Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 59237 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lily Iswari
"Analisa mengenai interferensi bunyi dilakukan pada bulan Januari, Juni, Agustus 1988. Tujuannya ialah untuk mengetahui bunyi-bunyi mana saja dalam bahasa Inggris yang terkena interferensi bunyi bahasa Bali. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara responder dan direkam. Kemudian diseleksi hasilnya dan dianalisa. Hasil analisa menunjukkan bahwa dalam mengucapkan bunyi bahasa Inggris , penutur asli bahasa Bali di pengaruhi sistim bunyi bahasa ibunya. Sehingga penutur asli sering mengidentifikasikan bunyi bahasa Inggris dengan bunyi bahasa ibunya. Metode yang dipakai disini adalah metode penelitian pustaka dan penelitian lapangan. Untuk mengatasi interferensi ini diperlukan latihan pengucapan bunyi bahasa Inggris secara benar sehingga tidak menimbulkan salah pengertian."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1989
S14240
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Protasius Donatian Padupan Bruga Isyudanto
"Peningkatan jumlah multibahasawan berbanding lurus terhadap peningkatan kemunculan interferensi bahasa, yang didefinisikan Weinreich (2010) sebagai kesalahan produksi bahasa akibat perbedaan sistem linguistik antara bahasa target dan bahasa ibu. Fenomena ini turut terjadi pada penutur asli bahasa Prancis yang mempelajari bahasa Indonesia di Institut National des Langues et Civilisations Orientales (INALCO) pada tahun pertama, kedua, dan ketiga. Dengan fokus pada peran penting komunikasi verbal (Rao, 2019), penelitian ini bertujuan menganalisis interferensi fonik dalam bahasa Indonesia yang dialami penutur asli bahasa Prancis. Sumber data yang digunakan diperoleh dari rekaman pengucapan 10 kalimat dalam bahasa Indonesia yang dikaji utamanya menggunakan teori Weinreich (2010) mengenai interferensi dan teori Saville-Troike (2006) terkait pembelajaran bahasa. Hasil analisis menunjukkan bahwa penutur asli bahasa Prancis memiliki kesulitan dalam pelafalan fonem bahasa Indonesia /ʔ/, /c/, /ɟ/, /x/, /h/, /ŋ/, /r/, /e/, /ə/, dan /aw/ yang memunculkan interferensi fonetik atau tidak mengubah makna (86% dari interferensi). Pada aspek ekstralinguistik, durasi belajar, profil pengajar, motivasi, strategi pembelajaran, masukan, dan umpan balik merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kompetensi verbal para subjek. Dengan mengembangkan strategi pedagogis yang mempertimbangkan faktor itu, produksi interferensi fonik pada subjek diperkirakan dapat berkurang.

Amidst the surge in multilingualism, the prominence of linguistic interference has grown. Weinreich (2010) defines this as the emergence of language production errors due to systemic disparities between one's native and target languages. This phenomenon is observed among French speakers acquiring Indonesian at Institut National des Langues et Civilisations Orientales (INALCO) ranging from first, second and third year students. Focusing on the pivotal role of verbal communication (Rao, 2019), this research aims to delve into phonic interference experienced by French learners of Indonesian. Methodologically, the phonic interference is scrutinised via recordings of 10 Indonesian sentences further analysed mainly through the use of Weinreich’s (2010) theory of interference and Saville-Troike’s (2006) theory of language learning. The analysis revealed challenges in reproducing the Indonesian phonemes /ʔ/, /c/, /ɟ/, /x/, /h/, /ŋ/, /r/, /e/, /ə/, and /aw/ for French native speakers. Beyond language factors, extralinguistic elements including learning duration, instructor profiles, motivation, strategies, input exposure and feedback substantially shape spoken proficiency. This study accentuates the potential for targeted interventions to alleviate phonemic interference. By addressing these factors through pedagogical means, such interference can be effectively mitigated and multilingual communication can be enhanced."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Istiati Soetomo
"ABSTRAK
