Ditemukan 7056 dokumen yang sesuai dengan query
Toynbee, Arnold J.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1988
111 TOY st
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Bruno Rumyaru
"Keberadaan manusia memperlihatkan suatu ketegangan diri dan krisis identitas. Manusia berusaha mencari jawaban atas hakekat dan makna keberadaannya sendiri. Ada fenomena paradoksal kehidupan manusia. Di satu pihak manusia berusaha memenuhi bdquo;kepentingan? dan bdquo;kecenderungan? diri melalui segala bdquo;prestasi? dan atribut artifisial yang diperoleh. Di lain pihak, pelbagai bentuk realisasi keberadaan ini menciptakan ketegangan eksistensial. Keberadaan eksistensial manusia memperlihatkan realitas dilematis. Manusia menjadi terasing dari diri sendiri self alienation ; terasing dengan sesama, bahkan jauh dari Tuhannya. Praktik relasional dengan yang lain menjadi sebuah bdquo;jalan buntu? dengan aneka problem dan ketegangan yang muncul tanpa penyelesaian. Manusia tidak lagi hidup menurut identitas eksistensialnya; ada krisis identitas relasional yang terjadi. Praktik hidup relasional tidak lagi menjadi jalan pemenuhan diri sebaliknya menjai bdquo;jalan buntu? dan problematis. Akibatnya, Manusia menjadi terasing dengan keberadaannya sendiri. Manusia kontemporer membutuhkan re-conscientia- kesadaran untuk kembali pada hakekat ontologi eksistensi manusia, jati diri manusia. Disertasi ini menggagas Trias Entitas sebagai bdquo;jalan baru? menuju manusia eksistensial atau citra keberadaan manusia ideal di tengah masyarakat melalui relasi dengan Tuhan, alama semesta dan sesama.
Human existence shows a strain of self and identity crisis. Humans trying to find answers to the essence and meaning of its own existence. There is a paradoxical phenomenon of human life. On the one hand human is trying to meet the needs and the tendency through all the achievements and attributes artificially obtained. But on the other hand, all the results create existential tension. The existence of human show dilemma. Men became alienated both from themselves self alienation , from the other horizontally and vertically. The lives got blocked with various problems without any ways out. Contemporary humans are in need of re conscientia consciousness to get back on to the nature ontology of human existence. This dissertation initiated Trias Entitas as a 39 new path 39 towards the ideal of human existence as needed in his relationship with God, environment and creatures."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
D1720
UI - Disertasi Membership Universitas Indonesia Library
Muhammad Iswahyudhi
"Permasalahan waktu berkembang seiring dengan berkembangnya pengetahuan manusia tentang alam. Hal ini mengakibatkan munculnya berbagai macam konsep waktu dalam kebudayaan. Dengan mereduksi dan mengabstraksikan perbedaan konsep waktu ke dalam bentuk ontologi, maka perbedaan konsep waktu yang ada dalam kebudayaan dapat disatukan. Pencarian ontologi waktu dengan metode dialektika negatif menghadirkan kontradiksi antara alam dan kebudayaan. Secara historis, kontradiksi ini berdasarkan pada alur perkembangan kebudayaan. Hakikat waktu adalah gerak. Namun alur historis kebudayaan manusia lambat laun menjadikan gerak memiliki makna sebagai waktu.
The problem of time develops alongside man's increasing knowledge about nature. This, in turn, causes the emergence of numerous concepts of time in culture. Through reducing and abstracting various concepts of time into an ontological form, different concepts of time that exist in culture can be unified. The search for ontology of time through negative dialectics presents contradiction between nature and culture. Historically, this contradiction is based on the flow of cultural development. The essence of time is motion. Owing to the historical flow of culture, however, motion develops its meaning as time."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S52683
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Hutagalung, Daniel P.
