Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5272 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dijk, Jan J.M. van
Nederland: Hague, 1982
364.942 DJI b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sherly Tricia Ningsih
"Sistem peradilan pidana diharapkan bisa mewujudkan secara seimbang antara hak pelaku dan korban. Penelitian ini membahas mengenai hak korban kejahatan harta benda (pencurian ringan dan pencurian kendaraan bermotor) dalam mendapatkan ganti rugi dari pelaku menurut KUHAP.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori-teori viktimologi dengan mengkaitkan kepada restorative justice sebagai suatu usulan dalam penyelesaian kasus kejahatan harta benda tersebut. Metode penelitian adalah deskriptif kualitatif dan studi kasus dengan melakukan wawancara.
Kesimpulan dari penelitian ini bahwa pemberian ganti rugi kepada korban oleh pelaku merupakan hal yang penting meskipun dalam pelaksanaan dilapangan tidak bisa dilaksanakan secara maksimal terutama ketidakjelasan payung hukum yang melandasinya.

Criminal justice system is expected to uphold the offender’s right and victim right equally. This study discusses about the rights of property crime’s victims (burglary and motor vehicle theft) in getting restitution from the offender under the criminal procedure code (KUHAP).
In this study, researchers uses the viewpoint of victimology theories to see the implementation and the relate to restorative justice as a proposal in the settlement of the property crime. This research is descriptive qualitative study and uses case study with interview methods.
The conclusion of this study that the providing restitution to the victims by the offender is really important. However, there still a lot of problems with the implementation, especially obscurity of legal framework.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S52952
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neva Quotrunnisa Agus
"Penelitian ini mengeksplorasi korelasi antara faktor sosiodemografi, kekerasan seksual, dan pelaporan viktimisasi selama pandemi Covid-19. Model regresi logistik pada data Susenas 2018 dan 2021 menunjukkan korban kejahatan perempuan memiliki peluang lebih tinggi mengalami kekerasan seksual, dengan penurunan selama pandemi yang lebih kecil dibanding laki-laki. Individu berumur 17 tahun ke bawah juga lebih berpeluang mengalami dan melaporkan kekerasan seksual, demikian juga individu yang bekerja. Implikasi kebijakan meliputi peningkatan lingkungan kerja, edukasi seks sejak dini, dan penegakan hukum kekerasan seksual untuk membangun kepercayaan masyarakat. Penelitian ini memberikan wawasan berbasis data empiris sebagai strategi dalam mengatasi kekerasan seksual dan menciptakan masyarakat yang aman.

This thesis explores correlations between sociodemographic factors, sexual assault, and victimization reporting during the Covid-19 pandemic. Logistic regression models applied to Susenas 2018 and 2021 datasets reveal that among crime victims, women have higher odds of experiencing sexual assault, with a less pronounced decrease during Covid-19 compared to men. Underaged individuals also have higher odds of sexual assault and reporting, as do working individuals. Policy implications involve enhancing workplaces, early sex education, and enforcing sexual assault laws to build societal trust. This research provides valuable insights for evidence-based strategies to combat sexual assault and foster safer communities."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sylvia Trisna Yulianti
"Ex-partner cyberstalking merupakan kejahatan siber yang menyebabkan ketakutan dan bertujuan mengontrol kehidupan korban, melalui komunikasi yang terus-menerus dan dapat berisi ancaman sehingga dapat mengganggu korban. Karena pelaku merupakan mantan pasangan korban, tindakan ini termasuk dalam kekerasan terhadap pasangan intim. Komunikasi yang diterima korban dapat berupa chat di media sosial, telepon, SMS, dan komunikasi berbasis komputer lainnya. Penelitian ini dianalisis secara kualitatif untuk menemukan bentuk viktimisasi, hubungan antara pelaku dengan korban, dan coping mechanism.
Hasil penelitian menujukkan bahwa: (1) korban mengalami kekerasan verbal, seksual, dan emosional; (2) hubungan intim antara pelaku dengan korban memengaruhi pengalaman viktimisasi; dan (3) coping mechanism yang dilakukan bergantung pada kedekatan korban dengan orang terdekatnya dan bentuk viktimisasi yang diterima.

