Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 163697 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arif Anggoro
"Kita tentu memahami bahwa otak adalah pengendali dari segala hal yang superkompleks dalam aktivitas kita. Peran otak dalam bidang bahasa memang tidak lagi menjadi hal yang aneh bagi Para ahli bahasa, namun masih banyak hal yang belum diketahui, justru oleh mahasiswa bahasa sendiri. Inilah yang menjadi sebuah misteri yang menarik untuk diamati. dari berbagai bidang bahasa, mulai dari bunyi, bentuk kata, kalimat, nada kalimat, dan segala aspek bahasa, temyata memiliki tempat pengendalian masing-masing di otak. Hal inilah salah satu faktor yang sangat menarik untuk saya teliti. Saya memulainya dengan susunan bunyi, yaitu bagaimana bunyi-bunyi dipertukarkan oleh seseorang yang menderita luka pada otak mereka. Saya lebih memfokuskan penelitian ini pada orang-orang yang menderita afasia wernicke, yaitu salah satu jenis sindrom yang diakibatkan oleh adanya luka di bagian atas otak bagian belakang. Penelitian ini, tentu saja saya lakukan pada penderita afasia wemicke yang berbahasa Indonesia. Sumber informannya adalah pasien yang didiagnosis di Klinik Fungsi Luhur RSCM pada jangka waktu 2000-2002. Hasilnya, sangat jelas bahwa dari dua orang penderita yang saya teliti ternyata menunjukkan gejala yang sama, yaitu yang paling tampak adalah mereka sering mempertukarkan bunyi-bunyi konsonan lamino palatal dan vokal-vokal rendah."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S10802
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Totok Suhardiyanto
"Seorang manusia dalam berkomunikasi dengan manusia yang lain melalui bahasa, tanpa sadar telah menggunakan bermacam organ tubuh (Lesser, 1978). Salah satu yang telah diketahui bersama adalah kelompok organ tubuh yang disebut sistem pengucapan atau artikulasi. Dalam proses pengucapan, bunyi bahasa dihasilkan, salah satunya, akibat gerak artikulator aktif. Gerak artikulator aktif tersebut diatur sepenuhnya oleh organ tubuh yang disebut otak (Markam dan Yani, 1982). Namun, ternyata otak tidak hanya mengatur gerak alat-alat motoris seperti articulator aktif saja, tetapi juga menyimpan dan memroses bahasa itu sendiri. Hal itu dapat dilihat pada beberapa kasus anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan otaknya, yang ternyata juga mengalami kelambatan dalam perkembangan bahasanya (lebih lanjut lihat Krashen, 1973). Setidak-tidaknya hal tersebut menyiratkan adanya hubungan di antara bahasa dan otak manusia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S11189
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wheny Hari Muljati
"
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan memaparkan pola-pola kecacatan leksikal dan kecacatan gramatikal dari keluaran wicara penderita afasia Wernicke. Tulisan ini dilatarbelakangi oleh masih terbatasnya penelitian di bidang neurolinguistik_afasiologi oleh kaum bahasawan Indonesia, padahal bidang ini sangat membutuhkan peran linguis untuk antara lain membuat tes-tes untuk mendiagnosa penderita afasia dari sudut bahasanya. Selain itu penderita afasia Wernicke khususnya, sering disalahmengerti sebagai penderita gangguan jiwa, sehingga penulis lebih memilih afasia Wernicke ini sebagai sumber penelitian untuk lebih mengenal karakteristiknya.
Penelitan ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Teori yang digunakan adalah teori-teori linguistik dan neurolinguistik. Teori lingusitik yang digunakan dalam karya ilmiah ini terutama adalah teori-teori sintaksis dan semantik.
Kesimpulan yang diperoleh penulis mengenai dua kasus yang ada adalah bahwa kecacatan leksikal pada kalimat ujaran penderita afasia Wernicke adalah berupa adanya jargon, parafasia, dan sirkumlokusi pada kalimat ujarannya. Selanjutnya, kecacatan gramatikal adalah adanya kecacatan kata, frase, klausa pembentuk struktur kalimat ujaran penderita. Selain itu penulis juga menemukan gejala bentuk tegun berupa pengulangan satuan pengisi fungsi gramatikal, penambahan kalimat dan unsur kalimat, yang menyebabkan kalimat/rangkaian kalimat ujaran penderita menjadi lebih panjang dan atau lebih banyak dari yang seharusnya. Selain itu dari penelitian ini juga didapatkan kesimpulan tertentu berkaitan dengan aspek neuro-patologis kedua responden dihubungkan dengan kecacatan bahasanya.
Selanjutnya di bagian akhir tulisan ini penulis juga mengusulkan perlunya penelitian-penelitian lanjutan dalam bidang ini mengenai afasia jenis lain dan terutama penelitian mengenai afasia Wernicke.
