Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 171219 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Achmad Faizal
"Pemanfaatan alam dilakukan oleh masyarakat prasejarah dalam rangka mendukung kelangsungan hidup mereka. Gua dan ceruk dimanfaatkan oleh manusia masa lampau sebagai tempat tinggal, penguburan, dan sebagai tempat untuk kegiatan religi. Sisa-sisa kehidupan manusia masa prasejarah terdapat pula di Kalimantan Timur. Hal ini terlihat dari adanya tinggalan arkeologis yang terdapat pada beberapa gua clan ceruk di Kalimantan Timur. Pada tulisan ini dibahas sekitar 31 buah gua dan ceruk yang terdapat di Kalimantan Timur. Tinggalan arkeologis tersebut di antaranya fragmen tulang manusia dan hewan, fragmen tembikar, moluska, alat batu, peti mati yang terbuat dari kayu (lungun), dan gambar cadas. Dari asosiasi tinggalan arkeologis dengan gua dan ceruk di Kalimantan Timur dapat dilihat adanya indikasi pemanfaatan gua dan ceruk yang difungsikan sebagai tempat hunian, penguburan, dan sarana untuk melakukan kegiatan religi. Pemanfaatan gua dan ceruk tersebut ada pula yang digabungkan, yaitu sebagai tempat hunian dan penguburan, maupun sebagai tempat hunian dan religi. Gua dan ceruk yang di pilih sebagai tempat hunian umumnya dekat dengan sumber air. Temuan moluska di beberapa gua dan ceruk di Kalimantan Timur menunjukkan indikasi pemanfaatan moluska sebagai sumber makanan, alat bantu, dan perhiasan. Adanya temuan moluska air laut menunjukkan telah adanya interaksi masyarakat pedalaman dengan masyarakat yang tinggal di daerah pesisir. Temuan fragmen tembikar menunjukkan bahwa masyarakat saat itu memiliki waktu luang yang dimanfaatkan untuk membuat tembikar. Temuan fragmen tembikar dengan temper berbahan sekat memperlihatkan terjadinya interaksi antara masyarakat pemburu dan pengumpul makanan dengan masyarakat yang telah mengenal pertanian. Tembikar dipergunakan sebagai wadah untuk kehidupan sehari_-hari dan juga sebagai wadah kubur. Hal ini terlihat dari asosiasi (fragmen tembikar dengan fragmen tulang manusia di beberapa gua dan ceruk di Kalimantan Timur. Pembuatan tembikar hingga kini masih dapat di temui di masyarakat pedalaman Kalimantan Timur. Gambar cadas yang terdapat pada beberapa gua dan ceruk di Kalimantan Timur memperlihatkan bahwa masyarakat saat itu sudah mulai mengekspresikan apa yang mereka lihat sehari-hari ke dalam bentuk visual. Motif yang dominan ialah cap tangan, sedangkan warna yang dominan digunakan ialah merah. Melihat dari tingkat kesulitan dalam pencapaian gua dan ceruk serta pemilihan dinding untuk penerapan gambar cadas, nampaknya gambar tersebut dibuat berkaitan dengan unsur religi. Masyarakat saat itu membuat gambar-gambar tersebut sebagai pengharapan dalam melakukan perburuan kelak akan mendapatkan hasil yang baik. Pengharapan tersebut diwakilkan dengan menggambarkan hewan-hewan buruan mereka dalam keadaan terluka. Konsep ini disebut konsep kontak magis atau sympathetic magic. Namun bentuk aktivitas religi yang dilakukan belum dapat diketahui secara pasti. Sejumlah artefak batu memperlihatkan pemanfaatan sumber Jaya alam sebagai aiat bantu dalam kehidupan masyarakat saat itu. Tinggalan arkeologis berupa peti mati yang terbuat dari kayu (lungun) memperlihatkan keberlanjutan pemanfaatan gua dari masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan ke masyarakat selanjutnya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S11442
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Slamet Sujud Purnawan Jati
"Pendahuluan
Latar Belakang Masalah
Seperti halnya wilayah lain di Pulau Jawa, penelitian arkeologi di Jawa Timur, khususnya untuk situs prasejarah telah dimulai sejak masa pemerintahan kolonial Belanda. Kegiatan tersebut dilaksanakan sesuai dengan kepentingan dan tujuan penelitian pada saat itu. Pada tahap awal tampaknya perhatian penelitian lebih banyak dicurahkan pada tujuan untuk menemukan benda-benda arkeologi berupa artefak. Sementara itu kegiatan yang banyak dilakukan berupa pendokumentasian, kegiatan inventarisasi, pembahasan yang berorientasi pada artefak (artifact-oriented), dan beberapa upaya untuk merekonstruksi kehidupan manusia di masa lampau.
