Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 210555 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indra Wahyuningsih
"Lebih dari dua abad Jepang melakukan politik pintu tertutup (Sakoku) pada tahun 1639 - 1854, kemudian Jepang membuka negaranya berhubungan dengan dunia luar. Dengan dibukanya Jepang terhadap dunia luar, maka terjadi perubahan dalam bidang sosial, politik, ekonomi dan industri. Dengan dibukanya negara Jepang untuk dunia luar, Jepang memasuki zaman baru yaitu zaman Meiji. Dimana Jepang mengadakan perubahan-perubahan dalam bidang perindustrian agar sejajar dengan negara-negara barat, dengan jalan membuat slogan Shokusan Kogyo. Berdasarkan slogan tersebut pemerintah mengembangkan sektor-sektor industri utama, yaitu Industri Katun dan Sutera, Industri Pertambangan, Industri Besi Baja, Industri Pembuatan Kapal serta Industri Militer. Dengan berhasilnya Jepang memajukan perindustrian dan perekonomiannya membawa dampak yang negatif pula, salah satunya dampak sosial bagi masyarakat Jepang, dimana terjadi masalah pengangguran dan menurunnva taraf hidup kaum petani, Masalah-masalah tersebut tidak dapat diatasi dengan baik oleh Pemerintah Meiji."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S13578
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Smith, Thomas C.
London: University of California Press, 1988
330.952 SMI n
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ike Iswary Lawanda
"ABSTRAK
Kesimpulan penelitian ini, wanita Jepang khususnya wanita di zaman Meiji di dalam program industrialisasi pemerintah peran nya dianggap rendah dan tidak dihargai. Namun, tidak disangkal bahwa kondisi wanita menjadi lebih baik.
Pembagian kerja antara pria dan wanita serta patriarkat menjadi doktrin yang tidak dapat dihindari dalam masyarakat Jepang. Perubahan dalam lapangan pekerjaan memberikan akses kepada wanita untuk menerima upah sebagai tenaga kerja. Walaupun tekanan dalam pekerjaan terhadap wanita tidak dapat dihindari, upah sangat rendah yang diterima, dan pekerjaan wanita yang dianggap paruh waktu dengan waktu kerja yang panjang. Pendaya gunaan tenaga kerja wanita sangat tinggi dan perbedaan upah dibandingkan pria berada di tingkatan terbawah.
Jiyuminken menciptakan perundang undangan (Dainihon Teikokukenpo dan Meijiminpo) mengandung maksud memperbaiki status wanita, kenytaannya hanya pada hal tertentu dan terbatas. Penyebab dari rintangan bagi wanita perangkat hukum Meijiminpo mempertegas pembatasan kedudukan wanita dan sistem sebagai dasar dari Meijiminpo menekan pembagian kerja di dalam rumah tangga.
wanita dari shakaishugi (faham sosialis) menampilkan akibat dari sistem le dan kapitalisme yang membentuk kondisi tidak sama bagi wanita. Pria menerapkan sistem Ie pada pekerjaan di luar rumah tangga sehingga dapat menarik keuntungan dari kondisi tersebut. Wanita ditekankan memiliki sebagian besar tanggung jawab di lingkungan domestik dan pemeliharaan anak.
Usaha menempatkan wanita sama dengan pria dilakukan dengan pandangan sosialis, namun pada kenyataannya gender merupakan faktor penentu di dalam hubungan sosial masyarakat. Wanita terbagi menurut gender dan startifikasi masyarakat. Menjadi wanita ryosaikenbo sangat penting, semua wanita diperlakukan sebagai isteri yang baik dan ibu yang bijaksana di dalam rumah tangga, tempat kerja dan masyarakat. Dalam kenyataan kehidupan wanita Jepang direndahkan tidak dihargai.

"
1995
T3923
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Kathrin Octiana
"ABSTRAK
Tujuan penulisan skripsi ini, yang dilakukan sebagai salah satu persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sastra pada tahun 1996, ialah memaparkan serta mengkaji pemikiran dari seorang politikus pada zaman Meiji, yaitu Mori Arinori dalam memodernisasikan Jepang. Kesimpulan yang diperoleh dari pengkajian seorang tokoh Mori Arinori adalah bagaimana dia dapat mencetuskan pemikirannya untuk memodernisasikan Jepang, dengan gaya dan pikirannya yang berani dan gigih. la memiliki tekad yang tinggi untuk memajukan Jepang dengan hasil pemikirannya yang modern. Latar belakang keluarga dan pendidikan yang dipelajarinya menjadikan Mori Arinori memiliki pemikiran bergaya Eropa. Negara Jepang yang pada saat itu menurut Mori sangat ketinggalan zaman, sehingga tidak akan mengalami kemajuan jika tidak melakukan tindakan modernisasi seperti penghapusan kebiasaan menyandang pedang pada kaum samurai, pemakaian bahasa Inggris, dan mengajarkan pendidikan bergaya militer. Karena dinilai pemikirannya terlalu berani dan...

