Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 38043 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rumbi Mulia
Cibulan: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977
930.1 RUM b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Triwurjani
"Penelitian mengenai arca-arca Bima di Jawa, sebagai pokok bahasan ini adalah bertujuan untuk mengetahui bagaimana ketentuan-ketentuan ikonografi arca Bima dan bagaimana latar belakang tokoh Bima yang diarcakan dalam bentuk arca batu untuk pemujaan. Arca Bima yang dijadikan obyek penelitian ini adalah berasal dari beberapa tempat dan di museum-museum di Pulau Jawa yang menyimpan/terdapat area-area tersebut. Pada arca-arca Bima tersebut dilakukan deskripsi untuk mengetahui ikonografinya, dan analisa dilakukan untuk mengetahui latar belakang arca Bima dan peranannya bagi anggota masyarakat Jawa Kuno pada abad 14-15 Masehi. Hasilnya menunjukkan bahwa di Jawa pernah ada pemujaan terhadap tokoh Bima, yang dibuktikan dengan temuan arca Birna. Arca-arca tersebut mempunyai ciri-ciri, umumnya yaitu berbadan tegap, mata melotot, berkumis, memperlihatkan sebagian phalusnya, mempunyai hiasan kepala bentuk supit urang dan berkuku panjang (pancanaka).Penelitian mengenai arca-arca Bima di Jawa, sebagai po_kok bahasan ini adalah bertujuan untuk mengetahui bagaimana ketentuan-ketentuan ikonografi arca Bima dan bagaimana latar belakang tokoh Bima yang diarcakan dalam bentuk arca batu untuk pemujaan. Arca Bima yang dijadikan obyek penelitian ini adalah berasal dari beberapa tempat dan di museum-museum di Pulau Jawa yang menyimpan/terdapat area-area tersebut. Pada arca-_arca Bima tersebut dilakukan deskripsi untuk mengetahui ikonografinya, dan analisa dilakukan untuk mengetahui latar belakang arca Bima dan peranannya bagi anggota masyarakat Jawa Kuno pada abad 14-15 Masehi. Hasilnya menunjukkan bahwa di Jawa pernah ada pemujaan terhadap tokoh Bima, yang dibuktikan dengan temuan arca Bima. Arca-arca tersebut mempunyai ciri-ciri, umumnya yaitu berbadan tegap, mata melotot, berkumis, memperlihatkan sebagian phalusnya, mempunyai hiasan kepala bentuk supit urang dan berkuku panjang (pancanaka)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S12031
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Sony A.
"Dalam kegiatan suatu upacara dibutuhkan beberapa komponen penunjang seperti bangunan tempat beribadah, peralatan upacara maupun arca. Arca tersebut dianggap sebagai media agar mereka dapat berhubungan dengan dewa-dewa atau roh nenek moyangnya. Karena itu arca-arca tersebut menempati kedudukan yang penting dalam kegiatan upacara. Salah satu diantaranya adalah arca yang disebut oleh para peneliti terdahulu sebagai arca Polinesia. Arca tersebut umumnya mempunyai ciri seperti penggarapan kasar, tidak berleher. Penyebutan untuk arca Polinesia sebenarnya tidak sesuai karena itu lebih tepat bila arca itu disebut arca tradisi magalit dengan dasar, penamaan itu tidak dilihat dari segi pembabakan waktu tetapi dari segi berlanjutnya suatu kepercayaan, seperti pemujaan kepada arwah nenek moyang. Arca tradisi megalit di Indonesia mempunyai sebaran yang luas dan jumlah pun cukup banyak seperti halnya arca tradisi megalit di Jawa Barat."
Depok: Universitas Indonesia, 1985
S12013
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Sri Hardiati Soekatno
"ABSTRAK
Di Bali sekarang ini, pura adalah tempat peribadatan bagi umat Hindu. Pura-pura yang jumlahnya ribuan tersebut (Swellengrebel 1984:12; Rata 1991:1) dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis berdasarkan kelompok-kelompok masyarakat pemujanya (penyungsung). Jenis yang terbanyak adalah yang tergabung dalam Kahyangan Tiga, yaitu jenis pura yang wajib adanya bagi di semua desa adat. Seperti namanya, pura Kahyangan Tiga ini terdiri dari tiga pura, yaitu pura puseh, pura bale agung, dan pura dalem. Pura puseh adalah pura yang dipergunakan untuk pemujaan terhadap dewa-dewa pelindung desa, sedang pura bale agung adalah tempat di mana cakal bakal desa dipuja sebagai nenek-moyang bersama seluruh warga desa. Adapun pura dalem adalah tempat Dewi Maut, yaitu Dewi Durga, dihormati karena Dewi itulah yang berkuasa atas kematian. Letak pura dalem tidak jauh dari kuburan (Bahasa Bali : sema) yang sekaligus menjadi tempat pembakaran mayat. Biasanya pura puseh dan pura bale agung disatukan menjadi pura desa, dan menjadi tempat para nenek-moyang yang telah menjadi pelindung desa itu dipuja (Soekmono 1974: 311)."