"Ernesto Laclau membuka cakrawala baru dalam memahami yang-politis, saat politik dipahami semata-mata sebagai perkara administrasi, birokrasi dan teknokrasi. “Politik” direduksi menjadi sekadar “politik kepentingan”, artinya pencapaian kepentingan berbeda-beda yang ditentukan sebelumnya dan terpisah dari kemungkinan artikulasinya dalam diskursus-diskursus alternatif yang berkompetisi satu sama lain. Dengan cara berpikir demikian, maka konflik, antagonisme, relasi kekuasaan, bentuk-bentuk subordinasi, dan represi yang menjadi kekhasan wilayah politik menjadi hilang. Menurut Laclau, yang-politis hanya bisa dipahami di dalam logika populisme. Laclau memosisikan populisme justru sebagai jalan paling baik untuk memahami pembentukan ontologis dari yang-politik. Yang-politis hanya bisa dipahami dalam logika populisme. Laclau memahami populisme sebagai usaha unifikasi simbolik kelompok di seputar individu bagai suatu yang inheren untuk membentuk kesatuan “orang-orang”.
Ernesto Laclau has opened up a new horizon in understanding the concept of the political in a system that understood politics merely as administrative, bureaucratic and technocratic issues. The term “politics” has been reduced merely to ‘political interest’, which means that achieving these interests is different and determined in advance and separated from its possible articulation among competing discourses. Therefore, according to this reasoning, the specific characteristics of the political arena, namely conflicts, antagonisms, power relations, forms of subordination and repression, disappear from the equation. According to Laclau, the political can be understood only through the logic of populism. Laclau viewed populism as the best way to understand the ontological formation of the political. For Laclau, the symbolic unification of the group around an individuality is inherent to the formation of a “people”."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
D-pdf
UI - Disertasi Membership Universitas Indonesia Library
Romdon
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1996
111 ROM a
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Edwards, Douglas
Cambridge : Polity Press, 2014
111.8 EDW p
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Lola Loveita
"Di dalam philosophy of mind, epifenomenalisme adalah sebuah gagasan bahwa relasi sebab-akibat mental dan fisikal bersifat satu arah. Mind atau kesadaran merupakan produk sampingan dari otak dan tidak dapat menyebabkan. Perkembangan ilmu pengetahuan empiris merupakan latar belakang yang menghasilkan pemahaman bahwa entitas yang mampu menyebabkan hanyalah entitas fisik, khususnya di bidang fisika dan neurofisiologi. Dengan demikian manusia bukanlah agen atau subjek yang memiliki tindakannya karena yang menjadi penyebab tidak lebih hanyalah neuron-neuron semata. Gagasan itu telah mengabaikan ontologi orang-pertama yang bersifat mental dan subjektif. Epifenomenalisme keliru memahami aspek fisik dan mental dari mind sebagai dua entitas yang eksklusif, serta menerapkan hukum fisikal ke dalam relasi di antara keduanya. Meskipun mind identik dengan otak, tetapi ia bersifat anomali karena gagal jatuh ke dalam hukum fisika, sehingga relasi di antara keduanya tidak dapat dijelaskan dengan ketat.
