Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 118956 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Retno Setyowati
"Genta pendeta merupakan jenis genta yang digunakan oleh seorang pendeta sebagai salah satu alat perlengkapan, upacara agama, khususnya agama Hindu dan Buddha. Ciri umum genta ini menurut Anom terdiri atas tiga bagian yaitu: bagian bawah berbentuk setengah bulatan, bagian tengah berupa susunan lingkaran-lingkaran, dan bagian atas (puncak) terdiri dari berbagai macam hiasan. Bentuk genta pendeta yang terdapat pada koleksi benda-benda perunggu Museum Nasional Jakarta tampak menunjukkan keanekaragaman bentuk, hiasan, dan ukuran. Keanekaragaman tersebut merupakan Masalah utama yang dibahas di dalam penelitian ini. Masalah lain yakni berkenaan dengan pemakaian genta di Jawa pada masa Hindu-Buddha, Genta pendeta rupanya telah dikenal oleh masyarakat di Jawa pada masa Hindu-Buddha (sekitar abad VIII-XV Masehi), terbukti dari banyaknya bukti sejarah di Jawa yang menunjukkan pemakaian genta pada masa itu, di antaranya relief dan naskah-naskah Jawa kuno. Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai data utama adalah genta pendeta koleksi Museum Nasional Jakarta yang berjumlah 170 genta, sedangkan relief digunakan sebagai data Bantu. Analisa genta dilakukan dengan menggunakan klasifikasi taksonomi yaitu suatu klasifikasi yang memusatkan perhatiannya pada sejumlah atribut, dan atribut-atrihut tersebut digunakan sebagai indikator di dalam pembentukan tipe. Tipe yang dihasilkan berupa tipe deskriptif yaitu tipe yang menunjukkan keadaan alamiah artefak. Pengamatan adegan-adegan pada relief dimaksudkan untuk mengetahui peranan genta pada masa lalu. Hasil analisa genta menunjukkan adanya 25 tipe genta pendeta, dan dari ke-25 tipe tersebut, tipe yang memiliki bentuk bagian bawah membulat, bagian tengah berupa susunan lingkaran-lingkaran, dan puncak berhias vajra serta berukuran kecil, merupakan tipe yang popular dari koleksi Museum Nasional Jakarta, Bentuk genta serupa ditemukan pula di dalam beberapa adegan relief. Selain itu dari relief diketahui pula fungsi genta pendeta di Jawa pada masa lalu yakni di samping digunakan, sebagai alat pengiring puji-pujian, kemungkinan digunakan pula sebagai benda persembahan."
1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edi Sedyawati, 1938-
""Kesenian Nasional" itu sendiri merupakan persoalan yang diperdebatkan: apa batasannya, apa kriterianya. Maka masalah sistem kesenian nasional dengan sendirinya tidak dapat dibicarakan sebelum batasan dan kriteria mengenai apa yang nasional dan apa yang kesenian itu ditetapkan. Selain 'itu kesenian nasional akan dilihat tidak semata-mata sebagai label, melainkan sebagai suatu sistem. Sistem kesenian ini dipahami sebagai bagian dari sistem budaya;. dan di. sisi lain, dalam kasus sistem kesenian nasional Indonesia ini, akan dilihat kaitannya dengan sistem-sistem kesenian kebangsaan lama yang telah terbentuk berabad-abad sebelum gerakan kebangkitan nasional Indonesia.
Tinjauan mengenai permasalahan yang aktual :ini diletakkan. dalam kerangka kajian sejarah. kesenian, .suatu kajian .yang berkenaan dengan perkembangan kesenian dari masa ke masa, dimulai dari titik yang paling dini di zaman prasejarah. Dilihat dari rentangmasa yang demikian panjang, maka tinjauan mengenai sistem kesenian nasional Indonesia ini dapat dikatakan sangat bersifat mikroskopik. Namun satu butir masalah masa kini diharapkan dapat digunakan, juga untuk mencari ?variabel-variabel" yang diduga ada juga di masa lalu. Hal-hal yang akan dapat diperlakukan sebagai variabel itu akan ditampilkan nanti dalam judul-judul anak bab. Renungan ini juga dimaksudkan untuk menetapkan suatu titik-tolak untuk memahami masalah-masalah kesenian kita yang aktual dewasa ini."