"
1996
S13993
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Noviantoro
"Pada permulaan Zaman Meiji terjadi perubahan besar-besaran pada masyarakat Jepang pada berbagai aspek kehidupan. Ketika masa tersebut, diskriminasi sosial masyarakat dihapuskan dan Jepang membuka dari masuknya peradaban barat setelah sekian lama mengisolasi negeri. Hal ini adalah konsekuensi yang dijaiani setelah Kaisar Meiji mengumumkan Gokajo no Goseimon (Lima Sumpah Kaisar) yang menjadi ideologi dan landasan berpijak pemerintahan baru Meiji. Dengan terjadinya perubahan yang besar pada kemajuan Jepang terutama dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan, juga dibarengi dengan masuknya kebudayaan dan paham-paham barat yang dikenal dengan istilah westernisasi atau seiyouka. Kaisar melihat gejala-gejala sosial yang terjadi pada masyarakat sehingga dirasa perlu untuk membuat rambu-rambu untuk mengatasi implikasi dari kebijakannya memodernisasi negeri dengan mengeluarkan Kyouiku Chokugo (Sabda Kaisar tentang Pendidikan). Kyouiku Chokugo adalah maklumat yang dikeluarkan untuk membentuk sebuah pendidikan yang berbasis moral yang bersumber dari ajaran Konfusianisme."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S13894
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ansar Anwar
Bogor: Maharini Press, 1999
370.952 A 303 p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Linda Sesaria Sembung
"Skripsi ini membahas kondisi tenaga kerja wanita dalam industri tekstil Jepang zaman Meiji. Tenaga kerja wanita pada era Meiji memiliki peran penting dalam kesuksesan industrialisasi Jepang. Namun, meskipun kontribusi tenaga kerja wanita dalam sektor industri (terutama industri tekstil) sangat besar, kesejahteraan pekerja wanita sangat buruk dilihat dari kondisi lingkungan kerja yang berat, waktu kerja yang panjang serta upah yang rendah. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif-analisis. Hasil penelitian mengungkapkan buruknya kondisi tenaga kerja wanita berkaitan erat dengan eksploitasi kaum proletar yang dilakukan para pemilik modal serta subordinasi wanita yang dilakukan oleh masyarakat Jepang sebagai akibat dianutnya ideologi Konfusianisme yang mengatur hubungan sosial.

The focus of this study is the conditions of female labour in the textile industry in Meiji Japan. Female labour in the Meiji period has an important role in the success of Japanese industrialization. However, although the contribution of female labour in the industrial sector (particularly textiles) is very large, workers' welfare are very poor based on the severe working conditions, long working hours and low wages. This research is qualitative descriptive-analytical interpretive. The results of this study revealed the poor condition of female labour is closely related to the exploitation of the proletariat by the capitalists and subordination of women by the Japanese people as a result of adoption of Confucian ideology that control the social relations."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S44413
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Sendra
"Latar Belakang
Sejak zaman Meiji (1868-1912) sampai Perang Dunia II, pertanian merupakan pekerjaan seumur hidup bagi 5,5 juta keluarga atau 13,7 juta orang penduduk Jepang, Sejak tahun 1870 80 % dari penduduk Jepang bermatapencaharian sebagai petani, tetapi dengan pertumbuhan penduduk angka tersebut menurun, meskipun jumlah petaninya secara absolut tetap sama. (Tadashi Fukutake, 1989:1).
Menurut Emiko Dhnuki Tierney (1992:34) menyebutkan bahwa pertanian khususnya pertanian sawah diusahakan di Jepang sebagai pertanian utama, di samping itu juga ada pertanian lainnya seperti: gandum (multi), jawawut (kibi), wijen (goma), yang ditanam di daerah yang kurang subur dan tidak memerlukan perhatian yang banyak dibandingkan dengan tanaman padi. Di Jepang istilah pertanian sawah disebut suiden, di samping itu juga ada istilah lainnya seperti hatake yang artinya ladang, yaitu jenis pertanian yang diusahakan di daerah yang memiliki topografi yang tinggi seperti di daerah pegunungan karena air sulit diperloleh. Tanaman padi yang menghasilkan beras sebagai makanan pokok merupakan pertanian utama, sekitar 55 persen dari total lahan yang bisa diolah dan ditanami yaitu kira-kira 5,2 juta ha (Takekazu Ogura, 1967:8), berupa pertanian sawah dengan jaringan irigasi yang luas, yang bisa ditemukan di setiap wilayah di Jepang, terutama di bagian Utara Jepang yaitu wilayah Hokaido (R. P. Dore, 1959:8).
