Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 25653 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Russel, Elizabeth
New York: Family Service Association of America, 1947
361.8 RUS p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Pountney, Jackie
Kidderminster: Learning Matters, 2011
362.302 23 POU r (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Silvia Fatmah Nurusshobah
"Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani Sosial melibatkan pekerja sosial PKSA untuk berperan dalam penanganan ABH yang berada di lingkungan keluarga pasca reintegrasi sosial. Dengan pendekatan kualitatif, tesis ini menggambarkan peran pekerja sosial terhadap ABH di lingkungan keluarga pasca reintegrasi sosial. Adapun peran tersebut antara lain melakukan verifikasi, membantu pembukaan dan pencairan rekening tabungan, pemenuhan kebutuhan, pendampingan, penguatan keluarga dan laporan. Hambatan dalam pelaksanaannya antara lain lemahnya kualitas SDM, kurangnya pengawasan pihak PSMP Handayani, lokasi tempat tinggal ABH yang jauh, dan ketentuan/ kondisi dalam PKSA yang dirasa kurang efektif bagi pekerja sosial PKSA.

Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani involving social workers to role in handling of children in conflict with the law (ABH). With a qualitative approach, this thesis describes the role of social workers within the ABH in the family after social reintegration. The roles include verification, making of savings, meet the needs, strengthening family, and reports. Barriers to implementation include lack quality of social worker, lack monitoring from PSMP Handayani, residence location of ABH far, and terms/ conditions in Child Welfare Program (PKSA) were deemed less effective for social workers."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T32925
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Levine, Joanne
Boston: Pearson, 2013
361.3 LEV w
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Didim Abdul Adzim
"Tesis ini membahas hubungan antara peran pekerja sosial dengan minat klien dalam mengikuti program pelayanan dan rehabilitasi sosial di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya, Pasar Rebo, Jakarta Timur. Penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain deskriptif. Teknik analisis data penelitian menggunakan analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat adalah analisis terhadap satu variabel yang dibuat dalam jenis distribusi frekuensi/tabel. Sedangkan analisis bivariat menggunakan analisis korelasi Kendal Tau (τ). Dari hasil penelitian diperoleh tidak ada hubungan positif dan signifikan antara peran pekerja sosial dengan minat klien dalam mengikuti program pelayanan dan rehabilitasi sosial dari penilaian masing-masing ke-59 responden dengan tingkat kekeliruan 1%.

This thesis explores the relationship between the role of the social worker with client interest in participating in social services and rehabilitation programs at Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya, Pasar Rebo, East Jakarta. This study is a quantitative descriptive design. Mechanical analysis of research data using univariate and bivariate analysis. Univariate analysis is an analysis of the variables that are made in the frequency distribution types/tables. While the bivariate analysis using correlation analysis Kendal Tau (τ). The results were obtained no positive and significant relationship between the role of a social worker with an interest in participating in client service programs and social rehabilitation of the assessment of each 59th respondent with 1% error rate."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T38636
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Nurmalisa
"Penelitian ini berjutuan untuk menggali keberdayaan perempuan pekerja VCS dalam berelasi dengan klien dan pihak lainnya. Terdapat banyak studi yang membahas bahwa prostitusi online menyediakan ruang yang lebih aman dimana pekerja seks dianggap lebih mampu meminimalisir resiko (Jones, 2016; NSWP, 2016; Cunningham, 2019). Namun studi-studi sebelumnya lebih berfokus pada manfaat internet terhadap profesi pekerja seks ataupun alasan pekerja seks memanfaatkan media sosial. Terdapat hal menarik lain yang dapat diteliti lebih lanjut, yaitu mengenai upaya yang dilakukan oleh pekerja seks dengan memanfaatkan ruang virtual yang tersedia untuk menciptakan posisi yang berdaya selama berelasi dengan pihak lain seperti klien dan mucikari. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus terhadap 4 perempuan pekerja VCS yang mempromosikan dirinya melalui media sosial Twitter. Studi ini menggunakan konsep power, otonomi tubuh, dan teori pertukaran sosial sebagai pisau analisis. Temuan studi melalui wawancara mendalam secara virtual kepada ke-4 informan menyimpulkan pekerja VCS mampu untuk memiliki kontrol pada profesinya, kontrol atas tubuhnya, hingga kemampuan menciptakan posisi tawar yang baik. Hal ini menciptakan keberdayaan yang ditunjukan pada beberapa hal, seperti 1) Kemampuan untuk menolak dan menerima klien melalui penseleksian dan penyortiran klien yang mengacu pada kriteria klien serta kesepakatan kerja dengan klien; 2) Kemampuan dalam merespon dan menciptakan strategi untuk terhindar dari resiko capping, doxing, penipuan, online sexual harassement, hingga keberadaan faker; 3) Kemampuan pekerja VCS untuk dapat benegosiasi dengan klien selama proses transaksi seksual. Kemampuan pekerja VCS untuk dapat memproduksi kekuasaan dan menciptakan relasi kerja yang sejajar dengan klien disebabkan karena adanya pengetahuan terkait kondisi kerja, kesadaran kritis, keterampilan digital yang dimiliki, serta kemampuan untuk menciptakan sumberdaya alternatif yang dibutuhkan lainnya, yaitu uang, dengan menjaga dan memperluas pasarnya. Ruang digital juga seakan menjadi tembok pembatas antara pekerja VCS dan klien sehingga memudahkan pekerja VCS untuk menciptakan dan mengunakan kekuasaanya.

This study aims to explore the empowerment of women VCS workers in relating to clients and other parties. There are many studies that discuss that online prostitution provides a safer space where sex workers are considered to be better able to minimize risk (Jones, 2016; NSWP, 2016; Cunningham, 2019). However, previous studies have focused more on the benefits of the internet for the sex worker profession or the reasons sex workers use social media. There is another interesting thing that can be investigated further, namely the efforts made by sex workers by utilizing the available virtual space to create a position of power while dealing with clients. This study uses a qualitative approach with a case study method on 4 female VCS workers who promote themselves through social media Twitter. This study will use the concept of power, body autonomy, and social exchange theory as an analytical knife. The study findings through virtual in-depth interviews with the 4 informants concluded that VCS workers are able to have control over their profession, control over their bodies, to the ability to create a good bargaining position. This can be shown in several things that are done by VCS workers, such as 1) The ability to reject and accept clients through the selection and sorting of clients based on client criteria and work agreements with clients; 2) Ability to respond and create strategies to avoid the risk of capping, doxing, fraud, online sexual harassment, and the presence of fakers; 3) The ability of VCS workers to be able to negotiate with clients during the sexual transaction process. The ability of VCS workers to be able to produce power and create equal working relationships with clients is due to their knowledge of working conditions, critical awareness, digital skills, and the ability to create alternative resources needed, namely money, by maintaining and expanding the market. The digital space also seems to be a dividing wall between VCS workers and clients, making it easier for VCS workers to create and use their power."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Budiman
"Latar belakang: Pengembangan pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan di Puskesmas masih belum rutin dilakukan, sehingga umumnya belum mampu melakukan tatalaksana awal pada bayi bermasalah.
Tujuan: Mengetahui pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan di Puskesmas wilayah Tangerang mengenai resusitasi, stabilisasi, dan transportasi neonatal, menganalisis faktor-faktor yang memengaruhinya, serta mengetahui profil SNAPPE II neonatal yang dirujuk dari Puskesmas tersebut.
Metode: Metode yang digunakan adalah mixed method yaitu penelitian kuantitatif desain kuasi-eksperimental (pretest-posttest) yang menilai pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan, serta SNAPPE II neonatal yang dirujuk sebelum dan sesudah intervensi, disertai pendalaman kualitatif melalui wawancara sistem kesehatan meso dan makro, serta focus group discussion sistem kesehatan mikro.
