Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 67076 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Abu Zahrah
Bandung: Bulan Bintang, 1973
297 MUH h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Juan Antonio Cedric Morelim
"Agama dan kepercayaan, termasuk di dalamnya Islam, telah menjadi sumber power dan legitimasi kekuasaan bagi umat manusia sejak dahulu. Agama sebagai seperangkat nilai mampu mempengaruhi pilihan yang diambil dan perilaku aktor-aktor politik. Sebagai sebuah ilmu yang lahir dari dan berkembang dalam sekularisme Barat/Utara, Hubungan Internasional, khususnya pendekatan positivistik, abai memperhatikan agama sebagai salah satu faktor yang menentukan rasionalitas serta agensi aktor internasional. Revolusi Islam yang terjadi di Iran pada 1979, gelombang Islamisasi pasca tuntuhnya tatanan Komunisme global pada akhir 1980-an, hingga 9/11 sampai menangnya rezim Taliban di Afghanistan menandai bagaimana Islam eksis dalam politik internasional hingga saat ini. Dalam menjembatani senjang tersebut. melalui penelaahan menggunakan metode taksonomi terhadap 46 literatur yang terdiri dari 9 monograf, 8 bab dalam edited volume, dan 29 artikel jurnal, tulisan ini berusaha untuk mengkaji bagaimana sebenarnya kedudukan Islam dalam ilmu Hubungan Internasional baik dalam ranah (1) diskursus ilmu pengetahuan; (2) sebagai identitas aktor transnasional; maupun (3) sebagai fenomena global itu sendiri. Penulis menemukan bahwa Islam masih dikontestasikan kedudukannya dalam ilmu HI, yang mana perdebatan mengenainya terbagi di sepanjang lini perbedaan paradigmatik dan identitas religius para ahli yang menulis tentangnya. Tulisan ini juga akan menyoroti senjang dan senyap lain berdasar literatur yang telah dipetakan serta memberikan rekomendasi untuk melakukan kodifikasi teori HI Islami dan untuk membuktikan eksepsionalisme Islam yang jadi asumsi dasar banyak literatur yang berbicara tentangnya.

Since its conception, religion and religious belief, Islam included, have influenced human courses of action as a source of ideational power and legitimacy. Islam has proven its influence over transnational political actors’ behaviour and the practice of international politics in general through many observable instances throughout the later half of 20th century–namely, the Iran 1979 Revolution, the Islamization of many Middle-Eastern and South-East Asian Nations, the 9/11, and the recent successful cooptation of Afghani Government by the Taliban. However, mainstream positivistic International Relations, as a discipline that is risen in the cradle of secularism, stubbornly insisted that Islam is not the cause behind those unravelled events. This writing is trying to scrutinize that claim by employing the taxonomy method to 46 literature consisting of 9 monographs, 8 chapters of an edited volume, and 29 journal articles, and observing how Islam interacts with the international relations field, whether (1) in a conceptual discourse setting; (2) as an identity for international actors; or (3) as a global phenomenon itself. Among the findings noted in this literatutre is that the contesting opinion regarding the place of Islam in international relations discourse is divided among paradigms and scholars’ religious identity lines. Through the mapping of literature cited in this work, this paper will also shows what the concensus, debate, gap, and silence among the writings is and will be concluded by a recommendation on doing further research to codify the scattered so-called Islamic IR theories, and to discuss even further the Islamic exceptionalism that is widely cited as a justification in singling out Islam over the rest of global religion by a wide array of literature referred in this paper."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Its contributors explore Islamic contributions to this field, addressing the theories and practices of the Islamic civilization and of Muslim societies with regards to international affairs and to the discipline of IR"
New York : Palgrave Macmillan, 2016
327.101 ISL
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Islam in the Malay world of Southeast Asia or Islam Nusantara, as it has come to be known, had for a long time been seen as representing the more spiritual and Sufi dimension of Islam, thereby striking a balance between the exoteric and the esoteric. This image of 'the smiling face of Islam' has been disturbed during the last decades with increasing calls for the implementation of Shari'ah, conceived of in a narrow manner, intolerant discourse against non-Muslim communities, and hate speech against minority Muslims such as the Shi'ites. There has also been what some have referred to as the Salafization of Sunni Muslims in the region. The chapters of this volume are written by scholars and activists from the region who are very perceptive of such trends in Malay world Islam and promise to improve our understanding of developments that are sometimes difficult to grapple with."