"
1998
S11094
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dabrowska, Ewa
Washington: Georgetown University Press, 2004
401.9 DAB l
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Berlin: Walter de Gruyter, 1993
R 616.855 LIN
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Nangoy, Isadora Maria Marti
"ABSTRAK
Sindrom Down termasuk gejala keterbelakngan mental karena faktor genetik. Gejala tersebut menyebabkan munculnya gangguan fonologis herupa gangguan artikulasi dan ketidaklancaran bertutur.
Untuk menganalisis gangguan fonologis pada penyandang sindrom Down diperlukan fonologi, yaitu bidang yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya, sebagai landasan teori.
Karya ini merupakan sehuah penelitian fonologi pads lima penyandang sindrom Down di SLBIC Sumber Asih I. Analisis yang dilakukan dalam penelitian yaitu analisis fonologi segmental yang meliputi analisis vokal dan konsonan, gugus vokal dan konsonan, distribusi fonologi dan fonotaktik. Data yang dipakai unutk menganalisis berupa tuturan spontan yang berisi cerita mengenai situasi keluarga di ruang keluarga.
Dari hasil analisis tersebut, disimpulkan bahwa kemainpuan fonologi pada penyandang Sindrom Down lebih buruk dihandingkan dengan kemampuan morlalogi, sintaksis dan semantik. Penyandang Sindrom Down mampu menghasilkan fonem, walaupun banyak terjadi penyimpangan fonem dalam pengucapan, terutama padabunyi-bunyi getar, letupan bersuara, frikatif dan afrikat. Penyimpangan tersebut muncul dengan teratur membentuk pola-pola penyimpangan. Selain itu muncul pull neologisme.
Dengan melihat kemampuan pengujaran pada penyandang Sindrom Down diharapkan dapat dicari jalan keluar untuk menghilangkan penyimpangan Ibnologi sebanyak mungkin pada penyandang tersehut. Hal itu dapat dilakukan dengan cara latihan pengucapan secara intensif sejak dini.

"
1995
S11332
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ommy Ariansih
"ABSTRAK
Tujuan. 1. mengetahui hubungan antara FA yang lebar dengan perkembangan motorik
kasar dan bahasa pada anak usia 6-24 bulan, 2. mengetahui hubungan antara fontanel
anterior yang lebar dengan perkembangan otak yang abnormal dari pemeriksaan USG kepala,
3. mengetahui faktor-faktor risiko yang berperan dalam perkembangan motorik kasar dan
bahasa pada anak dengan FA lebar.
Metode. Desain penelitian adalah kasus kontrol untuk menilai perkembangan motorik
kasar dan bahasa menggunakan pemeriksaan Denver II dan perkembangan otak dinilai
dengan pemeriksaan USG kepala, pada anak usia 6-24 bulan dengan ukuran FA lebar (≥ 1 SD)
sesuai kelompok usia. Kelompok kasus jika perkembangan motorik kasar dan bahasanya
terlambat sedangkan kelompok kontrol jika perkembangan motorik kasar dan bahasanya
normal yang dipasangkan sesuai kelompok usianya, yang berobat ke RSUPN dr. Cipto
Mangunkusumo antara bulan Desember 2017 sampai dengan Mei 2018. Faktor-faktor risiko
dianalisis secara bivariat dan multivariat.
Hasil penelitian. Dari 127 anak dengan FA lebar, 9 anak dieksklusi, sehingga ada 118 anak
sebagai subyek penelitian. Pada kelompok kasus maupun kontrol ada 59 subyek, terdiri dari
18 anak (usia 6-<9 bulan), 16 anak (usia 9-<12 bulan), 17 anak (usia 12-<18 bulan) dan 8
anak (usia 18-<24 bulan). Pada kelompok anak dengan FA lebar (>2SD) lebih banyak
ditemukan pada kelompok kasus, sebaliknya pada anak dengan FA ≥1 SD ≤ 2SD lebih
banyak ditemukan pada kelompok kontrol. Pada analisis bivariat didapatkan faktor
risiko yang bermakna adalah status gizi kurang, kelahiran prematur, LK abnormal dan
hasil USG kepala abnormal. Pada analisis multivariat didapatkan anak dengan FA lebar
berhubungan bermakna dengan riwayat kelahiran prematur (OR 7,5; IK 95% 1,585-35,913)
dan abnormalitas USG kepala (OR 29; IK 95% 3,82-225,37).
Simpulan. Anak dengan FA lebar >2 SD lebih banyak ditemukan perkembangan motorik
kasar dan bahasa yang terlambat, dan berhubungan bermakna dengan kelahiran prematur
dan abnormalitas USG kepala.

