Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152446 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Letezia Sihol Cynthia
"Bank memiliki banyak fungsi, salah satu fungsinya adalah sebagai penyalur dana dari pihak yang berkelebihan dana kepada pihak yang membutuhkan dana, yaitu dengan cara pemberian kredit. Di mana calon debitur harus memenuhi beberapa persyaratan untuk memberikan keyakinan kepada bank atas kemampuan pembayaran kredit oleh debitur. Apabila bank kurang mendapat keyakinan akan kemampuan calon debitur, bank akan meminta calon debitur untuk memberikan jaminan yang dapat berupa jaminan kebendaan dan jaminan perorangan. Dalam hal jaminan yang diberikan berupa jaminan perorangan, maka bank akan memiliki dua atau lebih debitur yang dapat ditagih untuk pelunasan kredit tersebut sehingga bank akan merasa lebih aman. Pada kenyataannya, saat melakukan eksekusi kepada debitur dan penanggungnya, tidak selalu pihak bank mendapatkan pemenuhan pembayaran kredit tersebut. Seringkali penanggung tidak mau membayar atau ada kondisi yang mengakibatkan kreditur tidak dapat lagi melakukan penagihan kepada penanggung yaitu dalam hal penanggung dinyatakan tidak cakap lagi sebelum debitur wanprestasi. Dalam kasus Deutsche Bank AG vs PT Tripanca Group (dalam pailit), Deutsche Bank AG (Kreditur) tidak bisa melakukan penagihan kepada PT Tripanca Group (Penanggung dari PT Cideng Makmur Pratama (Debitur) (dalam pailit)) karena kurator Penanggung tidak mau memasukkan Deutsche Bank AG ke dalam daftar krediturnya dengan alasan akan terjadi penagihan ganda, dan hakim membenarkan kurator melalui putusannya. Dalam hal ini putusan hakim benar tetapi pertimbangannya tidak tepat. Seharusnya putusan hakim didasarkan kepada fakta bahwa Penanggung telah dipailitkan terlebih dahulu sehingga tidak cakap untuk bertindak sebagai penanggung. Ketidakcakapan ini yang akan mengesampingkan fakta bahwa Penanggung dan Debitur telah sepakat untuk tanggung renteng dan Penanggung telah melepaskan hak-haknya sebagai penanggung sehingga seharusnya dalam hal penanggung tidak dipailitkan terlebih dahulu, Deutsche Bank AG dapat melakukan penagihan kepada keduanya. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan bentuk penelitian kepustakaan dan melakukan pendekatan analitis. Hasil penelitian ini berupa analisis mengenai bagaimana pengaturan tentang garantor dan bagaimana bank dapat mendapatkan perlindungan serta kepastian pemenuhan pembayaran kredit oleh nasabah debitur maupun garantornya dalam hal nasabah debitur tidak mampu membayar seluruh utangnya.
Bank has various functions, one of its functions is distributing fund from people who has excess of fund to people who in needs of fund by granting credit. The prospective debtor should fulfill some requirements to convince the bank of the ability of the prospective debtor to pay the debt. If the bank did not really sure with the ability of the prospective debtor, then the bank will ask a security or guarantee from the prospective debtor, either it is a property guarantee or a personal guarantee. If the debtor has a personal guarantee, the bank will get a sense of security because there are two or more debtors to be billed for the fulfillment of the credit payment. In fact, when the bank conducts the execution of the credit to the debtor and its guarantor, it seems like the bank did not always get the fulfillment of the credit payment. It is often that the guarantor refuses to pay the debt or there is certain condition which causes the creditor could not conduct the billing to the guarantor which the condition is the guarantor is deemed as an incapable person before the debtor is deemed as default. In the case between Deutsche Bank AG vs PT Tripanca Group (in bankruptcy), Deutsche Bank AG (Creditor) could not perform the billing to PT Tripanca Group (Guarantor from PT Cideng Makmur Pratama (Debtor) (in bankruptcy)) because the curator of the Guarantor did not want to put Deutsche Bank AG in the creditor list of the Guarantor by saying there will be double billing, and the judge in his verdict justify the curator?s argument. In this case the verdict of the judges was right but the consideration was incorrect. The verdict shall be based on the fact that the Guarantor has been stated as bankrupt; therefore the Guarantor is incapable to act as a guarantor. This incapability will set aside the fact that the Guarantor and the Debtor have agreed to have a jointly and severally liability, and the Guarantor has waived its rights as a guarantor, therefore if the Guarantor was not deemed as bankrupt, then Deutsche Bank AG should be able to perform the billing to the Debtor and the Guarantor. This research is a normative legal research using literature research and analytic approach. The result of this research is an analysis regarding how the regulation of the guarantor and how could the bank get a protection and certainty of the fulfillment of the credit payment from either the debtor or the guarantor in a matter of the debtor is not able to pay his debt."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S27
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Netty
