Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 733 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Roeslan Saleh
Jakarta: Sinar Grafika, 1991
346.048 ROE s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Edietha
"Patent Pooling merupakan manajemen yang mengelola lisensi yang dilakukan oleh dua atau lebih pemegang hak paten di mana pemegang hak paten tersebut merupakan hak paten yang dimiliki anggota dari manajemen tersebut. Patent Pooling mempermudah pelaku usaha dalam memperoleh izin penggunaan suatu teknologi yang dilindungi hak paten serta meringankan pembayaran royalti dalam penggunaan paten tersebut. Patent Pooling merupakan suatu tindakan para pelaku usaha untuk saling bekerja sama dengan para mitra usahanya untuk menghimpun lisensi Hak atas Kekayaan Intelektual terkait komponen produk tertentu.. Dalam kondisi tertentu, patent pooling berpotensi untuk menciptakan keadaan pasar yang bersaing dengan tidak kompetitif sehingga dapat melanggar ketentuan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Indonesia telah memiliki pedoman yang dibuat KPPU dalam Peraturan KPPU No. 2 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengecualian Penerapan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, tetapi pedoman tersebut tidak membahas secara detail dan rinci batasan-batasan kondisi lisensi patent pooling yang melanggar ketentuan persaingan usaha tidak sehat. Hal ini dapat menimbulkan kekosongan hukum dalam menganalisa sejauh mana patent pooling telah melanggar ketentuan hukum persaingan usaha tidak sehat. Indonesia perlu mengembangkan pedoman yang telah dimiliki dengan mengambil contoh positif dari pedoman yang dimiliki Amerika Serikat dan Jepang.

Patent Pooling is a form of management who manage license conduct by two or more patent holder whereas the said patent rights own by the said management member. Patent Pooling simplify the process in obtaining licenses in utilizing a technology which license or patent is protected for business actors and makes royalty payment in utilizing the said patent cheaper. Patent Pooling is a form of act conduct by the business actors in cooperates with their business partners in collecting license against Intellectual Property Rights of particular component products. In special conditions, Patent Pooling are potential in creating an unfair business competition (persaingan usaha tidak sehat) in the market, the foregoing condition may breach the stipulation in Law No. 5 of 1999 dated 5 Mar. 1999 concerning Prohibition against Monopolistic Practices and Unfair Business Competition (?Law No. 5 of 1999?). Indonesia owns guidelines that created by Business Competition Supervisory Commission (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) (?KPPU?) and stipulated in the KPPU Regulation No. 2 of 1999 concerning Guidelines on Exception on the Implementation of Law No. 5 of 1999, however the guidelines have no specific details on the limitation of patent pooling license condition that violate the stipulation of an unfair business competition. The said situations are very likely to cause an uncertainty in analyzing how far the patent pooling violates the stipulation of Law No. 5 of 1999. Indonesia needs to develop the current guidelines by adopting positive examples own by the United States of America and or Japan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27579
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, 2011
347.07 NIL
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ignatius M. Nugroho Pratama
"Karena kebutuhan mendesak untuk mengejar ketertinggalan teknologi, Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dituntut untuk melakukan alih teknologi. Karena keterkaitan erat antara teknologi dan hak kekayaan intelektual maka perjanjian lisensi diperlukan dalam proses pengalihan teknologi tersebut. Skripsi ini akan membahas mengenai perjanjian lisensi dari sudut pandang negara berkembang sebagai penerima lisensi.