ABSTRACT
Background. Abnormalities in head circumference (HC) and anterior fontanel (AF) size in children may reveal clues to assessment of intrauterine brain growth disorders. Brain growth disorders may lead to clinical manifestations of impaired growth and development of children. Objectives. (1) to determine the relationship between large AF with gross motor and language developmental in children aged 6-24 months, (2) to determine the relationship between large AF with abnormalities of brain growth by cerebral ultrasound, (3) to find the association of risk factors of gross motor and language developmental in children with large AF. Methodes. A case control study was to assess gross motor and language development by using Denver II and brain growth by cerebral ultrasound in children aged 6-24 months with large AF (≥ 1 SD) visiting dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital between December 2017 and May 2018. Case group consisted of gross motor and language developmental delay, control group consisted of similar children but who were normal of gross motor and language development. Both groups were matched according to gender and aged. Bivariate and multivariate analysis were done to identify significant risk factors. Results. Out of 127 large AF children, 9 child who meet exclusion criteria, subject in the study was 118 children. Case groups and control groups were 59 subject; 18 subject (6-<9 months), 16 subject (9-<12 months), 17 subject (12-<18 months) and 8 subject (18-<24 months). Most children of AF >2 SD with gross motor and language development delay were compared to children of AF ≥1 SD- ≤2 SD with normal of gross motor and language development. Bivariate analysis showed that significantly of risk factors were under nutrition, premature, abnormality HC and abnormality cerebral ultrasound. Multivariate analysis showed that significantly prematurity (OR 7,5; IK 95% 1,585-35,913) and abnormality cerebral ultrasound (OR 29; IK 95% 3,82-225,37) in children of large AF with gross motor and language development delay. Conclussions. The most of children of large AF (> 2 SD) were gross motor and language development delay, and significantly with prematurity and abnormality cerebral ultrasound."
2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Armalia
"Afasia motorik merupakan salah satu gangguan komunikasi yang terjadi akibat stroke dan dapat menyebabkan gangguan terhadap kepercayaan diri seseorang yaitu harga diri dan efikasi diri yang mana kedua hal ini merupakan bagian terpenting dari masing-masing individu dalam mencapai status sosialnya dalam berkomunikasi. Teknik restrukturisasi kognitif digunakan untuk efikasi diri dan harga diri dengan memiliki asumsi bahwa dasar restrukturisasi kognitif yaitu respon-respon perilaku. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh terapi restrukturisasi kognitif terhadap harga diri dan efikasi diri pasien stroke dengan afasia motorik. Metode penelitian ini menggunakan quasi experimental design dengan pendekatan desain pretest posttest nonequivalent control grup, dimana desain ini melibatkan dua kelompok yang akan diobservasi sebelum dan sesudah intervensi. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan pada harga diri setelah diberikan intervensi restrukturisasi kognitif dengan (pvalue= 0,001; α<0,05), dan pengaruh yang signifikan pada tingkat efikasi diri setelah diberikan intervensi dengan (pvalue= 0,001; α<0,05). Hasil penelitian ini merekomendasikan restruktuisasi kognitif menjadi salah satu intervensi dalam pemberian asuha keperawatan secara holistik mencakup biologis, psikologis, sosiologis dan spiritual kepada pasien pasca stroke dengan afasia motorik unutk dapat menaikkan harga diri dan efikasi pada pasien untuk membantu mengolah perasaan dan keyakinan psikologis pasien pasca stroke dalam menjalani proses rehabilitasinya

Motor aphasia is one of the communication disorders that occurs due to stroke and can cause interference with one's self-confidence, namely self-esteem and self-efficacy, both of which are the most important parts of each individual in achieving their social status in communicating. Cognitive restructuring technique is used for self-efficacy and self-esteem with the assumption that the basis of cognitive restructuring is behavioral responses. This study aims to examine the effect of cognitive restructuring therapy on self-esteem and self-efficacy of stroke patients with motor aphasia. This research method uses a quasi-experimental design with a non-equivalent control group pretest posttest design approach, where this design involves two groups to be observed before and after the intervention. The results showed that there was a significant effect on self-esteem after being given a cognitive restructuring intervention with (p-value = 0.001; <0.05), and a significant effect on the level of self-efficacy after being given an intervention with (p-value = 0.001; <0.05). ). The results of this study recommend cognitive restructuring to be one of the interventions in providing holistic nursing care including biological, psychological, sociological and spiritual to post-stroke patients with motor aphasia to increase self-esteem and efficacy in patients to help process the psychological feelings and beliefs of post-stroke patients. in the process of rehabilitation"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Totok Suhardiyanto
"ABSTRAK
Blumstein (1994) mengemukakan bahwa, selain menunjukkan adanya gejala agramatisme dan kegagalan leksikal, penderita afasia Broca juga memperlihatkan munculnya deficit fonologis.
Hampir semua penderita afasia sebenarnya memperlihatkan kesalahan atau penyimpangan fonologis dalam ujaran yang dihasilkannya.