Sampai pada saat ini masalah interferensi yang umum terjadi dalam masyarakat gandabahasa hampir selalu dikaitkan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem-sistem fonemik, morfologik, sintaktik, maupun kosa-kata dari bahasa-bahasa yang saling bersentuhan. Oleh karena uraian mengenai interferensi mengacu pada perwujudannya dalam bentuk-bentuk bahasa yang menyimpang dari kaidah, maka pemerian maupun sebab terjadinya interferensi pun diuraikan berdasarkan salah satu metode linguistik yang kita kenal sebagai linguistik deskriptif
Meskipun sudah banyak ahli-ahli bahasa yang melibatkan diri dalam masalah-masalah yang timbul dalam masyarakat gandabahasa, namun hanya beberapa saja yang tertarik untuk mendalami masalah interferensi bahasa, diantaranya Uriel Weinreich, Einer Haugen, dan William F. Mackey. Di Indonesia sendiri sampai pada waktu ini hanya ada sebuah disertasi yang membicarakan interferensi morfologi yang telah ditulis dan dipertahankan oleh Yus Rusyana di hadapan Senat Gurubesar Universitas Indonesia. Padahal dengan kekayaan bahasa daerah yang beratus-ratus jumlahnya serta beberapa bahasa asing di samping bahasa nasional, masyarakat Indonesia merupakan masyarakat gandabahasa yang semakin sarat dengan beban permasalahan bahasa, termasuk interferensi bahasa. Interferensi sebagai gejala tuturan telah dan sedang terjadi di mana-mana di segenap pelosok tanah air kita sebagai akibat persentuhan bahasa-baha-sa yang hidup di situ: antara bahasa daerah dengan bahasa daerah, bahasa Indonesia dengan bahasa daerah maupun bahasa Indonesia dengan bahasa asing.
Di samping itu, bila kita telaah lebih dalam, terjadinya interferensi sebenarnya menyangkut masalah-masalah yang lebih luas dan kompleks yang justru bersumber dari faktor-faktor ekstra-linguistik. Hal ini sebenarnya telah disadari oleh Weinreich sejak tahun 50-an yang mengakui pentingnya lingkungan sosial budaya maupun kejiwaan dalam penelitian interferensi. la menekankan bahwa pengkajian tuntas mengenai interferensi dalam situasi persentuhan bahasa hanya mungkin bila faktor-faktor ekstra-linguistikjuga dipertimbangkan U. Weinrieich, 1968. "
1985
D330
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudirman Wilian
"ABSTRACT
The goal of this research is to investigate the degree to which the Sumbawa language, one of the minority languages in Lombok, is maintained by its speakers. It is also aimed at finding out if there is a correlation between language shifts, in the event that shift has occurred, and ethnic identity change on the part of the Sumbawa bilinguals. The population of the study is the whole Sumbawa speech community spreading out in several villages on the eastern part of Lombok. The main corpus of the data was extracted from the answers of the respondents by means of a survey questionnaire. Along with the survey questionnaire, the data collection was also triangulated with the ethnographic method, i.e. participant observations and interviews supplemented with the perusal of documentary. The quantified data were then analyzed using several statistical techniques, namely Spearman's correlation, Anova, and T-test in addition to the descriptive statistics.
This study shows several interesting findings. One of the clearest findings to emerge from this reserach is that the Sumbawa language in Lombok is still highly maintained by the Sumbawa speech community although it has been existing right there for approximately three centuries. This is shown by the overall mean score of language choice in the home domain, which yields a figure of 1.66 (the rating scale of language choice being 1-5, with 1= [almost] always bahasa Sumbawa [BSb] and 5 = [almost] always bahasa Sasak [BSs]). When correlated with the language attitude of the Sumbawanese speakers, it shows that there is a correlation between language choice as a whole and language attitude, which implies that the more positive the language attitude of the respondents are the more likely it is for the language to be maintained. This maintainance of the language, however, is not congruent with the maintenance of the ethnic identity of the Sumbawanese. There is a clue that the Sumbawa ethnic identity is now transforming into its new form, namely Sasak.
