Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172474 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hata
Bandung: Refika Aditama, 2006
343.087 026 1 HAT p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Taryana Soenandra <=Sunandar>
Jakarta: Departemen Kehakiman , 1996
343.087 026 1 TAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
H.S. Kartadjoemena
Jakarta : UI-Press, 1996
382.92 KAR g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Hikmah S.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
S25878
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Artika Nuswaningrum
"Dalam perdagangan internasional, salah satu bentuk perlakuan yang wajib diberikan oleh negara anggota World Trade Organization ialah perlakuan berdasarkan prinsip National Treatment. Prinsip National Treatment dapat ditemukan pada berbagai perjanjian multilateral dalam WTO, salah satunya dalam Agreement on Technical Barriers to Trade. Persetujuan TBT rd. Namun berbeda dengan perjanjian multilateral dalam WTO lainnya, prinsip National Treatment dalam Persetujuan TBT tidak secara eksplisit diatur. Dengan menggunakan pendekatan normatif yuridis, penulis ingin mengetahui lebih lanjut unsur-unsur dari prinsip National Treatment dalam TBT Agreement serta penerapannya pada sengketa yang diselesaikan oleh Dispute Settlement Body-WTO. Penulis menyimpulkan bahwa meskipun tidak diatur secara eksplisit seperti perjanjian lainnya dalam WTO, perlakuan berdasarkan prinsip National Treatment dapat ditemukan pengaturannya dalam Pasal 2.1. Apabila seluruh unsur dalam pasal tersebut terpenuhi akan tercipta perlindungan berdasarkan prinsip National Treatment. Penulis menyarankan perlu adanya dokumen tambahan yang menjelaskan mengenai pengaturan-pengaturan yang tercantum dalam Persetujuan TBT, demi memudahkan penafsiran atas pengaturan tersebut.

In intertational trade realm, one of the principles that shall be upheld by World Trade Organization members is the National Treatment principle. National Treatment principle can be easily and explicitly found in numerous of WTO Agreements. But unlike another multilateral agreement in WTO, the Agreement on Technical Barriers to Trade does not explicitly regulate national treatment principle. This research is conducted with juridical normative approach, which author would like to find out the elements of National Treatment principle in TBT Agreement and its applicability in cases brought before the Dispute Settlement Body WTO. The author concludes that even though we can not find national treatment principle to be explicitly regulated in TBT Agreement, the protection based upon national treatment principle is used in Article 2.1. If every element in Article 2.1 is fulfilled it will create a protection based upon national treatment principle. The author suggests that a creation of document elaborating about the TBT Agreement is needed, as it will help to facilitate the interpretation of TBT Agreement.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69612
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grace, Katharine
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
S25636
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Barus, Nenny Ekawaty
"lkut sertanya Indonesia sebagai anggota World Trade Organization (WTO) dan turut serta menandatangani Perjanjian Multilateral General Agreement on Tarrif and Trade/GATT Putaran Uruguay 1994, serta meratifikasinya dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994, mengakibatkan Indonesia harus membentuk dan menyempurnakan hukum nasionalnya serta terikat dengan ketentuan-ketentuan tentang Hak Milik Intelektual (HMI) yang diatur dalam General Agreement on Tariffs and Trade (GATT). Sebagai konsekuensi dari ratifikasi Undang-Undang No. 7 Tahun 1994, Indonesia telah menyempurnakan peraturan perundang-undangan di bidang HMI,salah satunya adalah Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri.
Desain industri merupakan salah satu landasan dasar dalam pembangunan ekonomi Indonesia karena desain industri mempunyai pecan besar dalam menciptakan suatu produk unggulan Indonesia bail( dalam lingkup perdagangan domestik maupun intemasional.
Berkaitan dengan masalah tersebut di atas, maka identitikasi masalah dalam tesis ini adalah :
1. Apa latar belakang pengaturan Hak Atas kekayaan Intelektual/HAKI khususnya hak desain industri dalam perjanjian intemasional World Trade Organization /WTO?
