Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143782 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lien Dwiari Ratnawati
"ABSTRAK
Penelitian terhadap candi-candi yang ada di Pulau Jawa telah banyak dilakukan orang, baik mengenai asal-usulnya, gaya, maupun sejarah keseniannya. Candi Prambanan sebagai salah satu candi yang besar di Jawa Tengah tidak luput dari berbagai penelitian, tetapi khusus mengenai relief Kalpataru belum pernah dilakukan.
Relief Kalpataru adalah bagian dari apa yang disebut oleh van Erp sebagai motif Prambanan. Relief ini terdapat pada pa_nil.-panil di kaki keenam candi utama Prambanan, yaitu Brahma, Siwa, Visnu, Angsa B, Nandi, dan Garuda A. Relief ini berben_tuk sebuah pohon yang dihiasi dengan untaian manik-manik atau mutiara, dan diberi chattra (payung) di atasnya. Pohon ini diapit oleh berjenis-jenis binatang, antara lain kijang, rusa,.burung merak, kera, macan, angsa, kinara-kinari (makhluk Surga) , dan-lain-lain. Pohon ini mempunyai berbagai sebutan, antara lain pohon pengharapan, pohon kekayaan atau kemakmuran , pohon kehidupan dan pohon surga.
Pengamatan terhadap relief Kalpataru dilakukan untuk mencari sebab-sebab relief ini bervariasi, beberapa banyak variasi yang ada, adakah pola dasarnya, dan selanjutnya adakah ketentuan penempatan nya pada candi.
Metode penelitian yang dipakai adalah metode observasi, deskripsi, dan eksp1anasi, dibantu dengan metode pendekatan normatif untuk menjawab apakah relief Kalpataru ini memang mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Selain itu juga di_gunakan metode penalaran deduktif, yang secara operasional dilakukan lewat testing hypotheses.
Hasil dari penelitian ini memberi informasi bahwa relief Kalpataru yang dihasilkan oleh seniman itu mentaati ketentuan yang ada, sedangkan variasi terjadi antara lain karena perbe_daan ketrampilan, pengalaman, atau kebiasaan masing-masing seniman. Relief ini terbagi dalam 3 tipe dan 25 variasi, yaitu tipe I terdiri dari 5 variasi, tipe II terdiri dari 17 variasi, dan tipe III terdiri dari 3 variasi. Selain itu relief Kalpataru ini juga mempunyai pola dasar, tetapi tidak mempunyai ketentuan dalam penempatannya pada candi.

"
1985
S11751
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Riawan
"Dalam agama Hindu dewa Astadikpala merupakan salah satu kelompok dewa penjaga penjuru dunia. Penggambaran dewa Astadikpalaka cadi Siwa Pranbanan berbeda dengan di India, terutama penampilannya yang diwujudkan dalam dua sifat, yaitu aspek saumya dan ugra pada tiap sisi dari penjuru mata angin. Di India penggambarannya dalam wujud dua sifat tidak ditemui, walupun ada hanya diwujudkan dalam bentuk dua kepala pada satu badan. Bertitik tolak dari alasan bahwa masalah penggambaran dewa Astadikpalaka candi Siwa Prambanan berbeda dengan di India, maka penulis memutuskan untuk memilih subyek ini.
Adapun hasil yang dicapai adalah, bahwa peranan dari para seniman candi Prambanan dalam membuat relief dewa Astadikpalaka sangat besar sekali. Berdasarkan atas penelitian terhadap komponen kepala (rambut, ekspresi wajah, perhiasan yang dipakai), sikap badan, sikap tangan dan laksana. Mengenai perubahan dan perbedaan konsep penggambaran dewa Astadikpalaka candi Siwa Prambanan diduga karena adanya kebebasan para seniman dalam mewujudkan sesuatu yang akan digambarkannya sesuai dengan visualisasinya."