Salah satu ciri utama dari sistem pertanian Jepang adalah pertanian sawah dalam sekala kecil sebagai usaha pertanian yang dominan dan sifat ini berlanjut sampai zaman Meiji. (Takekazu Ogura, 1970:147). Pertanian Jepang sebelum Perang Dunia II berakar dalam suatu sistem yang ditandai oleh unit-unit pertanian yang kebanyakan sangat sempit dan digarap dengan tangan, kemungkinan untuk memperluas lahan garapan yang terbatas secara geografis sangat kecil. Tadashi Fukutake (1989:1-3) menjelaskan bahwa sebagai petani zaman kuno, rakyat Jepang selalu memanfaatkan setiap jengkal tanahnya yang dapat dikerjakan, dan pada umumnya le yang memiliki lahan-lahan pertanian yang luas menggunakan anggota-anggota le untuk mengolah lahan pertanian tersebut.
Keterbatasan lahan garapan ini akan dapat mengancam kehidupan le dalam susunannya yang lama, apabila terjadi pergantian dari generasi tua kepada generasi yang baru. Permasalahan ini akan muncul apabila kepala le harus digantikan oleh penggantinya dan anak-anaknya menuntut hak atas kekayaan yang dimiliki oleh le tersebut. Oleh karena itu harus ada norma-norma khusus yang mengatur pergantian tersebut. Norma ini berupa aturan-aturan mengenai pewarisan yang mengatur pengalihan dan penguasaan terhadap kekayaan yang dimiliki oleh le. (Eric R Walt 1995:129).
Dalam kehidupan sehari-hari petani Jepang, pengaturan mengenai pola-pola pewarisan harta warisan le diatur dalam pranata sosial le. Pranata ini mencakup aturan-aturan yang berkenaan dengan kedudukan dan penggolongan dalam struktur sosial le, yang mengatur peran, serta berbagai hubungan dan peranan dalam tindakan dan kegiatan yang dilakukan (Parsudi Suparlan, 1981/1982:84-85).
"
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kitty Quintarina Aman
"ABSTRAK
Jepang yang tumbuh begitu cepat di dalam modernisasi di segala bidang khususnya industrialisasi, tidak lepas dari proses sejarah Jepang sendiri. Salah satu jawaban yang penting dan mutlak untuk menjawab modernisasi di Jepang ialah bidang pendidikan. Proses sejarah Jepang sebelum zaman Meiji mempunyai arti penting di dalam bidang pendidikan, yaitu zaman Tokugawa yang menganut sistem feodal baik struktur masyarakat, keadaan masyarakat dan pandangan pemerintah yang mempengaruhi perkembangan pendidikan khususnya...

"
1986
S13564
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Riani Utami
"Tradisi pemujaan leluhur di Jepang merupakan perpaduan dari berbagai kepercayaan yang berkembang di Jepang seperti Shinto, Konfusianisme dan Budha. Tradisi ini berawal dari adanya pemikiran bahwa roh orang yang telah meninggal dunia akan mengganggu kehidupan manusia yang masih hidup. Agar roh tersebut tidak mengganggu mereka yang masih hidup maka diadakanlah ritual-ritual untuk menenangkan roh tersebut.
Leluhur dalam tradisi pemujaan leluhur di Jepang mengacu pada pendiri ie tempat keluarga itu tinggal. Penghormatan dan pemujaan terhadap leluhur penting untuk dilakukan bukan hanya karena dia adalah pendiri ie tapi juga karena mereka dipercaya memberikan kesejahteraan dan perlindungan keamanan kepada keturunannya. Sejalan dengan adanya perkembangan pemikiran dan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat Jepang, konsep leluhur yang terpusat pada ie ini kemudian meluas menjadi konsep leluhur yang terpusat pada keluarga. Tradisi pemujaan leluhur ini pun sejak Zaman Tokugawa telah digunakan sebagai alat propaganda politik pemerintah sampai dengan PD II berakhir.
Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah cara pemerintah Meiji menggunakan tradisi pemujaan leluhur sebagai dasar untuk mendapatkan legitimasi bagi kekuasaannya. Untuk menjawab pokok permasalahan tersebut, penulis telah mengadakan penelitian kepustakaan dan analisa yang dalam dengan metode pendekatan Deskriptif-Analitik untuk memudahkan penulis dalam mencari jawabannya dan memudahkan para pembaca dalam memahaminya.
Pada akhir penelitian ini, penulis menyimpulkan bahwa tradisi pemujaan leluhur ini telah digunakan oleh pemerintah Meiji untuk mendapatkan legitimasi bagi kekuasaannya dan dasar pemikiran pemujaan leluhur tersebut diterapkan di dalam beberapa institusi yang ada di Jepang seperti institusi hukum, pendidikan, keluarga, agama Shinto dan dalam penggunaan sistem kalender matahari. Dalam tradisi pemujaan leluhur pada Zaman Meiji inilah terlihat bahwa hal yang dianggap paling asasi sekalipun, yaitu kebebasan beragama, tidak terlepas dari propaganda pemerintah derni kepentingan politiknya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2001
S13963
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>