Hasil: Penelitian dilakukan di 12 puskesmas wilayah Tangerang, dengan subjek 36 petugas kesehatan, dan wawancara mendalam kepada 17 sistem kesehatan meso dan makro. Pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan mengalami peningkatan bermakna sebelum dan sesudah pelatihan (p<0,001 dan p=0,002), namun nilai rerata stabilisasi dibawah batas lulus. Dalam pemantauan selama 3 bulan pasca pelatihan, retensi keterampilan penanganan kegawatan neonatal cukup baik dan didapatkan perbedaan bermakna sebelum dan sesudah intervensi (p<0,001). Pada VTP terdapat perbedaan bermakna dengan penurunan di bulan kedua (90,4 dan meningkat kembali di bulan ketiga (93.5sedangkan nilai rerata pemberian CPAP dan stabilisasi selalu dibawah batas lulus. Nilai SNAPPE II pada neonatal yang dirujuk ke rumah sakit menunjukkan perbaikan prognosis yang bermakna secara statistik (p=0,013). Analisis kualitatif menemukan 3 akar masalah utama yaitu keterbatasan sumber daya manusia, kualifikasi SDM yang belum mengikuti pelatihan maupun resertifikasi, dan monitoring evaluasi berkelanjutan, dengan 3 alternatif solusi berupa pelatihan dan update klinis berbasis teknologi (daring), pendampingan Dokter Spesialis Anak (Konsultan Neonatologi), serta supervisi Dinas terkait bekerjasama dengan organisasi profesi.
Simpulan: Terdapat perbedaan bermakna pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan di Puskesmas wilayah Tangerang mengenai resusitasi, stabilisasi, dan transportasi neonatal sebelum (pretest) dan sesudah (posttest) intervensi. Terdapat tiga faktor utama yang memengaruhi pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan antara lain jumlah SDM, kualifikasi SDM dan monitoring evaluasi yang berkesinambungan. Terdapat peningkatan profil SNAPPE II pada neonatal yang dirujuk ke rumah sakit oleh Puskesmas yang dilatih sesudah intervensi dibandingkan sebelumnya

Background: The development of knowledge and skills of health workers at public health centers is not yet routinely carried out, so generally they are not able to carry out initial management of neonatal emergencies.
Objective: To determine the knowledge and skills of health workers at Tangerang district public health centers regarding neonatal resuscitation, stabilization and transportation, to analyze the influencing factors, and to determine the profile of SNAPPE II neonates referred from the public health centers.
Methods: A mixed method, quantitative research with a quasi-experimental design (pretest-posttest) that assesses the knowledge and skills of health workers, SNAPPE II for referred neonates before and after intervention, accompanied by qualitative deepening through interviews of meso and macro health systems, and focus group discussion on micro health systems.
Result: The study was conducted in 12 public health centers in Tangerang area, with 36 health workers as subjects, and in-depth interviews with 17 meso and macro health systems. Knowledge and skills of health workers experienced a significant increase before and after training (p<0.001 and p=0.002), but the mean value of stabilization was below the pass threshold. In monitoring for 3 months after training, the retention of neonatal emergency handling skills was quite good and there were significant differences before and after intervention (p<0.001). In VTP there is a significant difference with a decrease in the second month (90.4 ± 9.0) and increase again in the third month (93.5 ± 7.8), while the mean value of CPAP and stabilization is always below the pass limit. The SNAPPE II value for neonatal admissions to hospital showed a statistically significant improvement in prognosis (p=0.013). Qualitative analysis found 3 main root problems, namely limited human resources, qualifications of human resources who have not attended training or recertification, and continuous evaluation monitoring, with 3 alternative solutions in the form of training and technology-based clinical updates (online), assistance of Pediatricians (Neonatology Consultants), and the supervision of related agencies in collaboration with professional organizations.