1993
D317
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Triwurjani
"Kajian ini mengungkapkan makna arca-arca megalitik yang terdapat di kawasan Pasemah, Sumatera Selatan. Persebarannya yang luas dan bentuknya yang khas menjadikan kawasan Pasemah sebagai suatu kelompok budaya tersendiri. Penggambaran arca Pasemah, tidak begitu natural tapi jelas menyiratkan individu manusia dengan komponen-komponen dasar seperti kepala, badan, tangan, kaki digambarkan jelas. Cara penggambarannya yang tidak harafiah, seperti mata melotot, hidung datar, mulutnya digambarkan bulat dan besar, seperti bentuk bibir tebal, memakai pakaian prajurit, memakai perhiasan, membawa pedang, menunggang gajah atau kerbau. Beberapa bentuk arca digambarkan tangan kanan lebih besar dari tangan kiri, atau jari tangan digambarkan lebih besar dari tangan, yang semuanya tidak harafiah melainkan mengarah ke simbolis. Proses deskripsi bentuk serta pemerian unsur dalam atribut dilakukan dengan menggunakan metode arkeologi dan proses pemaknaan dilakukan dengan metode semiotik.
Kajian ini menggunakan semiotik Roland Barthes, dimana dikembangkan aspek denotasi dan konotasi sebagai alat untuk membedah teks sebagai suatu fenomena budaya. Denotasi adalah pemaknaan yang terlihat dalam tanda apa adanya sebagai sistem primer sedangkan konotasi merupakan makna baru/khusus yang diberikan pemakai tanda sebagai sistem sekunder. Mitos nenek moyang sebagai ?divine power? adalah perilaku yang dipraktekkan bagi manusia yang masih hidup di dunia agar mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan baik di dunia dan di akhirat kelak.
Hasil kajian ini menunjukan bahwa bentuk-bentuk arca seperti arca manusia, hewan dan arca manusia dengan hewan merupakan gambaran suatu aktivitas dari suatu kelompok masyarakat yang semuanya memperlihatkan peran dari suatu figur yang ditokohkan, termasuk gambaran mengenai hal-hal yang disukai tokoh-tokoh tersebut ketika masih hidup di dunia. Gambaran orang yang sudah meninggal dalam bentuk arca-arca ini, secara tidak langsung merupakan gambaran aktivitas masyarakat Pasemah ketika masih hidup di dunia. Dengan demikian Kebudayaan Pasemah adalah suatu kebudayaan dimana kehidupan akhirat digambarkan di dunia.

This research reveals the meaning of megalithic statues found in the area of Pasemah, South Sumatera. Their extensive distribution and unique shapes have made Pasemah a distinct cultural group. The representation of Pasemah statues is not very natural, but indicates human individual(s) with basic components, such as head, body, hands and feet that are depicted clearly. Examples of their unnatural depictions are for instance bulging eyes, flat nose, round and big mouth with thick lips, as well as donning soldier?s outfit, wearing ornaments, carrying swords, riding an elephant or buffalo. Some statues that are depicted are right hand bigger than left one or fingers are depicted bigger than hand. Everything is not natural, but refers to symbolism. Process of describing form as well as giving elements in attributes were done using archaeological method, while the process of attaching meaning were carried out using semiotic method.
The research employed Roland Barthes? semiotic concept, in which aspects of denotation and connotation were developed to analyze text as cultural phenomenon. Denotation is a meaning that is seen in a sign as it is as a primary system, while connotation is a new/special meaning that is given by the user of sign as a secondary system. The myth of ancestor as a ?divine power? is behavior practiced by human beings in the world to achieve safety and well-being in the world and afterworld.