Singapore: ISEAS Publishing, 2018
e20521497
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
al-Wafa, Ahmad Abu
Jakarta: Kantor Perwakilan UNHCR di Indonesia, 2011
297WAFH001
Multimedia  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Poltak Partogi, 1963-
Jakarta: P3DI Setjen DPR RI, 2013
327.1 NAI i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Bhatara Ibnu Reza
"Permasalahan Hak Asasi Manusia (HAM) pasca perang dingin menjadi kian merebak dan tidak lagi menjadi sekedar isu non konvensional yang tidak memiliki pengaruh dalam hubungan internasional. Masyarakat internasional mulai sadar untuk melakukan praktek penghormatan terhadap HAM serta melakukan penegakan hukum internasional sebagai sarana yang dapat mempengaruhi aktor negara-bangsa dalam melaksanakan hubungan internasional. Negara yang selama ini di gambarkan sebagai leviathan yang ganas dan kejam terhadap warga negaranya, kini tidak dapat lagi bebas melakukan pelanggaran HAM berat atau melakukan impunity terhadap pelaku karena akan menjadikan mereka sebagai pariah dalam masyarakat internasional. Peran negara sebagai aktor utama dalam hubungan internasional yang lebih memfokuskan diri pada masalah keamanan (security) dan kekuatan militer kini telah bergeser sangat significant dan saat ini mereka dituntut untuk turut serta menjunjung tinggi moralitas dan hukum sebagai main values dari hubungan internasional.
Keberadaan International Criminal Court (ICC) di tengah-tengah masyarakat internasional yang anarki, merupakan fenomena nyata yang terjadi dalam hubungan internasional. Sehingga peneliti melihat pembentukan ICC merupakan usaha masyarakat internasional untuk membentuk sebuah order. Peneliti menggunakan analisis order yang dikembangkan oleh Hedley Bull dalam bukunya The Anarchical Society: A Study of Order in World Politics. Bull menjelaskan masyarakat internasional yang terdiri dari negara berdaulat memerlukan order untuk mencapai tujuannya. Untuk itu diperlukan tiga hak yaitu common interest, rules dan institutions.
Pada peneltian ini pembentukan ICC dikaitkan dengan pembentukan international order terlihat pada common interest yaitu penghormatan HAM, penegakan hukum internasional dan pencegahan impunity terhadap pelanggaran HAM berat. Pada rules adalah diadopsinya Statuta ICC dan institutionsnya adalah negara dengan memilih hukum internasional sebagai bentuk institutions of international society.
Hukum internasional yang dipilih oleh masyarakat internasional sebagai sarana untuk mencapai tujuan dalam melakukan penghormatan terhadap HAM secara internasional. Fungsi hukum internasional dalam hal ini Statuta ICC selain sebagai guidence juga sebagai sumber tata cara dalam melaksanakan kerjasama (co-operation) antara anggota masyarakat internasional serta mencakup pula prinsip hidup berdampingan (coexistence) yang diartikan sebagai jaminan tetap dihormatinya kedaulatan negara. ICC sebagai international order memiliki pengaruh besar terhadap hukum nasional, kendati ICC memberlakukan yurisdiksi otomatis. Selain itu juga memiliki pengaruh terhadap negara non pihak (non state parties), terlihat mekanisme yang dimiliki DK PBB atau terlihat dari kebimbangan AS dalam keterlibatan militernya dalam pasukan peace keeping operations. Dan terakhir, ICC memiliki pengaruh sebagai pencegah (deterrent) praktek pelanggaran HAM berat yang seringkali dilakukan oleh aktor negara bangsa."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11459
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puji Rahayu
"Anak merupakan entitas yang problematis dalam sistem internasional. TKA ini berupaya mengkaji keterkaitan yang tercipta antara anak dan migrasi dalam hubungan internasional. TKA ini mengelompokkan literatur menggunakan metode taksonomi. Terdapat tiga pembahasan utama dalam TKA ini, yakni: anak dalam kerangka ilmu hubungan internasional, anak dalam konteks migrasi, dan penawaran pendekatan HAM kritis untuk melihat keterkaitan anak dan migrasi dalam hubungan internasional. Penggunaan pendekatan HAM kritis ini merupakan upaya untuk menjembatani kekosongan yang tercipta dalam kajian hubungan internasional dan migrasi dalam membahas anak. Dalam ilmu HI, kerangka yang sudah ada dianggap belum mampu membahas anak dalam konteks yang spesifik. Sehingga, cenderung menggeneralisasi pengalaman dari anak. Sedangkan, kajian migrasi lebih berfokus pada perspektif dari orang dewasa. Maka dari itu, pendekatan HAM kritis digunakan untuk mengkaji anak dan migrasi dalam hubungan internasional karena pendekatan ini berupaya untuk melihat anak sebagai entitas yang secara natur berbeda dari orang dewasa dan perlu diangkat suaranya.

