Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10502 dokumen yang sesuai dengan query
cover
San Diego: Academic Press, 1991
574.192 45 TEC II
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ryan Fathurrachman
"ISPA atau infeksi saluran pernapasan akut adalah infeksi yang menyerang saluran pernapasan, baik saluran pernapasan atas maupun bawah. Salah satu penyakit yang termasuk dalam ISPA adalah pneumonia. Pneumonia merupakan infeksi paru-paru yang dapat memengaruhi kesehatan manusia secara serius. Pneumonia memengaruhi paru-paru bagian bawah dan menjadi penyebab area tersebut dipenuhi cairan lendir atau nanah. Pneumonia dikarenakan oleh berbagai agen patogen seperti virus, bakteri, dan jamur. Bakteri yang paling sering menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae. Selain itu, Mycobacterium tuberculosis juga merupakan bakteri penyebab pneumonia di beberapa negara Asia. Berdasarkan hasil radiologi, pneumonia mirip dengan pneumonia tuberkulosis. Diagnosis dini sangat berperan penting dalam pengelolaan dan pengobatan efektif untuk penyakit ini. Dengan adanya kemajuan di bidang bioinformatika, sekuens protein menjadi salah satu pendekatan yang potensial untuk mendeteksi pneumonia secara cepat dan akurat. Oleh karena itu, penelitian ini adalah pendeteksian penyakit pneumonia dengan sekuens protein. Ekstraksi fitur untuk menjadi data numerik dibutuhkan pada penelitian ini dengan metode discere Penelitian ini menggunakan metode ensemble dari model Random Forest dan Support Vector Machine (SVM) dengan weighted majority algorithm (WMA) untuk mendeteksi penyakit pneumonia menggunakan sekuens protein Streptococcus pneumoniae dan Mycobacterium tuberculosis sebagai pembanding yang didapatkan melalui situs UniProt. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode ensemble model Random Forest dan model SVM dengan metode WMA memiliki kinerja terbaik dengan perbandingan data training dan data testing sebesar 80:20 didapat nilai akurasi sebesar 99,17%, nilai sensitivitas sebesar 99,65%, nilai spesifisitas sebesar 97,56%, dan nilai ROC-AUC sebesar 98,61%.

Infection of Acute Respiratory (ARI) is an infection that attacks the respiratory tract, affecting both the upper and lower respiratory tracts. One of the diseases included in ARI is pneumonia. Pneumonia is a lung infection that can seriously impact human health. It affects the lower part of the lungs and causes the area to fill with mucus or pus. Pneumonia can be caused by various pathogens such as viruses, bacteria, and fungi. The bacterium most commonly causing pneumonia is Streptococcus pneumoniae. Additionally, Mycobacterium tuberculosis is also a bacterial cause of pneumonia in several Asian countries. Based on radiological results, pneumonia is similar to tuberculosis pneumonia. Early diagnosis is crucial in the management and effective treatment of this desease. With advancements in bioinformatics, protein sequence has become a potential approach for the rapid and accurate detection of pneumonia. Therefore, this research focuses on the detection of pneumonia using protein sequences. Feature extraction is required to convert the data into numerical form using discere method. This research uses an ensemble method combining Random Forest and Support Vector Machine (SVM) models with the weighted majority algorithm (WMA) to detect pneumonia using protein sequences of Streptococcus pneumoniae and Mycobacterium tuberculosis for comparison. This protein sequences obtained from the UniProt website. The results of this research indicate that the ensemble method of Random Forest and SVM with WMA achieved the best performance with a training to testing data ratio of 80:20 with 99,17% accuracy, 99,65% sensitivity, 97,56% specificity, and 98,61% ROC-AUC score."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desi Natalia
"ABSTRAK
Latar belakang: Protein merupakan salah satu nutrisi penting dalam pertumbuhan yang kualitasnya dipengaruhi oleh asam amino pembentuknya. Asam amino merupakan bahan baku pembangun semua jenis sel, berperan dalam homeostasis, pertahanan tubuh, pertumbuhan, dan perkembangan. Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan untuk mendapatkan gambaran profil asam amino meliputi glisin, alanin, prolin, valin, leusin, ornitin, metionin, fenilalanin, arginin, sitrulin, tirosin, aspartat, dan glutamat menggunakan metode LC-MS/MS pada anak undenutrition dan anak normal di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Metode: Desain penelitian adalah deskriptif analitik dengan 60 subjek, penelitian berlangsung pada bulan Desember 2016 sampai April 2017. Sampel menggunakan dry blood spot dan diperiksa dengan metode LC-MS/MS. Hasil: Hasil penelitian didapatkan 12 anak undernutrition dan 18 anak normal dengan rerata berat badan, tinggi badan dan ketiga z-score BB_TB, BB_U, dan TB_U didapatkan lebih rendah secara bermakna pada kelompok undernutrition. Hasil CV uji ketelitian within run asam amino dengan LC-MS/MS berkisar 1.76 ndash; 12.03 . Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna antara profil asam amino esensial anak undernutrition dan anak normal, namun didapatkan perbedaan untuk asam amino non esensial kadar glisin dan glutamat lebih tinggi pada kelompok undernutrition dan bermakna secara statistik.