Ex-partner cyberstalking is a cybercrime that caused terror and is aimed to control victim’s life, through persistent and threatening communication thus disturb the victim. Since the stalker is/was the victim’s intimate partner, this act is also a form of intimate partner violence. Received communications are through online social media chat, calls, texts, and other computer-mediated communication. This qualitative research’s goals is to find forms of victimization, victim-perpetrator relationship, and coping mechanism by victims.
The result shows that; (1) victims experienced verbal, sexual, and emotional violence; (2) the victim-perpetrator relationship influenced the forms and the length victimization; and (3) coping mechanism by the victims vary depends on victim’s closeness to those around them and victimization experience.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Davies, Pamela
Los Angeles: Sage, 2017
364 DAV v
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Luh Tasya Prathisthita Tanaya
"Tulisan ini mengkaji lima kasus eksploitasi dan kekerasan seksual anak melalui live streaming di Indonesia sebagai bentuk kejahatan, dengan menyorot relasi kuasa, kerentanan anak, dan viktimisasi yang ada. Metode penulisan yang digunakan adalah analisis data sekunder, yang berasal dari artikel-artikel berita online Indonesia, tentang eksploitasi dan kekerasan seksual anak melalui live streaming di Indonesia. Analisis dalam tulisan ini menggunakan power relations theory oleh Foucault dan social ecological model. Hasil analisis menunjukkan bahwa adanya relasi kuasa yang tidak setara antara orang dewasa dan anak serta adanya kerentanan anak yang disebabkan oleh faktor dari berbagai lapisan, menyebabkan anak menjadi korban eksploitasi dan kekerasan seksual anak melalui live streaming. Anak-anak yang menjadi korban juga ditemukan mengalami viktimisasi kekerasan seksual, viktimisasi online, dan viktimisasi kekerasan ekonomi. Viktimisasi-viktimisasi tersebut terjadi sebanyak lebih dari satu kali. Ini menyebabkan para korban mengalami multiple victimization dan revictimization. Lalu, konten seksual live streaming para korban disebarkan ke internet oleh para pelaku, mengakibatkan para korban mengalami revictimization kronis.

This paper examines five cases of child sexual exploitation and abuse through live streaming as a form of crime, highlighting the power relations, child vulnerabilities, and victimization within the phenomenon. The writing method in this paper is secondary data analysis, derived from Indonesian news articles, about the phenomenon of child sexual exploitation and abuse through live streaming. The analysis in this paper uses power relations theory by Foucault and social ecological model. The result of the analysis shows that the unequal power relations between adults and children along with child vulnerabilities that is caused by factors from various layers, resulting in children as the victims of child sexual exploitation and abuse through live streaming. This paper also shows that the children who become victims are experiencing sexual abuse victimization, online victimization, and economical abuse victimization. These victimizations happen for more than once, resulting in children to experience multiple victimization and revictimization. In addition, the children’s live streaming sexual content are shared to the internet by the perpetrators, causing chronic child revictimization."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Puti Marsha Diani
"Pemberitaan mengenai kejahatan sekarang ini sudah mengalami mistifikasi dalam konten beritanya. Berita kejahatan yang terlalu membesar-besarkan keadaan korban ini memicu terjadinya vikitmisasi berganda terhadap korban perempuan. Viktimisasi berganda yang merupakan suatu bentuk pendefinisian kembali konsep dari viktmisasi atas suatu kejahatan yang terjadi untuk kedua kalinya. Tujuan dari penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan dimensi waktu cross sectional. Penelitian ini menggunakan konsep newsmaking criminology yang dikaji menggunakam metode analisis isi dari pemberitaan untuk melihat proposionalitas pemberitaan pada kejahatan. Adapun hasil dari penelitian ini bahwa Pos Kota telah melakukan viktimisasi pada perempuan dalam menjadikan perempuan sebagai objek pemberitaan nya.
News about crime initials are experiencing now in the mystification, the news content. The crime news exaggerate circumstances triggered the initial victim of double victimization against Women Victims. The multiple victimization is a form of defining the concept of victimization which reported From a crime That happened for the second time. The purpose of this research is a descriptive study of New Media at the time of cross-sectional dimensions. This research is using the concept of criminology newsmaking which The assessed is using content analysis method analyzes Language From news reports to see proportionality funds crime. Result The Language of Pos Kota has done a study of victimization funds Victim In, making Women as object preaching."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S47712
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Oktaviani
"Viktimisasi Sekunder merupakan suatu proses dimana korban mengalami kembali proses menjadi korban ketika bersentuhan dengan sistem peradilan pidana (formal) dan masyarakat (informal). Penulisan ini bertujuan untuk melihat pengalaman viktimisasi sekunder perempuan korban perkosaan, dampaknya terhadap korban, dan bagaimana viktimisasi sekunder tersebut bisa terjadi, yang direpresentasikan dalam serial Netflix Unbelievable. Penulisan ini menggunakan teori feminis radikal dan metode analisis isi kualitatif dalam menganalisis serial tersebut yang terdiri dari 8 episode. Hasil analisis menunjukkan bahwa perempuan korban perkosaan telah mengalami pengalaman buruk seperti dieksklusikan dari hukum, diragukan dan dipertanyakan kredibilitasnya, tidak dipercaya, direndahkan, diintimidasi, diancam, dan dipaksa mengakui bahwa ia berbohong. Pengalaman tersebut merupakan bentuk dari viktimisasi sekunder yang kemudian membuat korban mengalami berbagai dampak negatif dalam hal psikologis, relasional, dan finansial. Viktimisasi sekunder yang dialami korban terjadi karena adanya penerimaan rape myth yang menganggap perempuan berbohong terkait perkosaan yang dialaminya (she lied). Hasil analisis juga menunjukkan bahwa serial ini telah mematahkan rape myth lainnya yang meliputi perempuan ingin diperkosa dan menikmatinya (she enjoy rape); dan perempuan memprovokasi perkosaan melalui pakaian dan perilaku mereka (she asked to be raped). Pada akhirnya, analisis juga menunjukkan bahwa akar dari segala penderitaan perempuan korban perkosaan adalah patriarki yang sudah melembaga dalam setiap aspek kehidupan.