In response to the questionnaire items on self-identification, 47,5% agree and 14,0% strongly agree on the statements of self-identification proposed, the rest 12,1% neither agree nor disagree, 22,7 disagree and 3,3% strongly disagree (n = 244). This indicates that Sumbawa-Sasak bilinguals (SS) in Lombok tend to be more identified as Sasak rather than Sumbawa. Moreover, based on the overall mean score of self-identification and ethnic identity (scale 1-5) it reveals that the rate being identified as Sasak becomes higher as the age becomes younger (implicational scale being 83,33%). When asked if Sasak and Sumbawa share a common custom and tradition, 68,0% answered different, 17,2% stated the same, 14,2% were indifferent, and 0,4% did not respond. However, in terms of cultural habits or traditional custom practiced when having feast or traditional family ceremonies, 60,7% employed a mixture of Sasak and Sumbawa custom, 27,9% used Sasak and only 11,5% still used Sumbawa.
For the SS in Lombok, it seems that the language preservation is important for several reasons. The first and most dominant of all is that language is a symbol of its distinct intragroup identity as is clearly shown by the patterns of its language use. BSb is used as the main medium of communication in the home domain, neighborhood
domain, religious domain as well as in infra-villager group relations. In the meantime, BSs is used only for communication with inter-villager group relations. For communication in public sphere such as school or government offices and in certain situations, however, BSs is preferable beside bahasa Indonesia. Therefore, these two related languages form a kind of diglossic or poliglossic situation, whereby BSb serves the L function, BSs the M (medium), and bahasa Indonesia (BI) the H function. BI, however, is used only in a very formal situation. What is surprising is that the pattern of language choice and use tends to change along the age parameter, in that at the lower level of age group, when Sumbawan speech community begins to study and acquire BSs for a wider means of communication and socialization, the mean score is low. This score becomes higher and higher as the respondents grow older and get matured and reaches its peak at 31-40 age groups. After that it goes down as the respondents grow older and older. This may suggest that age group has no effect on the language choice, in the sense that the up and down movement of the language use as performed by the mean score shows that the Sumbawan needs BSs not only as lingua franca but also as a means of being accepted as members of the wider community for socialization. When they come back to their village they do not need it anymore and use BSb again.
Secondly, the use of BSb as a primary means of communication in the home domain and neighborhood is made possible because of the isolation of their residential areas from the dominant group, the majority of them live seperately from the Sasak karmpoerrg in Lombok They have their own mosques and sometimes elementary schools with homogenious students. These all may facilitate to use mother tongue as their medium of intra-group communication, which may then brings pride in their language. But this does not mean that they are also proud of their `ancestral ethnic' identity. The fact is that most of them said they are Sasak. However, eventhough inter-marriage rate is relatively high, this does not seem to discourage the use of BSb in the home domain for as long as they live in the Sumbawan community. The t -test statistical analysis shows that thre is no difference in the language choice and use between intra-marital couples and inter-marrital ones (the obtained t value is -.768 critical t value 1.960, and thus the null hypothesis is accepted).
"
2006
D612
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedy Afianto
"Skripsi ini membahas interferensi bunyi b, d, g, p, t & k bahasa Jawa dalam bahasa Jerman yang dilakukan oleh mahasiswa yang memiliki bahasa ibu bahasa Jawa. Penelitian ini bertolak dari bahasa Jerman sebagai bahasa asing yang dipelajari dan bahasa Jawa sebagai bahasa ibu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguraikan dan menganalisa interferensi bunyi b, d, g, p, t & k yang dilakukan oleh penutur bahasa Jawa. Sebagai landasan metode penelitian, saya menggunakan metode deskriptif dan metode induktif yang berbentuk studi kasus. Data yang dianalisa direkam dengan menggunakan tape recorder. Hasil dari penelitian ini adalah: bahasa ibu yang dalam hal ini adalah bahasa Jawa, sangat berpengaruh pada bahasa yang dipelajari (bahasa Jerman), terutama bunyi b,d, g, p, t & k. Karena alasan ini, penutur bahasa Jawa melakukan interferensi bunyi dalam percakapan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1998
S14651
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mustakim
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994
499.222 MUS i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Niken Kumari
"Interferensi merupakan salah satu aspek dari kedwibahasaan. Yang dimaksud dengan interferensi ialah penyimpanan dari kaidah-_kaidah bahasa yang terjadi dalam norma bahasa antar dwibahasawan (weinreich, 1968:1). Terjadinya interferensi di kalangan dwibaha_sawan merupakan gejala umum yang terjadi di seluruh dunia, terma_suk Indonesia. Interferensi dalam bahasa dapat terjadi di beberapa bidang. Misalnya, Weinreich (1968:2) ;membagi bidang-bidang in_terferensi menjadi bidang interferensi bunyi, bidang tata bahasa, dan bidang leksikal.