ABSTRACT
Background Protein is one of the nutrients needed for child rsquo s growth, of which quality is affected by its constituent amino acids. Amino acids are essential to all types of cells, playing a role in homeostasis, the body 39 s defenses, growth, and development. This study is a preliminary study that aims to determine the profile of amino acids consisting of glycine, alanine, proline, valine, leucyne, ornithine, methionine, phenylalanine, arginine, citruline, tyrosine, aspartic acid, and glutamic acid using LC MS MS method in normal and undernutrition child at RSUPN CM. Method This was a descriptive analitic study conducted on 60 subjects, the study was held on December 2016 until April 2017. Sample using dry blood spot and analyzed with LC MS MS method. Result Study subjects consisted of 12 undernutrition and 18 normal children with a mean weight, height, and all z score W H, W A, H A are lower in undernutrition group. Within run result demonstrated a CV amino acid with LC MS MS ranged from 1.76 ndash 12.03 . Conclusion There were no difference between normal child rsquo s essential amino acid profile with undernutrition child rsquo s, but there were difference for non essential amino acid glisine and glutamate gives a significantly higher result in undernutrition group. "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistyanti Dian Rachmawati
"Latar Belakang: Tumor sistem saraf pusat (SSP) meningkatkan tekanan intrakranial dan menyebabkan berbagai gangguan neurologis yang dapat memengaruhi status gizi pasien. Status gizi memengaruhi imunitas bawaan dan adaptif. Pada hampir semua jenis keganasan kadar asam amino rantai cabang (AARC) didapatkan rendah. Asam amino rantai cabang meningkatkan imunitas dengan meningkatkan fagositik neutrofil, proliferasi limfosit, sintesis protein, menjaga jalur pensinyalan yang sensitif terhadap nutrisi. Rasio neutrofil limfosit (RNL) menggambarkan keseimbangan sistem imunitas dengan inflamasi. Peningkatan RNL dihubungkan dengan penurunan respon imun tubuh, terapi, harapan hidup dan prognosis. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan asupan AARC terhadap RNL pada pasien tumor SSP.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada pasien tumor SSP yang dirawat di RSCM. Karakteristik subjek berupa usia, jenis kelamin, jenis tumor, defisit neurologis, status performa karnofsky, indeks massa tubuh (IMT), status gizi berdasarkan ASPEN, penyakit komorbid, status infeksi, kemoterapi, radiasi, dan atau kemoradiasi, terapi glukokortikoid, asupan energi dan protein, asupan AARC, serta nilai RNL. Dilakukan analisis hubungan antara dua kelompok asupan AARC yang dibagi sesuai median populasi penelitian terhadap RNL.
Hasil: Terdapat 66 subjek penelitian dengan median usia 48 tahun, mayoritas subjek perempuan (56,1%), dengan jenis tumor sekunder sebanyak 38 subjek (57,6%). Defisit neurologis tertinggi berupa nyeri kepala (60,6%), proporsi status performa karnofsky terganggu sedang-berat (60,6%). Proporsi IMT estimasi normal sebanyak 34,8%, rerata IMT 23,46 ± 4,95 kg/m2, dengan mayoritas malnutrisi (54,5%) berdasarkan kriteria ASPEN. Mayoritas subjek tidak memiliki komorbid (65,2%), tidak infeksi (80,3%), tidak menjalani kemoterapi, radiasi dan atau kemoradiasi (84,8%), serta tidak mendapat glukokortikoid (71,2%). Rerata asupan energi 1519 kkal, protein 65 g/hari, median AARC 9 g/hari. Terdapat perbedaan bermakna nilai RNL (p=0,047) pada kelompok asupan AARC <9 g/hari (median RNL 4,9); pada kelompok asupan AARC ≥9 g/hari (median RNL 3,1).