Children are a problematic entity in international system. This paper seeks to discuss relations between children and migration in international relations. This paper organizes the literature based on taxonomy method. Based on this method, writer divides this paper into three main discussions. First, discussion about children in international relations framework; second, discussion about children in the context of migration; and third, an offering of alternative approach, which is critical rights approach, to see the relations between children and migration international relations. The usage of critical right approach is an effort to bridge the gap between international relations and migration studies when discuss about children. In international relations, the theories that available still overgeneralize the experience of children. Even though, there's study that lead to recognize the rights and agency of children. Then, in migration studies, almost all of the discussion still using adult perspective when discuss children in the context of migration. So, from here, writer believes that, critical right approach can be use to discuss the relations between children and migration because this approach is trying to see children as an entity that naturally different from adult and need to be recognized."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kiara Putri Mulia
"Dalam dua dekade terakhir, konsep hedging berkembang dalam ranah kajian Ilmu Hubungan Internasional (HI). Sejak kemunculannya dalam Ilmu HI, hedging sering digunakan untuk menjelaskan dinamika politik internasional dan tingkah laku negara pasca Perang Dingin yang tidak lagi dapat dijelaskan dengan konsep-konsep dasar dalam Ilmu HI, seperti balancing dan bandwagoning. Selain itu, hedging pun kerap kali dikaitkan dengan respon negara-negara terhadap kebangkitan kekuatan Tiongkok. Beberapa akademisi pun melihat bahwa hedging merupakan salah satu konsep paling signifikan dalam menjelaskan dinamika hubungan internasional di abad ke-21. Tinjauan literatur ini bertujuan untuk memetakan dan menganalisis perkembangan kajian mengenai hedgingdalam Ilmu HI. Guna mencapai tujuan tersebut, tulisan ini meninjau 53 literatur berakreditasi internasional yang membahas hedging dalam Ilmu HI. Dengan penggunaan metode taksonomi, penulis membagi tinjauan pustaka ini menjadi tiga sub bahasan, yaitu: (1) dasar konseptual hedging; (2) motivasi hedging; dan (3) implementasi hedging. Melalui analisis yang dilakukan terhadap literatur yang ditinjau, penulis menemukan berbagai perdebatan, konsensus, serta sintesis dalam topik mengenai hedging. Secara umum, tinjauan pustaka ini menemukan bahwa pemaknaan hedging dalam Ilmu HI mengalami perluasan. Perluasan tersebut merujuk pada munculnya ragam interpretasi hedging, pembahasan sektor-sektor non-keamanan dalam penggunaan hedging, serta isu empirik dan kebijakan luar negeri kawasan tertentu yang dibahas. Dalam konteks paradigmatik, tinjauan pustaka ini menyingkap bahwa hedging merupakan konsep yang multi-paradigmatik. Meskipun begitu, pembahasan mengenai hedging didominasi oleh pendekatan Neorealisme dan Realisme Neoklasik dalam Ilmu HI, serta pendekatan Analisis Kebijakan Luar Negeri. Meskipun hedging lahir dari cabang Realisme dalam Ilmu HI yang menekankan asumsi hubungan konfliktual antarnegara, penulis menemukan bahwa hedging pada umumnya berkaitan erat dengan pembentukan berbagai kerangka kerjasama internasional. Pada bagian akhir, tulisan ini merekomendasikan kajian mengenai hedging di masa depan untuk membahas tentang perbedaan konsep hedging dengan konsep sentral dalam Ilmu HI, parameter keberhasilan dan kesuksesan hedging sebagai respon negara, serta implikasi perilaku hedging suatu negara terhadap negara lain dan struktur internasional secara umum.  Penulis juga menyajikan catatan reflektif mengenai hedging dalam konteks kebijakan luar negeri Indonesia.

