Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1686 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mohammad Hatta, 1902-1980
Jakarta: Tinta mas, 1959
182 MOH a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Hatta, 1902-1980
Jakarta: Tirtamas , 1982
180 MOH a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Hatta, 1902-1980
Jakarta: UI-Press, 2002
180 MOH a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
R. Paryana Suryadipura
Jakarta: Bumi Aksara, 1993
153.42 Sur a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Iqbal
Jakarta: Bulan Bintang, 1978
297.01 IQB r
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
A. Mukti Ali
Jakarta: Djambatan, 1995
297.67 ALI a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ekky Imanjaya
"Syari'ati tidak pernah menggagas pemikirannya tentang etika secara utuh dalam bentuk tulisan atau ceramah. Tetapi berbagai kritiknya terhadap filsafat Barat, termasuk etika, secara implisit mengandung pemikirannya tentang etika. Beberapa pemikirannya, yang sebagian besar digunakan secara praksis untuk menggerakkan revolusi di Iran, juga mengandung sebuah implikasi tindakan etis tertentu. Pemikiran filosofisnya di bidang ontologi dan meteafisika sebenarnya juga mengandung ajarannya tentang etika. Bagaimana etika menurut Syari'ati? Bagi Syari'ati, manusia adalah makhluk dua dimensi, yaitu unsur Roh Tuhan dan Tanah Lumpur. Keduanya saling bertempur. Roh Tuhan ingin selalu menjadi insan (becoming) menuju Tuhan, yaitu "berakhlak seperti Akhlak Tuhan". Tetapi unsur Tanah Lumpur selalu menghalanginya. Pertempuran di dalam diri manusia ini selalu terjadi, dan jika Roh Tuhan menang, maka manusia menjadi "manusia ideal?. Tanah Lumpur ini adalah penjara Ego, yaitu penjara psikologis yang menghalangi insan menuju Tuhan.
Tuhan adalah tujuan akhir manusia, yang selalu berubah dan bergerak dinamis. Pada akhirnya, manusia tidak akan pernah menuju Tuhan, tetapi selalu menghampirinya. Proses terus menerus ini menghasilkan tindakan moral (akhlak) yang meniru tindakan moral Tuhan. Inti dari etika Syari'ati adalah upaya humanisasi, yaitu menjadikan manusia menjadi "manusia yang sesungguhnya" (insan). Inti dari humanisasi ini adalah liberalisasi dan transendensi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T11122
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Tan berpandangan bahwa kesulitan bangsa Indonesoa untuk menjadi sebuah negara yang besar adalah cara berpikir kebanyakan orang Indonesia yang dilandaskan pada logika mistika, yakni keyakinan bahwa dibalik dunia nyata ini masih ada dunia roh yang sangat mempengaruhi kehidupan manusia Indonesia Tan prihatin terhadap kondisi tersebut Karena itu,untuk membebaskan masyarakat Indonesia dari kungkungan logika mistika itu. Tan Malaka menyampaikangagasannya mengenai Madilog. Setelah 69 tahun merdeka, dalam masyarakat Indonesia saat ini masih dapat ditemukan peristiwa konkret yang menunjukkan gejala cara berpikir logika mistika. Kritik Tan Malaka pada zamannya masih relevan untuk dibaca lagi."
DRI 36:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Creel, Herrlee Glessner, 1905-1994
Yogyakarta: Tiara Wacana, 1989, 1990
181.11 CRE ct
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Waluyo
"Tesis ini berusaha menjelaskan adanya persamaan dan perbedaan alam pikiran budayawan Lekra dan Manifestan dalam mencari sosok budaya bangsa Indonesia yang tidak kunjung selesai sampai sekarang. Proses pencarian sosok budaya bangsa sudah, diawali sejak perdebatan di kalangan budayawan/intelektual tahun 1930-an antara Sutan Takdir Alisjahbana (STA) dengan Ki Hadjar Dewantara (KID) dan kawan-kawan. Proses pencarian sosok budaya bangsa ini terus berlanjut dalam Kongres Kebudayaan Nasional I tahun 1948 di Magelang yang dilanjutkan dengan Konferansi Kebudayaan di Jakarta tahun 1950, Kongres Kebudayaan II tahun 1951 di Bandung, Kongres Kebudayaan III tahun 1954 di Surakarta, dan Kongres Kebudayaan IV tahun 1991 di Jakarta.
Proses pencarian sosok budayabangsa tidak dapat dilepaskan dari situasi politik dalam dan luar negeri yang mempengaruhi alam pikiran penguasa politik di tanah air dan di kalangan budayawan. Kongres Kebudayaan I di Magelang dilaksanakan beberapa bulan sebelum terjadi peristiwa Madiun tahun 1948 dan Agresi Militer Belanda kee 2 tanggal 18 Desember 1948. Suasana hingar bingar politik pada masa Demokrasi Liberal (1950-1959) turut pula menggiatkan suasana Kongres Kebuda.yaan II di Bandung tentang pentingnya organisasi kebudayaan.