"Pemerintah memiliki tujuan yang baik untuk melindungi pihak konsumen yang biasanya berada dalam posisi lemah dengan menetapkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Dengan ditetapkannya UUPK maka perbankan sebagai pelaku usaha harus mematuhi ketentuan UUPK dalam memberikan produk dan jasa kepada nasabahnya khususnya berkaitan dengan pembuatan perjanjian kredit. Berdasarkan hal tersebut diatas penulis melalui penelitian kepustakaan dengan mengumpulkan data yang dapat dianalisis secara kualitatif sehingga hasilnya bersifat deskriptif kualitatif. Beberapa pokok permasalahan yang dibahas adalah membahas mengenai pengaturan perlindungan konsumen (nasabah) dalam UU Perbankan, analisis yuridis perlindungan konsumen (nasabah) terhadap ketentuan klausula baku dalam perjanjian kredit pada PT. Bank UFJ Indonesia yang mana terdapat klausula baku yang tidak sesuai dengan Pasal 18 UUPK antara lain mengenai penarikan fasilitas kredit, bunga, perubahan hukum. Membahas upaya hukum yang dapat ditempuh oleh Debitur manakala Bank masih tetap menggunakan klausula baku yang dilarang oleh Pasal 18 UUPK dalam pembuatan perjanjian kreditnya. Sehingga penulis berkesimpulan bahwa penerapan perlindungan nasabah telah diatur dalam undang-undang yang bersifat sektoral yaitu UU No. 10 Th. 1998 Tentang Perubahan Atas UU No. 7 Th. 1992 Tentang Perbankan, serta PBI No. 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Produk Bank dan penggunaan Data Pribadi Nasabah dan PBI No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah. Masih adanya penggunaan klausula baku yang dilarang dalam Pasal 18 ayat (1) huruf (g) dan Pasal 18 ayat (1) huruf (f) UUPK dalam perjanjian kredit yang dibuat oleh PT. Bank UFJ Indonesia. Upaya hukum yang dapat ditempuh oleh Debitur manakala Bank masih menggunakan ketentuan yang dilarang oleh Pasal 18 UUPK adalah melalui pengadilan atau diluar pengadilan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S23933
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1990
S22828
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ikhsan
"Keberadaan UU No. 8 Tahun 1999 (UUPK) diharapkan dapat melindungi konsumen dengan berusaha menyetarakan kedudukan antara pelaku usaha dan konsumen. Salah satu ketentuan dalam UUPK adalah ketentuan mengenai klausula baku yang dilarang pada Pasal 18 UUPK. Dewasa ini, perjanjian kredit bank yang ditawarkan kepada nasabah debitur sudah berbentuk suatu perjanjian baku. Oleh sebab itu, permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimanakah penggunaan klausula baku dalam perjanjian kredit PT. Bank X. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa masih terdapat klausula-klausula baku yang bertentangan dengan Pasal 18 UUPK dalam perjanjian kredit PT. Bank X sehingga dapat merugikan debitur sebagai konsumen.

The existence of Law No. 8 Year 1999 (UUPK) is to enable the protection o consumers, in an attempt to balance the position between those providing goods and/or services, and the consumers. One of the provisions in UUPK, in the Article 18, is the prohibition standardized clauses. At present, banks? credit agreements with their clients are in standardized forms. The topic discussed in this thesis is to study the adoption of standardized clauses in the credit agreement of Bank X. From this thesis it is concluded that there remain standardized clauses in the credit agreement o Bank X that run counter to Article 18 UUPK, which could therefore disadvantage the client as a consumer."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S24962
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Penerapan prinsip prudential banking secara konsisten
diharapkan akan membawa sektor perbankan menuju sistem
perbankan Indonesia yang sehat. Penerapan prinsip
prudential banking, khususnya penerapan ketentuan Batas
Maksimum Pemberian Kredit atau legal lending limit mutlak
diaplikasikan untuk menghindari kegagalan usaha bank akibat
kompleksitasnya inovasi jasa perbankan. Hal mengenai
penerapan legal lending limit ini dirasakan perlu untuk
menghindari konsentrasi penyediaan dana bank kepada suatu
kelompok debitur tertentu, dengan demikian bobot risiko
yang harus ditanggung oleh bank dapat diminimalisir
serendah mungkin. Selain itu, penerapan Batas Maksimum
Pemberian Kredit dapat menggairahkan bank lain agar dapat
berpartisipasi dalam penciptaan kredit melalui kredit
sindikasi (syndicated loan), dan tentunya hal ini
menimbulkan implikasi yang positif pada perkembangan sektor
industri perbankan itu sendiri. Dalam penerapannya,
seringkali terdapat mispersepsi antara bank yang memberikan
kredit dengan Bank Indonesia dalam perhitungan batas
pemberian kredit ini. Perbedaan perhitungan inilah yang
mengakibatkan ketidakpastian hukum dalam praktek perbankan,
karena bank yang memberikan kredit merasa telah memenuhi
standar legal lending limit, sementara Bank Indonesia
selaku pengawas perbankan berpendapat sebaliknya. Disinilah
penafsiran hukum dipergunakan dalam analisis peraturan guna
memecahkan masalah perhitungan Batas Maksimum Pemberian
Kredit, agar terdapat kepastian dalam praktek perbankan
khususnya mengenai pemberian kredit."