Depok: Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafly Adli Krisdianto
"Relief kalpataru merupakan salah satu relief dengan makna simbol mitologis-religis yang banyak ditemui pada candi-candi Buddha masa Mataram Kuno. Penggambaran relief kalpataru dapat ditemui pada Candi Sewu, Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Pawon, Candi Sojiwan, dan Candi Banyunibo. Penelitian ini berusaha untuk mengungkap pola variasi penggambaran relief kalpataru pada candi-candi tersebut. Selain itu, penelitian ini juga berusaha untuk mengetahui keterkaitan penggambaran relief kalpataru dengan penempatannya pada candi-candi tersebut berdasarkan konsep tridhatu. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian dalam ilmu arkeologi dengan tahapan yang terdiri dari pengumpulan data, pengolahan data, dan penafsiran data. Hasil penafsiran dalam penelitian ini memperlihatkan adanya beberapa pola yang umumnya ditemukan pada penggambaran relief kalpataru. Pola-pola tersebut terjadi karena adanya beberapa ketentuan dalam penggambaran relief kalpataru berdasarkan naskah dan kitab kuno.

Kalpataru relief is one of reliefs with mythological-religious symbolic meanings that are commonly found in ancient Mataram Buddhist temples. Kalpataru reliefs can be found in Candi Sewu, Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Pawon, Candi Sojiwan, and Candi Banyunibo. This research aims to reveal the patterns of variation in kalpataru reliefs in those temples. Additionally, this research seeks to understand the relationship between the kalpataru relief and their placement in these temples based on the concept of tridhatu. This research was conducted using archaeological research methods consisting of data collecting, data processing, and data interpretation. The results of the interpretation in this research show several patterns that are commonly found in the kalpataru reliefs. These patterns appeared due to several regulations in the carving of Kalpataru reliefs based on ancient manuscripts and scriptures."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Indri
"Relief adalah sualu karya seni yang dipahatkan pada materi atau bahan yang mempunyai permukaan rata dan menggambarkan serangkaian adegan mempunyai tekstur menonjol. Terdapat pembatas atau pemisah adegan, baik berupa garis vertikal. Horizontal, bulat, lonjong, dan lain-lain. Pada umumnya relief berfungsi sebagai visualisasi kehidupan pada masa atau zaman itu. Penempatan setiap relief tersebut juga dapat menentukan status dari satu tokoh pada gambaran kehidupan yang tampak dalam relief tersebut.
Skripsi ini berisi tentang bentuk, hiasan, keletakan relief makhluk kayangan candi Hindu dan Buddha. dan melihat persamaan dan perbedaaaannya, serta diharapkan dari penelitian ini menambah pengetahuan mengenai perbedaan bentuk fisik yang terdapat di candi Hindu dan Buddha. Dalam penelitian ini dilakukan pengidentifikasian secara umum (bentuk hiasan), dan diklasifikasikan lagi berdasarkan kronologi relatif yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Pada tahap pengolahan data hasil klasifikasi tersebut dianalisis dengan cara perbandingan terhadap masing-masing relief makhluk kayangan pada candi Hindu, masing-masing relief makhluk kahyangan pada candi Buddha, dan perbandingan di antara keduanya untuk mendapatkan hasil akhir.
Masalah-masalah yang diajukan terhadap relief makhluk kayangan dari candi_candi di Jawa Tengah antara lain: bagaimana penggambaran bentuk dan jenis, serta fungsi relief makhluk kayangan itu, baik di candi Hindu maupun di candi Buddha; bagaimana penempatan dari relief makhluk kayangan di candi Hindu maupun candi Buddha (variasi penempatan), Dari permasalahan yang telah diuraikan tersebut, tujuan yang hendak dicapai adalah segala permasalahan tersebut dapat terjawab. Variasi bentuk yang, dihasilkan dari tiap tokoh berbeda-beda, hal tersebut berhubungan dengan keletakannya di suatu candi.