Jakarta: UI-Press, 1992
PGB 0457
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Ardela Maesyaroh
"Ondel-ondel sebagai kesenian Betawi telah mengalami perkembangan dari kesenian arak-arakan rakyat menjadi ikon kota Jakarta. Unsur pendukung kesenian ondel-ondel tetap eksis dan berkembang adalah dengan adanya sanggar. Sanggar Beringin Sakti sebagai salah satu kelompok kesenian ondel-ondel yang sudah aktif dari sebelum tahun 1970-an memiliki peran besar dalam mengembangkan ondel-ondel. Berbeda dengan penelitian sebelumnya karya Joko Susanto yang hanya berfokus kepada komposisi musik yang digunakan Sanggar Beringin Sakti. Fokus penelitian ini adalah peran Sanggar Beringin Sakti dalam mengembangkan ondel-ondel di Jakarta mulai dari terbentuknya hingga lahirnya anak sanggar terakhir dari Sanggar Beringin Sakti. Penelitian ini menggunakan metode sejarah dengan empat tahapan, yaitu heuristik, kritik, intepretasi, dan historiografi. Pada tahapan heuristik, mengumpulkan data berupa wawancara dengan pemilik Sanggar Beringin Sakti, artikel jurnal, surat kabar dari Perpustakaan Nasional RI, dan buku. Hasil penelitian ini adalah Sanggar Beringin Sakti menjadikan ondel-ondel sebagai ikon kota Jakarta yang aktif melaksanakan berbagai kegiatan seperti acara perfilman kesenian, pembukaan acara atau perayaan khusus kota Jakarta, dan menampilkan ondel-ondel dalam bentuk cendera mata dan boneka penerima tamu, selain itu Sanggar Beringin Sakti mampu mengembangkan ondel-ondel dengan menjadikan sanggar sebagai tempat belajar dan regenerasi dengan melahirkan anak-anak sanggar yang aktif dan eksis sesuai pakemnya di masa modern saat ini.

Ondel-ondel as a Betawi art has developed from a folk art procession to become an icon of the city of Jakarta. The supporting element of ondel-ondel art that still exists and develops is the existence of a studio. Sanggar Beringin Sakti as one of the ondel-ondel art groups that has been active since before the 1970s has played a major role in developing ondel-ondel. This is different from the previous research by Joko Susanto, which only focused on the music composition used by Sanggar Beringin Sakti. The focus of this research is the role of Sanggar Beringin Sakti in developing ondel-ondel in Jakarta from its formation until the birth of the last studio child of Sanggar Beringin Sakti. This study used the historical method with four stages, namely heuristics, criticism, interpretation, and historiography. At the heuristic stage, collecting data in the form of interviews with the owner of Sanggar Beringin Sakti, journal articles, newspapers from the National Library of Indonesia, and books. The result of this research is that Sanggar Beringin Sakti made ondel-ondel as an icon of the city of Jakarta which actively carried out various activities such as art film events, opening special events or celebrations for the city of Jakarta, and displaying ondel-ondel in the form of souvenirs and dolls for the receptionist. Beringin Sakti is able to develop ondel-ondel by making the studio a place for learning and regeneration by giving birth to studio children who are active and exist according to the standards in today's modern times."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nasr, Seyyed Hossein
Kuala lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia, 1989
297.67 NAS f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
