Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11856 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Holzner, Burkart
Jakarta: Departemen Kesehatan, 1991
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Ohat generik merupakan salah satu program kesehatan pemerintah. Namun, masih banyak masyarakat
yang menganggap obat generik sebagai obat murahan berkualitas rendah sehingga mereka pun enggan
untuk mengkonsumsinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat
pengetahuan masyarakat tentang obat generik deugan tingkat konsumsi obat generik di Cikarang Barat
Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelatif. Teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini adalah purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 107 sampel, Instrumen yang
digunakan untuk pengumpulan data adalah lembar kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
53,4% dari 58 respouden yang mempunyai tingkat pengetahuan rendah tentang obat generik tingkat
konsumsinya rendah dan 55,1% dari 49 responden dengan tingkat pengetahuan tinggi tentang obat
generik tingkat konsumsinya juga rendah. Jadi, dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara tingkat
pengetahuan tentang chat generik dengan tingkat konsumsi obat generik (p=1,000, a=0,05). Peneliti
merekomendasikan pada pemerintah unmk meningkatkan promosi obat generik melalui media
elektronik khususnya televisi agar tingkat pengetahuan dan konsumsi obat generik masyarakat
semakin meningkat."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
TA5706
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Purwadi
"Pelayanan kesehatan adalah hak azasi manusia dan setiap penduduk berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal sesuai dengan kebutuhannya tanpa memandang kemampuannya membayar. Dalam upaya pelayanan kesehatan, ketersediaan obat dalam jenis yang lengkap, jumlah yang cukup, terjamin khasiatnya, terjamin keamanannya, terjamin mutunya, serta mudah diakses merupakan prasyarat dalam pelayanan kesehatan yang prima.
Mayoritas penduduk Indonesia berpenghasilan menengah kebawah merupakan komunitas yang sangat merasakan beratnya biaya kesehatan yang ditanggung termasuk untuk membeli obat. Dalam upaya meningkatkan keterjangkauan harga obat bagi masyarakat, Pemerintah telah menyediakan obat generik dengan jaminan mutu dari pemerintah dan produsen, dengan harga yang sangat jauh lebih murah dibandingkan dengan obat nama dagang.
Dari hasil penelitian, dijumpai fenomena menarik yaitu : 1). Meskipun harga obat generik relatif sangat rendah, tetapi pasar obat generik hanya memberikan kontribusi sebesar 10% terhadap pasar obat dalam negeri; 2). Adanya rasio harga obat (dengan zat berkhasiat lama) bervariasi cukup besar; 3). Obat dapat dinyatakan sebagai barang yang elastisitas permintaannya adalah inelastis (inelastic atau relatively inelastic) karena perubahan harganya tidak seberapa banyak menyebabkan perubahan pada jumlah yang diminta, atau dengan perkataan lain, perubahan jumlah yang diminta sedikit saja terpengaruh oleh perubahan harganya; 4). Kebijakan pemerintah mengendalikan harga obat generik, tidak serta merta akan dapat menurunkan rasio harga obat generik tersebut terhadap obat nama dagang padanannya, karena adanya unsur-unsur diferensiasi produk dan produsen dapat mengeksploitir beberapa sikap tidak rasional konsumen.
Hasil analisa dengan menggunakan program SPSS versi 10 menunujukkan bahwa : 1). Peningkatan belanja iklan obat sebesar Rp.l,- mendorong peningkatan pasar obat nasional sebesar Rp.16,789,-. Secara signifikan ada pengaruh yang positif antara kenaikan belanja iklan obat dengan pasar obat nasional.; 2). Secara umum harga obat nama dagang akan turun dengan bertambahnya anggaran program promosi Depkes, dan atau akan naik sejalan dengan kenaikan belanja iklan obat.