Secondary Victimization is a process where victims experience the process of being victims again when they come into contact with the criminal justice system (formal) and society (informal). This writing aims to look at the experience of secondary victimization of rape victims, their impact on victims, and how this secondary victimization can occur, which is represented in the Netflix series Unbelievable. This writing uses radical feminist theory and qualitative content analysis methods in analyzing the series which consists of 8 episodes. The results of the analysis show that women victims of rape have experienced bad experiences such as being excluded from the law, doubting and having their credibility questioned, distrusted, humiliated, intimidated, threatened, and forced to admit that they lied. This experience is a form of secondary victimization which then makes the victim experience various negative impacts in terms of psychological, relational, and financial. The secondary victimization experienced by the victim occurs because of the acceptance of the rape myth which assumes that women lied about the rape they experienced. The results of the analysis also show that this series has broken other rape myths which include women enjoying rape; and women asked to be raped. In the end, the analysis also shows that the root of all the suffering of women victims of rape is patriarchy which has been institutionalized in every aspect of life."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Karmen, Andrew
Belmont: Wadsworth, 2001
362.809 KAR c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Riztin Candra Nugraha
"ABSTRAK
Dalam menangani suatu kasus kejahatan, aparat penegak hukum terkadang melakukan berbagai kesalahan sehingga menangkap terduga yang sebenarnya tidak bersalah. Berbagai penelitian menemukan bahwa salah tangkap tersebut disebabkan oleh berbagai faktor tipikal yakni: kesalahan identifikasi dari saksi mata; kesalahan hasil investigasi; kesalahan bukti forensik; prasangka; dan kurang cakap sebagai penegak hukum Colvin, 2009; Zalman, 2009 . Dalam hal ini Scheck et al. 2000 menyebutkan bahwa meskipun salah tangkap disebabkan oleh berbagai faktor, namun kebanyakan dari kasus yang terjadi menunjukkan bahwa kesalahan cenderung berasal dari proses investigasi, terutama interogasi Poyser, 2011 . Dalam banyak kasus, penyidik sering kali melakukan tindakan kekerasan berupa penyiksaan terhadap terduga agar mau mengakui kejahatan yang dituduhkan kepadanya. Terduga yang tidak tahan atas siksaan yang dideritanya bisa saja menyerah dalam mempertahankan penyangkalannya sehingga terpaksa mengakui kejahatan yang sebenarnya bukan dilakukan olehnya. Bukti-bukti palsu yang meyakinkan bahwa terduga memang benar pelakunya pun dikumpulkan untuk melengkapi tuduhan tersebut sehingga dapat berlanjut ke proses peradilan.Dalam tulisan ini, saya menganalisis dua kasus salah tangkap berdasarkan data sekunder berupa putusan pengadilan, yakni kasus yang menimpa Dedi Putusan No. 1204/Pid.B/2014/PN.Jkt.Tim dan kasus yang menimpa Andro dan Nurdin Putusan No. 1273/Pid.B/2013/PN.Jkt.Sel . Kedua kasus tersebut menunjukkan adanya penyiksaan dan rekayasa kasus sehingga dengan demikian para korban salah tangkap terviktimisasi atas tuduhan kejahatan yang sebenarnya tidak mereka lakukan. Fenomena salah tangkap semacam ini menunjukkan bahwa aparat penegak hukum belum dapat melindungi masyarakat dari kejahatan, masyarakat justru menjadi korban dari penegakan hukum yang gagal.

ABSTRACT
In dealing with criminal case, law enforcement officers sometimes made mistakes that capturing suspect who is factually innocent. Various studies have found that those mistakes typically caused by various factors such as mistaken eyewitness identification forensic science error or misconduct false confession police investigation prejudice and less capable in law enforcement Colvin, 2009 Zalman, 2009 . In this case Scheck et al. 2000 mentions that although this is caused by various factors, most of the cases showed that the errors tend to come from the process of investigation, especially interrogation Poyser, 2011 . In many cases, investigators often did some violence and torture so that the suspect admits that he does the accused crimes. Suspect that do not stand to suffer the torture maybe given up in defending his denial and perforce to admit the crime he never did. Evidences then manipulated and gathered so that it can continue to be processed in trial.In this paper, I analyzed two cases of wrongful convictions using Court Decision as secondary data, I analyzed the case of Dedi Putusan No. 1204 Pid.B 2014 PN.Jkt.Tim and the case of Andro and Nurdin Putusan No. 1273 Pid.B 2013 PN.Jkt.Sel . Both cases demonstrate the existence of torture and cases manipulation so that the suspects are victimized and have to responsible of the crime they did not commit. This phenomenon of wrongful convictions shows that law enforcement officers have not been able to protect the public from crime, the real offenders is still wandering out there and the innocent people become victims of miscarriage of justice."
2017
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>