In order to fulfill the vast growing needs for technology, Indonesia as one of the developing country is in desperate needs of technology transfers. As technology always connected with intellectual property rights a license agreement is needed in the process of such technology transfer. This writing will mostly discuss on license agreement from the perspective of developing country as licensee."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S25061
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pulungan, Novita Sari
"This thesis aims to discuss the implication of recordation system for copyright license agreement after the new Government Regulation was enacted to fill the legal vacuum occurred from the recordation system of intellectual property rights license agreement. This research uses the normative-juridical approach by using secondary resources supplemented by interviews with the head of Subdirektorat Pelayanan Hukum Direktorat Hak Cipta and one of the intellectual property rights consultant. The background of the research shows that the new Government Regulation does not simply solve the problems for license agreement recordation, problems that could result to rejection for recordation are still found. By doing the research, the writer consequently provide the scheme for recordation, started by the validity of the agreement, the recordation requirements, and the impacts for license agreement recordation. By the end of this thesis, the writer concludes that regardless the mandatory formality to record the license agreement, the validity of the agreement are governed by contract law. Nevertheless, complying the declarative principle for copyright, whether the copyright is recorded or unrecorded should not hinder the recordation for its license agreement. Lastly, the recordation is necessary when third party is involved in the license agreemen because the law regulates the consequence for unrecorded license agreement vis a vis third party.

Skripsi ini bertujuan untuk membahas implikasi dari sistem pencatatan perjanjian lisensi setelah dibuatnya Peraturan Pemerintah untuk mengisi kekosongan hukum yang terjadi dalam sistem pencatatan perjanjian lisensi hak kekayaan intelektual. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yang menggunakan data sekunder ditambah dengan wawancara dengan kepala Subdirektorat Pelayanan Hukum Direktorat Hak Cipta dan salah satu konsultan hak kekayaan intelektual. Latar belakang penelitian ini menunjukkan bahwa Peraturan Pemerintah yang baru tidak dengan mudahnya menyelesaikan masalah terkait dengan pencatatan perjanjian lisensi. Permasalahan yang menghasilkan penolakan terhadap pencatatan tersebut masih ditemukan. Dengan melakukan penelitian ini, penulis secara bertahap memberikan skema pencatatan perjanjian lisensi, dimulai dengan keabsahan dari perjanjian itu sendiri, persyaratan pencatatannya,dan dampak dari pencatatan tersebut. Di akhir skripsi ini, penulis menyimpulkan bahwa terlepas dari kewajiban untuk mencatatkan perjanjian lisensi, keabsahan perjanjian tersebuttetap diatur oleh hukum kontrak. Namun demikian, untuk mematuhi prinsip deklratif hak cipta, dicatatkan atau tidak dicatatkannya hak cipta tidak seharusnya menghalangi pencatatan perjanjian lisensinya. Terakhir, pencatatan perjanjian lisensi menjadi penting ketika ada keterlibatan pihak ketiga karena diatur dalam undang-undang mengenai konsekuensi terhadap tidak tercatatnya perjanjian lisensi vis a vis pihak ketiga. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abe Gabrial Nappoe
"Perjanjian lisensi antara Adidas dan PT BWI berisikan ketentuan bahwa Adidas memberikan ijin bagi PT BWI untuk memproduksi produk tas, tekstil, sepatu dan bola dengan menggunakan merek dagang, paten dan know how kepunyaan Adidas di dalam wilayah Indonesia, dengan imbalan PT BWI harus membayar royalti. Ditinjau dari huk um perjanjian Indonesia perjanjian lisensi dimungkinkan keberadaannya oleh asas kebebasan berkontrak, seperti yang terdapat dalam pasal 1338 KUHPer. Para pihak dalam perjanjian lisensi tersebut menyatakan kehendaknya masing-masing dalam klausula-klausula yang terdapat didalamnya, dimana juga terdapat didalamnya prestasi-prestasi masing-masing pihak yang mesti dilakukan oleh mereka. Oleh sebab itu perjanji an lisensi tersebut dapat dikategorikan sebagai perjanjian timbal balik. Hukum yang berlaku atas perjanjian lisensi antara Adidas dan PT BWI ini adalah Hukum Republik Federasi Jerman , yang ditentukan berdasarkan pilihan hukum yang dilakukan para pihak. Sedangkan cara penyelesaian sengketa yang dipilih para pihak adalah penyelesaian secara damai dan penyelesaian melalui peradilan.