Saya meneliti masalah interferensi di bidang bunyi pada peng_gunaan bahasa Inggris oleh murid-murid ILP (International Language Program) yang sedang mempelajari bahasa Inggrisdan yangmenggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi. Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk mengidenti fikasi . bunyi--bunyi konsonan, vokal, dan diftong dalam bahasa Inggris yang mengalami interferensi; dan mernpelajari sebab-sebab terjadinya interferen_si tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1985
S14191
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sheddy Nagara Tjandra
"Jika kita membuka koran Jepang, mata akan bertemu dengan huruf-huruf kanji (tulisan bahasa Cina). Itu sudah wajar dan tidak aneh lagi. Selanjutnya mata akan disambut oleh huruf-huruf Jepang. Bagi mereka yang tahu bahasa Jepang, segera mengetahui bahwa hurur-huruf itu adalah hiragana dan katakana. Selain itu, meskipun tidak banyak, mata masih akan bertemu dengan beberapa huruf Latin berikut angka Arab. Itulah wujud bahasa Jepang tertulis. Di antaranya ternyata penggunaan katakana tidak sedikit. Aksara katakana digunakan terutama untuk menulis kata-kata pinjaman yang diserap dari bahasa asing dan ada yang menyebutnya menjadi katakanago (" kata-kata serapan ditulis dengan aksara katakana").
Katakanago yang tampil pada koran antara lain dapat disaksikan dari acara televisi yang dimuat pada koran Asahi Shimbun (salah satu surat kabar nasional di Jepang) tanggal 18 Nopember 2001. Acara TV itu ada dua, dua-duanya diambil dari NHK (Nippon Hoosoo Kyookai "Televisi Jepang"); satu adalah siaran televisi dengan pemancar dari satelit dan satu lagi adalah siaran televisi dengan pemancar biasa (Gambar 1)."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
D484
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud, 1985
499.25 INT (1);499.25 INT (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Tarsisius Afirman
"Penelitian ini merupakan sebuah kajian dalam bidang historis komparatif terhadap dialek-dialek bahasa Manggarai. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan korespondensi bunyi dialek-dialek bahasa Manggarai dan membandingkan korespondensikorespondensi bunyi tersebut dengan korespondensi bunyi beberapa bahasa N usantara lainnya sehingga dapat ditemukan kekhasan korespondensi-korespondensi bunyi dialekdialek bahasa Manggarai tersebut. Penelitian ini menggunakan data dari 200 kosa kata dasar Swadesh yang direvisi oleh R.A. Blast. Sementara dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode komparatif, yaitu membandingkan bunyi-bunyi antardialek sehingga ditemukan korespondensi bunyi antardialek tersebut.
Dari penelitian ini diperoleh basil bahwa sejauh ini dialek-dialek bahasa Manggarai memiliki tujuh belas perangkat korespondensi bunyi. Adapun ketujuh belas perangkat korespondensi bunyi tersebut adalah Is-hl, le-sl, Igh-hl, 1a-il, /a-al, /g-ghl, Ik-tl, Ik-ll, Is-p1, Is-h-rl, /p-b/, lnd-dl, Ind-n1, Irl-nl, 10-ml, 10-kl, dan 10-TV. Dari ketujuh bolas korespondensi itu, hanya lima perangkat korespondensi bunyi yang ditunjang oleh sejumlah rekurensi. Ada pun kelima perangkat korespondensi bunyi tersebut adalah Is-h1=8,5%, Ic-s1=10,5%, /h-ghl=6%, In-r11=15%, dan 17-i1=5,5%. Berdasarkan lima perangkat korespondensi bunyi itu, kits dapat menyimpulkan bahwa korespondensi-korespondensi bunyi bahasa Manggarai terjadi secara `teratur' dan berulang kaii bila dibandingkan dengan beberapa korespondensi bunyi bahasa Nusantara lainnya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2001
S11075
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>