Kegiatan penelitian di wilayah ini pada dua dasawarsa terakhir telah meningkat jumlahnya, dan telah terjadi pergeseran perhatian dari pengkajian atas artefak kepada pengkajian atas situs dan bahkan kawasan. Namun demikian penelitian tersebut belum mencakup seluruh aspek yang terkait, misalnya aspek lingkungan. Hal ini perlu mendapat perhatian, karena berbicara perkara kehidupan manusia dan budayanya, tentu tidak akan terlepas dari perkara yang lain seperti lingkungan alam. Ketiga hal tersebut merupakan faktor yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi baik dalam dimensi ruang maupun waktu (Soejano 1987:37).
Sejak masa lalu manusia telah memanfaatkan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini tercermin dari bukti-bukti arkeologi yang diperoleh, baik yang berbentuk artefak (artefact), ekofak (ecafact), fitur (feature), dan situs (site). Namun disadari bahwa bukti-bukti arkeologi yang sampai kepada kita memiliki keterbatasan baik kuantitas maupun kualitas (Mundardjito 1986:42). Oleh karena itu untuk dapat menjelaskan kehidupan manusia masa lalu tidak hanya dibutuhkan pengkajian atas artefak semata-mata, tetapi pengkajian yang luas atas tinggalan arkeologi, tidak saja pada hanya satu situs, namun tinggalan arkeologi dalam Skala ruang yang lebih luas, yaitu benda-benda arkeologi dan situs-situs yang tersebar dalam wilayah atau kawasan. Untuk itu diperlukan pendekatan yang makro, yaitu pendekatan kawasan disertai dengan kesadaran yang tinggi akan keterkaitan antar situs, baik secara ekologis, geografis maupun fungsional."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marika Dewi Santania
"Lukisan gua/ceruk merupakan salah satu data arkeologi yang diperkirakan berasal dari masa berburu dan mengumpulkan makanan. Di Indonesia, lukisan gua/ceruk kebanyakan ditemukan di wilayah Indonesia bagian timur yaitu Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Papua Barat, Kepulauan Kai, Timor Leste dan Flores (NTT). Namun pada awal tahun 1990-an ditemukan lukisan gua/ceruk di wilayah Indonesia bagian barat, yaitu di wilayah Kalimantan. Salah satunya adalah Situs Batucap. Situs Batucap ditemukan di Dusun Sedahan, Desa Benawai Agung, Kecamatan Sukadana, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Situs ini berbentuk ceruk dengan lukisan yang terdapat pada tiga bongkahan batu yang Membentuk dinding ceruk. Lukisan ini terletak pada dinding sebelah selatan, utara dan barat, dengan bagian depan ceruk yang menghadap ke timur. Dilihat dari ukurannya, ceruk ini diperkirakan tidak digunakan sebagai tempat hunian. Hal ini diperkuat dengan tidak adanya temuan-temuan lain di dalam ceruk ini baik yang berupa ekofak, artefak ataupun temuan lainnya yang dapat memberikan bukti bahwa ceruk ini pernah dihuni. Secara keseluruhan, lukisan yang ada pada ceruk ini didominasi dengan lukisan geometris, yang diikuti dengan lukisan manusia, abstrak, binatang, matahari, dan potion hayat. Seluruh lukisan tersebut dibuat dengan menggunakan teknik sapuan kuas, baik sapuan kecil, sapuan besar maupun kombinasi dari keduanya. Secara umum, lukisan gua/ceruk di Indonesia terdiri dari lukisan manusia, binatang, tumbuhan, banda budaya, matahari, perahu, bentuk geometris dan abstrak. Dalam bentuk penggambarannya, lukisan-lukisan ini memiliki beberapa persamaan dan perbedaan. Untuk teknik pembuatannya, lukisan gua/ceruk di Indoensia kebanyakan dibuat dengan cara dilukis dengan menggunakan warna dominan merah, namun ada juga yang menggunakan warna hitam, putih, kuning, coklat, dan hijau. Ada juga yang dibuat dengan cara dipahat atau digores, seperti di Flores (NTT), Sambas (Kalimantan Barat), dan Sungai Tala (Maluku)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S11948
