Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 94315 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Batubara, A.P.
Jakarta : Yayasan Proklamasi 17 Agustus 1945, 2003
923.259 8 BAT k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
M. Amien Rais
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997
297.272 AMI d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Arbie Sadputra Haman
"ABSTRAK
Fokus dari penelitian ini adalah untuk menyajikan pragmatisme dari Partai Demokrat di Amerika Serikat (AS) atas peran sertanya dalam isu proposal Federal Marriage Amendment (FMA) tahun 2004. Dengan menentang proposal FMA, maka Partai Demokrat dapat memberikan citra sebagai partai politik yang mengakomodir kepentingan kelompok Lesbian, Gay, & Bisexual (LGB). Adapun kepentingan kelompok LGB yang dimaksud adalah tuntutan mereka untuk dapat menikah, yang secara substansi akan tereliminasikan apabila proposal FMA berhasil lolos menjadi Amandemen Konstitusi AS. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk menginterpretasikan mengenai bagaimana Partai Demokrat sebagai sebuah partai politik, memiliki dan menempatkan kepentingan partai sebagai tujuan utama di balik upayanya dalam mengakomodir kepentingan dari kelompok LGB melalui isu proposal FMA. Peristiwa-peristiwa yang melatar-belakangi hadirnya proposal FMA, ditambah faktor-faktor pendukung lainnya, memberikan momentum bagi Partai Demokrat untuk mengupayakan kepentingannya.

ABSTRACT
This research focuses on presenting the pragmatism of the Democratic Party in the United States (US) with regard to its role and involvement on the issue of Federal Marriage Amendment (FMA) proposal 2004. By means of opposing FMA proposal, so the Democratic Party was enabled set up an image as a political party that accommodated the interest of Lesbian, Gay, & Bisexual (LGB) group. As for the interest of LGB group is referring to their demand to be able to marry, which is substantially will be eliminated if the FMA proposal has succeeding become a US Constitutional Amendment. This research uses qualitative method to interpret how the Democratic Party as a political party has its own interest and placed it as the main goal to be achieved behind their effort in accommodating the interest of the LGB group through the FMA proposal issue. Several events as the background of the FMA proposal, with other supporting factors, gave it momentum so that the Democratic Party was able to attain the partys interest."
2016
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Pratama Kurnia Wisnubrata
"Dalam pemanfaatan radiasi pengion khususnya di bidang medis, sinar - x sangat berperan sekali dalam proses penegakan diagnosa. namun dalam penggunaanya harus dilandasi dengan prinsip ALARA (as low as reasonably achievable), yakni bahwa suatu nilai paparan dosis radiasi yang diterima didalam pemanfaatan sinar-x adalah harus sekecil mungkin dan dapat dipertanggung jawabkan. Sesuai dengan ketentuan BAPETEN Pemeriksaan radiologi seharusnya pada ruang tertutup dan telah di lengkapi oleh sistem proteksi radiasi. Pada hasil observasi di Rumah Sakit X bahwa terdapat pemeriksaan radiografi di unit Intensive Care Unit dan tidak terdapat sistem proteksi radiasi hal ini tidak sesuai dengan ketentuan BAPETEN. Maka Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jarak aman terhadap dosis radiasi hambur yang ditimbulkan dari pemeriksaan radiografi tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Hasil Penelitian ini menunjukan bahwa pada radius jarak 100, 200, 300, 400, centi meter jika melakukan pemeriksaan radiografi Thorax AP di Unit ICU Tanpa Proteksi radiasi dinyatakan tidak aman karena melebihi Nilai Ambang Batas ( NBD) BAPETEN yaitu 0.001 mSv/h. Selain petugas radiographer dilarang berada di ruangan pada saat pemeriksaan. Pemeriksaan radiografi Thorax AP di ICU sebaiknya menggunakan kaidah proteksi radiasi yaitu Jarak, Perisai , dan Waktu.