Conclusion: There were significant differences in the knowledge and skills of health workers at the Tangerang district public health centers regarding resuscitation, stabilization, and neonatal transportation before (pretest) and after (posttest) intervention. There are three main factors that affect the knowledge and skills of health workers, including the number of human resources, qualifications of human resources and continuous monitoring and evaluation. There is an increase in the SNAPPE II profile among neonates referred to hospital by public health centers trained after intervention compared to before.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Budiman
"Latar belakang: Pengembangan pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan di Puskesmas masih belum rutin dilakukan, sehingga umumnya belum mampu melakukan tatalaksana awal pada bayi bermasalah.
Tujuan: Mengetahui pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan di Puskesmas wilayah Tangerang mengenai resusitasi, stabilisasi, dan transportasi neonatal, menganalisis faktor-faktor yang memengaruhinya, serta mengetahui profil SNAPPE II neonatal yang dirujuk dari Puskesmas tersebut.
Metode: Metode yang digunakan adalah mixed method yaitu penelitian kuantitatif desain kuasi-eksperimental (pretest-posttest) yang menilai pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan, serta SNAPPE II neonatal yang dirujuk sebelum dan sesudah intervensi, disertai pendalaman kualitatif melalui wawancara sistem kesehatan meso dan makro, serta focus group discussion sistem kesehatan mikro.
Hasil: Penelitian dilakukan di 12 puskesmas wilayah Tangerang, dengan subjek 36 petugas kesehatan, dan wawancara mendalam kepada 17 sistem kesehatan meso dan makro. Pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan mengalami peningkatan bermakna sebelum dan sesudah pelatihan (p<0,001 dan p=0,002), namun nilai rerata stabilisasi dibawah batas lulus. Dalam pemantauan selama 3 bulan pasca pelatihan, retensi keterampilan penanganan kegawatan neonatal cukup baik dan didapatkan perbedaan bermakna sebelum dan sesudah intervensi (p<0,001). Pada VTP terdapat perbedaan bermakna dengan penurunan di bulan kedua (90,4 ± 9,0) dan meningkat kembali di bulan ketiga (93.5 ± 7,8), sedangkan nilai rerata pemberian CPAP dan stabilisasi selalu dibawah batas lulus. Nilai SNAPPE II pada neonatal yang dirujuk ke rumah sakit menunjukkan perbaikan prognosis yang bermakna secara statistik (p=0,013). Analisis kualitatif menemukan 3 akar masalah utama yaitu keterbatasan sumber daya manusia, kualifikasi SDM yang belum mengikuti pelatihan maupun resertifikasi, dan monitoring evaluasi berkelanjutan, dengan 3 alternatif solusi berupa pelatihan dan update klinis berbasis teknologi (daring), pendampingan Dokter Spesialis Anak (Konsultan Neonatologi), serta supervisi Dinas terkait bekerjasama dengan organisasi profesi.
Simpulan: Terdapat perbedaan bermakna pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan di Puskesmas wilayah Tangerang mengenai resusitasi, stabilisasi, dan transportasi neonatal sebelum (pretest) dan sesudah (posttest) intervensi. Terdapat tiga faktor utama yang memengaruhi pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan antara lain jumlah SDM, kualifikasi SDM dan monitoring evaluasi yang berkesinambungan. Terdapat peningkatan profil SNAPPE II pada neonatal yang dirujuk ke rumah sakit oleh Puskesmas yang dilatih sesudah intervensi dibandingkan sebelumnya.

Background: The development of knowledge and skills of health workers at public health centers is not yet routinely carried out, so generally they are not able to carry out initial management of neonatal emergencies.
Objective: To determine the knowledge and skills of health workers at Tangerang district public health centers regarding neonatal resuscitation, stabilization and transportation, to analyze the influencing factors, and to determine the profile of SNAPPE II neonates referred from the public health centers.
Methods: A mixed method, quantitative research with a quasi-experimental design (pretest-posttest) that assesses the knowledge and skills of health workers, SNAPPE II for referred neonates before and after intervention, accompanied by qualitative deepening through interviews of meso and macro health systems, and focus group discussion on micro health systems.