Berdasarkan hasil dari analisis keletakan maka dapat diambil kesimpulan bahwa makhluk-makhluk kayangan yang berada di wilayah Jawa tengah hampir sebagian besar terdapat pada bagian tubuh dari sebuah candi. Hal tersebut menggambarkan bahwa sebagai makhluk kayangan atau makhluk setengah dewa, tokoh ini dipahat pada bagian Bhuwarloka atau dunia tengah, alam manusia yang telah disucikan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S11419
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cita Kismayanti
"Bangunan suci sebagai tempat yangsakral dilengkapi ragam hias arsitektural maupun ornamental. Ragam hias ornamental pada bangunan suci meliputi relief naratif dan relief dekoratif. Ragam hias ini dapat menambah nilai kesakralan bangunan suci karena terdapat makna tertentu di balik ragam hias tersebut. Salah satu ragam hias yang sering ditemukan pada bangunan suci adalah sulur daun. Relief sulur daun pada candi Borobudur terdapat pada panil tersendiri dan mengapit relief naratif di dinding utama candi pada lorong pertama, ketiga dan keempat, sebannnyak 408 panil. Penggambaran relief sulur daun pada tiap tingkat terdapat perbedaan. Panil-panil relief sulur daun pada lorong pertama berdiri sendiri mengapit naratif di baris atas dinding utama candi, sedangkan pada lorong ketiga dan keempat relief sulur daun berasoiasi dengan pilar semu mengapit naratif di dinding utama. Kemudian, dilihat dari cara penggambaran sulur, relief di lorong pertama dan keempatterlihat lebih sederhana dibanding dengan relief sulur daun di lorong ketiga yang terkesan rumit dan raya. Sementara itu, sulu daun pada lorong ketiga memiliki variasi paling banyak, sedangkan sulur daun di lorong keempat tidak memiliki variasi sulur daun dengan daun yang mengikal pada bagian akhirnya. Sulur daun ini merupakan akar dan tangkai tanaman teratai yang keluar dari umbi teratai (padmamula) dan menjalar ke atas membentuk lingkaran ke kiri dan ke kanan, kemudian pada bagian akhir sulurnya terdapat daun-daun yang mengikal, bunga teratai yang setengah mekar ataupun bunga teratai dengan burung yang hinggap di atasnya. Setiap bagian dari tanaman tertai tersebut mengalami variasi pengambaran yang berbeda-beda. Untuk mengetahui berbagai variasi dari relief sulur daun pada can Borobudur, maka terlebih dahulu relief-relief sulur daun ini diklasifikasikan berdasarkan atribut penentu dari ragam hias tersebut..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2005
S11426
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Joenoes
"Relief di teras kedua candi induk Panataran berdasarkan penelitian Stein Callenfele dikatakan sebagai relief yang mengikuti jalan cerita dari kakawina Kranayana, yang inti ceritanya adalah penculikan Rukmini oleh Krana . Selain Kranayana terdapat beberapa kakawin lain yang mempunyai inti cerita yang sama, tetapi jika dilihat dari usia kakawin tersebut kebanyakan lebih muda daripada candi induk Panataran. Stein Callenfele sewaktu akan nembandingkan carita dari relief dengan cerita dari kakawin mendapat kesulitan karena kakawin-kakawin mengenai penculikan Rukmini oleh Krana yang ada belum diterjemahkan dari bahasa Jawa kuno ke bahasa Belanda. Sehingga Stein Callenfels hanya menggunakan kakawin Kranayana yang diterjemahkan dengan bantuan R. Ng. Poerbatjaraka. Berdasarkan pendapat dari Stein Callenfels mengenai relief di teras kedua candi induk Panataran, maka diadakan penelitian kembali berupa perbandingan antara relief tersebut tidak hanya dengan kakawin Kranayana, tetapi juga kakawin Hariwansa. Relief di teras kedua candi induk Panataran ini dideskripei kembali secara lebih mendetil, lalu tokah-tokoh dan adegan-adegan yang ada pada relief diidentifikasi, sehingga dapat diadakan perbandingan dengan kakawin Kranayana dan Hariwafa. Mari perbandingan tersebut diketahui bahwa meskipun terdapat beberapa adegan pada panil relief di teras kedua candi induk Panataran yang tidak dapat dite_rangkan oleh kakawin Kranayana atau Hariwansa; tetapi pada dasarnya kakawin Kranayana memang lebih sesuai alur ceritanya dengan alur cerita yang terdapat pada panil relief di teras kedua candi induk Panataran..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S11529
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eggy Gustaman
"Tentang penggambaran tokoh bersorban berdasarkan relief cerita pada candi Jago, Induk Penataran, Pendopo Teras Pertama Penataran, Tegalwangi, Surawana dan Jawi. Untuk memisahkan tokoh bersrban itu ke dalam golongnnya masing-masing, maka ciri ikonografisnya harus benar-benar diperhatikan yang ditandai dengan kode variasi. Setelah tokoh-tokoh bersorban itu dipisahkan berdasrakan kombinasi variasi yang ternyata berjumlah 17, diketahui tokoh bersorban lebih banyak kesamaan ciri ikonografis terutama pada bentuk badan, bentuk sorban dan jenis bakaian yang dikenakan. Untuk ciri dengan adanya kumis dan jenggot hanya digunakan untuk ciri tambahan, kerena pada tokoh bersorban ini terdapat karakter tokoh wanita yang sudah pasti tidak berkumis dan berjenggot. Dari hasil penggolongan dan perbandingan dominasi penggambaran tokoh bersorban pada relief di candi-candi masa Singhari dan Majapahit ini, dapat terlihat bahwa tokoh bersorban yang diidenfikasi sebagai pertapa wanita merupakan tokoh yang paling banyak digambarkan dalam panil relief pada candi-candi masa Singhasari dan Majapahit dibandingkan tokoh-tokoh bersorban lainnya yang diidenfikasi sebagai rsi, pertapa pria dari suatu pertapaan dan pertapa pria di luar pertapaan..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2005
S11830
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widma Primordian Meissner
"Skripsi ini membahas mengenai bagaimana bentuk, aturan-aturan yang berlaku, serta perkembangan dari busana dan perhiasan yang digambarkan dalam relief cerita Sudamala dan Sri Tanjung pada candi-candi Majapahit di Jawa Timur.