(ABE G. NAPPOE)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
S20336
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochammad Ryan Noerhadi Putra Hidayat
"Perlindungan terhadap Perjanjian Lisensi Hak Siar (Hak Terkait) di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Pasal 1 ayat 20 menyatakan bahwa lisensi adalah izin tertulis yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemilik Hak Terkait kepada pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas Ciptaannya atau produk Hak Terkait dengan syarat tertentu. Dalam Pasal 83 mengatur mengenai tata cara pencatatan perjanjian lisensi dimana perjanjian lisensi harus dicatatakan dalam daftar umum perjanjian lisensi. Meski demikian, pada prakteknya sebelum dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2018 tentang Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual, pihak yang mengadakan perjanjian lisensi hak siar tidak dapat mencatatkan perjanjian lisensinya dikarenakan belum ada peraturan pemerintah
yang mengatur tata cara pencatatan perjanjian lisensi hak siar sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Sehubungan dengan hal ini perlu dilakukan kajian mengenai bagaimana perlindungan perjanjian lisensi hak siar di Indonesia, bagaimana dampak dari penerbitan peraturan pemerintah mengenai pencatatan perjanjian lisensi hak siar yang terlambat dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia dan bagaimana akibat hukum yang ditimbulkan mengenai pencatatan perjanjian lisensi hak siar yang tidak dapat dicatatkan oleh menteri hukum dan hak asasi manusia Republik Indonesia dalam daftar umum perjanjian lisensi. Adapun hasil penelitian penulis yang pertama mengenai perlindungan mengenai hak siar diatur pada Pasal 99 dan Pasal 118 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Pencatatan perjanjian lisensi hak siar pada daftar umum perjanjian berdasarkan salah satu pertimbangan hakim dalam kasus yang dibahas penulis dalam tesis ini hanyalah bersifat administratif jadi perjanjian yang tidak dapat dicatatkan dikarenakan belum adanya peraturan pemerintah yang mengaturnya tetap mengikat para pihak dan pihak ketiga.

Protection of License Agreements of Broadcasting Rights (Related Rights) in Indonesia are regulated in Law Number 28 of 2014 concerning Copyright. Article 1 paragraph 20 states that a license is a written permit given by a Copyright Holder or Owner of a Related Right to another party to carry out economic rights to his work or product rights related to certain conditions. In Article 83 regulates the procedure for registration of license agreements, where the license
agreement must be stated in the general list of license agreements. However, in practice before the issuance of Government Regulation Number 36 of 2018 concerning the Registration of Intellectual Property License Agreements, the party that entered into the broadcasting rights license agreement could not register the license agreement because there are no government regulations that regulate it as mandated by Law 28 of 2014 concerning Copyright. In this matter, it is necessary to study how to protect broadcast rights licensing agreements in Indonesia, how the government regulations regarding the registration of broadcasting rights license agreements that were late issued by the
Government of Indonesia and how the legal consequences arise regarding the recording of broadcasting license agreements that cannot be listed by the minister of law and human rights of the Republic of Indonesia in the general list of license agreements. The results of the first author's research on the protection of broadcasting rights are regulated in Article 99 and Article 118 of Act No. 28 of 2014 concerning Copyright. The recording of the broadcast rights license agreement on the list of general agreements is based on one of the judges' judgments in the case presented by the author in this thesis which is based on a non-recordable administrative agreement that does not involve any government regulations that are issued that bind the parties and related parties.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarifuddin
Bandung: Alumni, 2013
346.048 SYA p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Lena Valentina Gumay
"ABSTRAK