2. Bagaimana kewajiban-kewajiban negara anggota perjanjian Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights/TRIPs untuk untuk mentransformasikan ketentuan-ketentuan perjanjian Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs)atau World Trade Organization (WTO) di bidang desain industri ke dalam hukum nasional di Indonesia?
3. Bagaimana penegakan hukum Undang-Undang No.31 tahun 2000 tentang desain industri,hambatan dan usaha pemerintah Indonesia dalampelaksanaan mengenai Hak Atas kekayaan Intelektua/HAKI khususnya hak desain industri ?
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah dalam rangka memenuhi tuntutan TRIPs, Pemerintah Indonesia harus membuat peraturan pelaksana dan melakukan sosialisasi serta bekeijasama dengan masyarakat dalam rangka penegakan hukum dan mengatasi hambatan pelaksanaan adalah Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T19204
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridho Estafiano
"Tinjauan terhadap pengaturan penetapan tarif maskapai penerbangan yang diatur dalam Permenhub No. 20/2019 pada hakikatnya didasarkan atas adanya potensi ketidakpastian hukum dalam penegakan hukum persaingan usaha. Perilaku anti persaingan merupakan suatu konsekuensi atas karakteristik sistem dari persaingan usaha yang menekankan pada kebebasan mekanisme pasar, dengan adanya keberlakuan hukum dimaksudkan untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan kepada pelaku usaha dalam melakukan usaha serta membangun iklim persaingan yang kondusif sehingga menghasilkan produk-produk yang efisien. Dalam menganalisis kasus ini, Penulis menggunakan penelitian deskriptif analitis melalui pendekatan kualitatif, yaitu dengan memberikan pemahaman lebih lanjut terkait keberlakuan pengaturan penetapan tarif maskapai penerbangan yang diatur dalam Permenhub No. 20/2019 terhadap perilaku anti persaingan. Penulis mencoba mengkonstruksikan apakah penetapan tarif maskapai penerbangan yang diformulasikan dalam Permenhub No. 20/2019 dapat sepenuhnya menjadi bentuk perlindungan perilaku anti persaingan dan meninjau ulang adanya ketidaktepatan dalam penegakan hukum persaingan usaha yang ditunjukkan dengan adanya kontradiksi antara tarif maskapai penerbangan yang tunduk pada pengaturan penetapan tarif dan tindakan maskapai penerbangan yang telah memenuhi unsurunsur dalam Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis, Permenhub No. 20/2019 yang ditujukan untuk melindungi maskapai penerbangan belum sepenuhnya berjalan efektif, hal tersebut diidentifikasi dari adanya strategi bisnis maskapai penerbangan yang mengarah kepada tindakan anti persaingan, sebab diketahui bahwasannya pengaturan penetapan tarif mengakibatkan pertentangan terutama dari segi manajemen keuangan tiap maskapai. Selain itu, celah ketidakpastian hukum muncul karena adanya disharmonisasi antara kebijakan persaingan usaha dan hukum persaingan usaha sehingga dibutuhkan keselarasan serta penegakan hukum yang konkret guna menciptakan kondusifitas dalam pasar persaingan khususnya industri penerbangan.