M. Qadarian Bahagia
"Tesis ini meneliti ketahanan usaha Industri Kecil dan Kerajinan Rumahtangga terhadap krisis ekonomi di Indonesia, berdasarkan Survei Usaha Terintegrasi tahun 1999. Ketahanan usaha diukur dengan besarnya proporsi kesulitan usaha di tiap sektor industri. Pengujian hipotesa dilakukan untuk melihat signifikansi faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan usaha. Faktor faktor yang berpengaruh tersebut meliputi : Jenis kelamin, pendidikan tertinggi yang ditamatkan pengusaha, jenis usaha utama/ kode ISIC, umur pengusaha, jumlah pekerja, omset, asal modal / sumber kepemilikan modal, rata-rata jam kerja per hari dan jumlah hari kerja dalam sebulan, status pelayanan koperasi, status kemitraan/bapak angkat status bantuan usaha, serta status pelatihan pekerja. Hasil uji hipotesa dengan statistik Z dan Chi-kuadrat menunjukkan adanya pengaruh variabel-variabel tersebut dengan ketahanan usaha. Penerapan model log linier digunakan untuk estimasi frekwensi populasi berdasarkan pola asosiasi antar variabel katagorik yakni : status kesulitan usaha, jenis usaha, jumlah pekerja, pendidikan dan jenis kelamin pengusaha. Hasil temuan menunjukkan peranan pengusaha perempuan terhadap ketahanan IKRT."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T20448
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yeni Purnaeni
"ABSTRAK
Penelitian mengenai ragam hias kain dilakukan berdasarkan ragam hias kain pada arca-arca batu di Museum Nasional Jakarta ( MNJ ). Tidak seluruh dari arca batu koleksi museum ini yang mempunyai ragam hias pada kainnya, hanya beberapa kain arca batu yang berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur yang mempunyai ragam hias. Hal inilah yang menjadi satuan pengamatan pokok.
Dari hasil pengamatan terhadap ragam hias yang terdapat, diketahui ada beberapa tipe dan variasinya. Meskipun demikian masih dapat terlihat persamaan pada bentuk dasarnya. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah ada kaitan antara ragam hias pada kain arca dengan ragam hias batik, untuk mengetahui ragam hias apa saja yang digambarkan atau dipahatkan pada arca dan juga untuk mengetahui simbol atau lambang apa yang terkandung pada ragam hias dan kaitannya dengan status seseorang.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan klasifikasi taksonomi, yang bertujuan untuk membentuk tipe dan kemudian menggunakan data kepustakaan hal ini disesuaikan dengan apa yang terdapat pada kain batik.
Hasil dari penelitian ini dapat diketahui bahwa ragam hias yang terdapat pada kain arca setelah disesuaikan dengan ragam hias pada kain batik ternyata mempunyai persamaan dalam penggambaran bentuk pola dasarnya.
Dari bentuknya, ragam hias ini mempunyai persamaan dengan ragam hias jenis kawung, ceplokan, swastika (banji), ragam hias pinggiran tumpal dan udan liris pada kain batik. Ragam-ragam hias ini mengandung suatu arti perlambang (simbol) yang penting, sehingga kain dengan ragam hias ini khusus dipahatkan pada arca yang merupakan perwujudan seseorang. Pemakaian kain dengan ragam hias tertentu ini disebut ragam hias larangan pada kain batik. Di mana hanya kaum ningrat saja yang boleh memakainya, karena perkembangan zaman tirnbul hal yang menyebabkan teriadinya pergeseran di mana arti perlambang tidak lagi dianggap penting sehingga siapa saja baleh memakai ragam hias tertentu tanpa ada peraturan yang melarangnya.