Result: The study was conducted in 12 public health centers in Tangerang area, with 36 health workers as subjects, and in-depth interviews with 17 meso and macro health systems. Knowledge and skills of health workers experienced a significant increase before and after training (p<0.001 and p=0.002), but the mean value of stabilization was below the pass threshold. In monitoring for 3 months after training, the retention of neonatal emergency handling skills was quite good and there were significant differences before and after intervention (p<0.001). In VTP there is a significant difference with a decrease in the second month (90.4 ± 9.0) and increase again in the third month (93.5 ± 7.8), while the mean value of CPAP and stabilization is always below the pass limit. The SNAPPE II value for neonatal admissions to hospital showed a statistically significant improvement in prognosis (p=0.013). Qualitative analysis found 3 main root problems, namely limited human resources, qualifications of human resources who have not attended training or recertification, and continuous evaluation monitoring, with 3 alternative solutions in the form of training and technology-based clinical updates (online), assistance of Pediatricians (Neonatology Consultants), and the supervision of related agencies in collaboration with professional organizations.
Conclusion: There were significant differences in the knowledge and skills of health workers at the Tangerang district public health centers regarding resuscitation, stabilization, and neonatal transportation before (pretest) and after (posttest) intervention. There are three main factors that affect the knowledge and skills of health workers, including the number of human resources, qualifications of human resources and continuous monitoring and evaluation. There is an increase in the SNAPPE II profile among neonates referred to hospital by public health centers trained after intervention compared to before.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Santoso Tri Raharjo
"Perkembangan organisasi pelayanan sosial dalam masyarakat Indonesia, tidak terlepas dari sifat kesukarelaan anggota masyarakat untuk membantu sesama. Sifat 'gotong royong', 'gugur gunung', 'rawe-rawe rantas' dan nama-nama lain yang berbeda-beda di setiap daerah merupakan wujud dari kepedulian dari sebagian warga masyarakat untuk membantu warga masyarakat lainnya yang mengalami kesusahan. Merekalah yang kemudian dikenal sebagai volunteers (relawan) yang secara sukarela menyumbangkan tenaga, pemikiran dan materinya tanpa mempertimbangkan imbalan. Dalam perkembangan selanjutnya, permasalahan sosial makin beragam, sehingga membutuhkan keahlian dan mekanisme penanganan yang lebih terorganisir.
Relawan sosial sebagai salah satu ujung tombak kegiatan pelayanan sosial menjadi penting untuk diperhatikan, khususnya berkaitan dengan kemampuan dan keterampilan mereka dalam kegiatan pelayanan. Selain itu para relawanlah yang menjadi pelaksana operasional kegiatan di lapangan; merekalah sebenarnya pekerja garis depan dari suatu organisasi pelayanan sosial. Namun demikian pada umumnya para relawan sulit dikendalikan dibandingkan dengan staf, dan terkadang mereka tidak memiliki kebutuhan secara ekonomis atas pekerjaan yang dia lakukan dalam suatu organisasi, sehingga ketika ia merasa tidak nyaman atau tidak betah dia akan pergi begitu saja. Latar belakang relawan yang berbeda baik persepsi dan motivasi yang mereka miliki memerlukan perhatian khusus dari para pengurus organisasi pelayanan sosial.
Pendidikan dan pelatihan relawan merupakan salah satu upaya pengembangan sumber daya relawan sebagai bagian dari manajemen sumber daya manusia perlu dikaji dan dikembangkan dalam upaya efektivitas pelayanan sosial. Hal yang mendasari secara akademis perlunya kajian ini adalah untuk memperkaya telaah mengenai kerelawanan dan khususnya memperoleh pemahaman secara mendalam mengenai proses pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengembangan sumber daya relawan melalul pendidikan dan pelatihan relawan di Mitra Citra Remaja (MCR) PKBI Jawa Barat. Kemudian secara khusus pula ingin mengetahui mengenai Informasi dan motivasi relawan masuk ke MCR-PKBI, jenis pelatihan, tujuan, fasilitator, metode, waktu, sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan, dan manfaat pendidikan dan pelatihan relawan dalam kegiatan pelayanan di Mitra Citra Remaja Bandung.