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Furkhanda Partakusuma
"Keausan atrisi adalah hilangnya substansi permukaan gigi secara bertahap akibat gesekan gigi atas dan bawah terutama karena pengunyahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keausan gigi dengan jenis makanan yang dikonsumsi oleh individu-individu di Situs Gua Braholo, Situs Song Keplek, dan Situs Song Terus. Data yang digunakan adalah keausan pada permukaan gigi yang dicatat berdasarkan derajat keausan, bentuk permukaan oklusal gigi, dan arah keausan gigi. Dari hasil penelitian yang dilakukan, sebagian besar keausan dari temuan gigi di Situs Gua Braholo, Situs Song Keplek dan Situs Song Terus sudah tidak memiliki tonjol mahkota gigi dan derajat keausan gigi mengenai dentin. Bentuk permukaan gigi umumnya datar dan arah keausan horizontal. Berdasarkan keausannya, manusia prasejarah di Gua Braholo, Song Keplek dan Song Terus adalah masyarakat berburu yang juga memanfaatkan biota laut, dan mengupul biji-bijian yang sebagai sumber makanan pada masa itu.

Attrition is the loss of substance of the tooth surface is gradually due to friction of the upper teeth and lower because of mastication. This study aims to determine the relationship between tooth wear from human at Braholo Cave Site, Song Keplek Site, and Song Terus Site with their diet. The occlusal surface was recorded based on the degree of wear, the shape of occlusal tooth wear, and inclination of tooth wear. The majority of dental findings in Braholo Cave Site, Song Keplek Site and Song Terus Site did not have cusps of the crowns and the degrees of tooth wear reached dentine layer. The form of tooth surfaces were generally flat and the direction of tooth wear were horizontal. Based on the tooth wear, prehistoric people in Braholo Cave Site, Song Keplek Site, and Song Terus Site who were hunting and marine biota exploitation, as well as nut collecting, as the types of subsistence at the period."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S11831
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Prasetyanti Lydia
"Selain sebagai sumber daya pangan, kerang ternyata juga dimanfaatkan sebagai salah satu alat atau sarana untuk melakukan suatu pekerjaan bagi manusia pada masa lalu. Hal inidibuktikan dengan adanya benda-benda peninggalan masa lalu yang berupa artefak alat kerang dari banyak situs-situs bersejarah, baik di dalam maupun di luar Indonesia. Artefak alat kerang yang dibahas dalam penelitian ini adalah berasal dari situs-situs gua Prasejarah di daerah Jawa Timur, dan yang menjadi koleksi dari Museum Nasional Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) mendeskripsikan bentuk-bentuk dan ciri-ciri khusus yang dimiliki oleh masing-masing jenis alat kerang yang diteliti, serta jenis-jenis kerang yang dipakai; (2) menjelaskan fungsi dari masing-masing jenis alat kerang tersebut, serta teknik buat dan cara penggunaannya (3) menjelaskan hubungan antara jenis dan bentuk-bentuk alat kerang yang dihasilkan dengan kondisi lingkungan sekitar situs tempat penemuan alat-alat kerang tersebut. Metode yang dipakai untuk mencapai tujuan yang dikehendaki adalah (a) pengumpulan data, (b) pengolahan data, dan (c) penafsiran data. Pada tahap pertama, dilakukan pengumpulan data melalui sumber-sumber literatur yang berkaitan dengan masalah yang dibahas. Kemudian pada tahap selanjutnya, yaitu tahap pengolahan data, data yang telah dikumpulkan dicatat dan dianalisis melalui analisis khusus. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui jenis kerang yang dipakai, ukuran, pola pecah, serta ciri-ciri khsuus yang dimiliki oleh masing-masing jenis alat kerang yang diteliti. Sedangkan untuk mengetahui fungsi, teknik buat, dan cara yang memuat data etnografi tentang kehidupan beberapa masyarakat tradisional yang masih memanfaatkan sumber daya kerang dalam kehidupannya. Karena masih sangat terbatasnya data kepustakaan yang ada maka untuk memperoleh gambaran dan pemahaman lebih jauh tentang penggunaan alat-alat kerang pad amasa lalu, dilakukan beberapa percobaan dengan menggunakan kerang-kerang dari jenis yang sama dengan kerang-kerang yang diteliti. Selain itu, juga dilakukan kajian terhadap sumber-sumber tertulis yang berkaitan dengan masalah penelitian. Pada tahap akhir dari penelitian ini, yaitu tahap penafsiran data, dibuat suatu rangkuman dari analisis yang telah dilakukan. Kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: artefak alat kerang koleksi Musium Nasional Jakarta yang berasal dari situs-situs gua Prasejarah di Jawa Timur, memiliki ciri-ciri khusus tertentu yang membedakannya dengan pecahan-pecahan kerang biasa pada umumnya, (2) kerang-kerang yang dipakai sebagai alat dari masa lalu tersebut, hanya berasal dari satu jenis kerang saja, yaitu: Polymesoda sp., (3) keseluruhan artefak alat kerang yang diteliti dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) jenis alat, yaitu: kelompok Penyerut, serta kelompok Penusuk dan Penyerut. Masing-masing jenis alat kerang ini memiliki teknik buat yang pada dasarnya adalah sama, yaitu teknik pukul (teknik pecah) dengan menggunakan bantuan alat-alat lainnya. Sedangkan fungsi dan cara pakai dari masing-masing jenisalat kerang tersebut bila dikaji lebih jauh, ternyata berkaitan erat dengan kondisi flora dan fauna serta keadaan lingkungan dari situs-situs yang bersangkutan. Adapun kesimpulan-kesimpulan yang dicapai dalam penelitian ini adalah bersifat sementara, karen masih dibutuhkan pengujian dan penelitian lebih lanjut."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S11814
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Ramadani
"Tradisi tembikar merupakan tradisi yang termasuk tua dalam perkembangan kebudayaan manusia di dunia ini. Manusia mulai mengenal tembikar sejak dikenalnya tradisi bercocok tanam di daerah pedalaman dan tradisi mencari hasil laut di daerah pantai pada masa prasejarah lebih dari 10.000 tahun yang lalu. Sejak saat itu tembikar menjadi salah satu perlengkapan kehidupan manusia yang panting, terutama karena kemampuan dan kegunaannya. Adapun jenis jenis tembikar yang dikenal dalam tradisi tembikar prasejarah di Indonesia, adalah jenis wadah (vessel) dan jenis yang bukan wadah. Jenis jenis wadah yang dikenal dari tradisi tembikar prasejarah di Indonesia antara lain, periuk, cawan (mangkuk), piring, kendi, tempayan, dan lain-lain. Tembikar sebagai data arkeologi menurut Para ahli dapat mencerminkan beberapa aspek kehidupan manusia pendukungnya. Masalah-masalah