In the last two decades, the concept of hedging has developed in the realm of International Relations (IR) studies. Since its appearance in IR, hedging has often been used to explain the dynamics of international politics and post-Cold War state behavior which can no longer be explained by basic concepts in IR, such as balancing and bandwagoning. In addition, hedging is often associated with states’ responses to the rise of China. Some academics deem hedging as one of the most significant and novel concepts in explaining the dynamics of IR in the 21st century. This literature review aims to identify and analyze the development of studies on hedging in IR. To achieve this goal, this paper reviews 53 internationally accredited literature that discusses hedging in IR. By using the taxonomic method, the author divides this literature review into three sub-cateogires, namely: (1) the conceptual basis of hedging; (2) hedging motivation; and (3) implementation of hedging. Through the analysis conducted on the reviewed literature, the author finds various ideas, consensus, and synthesis in the overall discussion of hedging in IR. In general, this literature review finds that the central discussion of hedging in IR is expanding. This expansion refers to the emergence of various interpretations of hedging, discussion of non-security sectors in the use of hedging, as well as empirical issues and certain regional contexts that are discussed. In a paradigmatic context, these literature review reveals that hedging is a multi-paradigmatic concept. Nevertheless, the discussion on hedging is dominated by the Neorealism and Neoclassical Realism approaches in International Relations, as well as the Foreign Policy Analysis approach. Although hedging was born from the Realism branch of IR which assumes conflictual relations between countries, the authors find that hedging is generally closely related to the formation of various international cooperation frameworks. At the end, this paper recommends studies on hedging in the future to discuss and delve deeper into the differences between the concept of hedging and central concepts in IR, the parameters of the success and success of hedging as a state response, and the impacts of hedging towards other states’ behavior and international structure in general. The author also presents a reflective note on hedging in the context of Indonesia's foreign policy."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ibrahim Abduh
"Konsep perbatasan dalam hubungan internasional telah mengalami transformasi signifikan dari pembahasan marjinal ke sentral. Awalnya, perbatasan dipahami secara sempit sebagai garis batas negara berdaulat dalam kerangka geografis-politis, dipengaruhi oleh dominasi pendekatan Realis dan Positivis. Namun, pemahaman ini mulai ditantang oleh akademisi dari disiplin lain seperti geografi, antropologi, dan sosiologi yang melihat perbatasan sebagai fenomena sosial-kultural yang kompleks. Perbatasan telah termasuk dalam pembahasan HI sejak awal mula disiplin, namun hanya pada akhir abad ke-20, perbatasan menjadi pembahasan tersendiri. Memasuki era 2000-an, kemunculan Studi Perbatasan Kritis oleh akademisi HI menunjukkan momentum pergeseran dalam pembahasan konsep perbatasan dalam HI. Perbatasan kini dibingkai ulang sebagai proses, wacana, dan praktik yang dinamis dan diperebutkan, meluas ke isu-isu seperti migrasi, identitas, hak asasi manusia, dan relasi kuasa. Perspektif kritis ini tidak hanya mendekonstruksi ‘perbatasan’, tapi juga merekonstruksi perbatasan sebagai proses dalam ‘memperbatasi’ sebagai tindakan etis-politis. Tulisan ini akan menelusuri transformasi konsep perbatasan dari masa awal hingga kini, dengan memetakan tema, perdebatan, dan kontribusi kunci di setiap periode. Tujuannya adalah merefleksikan bagaimana pergeseran cara pandang terhadap perbatasan mencerminkan dan membentuk pergeseran dalam memahami hubungan internasional secara luas.

The concept of borders in international relations has undergone a significant transformation from marginal to a central. Initially, borders were narrowly understood as the boundary lines of sovereign states within a geographical-political framework, influenced by the dominance of Realist and Positivist approaches. However, this understanding is increasingly challenged by scholars from other disciplines, such as geography, anthropology, and sociology who view borders as complex socio-cultural phenomena. Whilst borders have been incorporated into IR discussions since the field’s inception as an academic discipline, it was only in the late 20th century that borders emerged a topic of discussion in their own right. Since the 2000s, the emergence of Critical Border Studies by IR scholars marked a discursive shift of borders in the discipline. Borders are now reframed as dynamic and contested processes, discourses, and practices, reaching into multifaceted issues such as migration, identity politics, human rights, and power relations. This critical perspective not only deconstructs borders, but also reconstructs processes of ‘bordering’ as an ethical-political act. This paper will trace the transformation of the concept of border from its early days to the present, mapping out the key themes, debates, and contributions in each period, aiming to reflect on how the transformation shapes the broader understanding of international relations."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>