Hasil dari penelitian ini adalah dapat terlihat perbedaan serta persamaan bentuk busana dan perhiasan yang dikenakan oleh para tokoh dalam relief berdasarkan kategorisasi yang telah dibuat.
The focus of this study is discussing about the form, rules that applies, and also the development of clothing and jewelry that are depicted on the narative reliefs of Sudamala and Sri Tanjung found in Majapahit temples in East Java.
The goal of this study is to determine the differences and also the similarity of form in clothing and jewelry which are wore by the characters on the reliefs, based on the categorization made.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S496
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Gita Andharuni
"Skripsi ini membahas mengenai penggambaran relief Ramayana di Candi Siwa dan Candi Brahma pada kompleks percandian Prambanan berdasarkan kaidah Sad-Angga. Relief Ramayana pada Candi Siwa berjumlah 24 panil dengan 46 adegan. Relief Ramayana pada Candi Brahma berjumlah 30 panil dengan 30 adegan.
Dalam skripsi ini tiap adegan akan diamati kesesuaiannya dengan kaidah kesenian Sad-Angga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan kaidah Sad-Angga dalam pembuatan relief-relief di Candi Hindu pada masa Klasik Tua.

This research discuss about depiction of Ramayana relief in Siwa and Brahmana Temple on Prambanan temple complex based on Sad-Angga principle. The amount of Ramayana relief in Siwa Temple are 24 panels with 46 scene and in the amount of Ramayana relief in Brahmana Temple are 30 panels with 30 scene.
In this research every scene in Ramayana relief will be observed its suitability with Sad-Angga principle. The purpose of this research is to know the use of Sad-Angga principle in the making of reliefs in Hindu temple on Klasik Tua period."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rangkuti, Nurhadi
"Berdasarkan pengamatan dan laporan penelitian arkeologi pada candi-candi di sekitar Prambanan, terdapat berbagai jenis bahan bangunan candi. Secara umum bahan bangunan candi di wilayah ini terdiri dari dua jenis batu, yaitu batu andesit dan batu tufa. Khusus mengenai pemakaian batu tufa pada candi-candi di sekitar Prambanan, rupa-rupanya telah menarik perhati_an peneliti terdahulu. N.J. Krom (1923) adal,ah peneliti pertama yang menelaah masalah ini, terutana pemakaian batu tufa pada Candi Lara Jonggrang, Plaosan dan Sajiwan. Krom melihat bahwa pada umumnya semua candi dibangun dengan batu vulkanis yang masif atau andesit, sedangkan pada ketiga candi tersebut ditemukan batu jenis lain yang tidak keras, yang digunakan untuk bangunan candi bagian bawah. Oleh Krom disebutkan batu itu adalah sejenis mer-gelsteen yang mempunyai struktur berpori (porous). Janis batu ini berasal dari bukit Ratu Baka, di sekitar kepurbakalaan Ratu Baka. Di sana ada bekas penambangan batu yang menunjukkan sisa-sisa batu yang seakan-akan tersusun membentuk anak tangga. Bahan-bahan itu mudah dikerjakan dengan alat penatah karena jelas terlihat batu-batu itu."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1984
S11949
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>