yang diajukan terhadap tembikar dari Situs Gua Pondok Selabe-1, antara lain adalah, bagaimanakah bentuk-bentuk yang dihasilkan, teknik buat apa yang dipakai, ragam bisa apa sajakah yang terdapat pada tembikar tersebut dan teknik apa yang bisa dipakainya, bagaimanakah karakteristik tembikar tersebut serta keterhubungan antara temuan tembikar dengan temuan lainnya. Dan permasalahan yang telah diuraikan tersebut, tujuan yang hendak dicapai adalah segala permasalahan tersebut dapat terjawab. Lewat analisis yang diterapkan pada tembikar ini dapat diharapkan mengetahui tipologi tembikar Situs pondok Selabe-1, Sumatra Selatan. Selain itu, untuk mengungkapkan ragam bias yang terdapat pada tembikar tersebut, teknik hias yang dipakai, teknik pembuatan dan penghalusan (jika memang terdapat indikatornya) yang telah dikenal oleh manusia pendukungnya. Tujuan penulisan ini juga diharapkan memberi gambaran bagaimana tembikar tersebut memainkan peranan dalam masyarakat pendukung kebudayaan itu. Tahap pertama untuk memudahkan penelitian ini adalah studi kepustakaan, observasi dan dilanjutkan dengan deskripsi untuk mendapatkan gambaran tentang tembikar tersebut. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis khusus dan klasifikasi yang dilakukan adalah klasifikasi taksonomi. Setelah melakukan klasifikasi, menghasilkan enam buah bentuk wadah tembikar, yaitu: periuk dibagi dalam 2 jenis dan tipe, cepuk dibagi 2 tipe, buli-buli dibagi 3 tipe, mangkuk dibagi 2 tipe, piring dibagi 2 tipe. Teknik bias yang digunakan adalah teknik teraltekan, gores, cungkil, slip, dan tempel yang menghasilkan ragam bias yang berupa motif bias berdiri sendiri, serta kombinasi lebih dari satu motif."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S11573
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusuf Ernawan
"Fungsi produk dan fungsi situs bengkel beliung prasejarah berhubungan dengan perdagangan dan perbengkelan. Penelitian yang pernah dilakukan memperlihatkan fungsi produk situs bengkel beliung merupakan sarana perdagangan, dan fungsi situs bengkel sebagai tempat membuat beliung. Penelitian tersebut tidak memperhatikan hubungan produk dan kegiatan bengkel beliung dengan fasilitas sumber daya alam yang terdapat pada situs dan sekitarnya.
Penelitian ini bertujuan mengetahui fungsi produk dan fungsi situs yang berhubungan dengan sumber daya alam situs dan sekitarnya. Penelitian diharapkan memperlihatkan apakah produk bengkel beliung merupakan komoditas dagang atau sarana budi daya tanaman pads situs, apakah produk bengkel merupakan upaya pemukim menempatkan diri dan memanfaatkan sumber daya alam, dan bagaimana bentuk kegiatan pemukiman yang ditentukan daya dukung sumberdaya alam lingkungannya.
Upaya untuk mengetahui fungsi produk dan fungsi situs memakai sampel non probabilitas. Data artefak dan lingkungan fisik memakai hasil survai dan penggalian di situs Ngrijangan, Kendeng Lembu, Ngrijang Sengon, Gunung Gamping. Data di (a) Ngrijang Sengon, Ngrijangan diharapkan mewakili bengkel beliung di sisi barat perbatasan Pegunungan Selatan Jawa Timur bagian barat dan timur, (b) Gunung Gawping diharapkan mewakili bengkel beliung di Pegunungan Selatan Jawa Timur bagian timur berbatasan dataran rendah Lumajang, Cc) Kendeng Lembu diharapkan mewakili bengkel beliung di Pegunungan Solo berbatasan Pegunungan Selatan Jawa Timur. Penelitian didukung percobaan, etnografi akik di Gendaran.