In particular the use of ionizing radiation in the medical field, x - ray was instrumental in the process of establishing the diagnosis at all. But its use should be based on the principle of ALARA (as low as reasonably achievable), namely, that the value of exposure to the radiation dose received in the use of x-rays is to be as small as possible, and reliable. In accordance with the provisions BAPETEN radiological examination should be in a confined space and have been completed by the radiation protection system. In the observation at Hospital X that there radiographs in the Intensive Care Unit of the unit and there is no system of radiation protection it is not in accordance with the provisions BAPETEN. So the purpose of this study was to determine the safe distance of the scattered radiation dose resulting from radiographic examinations such. This study used quantitative methods with cross sectional approach. The results of this study show that the radius distance of 100 cm, 200 cm, 300 cm, 400 cm, at the time of Thorax AP radiographs in the ICU Unit without Radiation protection declared unsafe because it exceeds the Threshold Limit Value (TLV) BAPETEN the 0.001 mSv / h. Besides radiographer officers banned from the room at the time of inspection. Thorax AP radiographs in the ICU should use the principles of radiation protection are distance, shielding, and time."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S44227
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1984
S7821
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gunaryo
"Sebagai upaya dalam menyediakan tanah bagi pelaksanaan Pembangunan untuk kepentingan umum di Wilayah Jakarta Timur, cara yang di pergunakan adalah Pengadaan Tanah. Adapun penelitian ini dititik beratkan pada penerapan Keppres No. 55 Tahun 1993 dalam rangka Pengadaan Tanah di Wilayah tersebut. Metode yang diterapkan adalah metode peneiitian kepustakaan dan metode penelitian lapangan. Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum di Wilayah Jakarta Timur yang didasari Keppres No. 55 Tahun 1993 menunjukan adanya pembaharuan Hukum dibidang Pertanahan. Perggantian kerugian terhadap pelepasan atau penyerahan hak atas tanah yang dilakukan Pimpinan Proyek maupun panitia pengadaan tanah adalah berdasarkan hasil musyawarah yang mencapai mufakat dengan memenuhi empat syarat yang diperlukan untuk sahnya suatu perjanjian. Dapat disimpulkan bahwa pengadaan tanah di Wilayah Jakarta Timur pada hakekatnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
S20802
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rieza Zainal
"Perusahaan pertambangan batubara dalam menjalankan kegiatan usahanya di Indonesia didasarkan atas suatu Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dengan Pemerintah Indonesia dengan yang memiliki sifat lex specialis derogat lex generalis. Di dalam PKP2B tersebut mengatur segala hak dan kewajiban bagi kedua pihak atas kegiatan usaha termasuk mengenai pajak-pajak dan lain-lain kewajiban perusahaan.
Latar belakang penulisan ini didasari karena adanya perubahan kebijakan publik dalam perpajakan atas pengenaan PPN atas hasil tambang batubara sejak reformasi perpajakan tahun 2000 dengan diterbitkannya suatu kebijakan dalam PP Nomor 144 Tahun 2000 yang mengubah status batubara menjadi Barang Tidak Kena Pajak (BTKP). Dalam implementasinya, proses kebijakan tersebut melalui ketentuan dan peraturan perundang-undangan perpajakan (instrument fiscal arrangements) menimbulkan perubahan persepsi antara otoritas perpajakan dengan Wajib Pajak sehingga menyulitkan administrasi PPN. Selain itu, diterbitkannya PP tersebut kurang memenuhi asas-asas perpajakan dan perundang-undangan maupun konsepsi dari PPN atas nilai tambah dari hasil tambang batubara. Usaha-usaha dari Wajib Pajak sendiri berupaya kepada pemerintah untuk menunda PP tersebut karena akan merugikan investor maupun harga batubara Indonesia di pasar internasional.
Oleh karena itu atas dasar permasalahan-permasalahan tersebut, maka dalam penulisan ini bertujuan untuk melakukan kajian atau analisis terhadap perubahan kebijakan PPN atas pengusahaan pertambangan batubara di Indonesia. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah deskripsi analisis dengan teknik pengumpulan data melalui penelitian kepustakaan dan dokumen serta penelitian lapangan melalui kuesioner dan wawancara kepada pihak-pihak yang berhubungan dengan penelitian.