[Universitas Indonesia, ], 2006
S24394
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arika Widi Asmara
"Pada dasarnya kredit bermasalah merupakan hal yang wajar terjadi di industri perbankan karena faktor penyebabnya yang begitu beragam. Akan tetapi, meskipun terdapat kewajaran atas terjadinya kredit bermasalah pada suatu bank, berdasarkan data statistik Bank Indonesia bulan Desember 2005 bahwa kredit bermasalah pada bank BUMN dengan bank swasta nasional, dengan nilai perbandingan persentase NPL 14,75% : 3,22%. Maka dari itu perlu dikaji apa yang menjadi penyebab besarnya kredit macet dan bagaimana mekanisme penanganan kredit bermasalah yang dilakukan oleh bank di dalam praktek. Untuk mengkajinya digunakan metode studi kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif, Namun, didukung dengan alat pengumpulan data yaitu studi draf perjanjian kredit dari Bank X. Dari hasil kajian perangkat hukum perdata dan hukum ternyata perbankan telah diberikan perlindungan memadai dalam menangani persoalan kredit macet. Oleh hukum, bank telah diberi beberapa jalan untuk menanganinya. Secara preventif, bank dilarang mengobral dana atau bersikap ”murah hati” kepada nasabah dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dengan sungguh-sungguh. Penyaluran kredit harus disertai jaminan (agunan) lengkap dengan perjanjian untuk menjual barang agunan atas kekuasaan kreditur (beding van eigen matige verkoop). Dengan janji tersebut bank selaku kreditur dapat langsung menjual barang jaminan (parate executie) dengan bantuan Kantor Lelang Negara (KLN) tanpa harus meminta izin (fiat) pengadilan negeri (PN). Apabila tidak diperjanjikan hak demikian, bank (swasta) dapat meminta PN melakukan sita eksekusi atas barang jaminan dan menjual lelang melalui KLN berdasarkan Pasal 224 HIR. Sedang bank pemerintah dapat meminta PUPN (Panitia Urusan Piutang Negara) untuk menyelesaikan kredit yang berada di tangan debitur."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S24679
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ashilla Ghinayya Siddiqa
"Pelaku kredit fiktif menggunakan identitas palsu atau identitas orang lain tanpa sepengetahuan orang yang bersangkutan. Hal tersebut tentunya merugikan pihak yang digunakan identitasnya karena ia akan tercatat memiliki riwayat kredit yang buruk dan menyebabkan kesulitan untuk mengajukan fasilitas kredit ke depannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peraturan perlindungan terhadap nasabah bank yang disalahgunakan identitasnya dalam kredit fiktif serta tanggung jawab bank terhadap perbuatan kredit fiktif yang dilakukan pegawainya. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis-normatif dengan menelusuri pengaturan yang terkait dengan perlindungan terhadap nasabah bank. Hasil dari penelitian ini yaitu perlindungan hukum terhadap nasabah bank yang dirugikan atas penyaluran kredit fiktif telah diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 1365 dan 1367 ayat (2) KUHPerdata, Pasal 2 dan 29 ayat (2) Undang-Undang Perbankan, dan POJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Terkait dengan pertanggungjawaban bank terhadap tindakan kredit fiktif yang dilakukan oleh pegawainya maka bank wajib bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan Pasal 1367 ayat (2) KUHPerdata mengenai tanggung jawab majikan terhadap bawahannya dan Pasal 29 POJK Nomor 1/POJK.07/2013. Terhadap hal tersebut, saran yang diberikan kepada bank yaitu untuk memperkuat sistem pengendalian internalnya sebagai bentuk perlindungan terhadap nasabah bank, salah satunya dengan menerapkan three lines of defense.