"
1990
S11915
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Japan: Tokyo Fuji Art Museum, 1989
R 708.952 TOK
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Malaysia: Islamic Arts Museum Malaysia, 2002
R 727.7 ISL
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Tiffany Candra
"Tulisan ini membahas mengenai utilisasi tari Waacking di Korea Selatan dan Indonesia. Waacking merupakan genre tari modern yang mulai berkembang pada tahun 1970-an. Lahir dari komunitas klub gay di Los Angeles, Waacking menjadi salah satu media ekspresi diri bagi kaum homoseksual pada masa itu. Para penari menggunakan Waacking untuk mengungkapkan perasaannya melalui gerakan-gerakan yang juga berarti sebagai simbol identitas diri mereka. Melalui gerakan ini, penari menyampaikan makna-makna subjektif mereka kepada para penonton. Seiring berjalannya waktu, Waacking mulai dikenal masyarakat di berbagai negara, tidak terkecuali di Korea Selatan dan di Indonesia. Meski teknik yang digunakan masih sama, terdapat perkembangan fungsi Waacking di kedua negara tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis penggunaan Waacking sebagai media pengenalan budaya nasional oleh waackers Korea Selatan dan Indonesia. Adapun metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik studi pustaka. Tulisan ini mengacu pada teori tari sebagai sistem simbol dan tari sebagai sarana komunikasi lalu hasil temuan dianalisis dengan sudut pandang artikulasi budaya. Melalui tulisan ini dapat disimpulkan bahwa meski awalnya Waacking digunakan sebagai sarana ekspresi diri dari penindasan, kini Waacking digunakan sebagai sarana pengenalan identitas budaya nasional.

This paper discusses the utilization of Waacking dance in South Korea and Indonesia. Waacking is a modern dance genre that began to develop in the 1970s. Born from the gay club community in Los Angeles, Waacking became one of the media of selfexpression for homosexuals at that time. Dancers use Waacking to express their feelings through movements that also symbolize their self-identity. Through these movements, dancers conveyed their subjective meanings to the audience. Over time, Waacking began to be recognized by people in various countries, including South Korea and Indonesia. Although the techniques used are still the same, there are developments in the function of Waacking in both countries. The purpose of this study is to analyze the use of Waacking as a medium for introducing national culture by South Korean and Indonesian waackers. The method used is descriptive qualitative method with literature study technique. This paper refers to the theory of dance as a symbol system and dance as a means of communication and then the findings are analyzed from the point of view of cultural articulation. Through this paper, it can be concluded that although initially Waacking was used as a means of self-expression from oppression, now Waacking is used as a means of recognizing national cultural identity."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Farihah
"[Skripsi ini membahas mengenai Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki menumbuhkan kreativitas seniman Jakarta pada masa Orde Baru. Orde Baru dimulai dengan membawa semangat baru adanya kebebasan ekspresi dan kreativitas. Adanya perubahan situasi politik mengakibatkan tatanan kehidupan menjadi dibatasi, termasuk kesenian. Oleh karena itu, skripsi ini menampilkan kesenian yang berhasil berkembang di PKJ-TIM, serta menampilkan PKJ-TIM sebagai oase di tengah masyarakat Jakarta yang terjebak di antara kehidupan metropolitan dan tekanan pemerintah, serta memenuhi harapan seniman terciptanya wadah berkreasi. Melalui pengkajian terhadap sumber tertulis seperti surat kabar, majalah, dan wawancara dapat menunjukan bagaimana PKJ-TIM berdiri dengan kokoh mengembangkan kesenian di tengah tekanan politik Orde Baru., This thesis focused on Taman Ismail Marzuki as Jakarta's first arts center, which caused several changes on artists' creativity during the New Order Era. This era was meant to start with the new spirit related to the freedom of expression and creativity. But, the changing of political situation arose confinement of social life system, including arts. Therefore, this thesis are not only showing how Jakarta's artists and their work survive the change, but also bringing the arts center forward as an oasis in the middle of the Jakarta people whose life were trapped in between the metropolitan lifestyle and the government's pressure, as well as fulfilling the need of an art space that had been desired the most lately. Through observing sources as newspapers, magazines, and interviews, this thesis are expected to show how the arts center established and developed arts and creativities in the middle of New Order’s tight political control.]"
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S58770
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>