Pada tahun 1950 lahirlah organisasi kebudayaan yang berafiliasi kepada PKl, Lembaga Kebudayaan Rakyat yang disingkat Lekra. Organisasi ini berkiprah di bidang kebudayaan sejak Kongres Kebudayaan II (1951) di Bandung. Pada tanggal 19 Nopember 1946 di Jakarta lahir gagasan dari kolompok "Gelanggang" yang didirikan oleh Chairil Anwar, Asrul Sani dan kawan-kawan. Di dalam preamblue anggaran dikatakan bahwa "Generasi Gelanggang'' terlahir dari pergolakan roh hidup. Generasi yang harus mempertanggungjawabkan dengan sesungguhnya penjadian dari bangsa kita. Kita hendak melepaskan diri dari susunan lama yang telah mengakibatkan masyarakat yang lapuk, dan kita berani menantang pandangan, sifat, dan anasir lama ini untuk menjalankan baru kekuatan baru.
Akar budaya "humanisme universal" ternyata sudah masuk ke tanah air bersamaan dengan masuknya sistem pendidikan masa kolonial Belanda yang terkenal dengan nama "Budi Utomo," tetapi sudah memikirkan tentang "pentingnya" persatuan di kalangan "pribumi" yang kemudian diikuti dengan ikrar "Sumpah Pemuda" pada tanggal 2.8 Oktober 1928. Pada tahun 1930-an, seorang seniman muda Indonesia yang menyadari akan arti penting "persatuan dan kesatuan" memperjuangkan kemerdekaan di bidang kebudayaan (sastra) dan melahirkan aliran "Pujangga Baru" yang ingin melepaskan kreativitas sastra daerah (Malaya) menjadi sastra Indonesia yang dimanifestasikan dalam bahasa Indonesia Gerakan di bidang kebudayaan ini terus berlanjut dengan perdebatan STA dengan KHD mengenai sejarah dan perkembangan kebudayaan Indonesia di masa depan. Perdebatan di kalangan budayawan tahun 1930-an ini sudah terlihat adanya dua pola pikir yang "bertabrakan" yaitu pola. pikir "Barat? yang dikehendlaki oleh STA dengan pola pikir :?Tradisi" yang dikehendaki oleh KHD dan kawan-kawan. Pola pikir STA sangat dipengaruhi oleh pola pikir :Barat" yang dalam hal ini diartikan Belanda.
Ide dasar perjuangan budayawan yang mendukung prinsip "humanisme universal" ialah "kebebasan kreatif." Ide dasar "humanisme universal" terus berkembang menjadi gerakan yang manuntut "kemanusiaan yang adlil dan beradab" yang dituntut Chairil Anwar dalam "Aku ini binatang jalang, dan kumpulan yang terbuang" dan melahirkan Angkatan 45 di bidang kesastraan yang dilanjutkan oleh Asrul Sani dan kawan-kawan dangan kelompok Galanggangnya.
Perdebatan di kalangan budayawan kembali menghangat setelah situasi politik dalam negeri yang didukung dengan "Manifesto Politik" Soekarno yang memperkenalkan konsepsi baru dalam berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat yang disebut NASAKOM (Nasional-Agama-Komunis). Konsepsi ini sangat didukung oleh budayawan Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) karena sejalan dengan ideologi realisme sosialis yang merupakan bagian dan ajaran komunisme, sedangkan budayawan Manifestan menggunakan ideologi humanisme universal yang merupakaan bagian dari ideologi liberalisme untuk menentang kebijakan pemerintah di bawah rezirn Saekarno.
Kontroversi lahirnyaPancasila dan gagalnya Konstituante (1959) dalam memecahkan masalah "dasar negara" Islam, Pancasila, atau Sosial-Ekonomi, menjadikan' bangsa ini tidak matang dalam kehidupan berbaangsa, bernegara, dan bermasyarakat, Sebagai orang Indonesia, budayawan Lekra dan Manifestan sangat menyadari akan arti penting "seni" dalam kehidupan mereka, tetapi sebagai warga bangsa dan negara Indonesia, budayawan Lekra dan Manifestan memanfaatkan "situasi politik" bagi kelompoknya daripada kepentingan bangsa dan negara Indonesia berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Tesis ini menyimpulkan bahwa budayawan Lekra dan Manifestan baru menyadari kedudukannya dan perannya sebagai anggota kelompok "seniman kerakyatan" atau "seniman inerdeka" tetapi belum sepenuhnya menyadari kedudukan dari perannya sebagai "warga bangsa Indonesia" yang berkepentingan dalam mowujudkan cita-cita masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undarig Dasar 1945 di dalam negara persatuan yang bernama Repubik Indonesia. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>