The review of airline tariff setting arrangements regulated in Permenhub No. 20/2019 is essentially based on the potential for legal uncertainty in the enforcement of business competition law. Anti-competitive behavior is a consequence of the characteristics of the system of business competition, which emphasizes the freedom of market mechanisms, with the existence of law enforcement intended to guarantee legal certainty and protection to business actors in conducting business and to build a conducive competitive climate so as to produce efficient products. In analyzing this case, the author uses descriptive analytical research through a qualitative approach, namely by providing further understanding regarding the applicability of airline tariff setting arrangements regulated in Permenhub No. 20/2019 against anticompetitive behavior. The author attempts to construct whether the determination of airline rates formulated in Permenhub No. 20/2019 can fully serve as a form of anticompetitive behavior protection and examines the existence of inaccuracies in the enforcement of business competition law as indicated by the discrepancy between airline rates subject to tariff setting arrangements and actions of airlines that have fulfilled the elements in Article 5 of Law No. 5 of 1999. Based on the results of research conducted by the author, Permenhub No. 20/2019, which is aimed at protecting airlines, has not been fully effective. This is identified by the existence of an airline's business strategy that leads to anti-competitive actions, because it is known that tariff setting arrangements result in conflict, especially in terms of each airline's financial management. In addition, gaps in legal uncertainty arise due to disharmony between business competition policy and business competition law, so that harmony and concrete law enforcement are needed to create conduciveness in competitive markets, especially the aviation industry."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M.I. Zikrullah
"ABSTRAK
Dalam rangka meningkatkan kemakmuran bangsa, Pemerintah melakukan berbagai usaha, diantaranya usaha yang dilakukan adalah dengan jalan penyediaan lapangan pekerjaan dan peningkatan pendapatan. Untuk menyiapkan hal tersebut dilakukan dengan berbagai cara antara lain yaitu melalui peningkatan perdagangan internasional diluar minyak dan gas serta peningkatan penanaman modal asing. Dalam kegiatan tersebut, yaitu peningkatan perdagangan internasional dan pen~naman modal asing memang sangat dominan segi ekonomi.~ya, akan tetapi dibalik itu tidak kalah pentingnya segi hukum. Dimana dalam perdagangan tidak selalu lancar seperti yang diharapkan, sehingga memerlukan penyelesaian yang diterima oleh semua pihak. Dalam hal ini para pedagang atau pengusaha lebih menyukai penyelesaian melalui suatu lembaga arbitrase dibandingkan dengan penyelesaian melalui Pengadilan, biasanya mereka memilih lembaga arbitrase yang sudah terorganisir dalam pusat arbitrase dari Iamar Dagang Internasional. Para pengusaha tersebut biasanya mengalami kesulitan dalam pelaksanaan suatu keputusan arbitrase, terutama pada keputusan arbitrase internasional yang dilakukan di negara lain. Dengan demikian apakah suatu keputusan arbitrase yang dilakukan di negara lain dapat dilaksanakan di Indonesia ? Sesungguhnya mengenai hal ini dapat dilaksanakan di Indonesia karena Indonesia terikat pada Konvensi Jenewa tentang Pelaksanaan Keputusan-keputusan Arbitrase Luar Negeri tahun 1927, akan tetapi setelah adanya Konperensi Meja Sundar terdapat beda pendapat antara para ahli hukum mengenai pelaksanaan keputusan arbitrase luar negeri, sehingga menimbulkan kesulitan pada para pengusaha asing yang akan melaksanakan keputusan arbitrase luar negeri di Indonesia. Pada masa sekarang ini kesulitan tersebut dapat diatasi denganĀ· telah diratifikasinya Konvensi New York 1958 mengenai Pengakuan dan Pelaksanaan Keputusan-keputusan Arbitrase Luar Negeri dengan Kepres No. 34 tahun 1981. Dalam Praktek Kepres tersebut pernah diuji di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap keputusan arbitrase yang dilakukan di Inggris dari arbiter D.W. Hatfield dan M.G. Barrett, ternyata Pengadilan mengabulkan permintaan pelaksanaan keputusan arbitrase tersebut. Kasus arbitrase internasional lainnya yang dibahas adalah sengketa antara Raira Enterprise Company Limited dengan P.T. Indonesia Fortune Lloyd, dan sengketa antara P.T. Horizon- Synt~x dengan Bharat Commerce and Industries Limitid. Meskipun ada keputusan arbitrase luar negeri yang dapat dilaksanakan berdasarkan Kepres N~. 34 tahun 1981, akan tetapi pada kenyataannya dalam kasuskasus lain sangat sukar untuk dilaksanakan, dengan demikian perlu adanya kesungguhan dari semua pihak terutama lembaga peradilan untuk sungguh-sungguh melaksanakan Kepres ter~ebut sesuai dengan yang diinginkan oleh Konvensi New York 1958, selain itu perlu diadakannya undang-undang arbitrase yang baru yang dapat memenuhi tuntutan kebutuhan akan kepastian berarbitrase dalam dunia perdagangan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nira Sari Nazarudin
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
S25844
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>