Peningkatan anggaran program promosi Depkes diharapkan dapat memberikan informasi obat yang tepat, rasional, dan tidak menyesatkan, secara lebih merata, terus menerus dan berkesinambungan, baik kepada tenaga kesehatan maupun kepada masyarakat, yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan penggunaan obat generik."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13234
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teti Hastati
"Pedagang Besar Farmasi (PBF) harus menerapkan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dalam semua aktivitas pengelolaan obatnya sebagai upaya jaminan kualitas obat di rantai distribusi. PBF yang telah menerapkan CDOB diberikan Sertifikat CDOB oleh Badan POM melalui proses Sertifikasi CDOB. Sebagai bentuk pelayanan publik di lingkungan Badan POM, pelaksanaan Sertifikasi CDOB masih belum optimal dalam memberikan pelayanan kepada PBF. Hal tersebut dikarenakan tidak ada sistem pengawasan timeline pada pelaksanaan sertifikasi, petugas di Badan POM terbebani untuk membuat laporan di setiap tahapan sertifikasi, kurangnya integritas data dan informasi yang dihasilkan, ketidakpastian status dan waktu penyelesaian proses sertifikasi CDOB yang dialami oleh PBF pemohon, serta kurangya informasi kepada masyarakat mengenai sertifikasi CDOB. Oleh karena itu peneliti mengembangkan Sistem Informasi Sertifikasi CDOB dengan menerapkan konsep pengembangan indikator pengawasan timeline, sistem manajemen basis data dan sistem informasi berbasis web.
Dari hasil penelitian, sistem informasi yang dikembangkan dengan bahasa pemrograman PHP dan MySQL database ini dapat menghasilkan tabel pengawasan timeline yang memberikan informasi status sertifikasi serta waktu yang tersisa untuk pelaksanaan setiap tahapan sertifikasi sehingga dapat membantu perencanaan sertifikasi dan timeline pelayanan publik dapat terpantau. Selain itu, sistem informasi ini dapat menyimpan database hasil setiap tahapan sertifikasi serta otomatisasi penentuan bahwa PBF memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat untuk diberikan Sertifikat CDOB. Dengan sistem informasi berbasis web akan mempermudah komunikasi antara petugas di Badan POM dan PBF karena sistem dirancang secara online serta bentuk publikasi hasil sertifikasi ini dapat dimanfaatkan oleh instansi lain dan pelaku usaha kefarmasian sebagai sumber data pemilihan distributor.

Drug wholesaler must implement Good Distribution Practices (GDP) in all their drugs handling in an effort to guarantee drugs quality in their distribution chain. Those who already implement GDP will be awarded certificate by BPOM, through GDP certification process. As a public service in BPOM, this certification procedure is still not optimal in providing service to the drug wholesaler. That is because there is no timeline monitoring on the certification implementation, the officer in BPOM burdened to create reports in every step of the certification, there are lack of data and information integrity in the outcome, the uncertainty for the status and time GDP certification process will be done for the applicant, also lack of information for public about GDP certification results. Therefore, researcher developed the GDP certified information system by implement timeline monitoring indicators development concept, database management system and web-based information system.
From the research, the information system developed with the PHP programming language and Mysql database will create timeline monitoring tables that will give certification status information, also time remaining for each stage of the certification so it can help certification plan, and public service timeline can be monitored. In addition the system can store every phase of the certification as well as automation determination whether a drug wholesaler eligible or not to be GDP certified. With a web-based information system, will ease communication between officers in BPOM and drug wholesaler due to its online naturality, and the publication of the results can be utilized by other agencies and pharmacies industry as a source for distributors selection to deal with.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fainal Wirawan
"ABSTRAK
Obat merupakan komponen yang sangat penting dalam upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit, menurut data yang ada di Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Depkes RI., sekitar 30-40% anggaran belanja dipeiuntukan bagi belanja obat, sedangkan di luar negeri, komponen anggaran bagi belanja obat berkisar 15-20%. Hal tersebut meyakinkan kita semua bahwa terdapat penggunaan anggaran yang sangat berlebihan bagi belanja obat di rumah sakit, atau dengan perkataan lain, adanya penggunaan obat yang sangat berlebihan dalam arti jumlah maupun jenisnya bagi pelayanan kesehatan di rumah sakit. Hal tersebut pada akhirnya akan berdampak terhadap beban biaya obat bagi masyarakat pengguna jasa pelayanan kesehatan.
Untuk menangani masalah tersebut Depkes telah meageluarkan peraturan tentang kewajiban dokter untuk menuliskan resep obat generik, membentuk Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) dan menyusun formularium (FRS) di rumah sakit.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kebijakan dan penulisan resep obat generik terhadap biaya obat di rumah sakit. Penelitian menggunakan metoda deskriptif pada empat rumah sakit kelas B non-pendidikan, pemerintah dan swasta di Jakarta. Amoksisilin digunakan sebagai contoh dalam penelitian.