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dengan mewawancarai 9 (sembilan) orang tenaga relawan dan 6 (enam) orang staf MCR-PKBI Jawa Barat yang diperoleh secara purpossive. Hasil penelitian menunjukkan bahwa informasi teman merupakan informasi pertama sekaligus menjadi daya tank utama mereka aktif di MCR-PKBI Jawa Barat. Berbagai motivasi lain yang mendorong mereka aktif di lembaga ini adalah mengisi waktu luang, mencari pengalaman, memperoleh keterampilan dan pengetahuan barn, serta teman-teman baru.
Pendidikan dan pelatihan relawan di MCR-PKBI Jawa Barat dilaksanakan berdasarkan pola-pola tertentu yang sudah ada dan dilaksanakan secara berkala. Namun dalam pelaksanaan di lapangan telah dilakukan beberapa modifikasi sesuai dengan kebutuhan dan potensi di lembaga MCR-PKBI Jawa Barat itu sendiri. Jenis pelatihan di MCR dilakukan secara berjenjang, yaitu pelatihan dasar, pelatihan lanjutan, pengayaan di masing-masing divisi dan pelatihan khusus. Tujuan utama dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan adalah meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta untuk dapat berperan sebagai peer educator dan konselor dalam kesehatan reproduksi remaja.
Gaya fasilitator yang disukai oleh peserta atau relawan selain menguasai akan bidangnya adalah yang santai, lugas, tidak kaku dalam penyampaian materinya dan bisa humor. Failitator yang mampu melihat suasana dan mampu menghangatkan suasana pelatihan sehingga peserta tidak bosan. Para fasilitator pelatihan berasal dari dalam yaitu dan MCR PKBI yang kompeten dalam penyampaian materi tertentu. Sedangkan fasilitator yang berasal dan luar adalah mereka yang dikenal dan diketahui ahli dalam bidangnya, baik dari perguruan tinggi atau LSM lain.
Metode dan teknik yang dipergunakan dalam pendidikan dan pelatihan di MCR-PKBI Jawa Barat, antara lain ceramah, diskusi dan tanya jawab (CTJ), juga memanfaatkan permainan peran (role play) dan permainan-permainan (games), simulasi, bahas kasus serta teknik-teknik ice breaking untuk mencairkan suasana. Ketepatan dalam menggunakan berbagai teknik dalam pelatihan juga terkait dengan kamampuan fasilitator dalam menyampaikan materinya.
Waktu penyelenggaraan pelatihan relawan paling tidak satu tahun sekali untuk pelatihan dasar, sedangkan pelatihan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan. Sarana dan prasarana pelatihan sebagian besar telah disediakan oleh pihak MCR PKBI sendiri. Untuk mengetahui respon peserta terhadap pelatihan dipergunakan pre-tes dan pos-tes; sedangkan evaluasi menyeluruh mengenai penyelenggaraan pelatihan itu sendiri belum dilakukan.
Rekemondasi berkaitan dengan penyelenggaraan pelatihan di MCR-PKBI Jawa Barat antara lain pencatatan proses penyelenggaraan pelatihan perlu dikembangkan sehingga dapat terlihat efektivitas pelatihan. Perlu kiranya mengadakan pelatihan untuk pelatih (training for trainer) untuk meningkatkan kualitas pelatihan dan serta tersedianya sejumlah pelatih yang berasal MCR-PKBI itu sendiri.
Relawan MCR-PKBI Jawa Barat, walaupun telah memeproleh pendidikan dan pelatihan, kemudian diikat dengan kontrak dan peluang jenjang karier untuk menjadi staf, namun tetap saja tingkat 'tum-over'-nya tinggi. Sehingga diperiukan perhatian khusus berkaitan dengan upaya pmeliharaan dan pengembangan relawan yang sudah terlatih dengan cara yang lain, misalkan dengan mengembangkan kegiatan kegiatan yang bersifat penguatan keeratan hubungan antar staf dan relawan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12269
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>