Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 26472 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ery Sandra Amelia Moeis
"ABSTRAK
Pada permulaan abad kedua puluh pemerintah Kolonial Belanda mulai menyadari bahwa kemiskinan sedang meningkat di pulau Jawa. Salah satu alasan adalah kepadatan penduduk Jawa yang semakin tinggi. Atas desakan dari berbagai pihak di negeri Belanda, pemerintah Kolonial Belanda kemudian berusaha memperbaiki kesejahteraan rakyat dengan melaksanakan politik etis (1901) yang digagas oleh Van Deventer dan berisi tentang tiga hal pokok yang menjadi prinsip dasar dalam kebijaksanaan pemerintah kolonial di Hindia Belanda yaitu pendidikan, irigasi dan emigrasi.
Dengan landasan di ataslah pemerintah kemudian menyelenggarakan program transmigrasi yang merupakan suatu usaha untuk memecahkan masalah kemiskinan dan kekurangan lahan usaha pertanian di Jawa dan sekaligus mengurangi kepadatan penduduk di pedesaan-pedesaan Jawa. Penyelenggaraannya yang pertama dimulai pada tahun 1905 hingga tahun 1941, yaitu sejak berakhirnya kekuasaan Kolonial Belanda dan digantikan dengan Jepang. Pada saat itu sebanyak 155-KK yang semuanya berasal dari golongan petani penggarap dipindahkan dari Kedu, Jawa Tengah ke daerah Gedong Tataan di Lampung. Wilayah ini merupakan daerah percobaan pelaksanaan transmigrasi dengan tujuan mencari cara yang tepat dalam pelaksanaannya yang dapat memberikan harapan hidup yang lebih baik bagi para transmigran serta dapat menekan biaya pemerintah untuk setiap keluarga yang ditransmigrasikan serendah-rendahnya. dari golongan petani penggarap dipindahkan dari Kedu, Jawa Tengah ke daerah Gedong Tataan di Lampung. Wilayah ini merupakan daerah percobaan pelaksanaan transmigrasi dengan tujuan mencari cara yang tepat dalam pelaksanaannya yang dapat memberikan harapan hidup yang lebih baik bagi para transmigran serta dapat menekan biaya pemerintah untuk setiap keluarga yang ditransmigrasikan serendah-rendahnya.
Dalam perjalanan pelaksanaannya selama masa kolonial, program transmigrasi dapat dibagi menjadi empat tahapan yaitu tahun 1905-1911, dari tahun 1912-1922, sejak tahun 1923-1932 dan yang terakhir antara tahun 1932-1942. Pada tiap tahapan ini terdapat ciri khas yang menandainya dan tidak terdapat pada tahapan lainnya.
Pada tahap pertama hingga ketiga perhatian pemerintah belum serius terhadap pelaksanaan program transmigrasi walaupun kebutuhan akan tindakan-tindakan nyata untuk mengurangi jumlah penduduk di pulau Jawa selalu dijadikan isu yang menarik di kalangan pemerintah, kelompok swasta perkebunan dan masyarakat umum. Baru pada tahap ke empat pemerintah benar-benar serius melakukan program transmigrasi dengan efisiensi yang mengagumkan.
Ternyata sejak pelaksanaannya yang pertama, program transmigrasi ini dapat bertahan pada setiap tahap sejarah pembangunan Indonesia. Penyelenggaraannya pun tidak lagi terbatas pada penduduk Jawa tetapi juga bagi daerah lain yang padat penduduk seperti Lampung yang mengalanzi kepadatan penduduk yang tinggi setelah beberapa puluh tahun menerima transmigran asal Jawa sejak pertama kali program transmigran dilaksanakan. Orientasi transmigrasi pun mengalami perkembangan, tidak lagi hanya pada bidang pertanian, namun juga perkebunan, perikanan dan industri.

"
2001
S12310
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Amral Sjamsu
Djakarta: Djambatan, 1960
307.209 SJA d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Soetandyo Wignjosoebroto
Jakarta: Huma, 2014
340.095 98 SOE d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Barret, Francois
Djakarta: Pustaka Rakjat, 1955
331 Bar p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muamar Katon Dipoyudo
"ABSTRAK
Identitas merupakan seseuatu yang relasional dan  situasional. Dalam konteks ini, identitas orang Jawa di Desa Bagelen, Lampung  terbentuk dari sebuah relasi sosial antar etnik dan penggunannya akan berubah-rubah sesuai dengan situasi yang ia hadapi. Memahami relasi sosial antar etnik, artinya kita tidak melihatnya secara objektif dan berusaha menempatkan aktor dari individu yang sedang dalam relasi untuk membangun identitas Jawanya. Skripsi ini akan mengkaji bagaimana orang Bagelen membentuk dan mempertahankan identitas Jawanya di tengah kedudukannya di Lampung. Identitas Jawa di Bagelen terbentuk dari sebuah kontak etnik yakni relasi orang Bagelen dengan orang Lampung yang muncul dalam konteks ekonomi, sosial, politik, dan budaya. Proses konstruksi identitas ini dimanifestasikan dalam bentuk dikotomisasi dan stereotip  yang terjadi antara orang Jawa dan Lampung. Menarik untuk dilihat, bahwa identitas orang Jawa juga dikonstruksi melalui external ascription  yang diciptakan oleh orang Lampung sebagai suatu syarat untuk melegitimasi orang Bagelen adalah orang Jawa. Begitu pun sebaliknya, orang Jawa memperkuat identitasnya, melalui etnosentrisme dan stigmatisasinya terhadap orang Lampung untuk bisa melakukan self identification dan self claim sebagai orang Jawa. Atribut dan ideologi kultural juga bermain secara rumit dalam negosiasi identitas antara siapa yang disebut orang Jawa dan Lampung sehingga pada kasus ini identitas adalah gabungan dari elemen instrumental dan non-instrumental yang terintegrasi secara kompleks.

ABSTRACT
Identity is something that is relational and situational. In this context, Javanese identity in Bagelen Village, Lampung, is formed from a social relationship between ethnic groups and its use will change according to the situation that it faces. Understanding social relations between ethnic groups means that we do not see them objectively and try to place actors from individuals who are in relations to build their Javanese identities. This thesis will examine how the Bagelen people form and maintain their Javanese identity in the middle of their position in Lampung. Javanese identity in Bagelen was formed from an ethnic contact namely the relation of the Bagelen people to Lampung people who emerged in economic, social, political and cultural contexts. The process of constructing this identity is manifested in the form of dichotomization and stereotypes that occur between Javanese and Lampung people. It is interesting to see that Javanese identity was also constructed through external ascription created by Lampung people as a condition to legitimize Bagelen people as Javanese. Likewise, on the contrary, the Javanese strengthen their identity, through ethnocentrism and stigmatization of Lampung people to be able to carry out self-identification and self-claim as Javanese. Cultural attributes and ideologies also play intricately in identity negotiations to determine who is called Javanese and Lampung so that in this case identity is a combination of instrumental and non-instrumental elements that are complexly integrated."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfi Muta`ali
Bulaksumur, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2016
363.595 98 LUT p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
M. Amral Sjamsu
"Buku ini berisi tentang kolonisasi, transmigrasi, sistem-sistem kolonisasi dan transmigrasi ; tinjauan atas penyelenggaraan kolonisasi dan transmigrasi umumnya."
Djakarta: Djambatan, 1960
K 325.1 AMR d
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
Lilie Suratminto
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2009
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ide Anak Agung Gde Agung, 1921-1999
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993
959.86 IDE k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>