The research results reveal that the statue figures, like human figure, animal figure, and human with animal figure are representation of the community activities showing the roles of certain figures during his/her life in the world, including things he/she loved when he/she were still in the world. The representation of deceased people in the statues is indirectly a depiction of the activities of Pasemah communities when they were alive in the world. Therefore, the Pasemah culture is a culture which is the afterworld is depicted in the world."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
D2158
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deddy Setiawan
"Tulisan ini membahas mengenai komponen-komponen arca yang terdapat pada ruang Kwan Im Tong Kelenteng Hian Tan Kong Cileungsi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat ciri-ciri komponen pada arca dan mengeindentifikasinya dan melihat juga ciri komponen kebudhaan yang dimiliki oleh arca di ruang kwan Im Tong. Hasil penelitian ini menjelaskan terdapat 103 arca pada ruangan tersebut dan terdapat sembilan tokoh dewa pada ruang ini. Tokoh Dewa tersebut adalah Guan Shia Pu Sa, Mi Le Fo, Arahat 18, Yao Shi Fo, Shan Cai Tong Zi, Wu Liang Shou, Ru Lai Fo, Qie Lan, dan Ji Gong (Chi Kung). Arca di ruang Kwan im Tong juga wadah Hibriditas dengan mengadopsi komponen Buddha pada arca sehingga arca pada ruang kwan Im Ting memiliki ciri komponen Kebudhaan berupa Urna, Unhisa, mata Setengah terbuka, Telinga yang amat panjang, Mulut tenang, memakai pakaian keagamaan, memiliki beda kependetaan seperti tasbih, camara, kendi, mangkuk, dan berlapik padmasana
This paper discusses the components of statues found in the room of Kwan Im Tong Temple of Hian Tan Kong Cileungsi. This study aims to look at the characteristics of the components of the statue and identify them and also see the characteristics of the cultural components that are owned by the statue in the room of Kwan Im Tong. The results of this study explain there are 103 statues in the room and there are nine deities in this room. These figures are Guan Shia Pu Sa, Mi Le Fo, Arahat 18, Yao Shi Fo, Shan Cai Tong Zi, Wu Liang Shou, Ru Lai Fo, Qie Lan, and Ji Gong (Chi Kung). The statue in the Kwan im Tong room is also a place for hybridity by adopting the Buddha component in the statue so that the statue in the room of Kwan Im Ting has the characteristics of the Buddhist component in the form of Urna, Unhisa, Half-open eyes, Very long ears, Quiet mouth, wearing religious clothes, having a different clergy such as beads, camara, jugs, bowls, and padmasana."
2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Yeni Purnaeni
"ABSTRAK
Penelitian mengenai ragam hias kain dilakukan berdasarkan ragam hias kain pada arca-arca batu di Museum Nasional Jakarta ( MNJ ). Tidak seluruh dari arca batu koleksi museum ini yang mempunyai ragam hias pada kainnya, hanya beberapa kain arca batu yang berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur yang mempunyai ragam hias. Hal inilah yang menjadi satuan pengamatan pokok.
Dari hasil pengamatan terhadap ragam hias yang terdapat, diketahui ada beberapa tipe dan variasinya. Meskipun demikian masih dapat terlihat persamaan pada bentuk dasarnya. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah ada kaitan antara ragam hias pada kain arca dengan ragam hias batik, untuk mengetahui ragam hias apa saja yang digambarkan atau dipahatkan pada arca dan juga untuk mengetahui simbol atau lambang apa yang terkandung pada ragam hias dan kaitannya dengan status seseorang.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan klasifikasi taksonomi, yang bertujuan untuk membentuk tipe dan kemudian menggunakan data kepustakaan hal ini disesuaikan dengan apa yang terdapat pada kain batik.
Hasil dari penelitian ini dapat diketahui bahwa ragam hias yang terdapat pada kain arca setelah disesuaikan dengan ragam hias pada kain batik ternyata mempunyai persamaan dalam penggambaran bentuk pola dasarnya.