In the philosophy of mind, epiphenomenalism is an idea that the causal relationship of mental and physical is unidirectional. Mind or consciousness is a byproduct of the brain and cannot be the cause. The development of empirical science is the background which results in the understanding that the only entity capable of causing is physical entities, particularly in the fields of physics and neurophysiology. Thus, human is not an agent or a subject who own their action because the cause is only neurons. The idea had been ignoring first-person ontology which has mental and subjective nature. Epiphenomenalism, thus, misunderstand the physical and mental aspects of the mind as two exclusive entities, as well as the physical laws apply to the relationships between them. Although the mind is identical with the brain, but it is anomalous because it fails to fall into the laws of physics, so that relations between the two cannot be explained strictly."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2015
S62733
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Lola Loveita
"Di dalam philosophy of mind, epifenomenalisme adalah sebuah gagasan bahwa relasi sebab-akibat mental dan fisikal bersifat satu arah. Mind atau kesadaran merupakan produk sampingan dari otak dan tidak dapat menyebabkan. Perkembangan ilmu pengetahuan empiris merupakan latar belakang yang menghasilkan pemahaman bahwa entitas yang mampu menyebabkan hanyalah entitas fisik, khususnya di bidang fisika dan neurofisiologi. Dengan demikian manusia bukanlah agen atau subjek yang memiliki tindakannya karena yang menjadi penyebab tidak lebih hanyalah neuron-neuron semata. Gagasan itu telah mengabaikan ontologi orang-pertama yang bersifat mental dan subjektif. Epifenomenalisme keliru memahami aspek fisik dan mental dari mind sebagai dua entitas yang eksklusif, serta menerapkan hukum fisikal ke dalam relasi di antara keduanya. Meskipun mind identik dengan otak, tetapi ia bersifat anomali karena gagal jatuh ke dalam hukum fisika, sehingga relasi di antara keduanya tidak dapat dijelaskan dengan ketat.
In the philosophy of mind, epiphenomenalism is an idea that the causal relationship of mental and physical is unidirectional. Mind or consciousness is a byproduct of the brain and cannot be the cause. The development of empirical science is the background which results in the understanding that the only entity capable of causing is physical entities, particularly in the fields of physics and neurophysiology. Thus, human is not an agent or a subject who own their action because the cause is only neurons. The idea had been ignoring first-person ontology which has mental and subjective nature. Epiphenomenalism, thus, misunderstand the physical and mental aspects of the mind as two exclusive entities, as well as the physical laws apply to the relationships between them. Although the mind is identical with the brain, but it is anomalous because it fails to fall into the law."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Djohan Rady
"Tesis ini adalah sebuah upaya eksplorasi potensi teori evolusi Darwin sebagai basis penjelasan kausal bagi fenomena sosial dan budaya. Upaya tersebut dicapai melalui analisa terhadap ontologi ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi dipilih karena sampai saat ini ilmu ekonomi adalah satu-satunya cabang ilmu sosial yang dianggap memiliki derajat eksplanasi setingkat ilmu-ilmu eksak. Dari analisa tersebut, penulis berpendapat bahwa dua dimensi ilmu ekonomi, yakni asumsi homo economicus dan mekanisme pasar, memiliki kompatibilitas yang tinggi dengan prinsip teori evolusi Darwin mengenai keberlangsungan hidup (survivability) dan adaptasi. Jadi, penulis beranggapan bahwa tingginya derajat eksplanasi yang dihasilkan ilmu ekonomi semata-mata disebabkan adanya kesesuaian antara ontologi ilmu ekonomi dengan ontologi evolusi Darwinian. Sebagai kesimpulan, penulis beranggapan bahwa ilmu-ilmu sosial akan dapat memberikan eksplanasi yang lebih baik jika mengadopsi prinsip-prinsip teori evolusi Darwin sebagai paradigma utamanya.
This graduate thesis is an attempt to explore the potentiality of Darwin's theory of evolution as the basic explanation of social and cultural phenomena. That main objective is realized through the means of analysis upon the ontology of economics, since economics is the only social science deemed equal to those of natural sciences. Upon analysis, it is apparent that the 'exactness' of economics explanations very much indebted to its ontological similarities with the ontology of Darwin's theory of evolution. The two main economics ontological assumptions, homo economicus and market mechanism, are very much alike with Darwin's two main ontological assumptions of evolution, survivability and adaptation. Consequentially, we can think of economics 'exactness' as a result of its ontological compatibility with Darwin's theory of evolution. As a conclusion, this thesis staunch to the hypothesis that humanities and social sciences can gain methodological status equivalent to economics only if they accept Darwin's theory of evolution as its very basic ontological assumption. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
T42258
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Bakker, Anton
Yogyakarta: Kanisius , 1992
111 BAK o
Buku Teks Universitas Indonesia Library