Hasil penelitian menunjukan adanya pengaruh kebijakan dan penulisan resep obat generik. Pengaruh tersebut bersifat terbalik, yaitu makin besar jumlah nilai kebijakan, PFT, FRS dan dokter makin kecil biaya obat yang diakibatkannya. Agar biaya obat di rumah sakit menjadi lebih rendah, disarankan pihak rumah sakit rmenerapkan kebijakan obat rendah, memperdayakan PFT, menyusun FRS sesuai kriteria WHO serta melakukan KIE terhadap dokter.

ABSTRACT
Drug is one of the most crucial components in health care on hospital. According to the data from Directorate General for Medical Care Department of Health, about 30-40% budget are allocated to medicine alone, compared to other countries that only spent about 15-20% of the total health budget. These data assured us that there is excessive spending on medicine in hospital. In other words, there are excessive uses of medicine in hospitals here in terms of amount and type. In turn, it will affect cost to the public.
To address this matter, the Ministry of Health already issued regulations. These regulation not only recommend medical doctors to prescribe generic drugs, but also oblige the hospital to form Pharmacy and Therapeutic Committee (PTC ) and set up formulary.
The purpose of the study is to observe the impact of policy, PTC, Formulary and doctor to the medicine cost in hospital. The study used descriptive methodology at four class B non teaching government and private hospitals in Jakarta. Amoxicillin used as a sample.
The results of the study show the impact of drugs policy, PTC, formulary and doctor to the cost it generates. It has inverse impact, the bigger policy, PTC, formulary and doctor weight, the lower is the cost implied. The researcher suggest to the hospital for low cost drug policy implementation, to empowerment PTC and set up the formulary as WHO criteria and provide communication, information and education.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Fachdiana Fidia
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2004
T39568
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Indriati
"Industri obat generik di Indonesia beberapa tahun terakhir ini mengalami perkembangan yang cukup pesat dengan pertumbuhan pasar yang bergerak secara cepat, hal ini terutama disebabkan oleh makin meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan dan kemampuan daya beli yang relatif meningkat.
Tulisan ini menganalisis tentang Obat Generik produksi dari PT Indo farma yang merupakan BUMN. Sebagai salah satu produsen obat generik perusahaan menghadapi berbagai masalah pemasaran diantaranya persaingan yang semakin kompetitif karena bertambah banyaknya peserta yang ikut didalam arena persaingan.
PT Indo Farma memasuki pasar obat generik mulai tahun 1989 maka perusahaan sudah mempunyai pengalaman selama kurang lebih 7 tahun. Namun demikian strategi dalam pemasarannya terus ditingkatkan sehubungan menghadapi persaing di pasar obat babas terutama pada tahun 2003, dimana pasar obat generik semakin terbuka untuk masuknya perusahaan negara asing. Untuk menghadapi era tersebut maka strategi bersaing perlu direncanakan dengan matang agar tangguh menghadapi pesaing dimasa yang akan datang.
Tulisan ini membahas tentang alternatif Strategi Pemasaran yang sesuai dengan posisi perusahan dalam situasi persaingannya. Untuk mengetahui posisi persaingannya digunakan dua pendekatan yaitu konsep daur hidup produk dan analisis portfolio perusahan. Supaya strategi pemasaran dapat disusun secara obyektif maka dalam menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman ( SWOT) perusahaan digunakan perhitungan dengan metode Analitical Hierarchy Process (AHP).
Berdasarkan basil Identifikasi posisi persaingan dan kecenderungan daur hidup produk, maka pilihan-pilihan strategi pemasaran dapat diketahui. Namun demikian pilihan strategi tersebut diperingkatkan sesuai kebutuhan Perusahaan. Dalam hal ini, strategi pemasaran yang tepat dengan posisi perusahaan adalah mempertahankan posisi produknya di pasaran dan meningkatkannya secara bertahap. Pemasaran melihat pada Strategi untuk memperluas pasar dengan cara yang sesuai dengan kekuatan yang dimiliki.
Disarankan perusahaan dapat melakukan :
1. Mempertahankan pasar.
2. Memperluas pasar eksport
3. Pengembangan pasar, terutama untuk obat babas.
4. Mengadakan kerjasama dengan Departemen Kesehatan dan Menteri Kependudukan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang obat generik."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T3254
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>