Berdasarkan analisis, bahwa perumusan kebijakan dalam PP tersebut sebagai pelaksana UU PPN hendaknya tidak mengubah atau mengesampingkan ketentuan pada undang-undang yang memiliki kedudukan lebih tinggi dalam mengatur hal yang sama (lex superiors derogat lex inferior). Demi menciptakan kepastian hukum, penyempitan atau perluasan materi tidak dibenarkan menambah norma-norma baru serta tidak dapat mengganti ketentuan perundangan-undangan lama sepanjang mengatur hal yang tidak sama (lex posteriori derogat lex priori). Bagi PKP2B yang terbagi dalam tiga generasi (Generasi I, II dan III), adanya kebijakan tersebut akan membawa konsekuensi pada masing-masing generasi mengalami perlakukan pengenaan PPN yang tidak sama.
Pada akhir tulisan ini, penulis memberikan input bagi pemerintah sebagai tax policy maker , sovereign tax power dan government as resources owner dalam menetapkan kebijakan PPN atas hasil tambang batubara demi memaksimalkan penerimaan negara sehingga menimbulkan keadilan (equality), kepastian (certainty), kemudahan (convenience) dan tidak menimbulkan biaya tambahan ekonomi (economy) bagi masing-masing generasi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10825
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Zahedi Fikry
"Kalimantan Selatan merupakan salah satu Propinsi di Indonesia yang memiliki potensi sumber daya alam yang cukup melimpah dan tersebar di seluruh wilayah Kabupaten/ kota, salah satunya sumber daya mineral batubara. Berkaitan dengan pertambangan batubara di daerah ini, pada awalnya dimulai pada tahun 1984 yang dikerjakan KUD, selanjutnya produksinya meningkat dengan cepat setelah perusahaan kontraktor PT. Tambang Bukit Asam yaitu PT. Arutmin Indonesia dan PT. Adaro Indonesia yang dimulai sejak awal 1990 an beroperasi di Kalimantan Selatan. Produksi batubara di Kalimantan Selatan meningkat terus sejalan dengan meningkatnya usaha pertambangan batubara di daerah ini baik yang dilakukan oleh Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dan swasta nasional dalam bentuk Kuasa Pertambangan. Dalam perkembangannya, masih banyak dan luas wilayah PKP2B/KP yang belum dieksploitasi sampai saat ini, sehingga menimbulkan terjadinya kasus pelanggaran hukum di sektor pertambangan diantaranya kegiatan pertambangan tanpa izin (PETI) di Kalimantan Selatan. Kegiatan ini dimulai sejak tahun 1989 dan terus berkembang sampai saat ini, yang dalam operasionalnya mempergunakan alat-alat berat seperti exavator, buldoser maupun truk dll. Realitas kondisi di lapangan yang ditimbulkan oleh PETI sejak tahun 1990 di Kabupaten Banjar dan terus merambah ke Kabupaten lainnya yang sampai sekarang dapat dianggap sudah berada pada tingkat yang mengkhawatirkan dan juga berdampak negatif. Sebagai akibat dari kegiatan pertambangan batubara tanpa ijin ini timbul berbagai masalah yang berkembang di daerah antara lain, hilangnya pendapatan negara atas pajak dan royalti, pencemaran dan kerusakan lingkungan, pemborosan energi dan sumber daya mineral, gangguan kesehatan, hambatan dalam iklim usaha dan investasi dll. Berbagai upaya dan langkah untuk mengatasi hal tersebut, baik yang sifatnya preventif, persuasif maupun refresif telah dilaksanakan oleh pihak Pemerintah Daerah dengan pihak-pihak terkait, namun demikian kegiatan PETI batubara dilapangan tetap saja berjalan.