Fungsi bengkel memakai perbandingan ciri fisik produk dan kegiatan bengkel dengan sumber daya alam. Perbandingan kesamaan ciri fisik produk memakai rumus Steinhaus yang diuji beda rumus D/ma. Hasil uji memperlihatkan kedudukan tiap artefak seluruh situs dalam proses pembuatan beliung; sehingga menampakan fungsi situs sebagai penghasil atau pengguna produk bengkel. Hubungan fungsi situs penghasil atau pengguna produk dengan sumber daya alam memperlihatkan fungsi situs sebagai pemukiman dan atau perbengkelan.
Hasil penelitian memperlihatkan perbedaan kesimpulan dengan penelitian terdahulu. P nelitian ini memperlihatkan fungsi situs NgriJang Sengon, Ngrijangan, Gunung Gamping, Kendeng Lembu sebagai penghasil pra-beliung dan beliung yang tidak berlangsung setiap waktu bergantung persediaan air untuk menggosok batuan. Produk bengkel beliung tidak didagangkan di bengkel. Produk bengkel beliung dipakai budi daya tanaman selama memproduksi beliung; sehingga bentuk pemukiman pendukung kegiatan bengkel berhubungan dengan budi daya tanaman tebas bakar yang bervariasi sesuai daya dukung sumber alam di situs Ngrijangan, Ngrijang Sengon, Gunung Gamping dan Kendeng Lembu."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
T1737
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"In Central of Aceh , there were an indications of the use of cave and rock shelter as a prehistoric settlement site. Indications of prehistoric settlement site was found among others in Loyang Mendali, Loyang Koro, Loyang Datu and also in Putri Pukes. To prove that indication, further research has been done with the excavation of the cava and rock shelter. Therefore, Balai Arkeologi Medan did the excavation in one of the cave , Loyang Mendali and obtained some data that provided an intial description on prehistoric settlement in Central Aceh."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Tasya Namira
"Hasil ekskavasi Situs Gua Pawon tahun 2019 dan 2021 dari kotak T2U1, T2S1, T3U1, T3S1, dan T4S1 menemukan sebanyak 976 spesimen gigi hewan yang dapat digunakan untuk merekonstruksi lingkungan Situs Gua Pawon pada masa lalu. Untuk mengetahui tingkatan taksa hewan hingga keletakan gigi dilakukan analisis taksonomik dan anatomik, sedangkan rekonstruksi lingkungan dilakukan melalui analisis lingkungan berdasarkan pembagian kelompok fungsional fauna menurut Julien Louys (2012). Metode penelitian terdiri dari enam tahapan, yaitu formulasi, implementasi, pengumpulan data, pengolahan data, analisis, dan interpretasi. Hasilnya, tercatat 120 individu hewan dari 13 famili berbeda ditemukan di Situs Gua Pawon dengan dominasi Famili Cercopithecidae pada keempat unit analisis. Walaupun demikian, sumbangan protein yang dihasilkan juga perlu diperhatikan, sehingga hewan berukuran besar (megafauna), seperti Famili-famili Suidae, Bovidae, dan Cervidae lebih potensial menjadi hewan buruan utama untuk konsumsi, sedangkan Famili-famili Cercopithecidae dan Hystricidae menjadi pelengkap dari variasi makanan yang dikonsumsi. Selain itu, ditemukan juga perhiasan dari gigi ikan hiu, serta gigi taring Carnivora, Cercopithecidae, dan Suidae dengan jejak modifikasi berupa pelubangan bagian akar gigi dan penajaman mahkota gigi. Dengan demikian, manusia penghuni Gua Pawon merupakan pemburu yang dapat memanfaatkan seluruh potensi hewan dari habitat terestrial, arboreal, dan perairan yang berada di sekitar Situs Gua Pawon.