Dari bentuknya, ragam hias ini mempunyai persamaan dengan ragam hias jenis kawung, ceplokan, swastika (banji), ragam hias pinggiran tumpal dan udan liris pada kain batik. Ragam-ragam hias ini mengandung suatu arti perlambang (simbol) yang penting, sehingga kain dengan ragam hias ini khusus dipahatkan pada arca yang merupakan perwujudan seseorang. Pemakaian kain dengan ragam hias tertentu ini disebut ragam hias larangan pada kain batik. Di mana hanya kaum ningrat saja yang boleh memakainya, karena perkembangan zaman tirnbul hal yang menyebabkan teriadinya pergeseran di mana arti perlambang tidak lagi dianggap penting sehingga siapa saja baleh memakai ragam hias tertentu tanpa ada peraturan yang melarangnya.

"
1990
S11915
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
P.E.J. Ferdinandus
"Dalam hibungan dengan pemandian suci di pulau Jawa ditemukan arca pancuran. Arca-arca tersebut terdapat mempunyai hubungan yang erat dengan pemandian suci, misalnya di Jawa Timur: di Belahan dijumpai sebuah pemandian dengan arca-arca pancuran yang melukiskan seorang wanita dan airnya dipancarkan keluar dari kedua buah dadanya dan dari telapak tangannya (Stuterheim, 1938, h.299-308). Di Jalatunda terdapat sebuah pemandian dengan arca-arca pancuran kepala naga yang mengeluarkan air dari mulutnya (Bosch and De Haan, 1965, h.220, gambar 7). Di Gempol Kerep ditemukan sebuah arca pancuran Garuda membawa kendi di tangan kirinya, airnya dipancarkan dari kendi (R.O.C. 1907, h.29)..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1974
S11825
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
RR. Nanny Harnani
"Agama Hindu dan Buddha mengenal konsep kemakmuran yang digambarkan dalam bentuk dewa. Pemberi kemakmuran ini dalam agama Hindu disebut Kuwera, sedangkan dalam agama Buddha disebut Jambhala, tapi kadang-kadang disebut juga Kuwera. Dalam ikonografi Hindu-Buddha yang ada di India, kedua dewa ini hampir sama, demikian pula arca-arca dewa kemakmuran ini di Indonesia, khususnya Jawa kesamaan tersebut juga nampak. Tujuan penelitian ini, ialah untuk mengetahui secara ikonografis persamaan dan perbedaan dari arca-arca tersebut, dan dari ketentuan-ketentuan pengarcaan di India tersebut apakah juga diikuti dalam pengarcaan di Jawa. Melalui kepustakaan dan sejumlah data arca yang diperoleh dari koleksi museum-museum dan pribadi (30 area sebagai sampel) disusunlah metode penelitian dengan cara perbandingan, yaitu perbandingan antara kitab-kitab ketentuan yang berasal dari India dengan melihat persamaan dan perbedaan arca-arca di Indonesia yang sudah dideskripsikan. Berdasarkan perbandingan dan kesamaan arca-arca dengan kitab-kitab ketentuan, maka dapat diketahui bahwa secara ikonografis antara kedua dewa kemakmuran dalam agama Hindu dan Buddha tersebut relatif sama. Walaupun secara detil ada pula perbedaannya, seperti yang terlihat pada sikap duduknya. Sedangkan perbedaan yang meyolok terlihat pada laksana yang dipegangnya. Dalam agama Hindu laksana yang dipegang yaitu kantong harta sedangkan dalam agama Buddha yaitu nakula. Secara keseluruhan kedua bentuk dewa ini memang sulit untuk langsung dapat dilihat perbedaannya, tanpa memperhatikan detil-detilnya. Kiranya pula hasil-hasil penelitian ini masih perlu diuji kebenarannya, baik dengan penambahan data-datanya yang lebih banyak maupun pada cara-cara pengungkapannya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S11964
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Sri Hardiati Soekatno
"ABSTRAK
Di Bali sekarang ini, pura adalah tempat ptribadatan bagi umat Hindu. Pura-pura yang 9, jumlahnya ribuan tersebut (Swellengrebel 1984: 12; Rata 1991: 1) dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis berdasarkan kelompok-kelompok masyarakat pemujanya (penyungsung). Jenis yang terbanyak adalah yang tergabung dalam Kahyangan Tiga, yaitu jenis pura yang wajib adanya bagi di semua desa adatl. Seperti namanya, pura Kahyangan Tiga ini terdiri dari tiga pura, yaitu pura puseh, pura bale agung, dan pura dalem.Pura puseh adalah pura yang dipergunakan untuk pemujaan terhadap dewa-dewa pelindung desa"
1993
D1598
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>