South Kalimantan represents one of provinces in Indonesia having enough huge natural resources and distributed in whole regency/city region, one of its natural resources is coal. In connection with coal mining in this region, at the beginning was started in 1984 managed by KUD, further its production increased rapidly after Contractor Company of PT. Tambang Bukit Asam, namely PT. Arutmin Indonesia and PT. Adaro Indonesia began to operate since I990s in South Kalimantan. Coal production in South Kalimantan rapidly increased in line with the increase of coal mining business in this region either managed by Coal Mining Exploration Work Agreement (PKP2B) and national private in form of mining power. In its development, it still many and width of PKP2B/KP regions not exploited yet until this recent time, so that it was arisen out violations in field of mining such as mining activity without permit (PETI) in South Kalimantan. This activity was started since 1989 and continously developed until this time, that in its operational used heavy equipment such as excavator, bulldozer and truck, etc. The reality in field arisen out by Illegal mining since 1990 in Banjar regency and continuously spread to other regency until now could be assumed having position at afraid level and also could create negative impact. As the cause of coal mining activity without permit could create various problems developed in said area such as: the loss of state income on tax and royalty, environment pollution and damages, energy and mineral resources waste, health disturbances, and obstacles in business and investment climate, etc. Various efforts and steps for handling said matters, either having preventive, persuasive or repressive characters have been conducted by Local Government with related parties, but the activity of illegal coal mining in field is still continuously run."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16416
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Permatasari
"Perubahan iklim telah menjadi isu utama dewasa ini. Untuk mencegah dan
mengurangi dampak perubahan iklim, pada tahun 1992 negara-negara di dunia
bersepakat untuk membentuk Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Untuk
Perubahan Iklim. Dalam perkembangannya konvensi ini menciptakan mekanisme
penurunan emisi yang menitikberatkan kepada adanya alih teknologi dari negara
maju ke negara berkembang. Alih teknologi ini diharapkan akan membantu
negara berkembang dalam menerapkan ketentuan-ketentuan konvensi. Indonesia
sebagai negara berkembang memiliki kepentingan akan alih teknologi di dalam
mekanisme Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan
Iklim. Terdapat beberapa kasus alih teknologi di dalam mekanisme Kerangka
Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim di beberapa negara
berkembang. Alih teknologi menjadi kepentingan negara berkembang untuk
membangun negara dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu
peraturan internasional dan nasional akan alih teknologi dalam upaya penurunan
emisi di dalam Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan
Iklim harus jelas, adil dan bertanggungjawab.

Abstract
Climate change has been the main issue nowadays. To prevent and reduce the
impacts of climate change, in 1992 countries in the world agreed to form the
United Nations Framework Convention on Climate Change. During the
development, the convention has created emission reduction mechanisms which
emphasize technology transfer from developed countries to developing countries.
The technology transfer is expected to help developing countries to implement the
provisions of the convention. Indonesia as a developing country has interests in
technology transfer within the mechanism of the United Nations Framework
Convention on Climate Change. There are several cases of technology transfer
within the mechanism of the United Nations Framework Convention on Climate
Change in some developing countries. Technology transfer has become an interest
of developing countries to develop their countries with sustainable development
principles. Therefore, international and national regulations of technology transfer
in the effort of reducing emission within United Nations Framework Convention
on Climate Change have to be clear, fair, and responsible."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1898
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nurmauli
"Berdasarkan data BNPB 2012, dampak bencana di Indonesia menyebabkan 75% sekolah berada pada risiko sedang hingga tinggi. Menurut data Kemendikbud tahun 2011, sebanyak 194.884 ruang kelas rusak berat di SD/ SDLB dan SMP/ SMPLB.. Ketidaksiapan komponen sekolah dalam menghadapi peristiwa bencana yang terjadi semakin memperbesar risiko yang mereka alami, oleh karena itu kesiapan keadaan darurat perlu dilakukan di sekolah dasar Pemuda Bangsa Depok, dimana secara geografis Kota Depok merupakan kota yang rawan bencana. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain studi kualitatif menggunakan tehnik wawancara mendalam dan observasi yang dilakukan dari bulan Nopember - Juni 2015. Hasil penelitian menunjukan bahwa SD Pemuda Bangsa Depok belum memiliki kebijakan dan tim khusus tanggap darurat sehingga persiapan mengenai keadaan darurat belum dilaksanakan.

Base on data BNPB 2012, the impact of disaster in Indonesia causing 75% of school were moderet to high risk position. According to data Ministry of Education and Culture in 2011, as many as 194.884 were severely damaged classrooms in primary/ elementary school was outstanding and junior high school is outstanding. Underpreparedness of school in the face of catastrophic events that occurred more and increase the risk that they are natural, therefpre emergency preparedness needs tobe done in the Pemuda Bangsa Elementary School Depok. Where geographically Depok City is disaster prone city. This research is descriptive qualitative study design using the technique depth interviews and observation conducted from Nopember 2014 to Juny 2015. The results showed that Pemuda Bangsa Elementary School Depok not yet have a policy and special emergency response team so that the preparation of the state of emergency has not been implemented."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S59167
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>