Meskipun kesalahan fonologis tersebut mungkin muncul dalam bentuk yang beraneka ragam, penyimpangan itu dapat disederhanakan ke dalam empat kategori, seperti kesalahan penyulihan fonem, kesalahan pelesapan atau penghilangan, kesalahan penambahan, dan kesalahan lingkungan.
Kesalahan lingkungan mempunyai manisfetasi yang berupa kemunculan fonem tertentu akibat pengaruh konteks fonologis yang melingkunginya. Kesalahan lingkungan itu mencakup metatesis dan asimilasi.
Penelitian ini bertujuan untuk memerikan kesulitan segmental pada penderita afasia berbahasa Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan menjelaskan mekanisme yang mendasari penyimpangan fonologis. Untuk menjelaskan bagaimana proses tuturan berjalan, penelitian ini menggunakan model Levelt yang telah dimodifikasi oleh den Ouden dan Bastiaanse (1999). Model itu disusun untuk menjelaskan mekanisme bertutur dalam otak manusia. Menurut den Ouden dan Bastiaanse, ada tiga tahap fonologis pada proses produksi tuturan, yaitu (1) pemanggilan kembali bentuk dasar dan leksikon; (2) pengkodean fonologis; (3) proses pengartikulasian rancangan fonetis.
Tujuan lain dari penelitian ini adalah mengkaji bagaimana mekanisme penyeleksian dan pemanggilan kembali unsur leksikal. Aitchinson (1994) rnengeanzkakan bahwa kata tidak berserakan secara acak pada benak manusia, tetapi terorganisasi dalam system yang canggih dan saling berkait. Pembahasan mengenai mekanisme penyeleksian dan pemanggilan kembali ini menarik karena mekanisme tersebut dapat menjelaskan bagaimana kesalahan segmental muncul.
Kesalahan penyulihan fonem merupakan kesalahan yang sering muncul pada subjek peneltian ini. Fenomena ini merupakan ciri khas pada ketiga afasia kortikal, yakni afasia Broca, afasia konduksi, dan afasia Wernicke (lihat Kusumoputro 1999). Meskipun demikian, terdapat sebuah gejala yang menunjukkan bahwa penderita mengidap afasia
Broca, yakni kemunculan penyederhanaan fonem secara dorninan (42. 73%). Subjek penelitian ini juga memiliki masalah dengan konsonan dental dan dental, stop dan nasal, serta bersuara. Pada bunyi segmental yang berupa vokal, penderita bermasalah dengan vokal rendah, pusat, dan tak bulat. Di samping itu, meskipun pada cacat yang ringan, penderita mengalami masalah dengan proses inisiasi tuturan. Hal itu tampak dari seringnya penderita rnenghasilkan kesalahan pada bagian awal kata (32,04%)

ABSTRACT
Blumstein (1994) stated that beside indicating a failure in grammatical and lexical process` Broca's aphasic also demonstrated phonological deficits. It is the case that nearly all aphasics manifest some phonological difficulties in speech output. Despite of the various phonological errors that may occur to the array, these errors can be reduced to four descriptive categories: phoneme substitution errors, omission or simplification errors, addition errors, and environment errors, in which an occurrence of particular phoneme can be accounted for by influence of the surrounding phonological context. These environment errors include metatheses and assimilation.
The aim of this research is to describe the phonological difficulties in Indonesian aphasic and to explain the mechanism that underlies a phonological impairment. To explain the work of speech process, this research uses a modified Levelt's model. This model was modified by den Ouden and Bastiaanse (1999). The model is designed to describe a speech mechanism in human brains. According to den Ouden and Bastiaanse, there are three phonological levels in speech production, namely (I) the retrieval of underlying forms from the lexicon; (2) the stage of phonological encoding, the result of which is a phonetic plan that is stored in a buffer, (3) the actual articulation itself.
The other aim of this research is to study a lexical selection and retrieval mechanism. Aitchison (1994) argues that word isn't scrambled randomly in the minds, but well organized in a sophisticated and interrelated system A discussion about lexical selection and retrieval mechanism becomes important because the mechanism can explain how segmental errors occur.
Substitution phoneme error is the most frequent in this case (46.65%). This phenomenon is a characteristic of the cortical aphasia, i.e. Broca's aphasia, conduction aphasia, and Wernicke aphasia (see Kusurnoputro 1999). But, there is a symptom indicates the patient suffers Broca's aphasia, namely the predominantly simplification error (42.73%). The patient also handicaps with dental and labial, stops and nasal, and voiced consonant, in consonant, and low, central, and unrounded, in vowels. Beside that, even in the assertive damage, the subject has problem with initiation. The subject shows a frequent lexical failure on the beginning of words (32.04%)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Etty Indriati, 1963-
Jakarta: Kencana Prenada Media, 2011
616.855 ETT k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>