Lisensi Merek Dagang sebagai salah satu cara perluasan jangkauan usaha dan peningkatan penjualan/pendapatan, konsep, tatacara dan tahappanya masih belum banyak dikuasai pekerja dalam bidang hukum termasuk Notaris. Permasalahan: 1 .Bagaimana ketentuan dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh penerima lisensi utama untuk memberikan lisensi lanjutan kepada pihak ketiga menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia? 2 . Bagaimana tahapan mengadakan perjanjian atau pemberian lisensi lanjutan kepada pihak ketiga menurut Master License Agreement Michel rsquo;s Patisserie? 3 .Bagaimana peran Notaris dalam pelaksanaan pemberian lisensi lanjutan oleh penerima lisensi utama kepada pihak ketiga?. Dengan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1 . Ketentuan pemberian lisensi terhadap merek dagang kepada pihak ketiga diatur dalam Pasal 42 hingga Pasal 45, Undang Undang Tentang Merek dan Indikasi Geografis Nomor 20 Tahun 2016 dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang Syarat dan Tatacara Permohonan Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual. Diwajibkan bahwa Merek dagang harus didaftarkan dan perjanjian lisensi harus dicatatkan kepada DirJen HKI 2 . Tatacara dan tahapan pemberian lisensi lanjutan kepada pihak ketiga menurut Master License Agreement Michel rsquo;s Patisserie adalah dalam perjanjian lisensi utama harus sudah memuat klausula yang memberikan ijin kepada pihak penerima lisensi utama untuk memberikan lisensi lanjutan kepada pihak ketiga; penerima lisensi utama harus sudah memiliki sejumlah gerai yang dioperasikannya sendiri; pencarian dan pemilihan calon penerima lisensi lanjutan; penandatanganan perjanjian lisensi lanjutan; pemilihan lokasi bagi gerai penerima lisensi lanjutan, pelaksanaan ketentuan-ketentuan terkait pemberian lisensi. 3 Sebagai pejabat umum, Notaris dapat melakukan perannya dengan memberikan penyuluhan hukum pelaksanaan perjanjian lisensi.

ABSTRACT
Trademark licensing as means for business expansion and sales increase, is not being fully mastered by legal related personnel including Notary. Problems 1 How are the regulations and conditions required to be fulfilled in order to be able to grant sub license to the third party according to the Indonesian applicable laws 2 How are the steps in the provision of sub license to the third party in accordance to Master License Agreement Michel rsquo s Patisserie 3 How Notary takes role on the execution of sublicense granting from the master licensee to the third party By juridical normative method, it is concluded 1 License granting being regulated in the Article 42 to Article 45 of Laws on Mark and Geographical Indications Number 20 2016 and Minister of Law and Human Rights Regulations of the Republic of Indonesia Number 8 2016 on the Terms and Procedures of the Record Requisition of Intellectual Property Right. Trademark and the license agreement are both mandatory to be registered and recorded by the Directorate General of Intellectual Property Rights. 2 Sublicense granting steps to third party in accordance to Master License Agreement Michel rsquo s Patisserie availability of a clause allowing the master licensee to sublicense to the third party a number of outlets should have been operated by the master licensee himself search and appoint sub licensee identify outlet location for sub licensee implementation of terms and condition in connection with sub license granting. 3 Notary takes his role by providing legal counseling upon the execution of the sublicense agreement."
2017
T48866
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Irene Andralusia Juliana
"Notaris diberikan sebagian kewenangan menjalankan fungsi publik di bidang keperdataan yaitu membuat akta yang bersifat asli dan pembuktiannya sempurna. Akta yang dibuat oleh notaris salah satunya perjanjian lisensi, khususnya merek. Inti yang menjadi isu dari pembuatan perjanjian lisensi merek adalah bagaimana mekanisme pembuatan perjanjian lisensi merek dan bagaimana undang-undang yang berlaku saat ini mengatur peran dan pertanggungjawaban notaris terhadap perjanjian lisensi yang dibuatnya, termasuk menjelaskan konsep suatu akta notaris. Hasil yang diharapkan untuk diperoleh sebagai pengetahuan konsep notaris berperan dan bertanggungjawab dalam pembuatan perjanjian lisensi.

Notary public is authorized by government to give service in civil law to make aunthentic deeds. Licensing Agreement on intellectual property is one among other deeds that notary public make, particularly on trademark. Issues on this authority are how to make licensin agreement and how law on Notary Office in Indonesia regulate notary public’s duties and responsibilities on making licensing agreement, also to accommodate the true concept of deeds. Outcome of research is expected to learn their duties and responsibilities on making licensing agreements."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>