Background: Central nervous system (CNS) tumors increase intracranial pressure and cause various neurological disorders that can affect the nutritional status of patients. Nutritional status influences both innate and adaptive immunity. In almost all malignancies, low levels of branched-chain amino acids (BCAA) are observed. Branched-chain amino acids enhance immunity by increasing neutrophil phagocytosis, lymphocyte proliferation, protein synthesis, and maintaining nutrient-sensitive signaling pathways. The neutrophil lymphocyte ratio (NLR) reflects the balance of the immune system with inflammation. An elevated NLR is associated with decreased body immune response, therapy outcomes, life expectancy, and prognosis. This study aims to determine the relationship between BCAA intake and NLR in CNS tumor patients.
Method: This is a cross-sectional study on CNS tumor patients treated at RSCM. Subject characteristics include age, gender, tumor type, neurological deficits, Karnofsky performance status, body mass index (BMI), nutrition status based on ASPEN, comorbidities, infection status, chemotherapy, radiation, and/or chemoradiation, glucocorticoid therapy, energy, and protein intake, BCAA intake, and NLR values. The analysis examines the relationship between two groups of BCAA intake divided according to the study population's median with NLR.
Results: There were 66 study subjects with a median age of 48 years, mostly female subjects (56,1%), with 38 subjects (57,6%) having secondary tumors. The highest neurological deficit was headache (60,6%), and the majority have a moderately to severely impaired Karnofsky performance status (60,6%). The proportion of estimated normal Body Mass Index (BMI) was 34.8%, with a mean BMI of 23,46 ± 4,95 kg/m2, and the majority were malnourished (54,5%) based on ASPEN criteria. Most subjects had no comorbidities (65,2%), no infections (80,3%), did not undergo chemotherapy, radiation, and/or chemoradiation (84,8%), and did not receive glucocorticoids (71.2%). The mean energy intake was 1519 kcal, protein intake 65 g/day, and the median BCAA was 9 g/day. There was a significant difference in the NLR values (p=0,047) between the group with BCAA intake <9 g/day (median NLR 4,9) and the group with BCAA intake ≥9 g/day (median NLR 3,1).
Conclusion: BCAA intake is related to NLR values in CNS tumor patients. Higher BCAA intake is associated with lower NLR values.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bodanzky, Miklos
Bandung: ITB Press, 1998
572.65 BOD k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ramopolii, David Fernando
"Latar Belakang Sitrulin adalah asam amino non-protein yang terbentuk secara endogen melalui siklus urea pada hati dan ginjal sebagai senyawa intermediet. Beberapa penelitian sebelumnya membuktikan bahwa buah-buahan golongan Cucurbitaceae (seperti semangka, melon, dan mentimun) memiliki kandungan sitrulin. Sitrulin dapat menurunkan risiko terjadinya penyakit hipertensi dengan menghasilkan nitrat oksida (NO) sebagai vasodilator pembuluh darah. Beberapa penelitian membuktikan bahwa mentimun memiliki kandungan sitrulin untuk menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Penelitian ini ingin membuktikan untuk mengetahui dan membandingkan kadar sitrulin pada buah mentimun lokal dan mentimun jepang. Metode Peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif untuk mengetahui kadar asam amino sitrulin dalam protein pada buah mentimun lokal dan mentimun jepang. Metode pembuktian adanya senyawa sitrulin dalam jus mentimun berdasarkan prinsip colorimetric assay Knipp dan Vasak (2000). Hasil Terdapat kandungan sitrulin pada buah mentimun dengan massa rata-rata kadar sitrulin per protein total yang terkandung dalam jenis mentimun lokal dan mentimun jepang secara berurutan adalah (0,291  0,104) mmol/mg dan (0,414  0,106) mmol/mg untuk 100 gram buah. Kadar sitrulin total pada buah mentimun sebesar (1,087  0,042) gram dan mentimun jepang sebesar (1,319  0,068) gram dalam 100 gram sampel buah. Kesimpulan Terdapat kandungan sitrulin pada buah mentimun, baik mentimun lokal dan mentimun jepang dengan perbedaan kadar yang tidak signifikan antara mentimun lokal dan mentimun jepang. Mentimun lokal maupun mentimun jepang dapat digunakan sebagai sumber makanan yang baik dalam mencegah penyakit kardiovaskular contohnya hipertensi dan angina pektoris, serta mengurangi risiko terjadinya komplikasi mikrovaskular pada penderita diabetes mellitus tipe 2.

