari Agung Gapura Bajangratu, Relief Sudamala yang terdapat pada Candi Tegowangi dan Sukuh. Relief Nawaruci yang terdapat pada Candi Sukuh dan Punden Berundak Candi Kendalisada. Selanjutnya akan disetarakan dengan data tekstual (naskah susastra) antara lain, naskah Garudeya, Kui jarakarna, Sri Tanjung, Sudamala dan Nawaruci. Mengingat relief merupakan bagian dari karya arsitektur selain memiliki nilai estetika, juga memiliki nilai simboilis religius.
Lebih lanjut akan dikaitkan dengan teori `ritus-upacara' peralihan dari Van Gennep (1975), kemudian dihubungkan dengan sistem religi yang terdiri dari lima komponen religi antara lain, yaitu; (1) emosi keagamaan; (2) sistem keyakinan;(3) sistem ritus dan upacara; (4) peralatan ritus dan upacara; (5) umat agama. Lebih lanjut komponen sistem keyakinan dalam suatu sistem religi yang berwujud pikiran dan gagasan manusia, menyangkut sistem nilai, sistem norma keagamaan, menyangkut ajaran kesusilaan, dan ajaran doktrin religi yang mengatur tingkah laku manusia (Koentjaraningrat, 1980). Karena di dalam naskah-naskah yang telah dibahas ini khususnya lukat, hubungannya dengan sistem religi diperkirakan diuraikan dengan sangat tersamar.
Hasil analisa dari pembahasan kajian mengenai lukat ini, akan dicoba untuk melihat fungsi lukat dan perkembangan selanjutnya yang kemungkinan diperkirakan sebagai ruwat, merupakan suatu `ritus' atau `upacara'.
Lukat dan ruwat ini apakah suatu upacara yang berkaitan dengan suatu tujuan dari magi (ilmu gaib), seperti dijelaskan oleh Raymond Firth (1953: 124-125). Demikian pula dapat disesuaikan dengan pendapat K.T.Preusz (1869-1938), bahwa lukat diperkirakan merupakan suatu `ritus' atau `upacara'yang terdiri dari upacara magis dan upacara religi, yaitu adanya dua aspek dari satu tindakan yang bersifat magis seringkali nampak dalam upacara religi, atau disebut sebagai magisch religios (religio magis) (dalam Koentjaraningrat, 1980: 69; Santiko 1995:2)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T11840
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>