In fictitious credit, the perpetrators intentionally use fake identities or others’ identities unbeknownst to the person concerned. Certainly, this action will disserve the customers whose identities are used in fictitious credit. The customer will be recorded as having bad credit histories and causing difficulties to apply for credit facilities in the future. Therefore, this research aimed to understand the protection regulations against bank customers whose identities are misused in fictitious credit and bank responsibility for fictitious credit conducted by its employees. The research method applied in this graduating paper was juridical-normative by tracing the regulations related to the protection of bank customers. The research results showed that legal protection for bank customers who were disserved by fictitious credits had been regulated in Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection, Articles 1365 and 1367 section (2) of the Civil Code, Articles 2 and 29 paragraph (2) of the Banking Law, and POJK Number 1/POJK.07/2013 concerning Consumer Protection in the Financial Services Sector. Regarding to bank accountability for fictitious credit actions conducted by its employees, the bank was obliged to be responsible in accordance with the provisions of Article 1367 paragraph (2) of the Civil Code regarding the employers’ responsibility to their subordinates and Article 29 of POJK Number 1/POJK.07/2013. In this regard, the advice given to banks was to strengthen their internal control system as a protection for bank customers, one of which was by implementing three lines of defense."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rambe, Sarah Theresia M.
"ABSTRAK
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) merupakan salah satu upaya pemerintah dalam
mewujudkan kesejahteraan rakyat. Debitur dalam menjalankan KPRnya dapat
mengalami berbagai macam resiko, terutama resiko kematian. Oleh karena itu,
dibutuhkan Polis Asuransi Jiwa sebagai pemberi kepastian bahwa sisa kredit
terhadap Bank dalam KPR dapat dilunasi, walaupun debitur telah meninggal
dunia. Skripsi ini mencoba mengkaji mengenai peranan Polis Asuransi Jiwa
dalam memberikan kepastian pelunasan kredit kepada Kreditur pada PT Maybank
Indonesia. Permasalahan yang diteliti dalam skripsi ini adalah konsekuensi hukum
terhadap klaim apabila Bank sebagai Kreditur tidak jujur dalam proses pengisian
Asuransi Jiwa Kredit, serta peranan Polis Asuransi Jiwa sebagai jaminan dalam
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dalam memberikan kepastian hukum atas sisa
pembayaran kepada Kreditur pada PT Maybank Indonesia. Metode Penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif,
yaitu penelitian yang dilakukan terhadap hukum positif tertulis maupun tidak
tertulis. Hasil penelitian yang didapat adalah, bahwa Polis Asuransi Jiwa tidak
akan menanggung klaim apabila Bank tidak jujur dalam proses pengisian
Asuransi Jiwa Kredit karena klaim tersebut akan dianggap batal demi hukum,
serta peranan Polis Asuransi Jiwa terhadap Kreditur dalam Kredit Pemilikan
Rumah (KPR) adalah sebagai pemberi kepastian pelunasan sisa kredit. Penelitian
ini menyimpulkan bahwa Polis Asuransi Jiwa sangat dibutuhkan dalam setiap
perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) karena polis tersebut memberikan
jaminan pelunasan sisa kredit kepada kreditur sehingga dibutuhkan itikad baik
dari kedua belah pihak agar terwujud pertanggungan yang diberikan polis
terhadap klaim.

ABSTRACT
Home Mortgage Loans (KPR) is one of government attempt in actualizing public
welfare. Debtors in the process of KPR may suffer various risks, particularly risk
of death. Therefore, Life Insurance Policy shall give the certainty of repayment of
home mortgage loan residual balance, even though the debtor has passed away.
This research examines the role of life insurance policy for giving certainty of
repayment towards creditor on PT Maybank Indonesia. The analysis is based on
the legal consequence towards claim if the Bank dishonestly filling certain
statement on the process of covering life insurance credit, including the role of
life insurance policy as the security of home mortgage loans (KPR) in providing
certainty of repayment towards creditor on PT Maybank Indonesia. This research
is using the juridical-normative research method, which is study of written and
unwritten law. The conclusion prevail life insurance policy will not cover the
claim if Bank did dishonestly filling a statement when covering life insurance
credit, because the claim will be considered as null and void, as it has breach
utmost good faith principle. The role of life insurance policy towards creditor
under home mortgage loans (KPR) is as the grantor of certainty of repayment for
the remaining loans. The life insurance policy is consequential in every home
mortgage loans (KPR) as the policy provides certainty of repayment regarding the
residual balance of the loans. The parties shall adhere to the principle of utmost
good faith in order the policy to materialize the claim coverage."
2016
S65069
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iis Mustafidah Komarawati
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>