Excavations at the Pawon Cave Site in 2019 and 2021 from boxes T2U1, T2S1, T3U1, T3S1, and T4S1 lead to the discovery of 976 specimens of animal teeth that could be used to reconstruct the past of the Pawon’s Cave Site environment. In order to determine the level of animal taxa to the location of the teeth, taxonomic and anatomical analyzes were carried out, while environmental reconstruction was carried out through environmental analysis based on the distribution of faunal functional groups by Julien Louys (2012). The research method consists of six steps, namely formulation, implementation, data collection, data processing, analysis, and interpretation. As a result, 120 individual animals from 13 different families were found at the Pawon Cave site with the dominance of the Cercopithecidae family in each four units of analysis. However, it is also necessary to the contribution of protein produced, so that large animals (megafauna), such as the Families Suidae, Bovidae, and Cervidae, have more potential to become main game animals for consumption, while the Families Cercopithecidae and Hystricidae become a complement to a variety of foods consumed. In addition, jewelry from shark teeth and canine teeth of Carnivora, Cercopithecidae and Suidae were also found with traces of modification in the form of perforation of the roots of the teeth and sharpening of the dental crowns. Thus, the human inhabitants of Pawon Cave are hunters who can utilize all the potential of animals from terrestrial, arboreal and aquatic habitats around the Pawon’s Cave Site."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmania Isfahani Latifah
"Kekayaan mineral yang ada di Indonesia terutama besi menjadi salah satu komoditi kebutuhan kehidupan manusia pada zaman ini. Kalimantan Tengah menjadi salah satu daerah dengan prospek bijih besi di Indonesia. Dalam meninjau endapan bijih besi digunakan metode Resisitivitas dan Induced Polarization yang berguna untuk mendeteksi keberadaan suatu mineral dalam litologi batuan bawah permukaan. Penelitian ini menggunakan nilai dari resistivitas dan chargeability untuk menghasilkan gambaran endapan bijih besi. Konfigurasi yang digunakan adalah Wenner karena memiliki resolusi vertikal yang baik dan memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap perubahan secara lateral. Terdapat tujuh lintasan akuisisi data dengan panjang ±470 meter dengan arah lintasan dari Barat Laut ke Tenggara. Proses pengolahan data menggunakan metode inversi untuk menghasilkan penampang 2D. Variasi nilai resistivitas berkisar diantara 10 – 8000 Wm yang menunjukkan litologi pasir, lempung, batuan andesit dan tuf serta nilai chargeability berkisar 5 – 450 msec yang menunjukkan adanya mineral konduktif yang berupa bijih besi. Visualisasi dari pemodelan 3-D didapatkan dari penggabungan hasil inversi penampang 2-D. Pemodelan ini menghasilkan volume dari anomali yang diduga bijih besi pada daerah tersebut adalah 823.129 m3

The mineral wealth in Indonesia, particularly iron, has become a crucial commodity for human life in the modern era. Central Kalimantan is one of the regions in Indonesia with promising iron ore prospects. To investigate iron ore deposits, the Resistivity and Induced Polarization (IP) methods are utilized, which are effective in detecting the presence of minerals within subsurface lithology. This study employs resistivity and chargeability values to generate a depiction of iron ore deposits. The Wenner configuration was chosen for its good vertical resolution and high sensitivity to lateral changes. Seven data acquisition lines, each approximately 470 meters in length, were oriented from the northwest to the southeast. Data processing involved inversion methods to produce 2D cross-sections. The resistivity values ranged from 10 - 8000 Ωm, indicating lithologies of sand, clay, andesitic rock, and tuff, while the chargeability values ranged from 5 - 450 msec, suggesting the presence of conductive minerals, specifically iron ore. A 3D visualization was obtained by combining the inversion results of the 2D cross-sections. This modeling estimated the volume of the anomaly, presumed to be iron ore, in the area to be 823.129 m3.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>