Introduction Citrulline is a non-protein amino acid that is formed endogenously through the urea cycle in the liver and kidneys as an intermediate compound. Previous studies have shown that Cucurbitaceae fruits (such as watermelon, melon, and cucumber) contain citrulline. Citrulline can reduce the risk of hypertension by producing nitric oxide (NO) as a vasodilator of blood vessels. Several studies have shown that cucumber contains citrulline to reduce the risk of cardiovascular disease. This study wants to determine and compare the levels of citrulline in local cucumbers and Japanese cucumbers. Method This study used a quantitative descriptive approach to determine the levels of the amino acid citrulline per total protein in local cucumber and Japanese cucumber. The method of proving the presence of citrulline compounds in cucumber juice based on the principle of colorimetric assay Knipp and Vasak (2000). Results The content of citrulline in cucumber fruit with the average mass of citrulline content per total protein contained in local cucumber and japanese cucumber types is (0,291  0,104) mmol/mg and (0,414  0,106) mmol/mg of citrulline for 100 grams of fruit, respectively. The total mass of citrulline in 100 grams of local cucumber fruit is (1,087  0,042) grams and japanese cucumber is (1,319  0,068) grams for 100 grams fruit sample Conclusion The presence of citrulline compounds in local cucumber and Japanese cucumber is proved. The content of citrulline in both types of cucumber has a not significant difference levels between local cucumbers and Japanese cucumbers. Local cucumbers and Japanese cucumbers can be used as a good food source in preventing cardiovascular diseases, such as hypertension and angina pectoris, and also reducing the risk of microvascular complications in patients with type 2 diabetes mellitus."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Lactic acid bacteria, mainly lactobacilli, play an important role in cheese making. Their role can be divided into starters and non-starters or secondary microorganisms. Lactobacillus helveticus, an obligately homofermenter ..."
ANNALES 18:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Halim
"ABSTRAK
Pada lanjut usia terjadi penurunan massa dan kekuatan otot yang memengaruhi
kapasitas fungsional sehingga meningkatkan risiko sarkopenia. Salah satu faktor yang dinilai dapat memengaruhi penurunan massa dan kekuatan otot pada lansia adalah menurunnya asupan protein dan asam amino rantai cabang (AARC) sehingga akan memengaruhi status protein viseral terutama prealbumin. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai hubungan antara asupan protein, AARC dan kadar prealbumin dengan kekuatan otot pada lansia. Metode penelitian ini adalah studi potong lintang pada 52 lansia dari bulan April-Mei 2016. Data asupan makanan yang meliputi asupan energi, kalori non protein, protein dan AARC didapatkan dari food record 2x24 jam. Pengambilan darah dilakukan setelah subjek berpuasa ± 8 jam dan pengukuran kekuatan otot dengan handgrip dynamometer merk Jamar. Hasil penelitian menunjukan tidak terdapat korelasi yang signifikan antara kekuatan genggam tangan dengan asupan protein (r=0,21 dan p=0,11), asupan AARC (r=0,18 dan p=0,19), dan kadar prealbumin serum (r=-0,05 dan p=0,69). Kesimpulan dari penelitian ini didapatkan bahwa asupan protein yang rendah tetapi disertai dengan asupan energi dan AARC yang cukup akan memengaruhi kadar prealbumin serum dan kekuatan otot tetap berada pada nilai normal, walaupun tidak ditemukan hubungan yang bermakna secara statistik.

ABSTRACT
The decrease of muscle mass and strength in elderly people will affect the
functional capacity and increase the risk of sarcopenia. One factor that can affect the loss of mass and muscle strength in elderly is the decrease in protein and branched chain amino acids (BCAA) intakes. This will affect the visceral protein status, especially prealbumin. The purpose of this study is to assess the association between intake of protein, BCAA and serum prealbumin level with muscle strength in elderly people. The methodology of this research is a cross-sectional study with 52 elderly people from April-May 2016. Food intake include energy, non-protein calorie (NPC), protein, and BCAA which is obtained from 2x24 hours food records. Blood sampling was performed after the subjects fasted for ± 8 hours, and muscle strength was measured with a Jamar's handgrip dynamometer. The results show there are no correlation between protein intake with the hand grip strength (r = 0,21 and p = 0,11), as well as AARC intake (r = 0,18 and p = 0,19) and prealbumin serum level (r = -0,056 and p = 0,69). This study concludes that low protein intake but accompanied with sufficient energy intake and BCAA will affect serum prealbumin level and muscle strength will be remained at normal values, however a statistically significant relationship is not found."
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Klingenberg, Joseph J.
New York: Reinhold Publishing & Co., 1965
545 KLI i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Mardiana
"Ruang lingkup dan cara penelitian : Asam folat adalah salah satu kompleks vitamin B. Bentuk aktif asam folat berupa tetrahidrofolat (THF) yaitu suatu koenzim yang mempunyai peranan mentransfer gugus metil, metilen, metenil, formil dan formimino. Asam folat diperlukan untuk sintesis DNA dan beberapa asam amino seperti metionin dan serin. Peranan asam folat lainnya adalah dapat mencegah anemia megaloblastik, menurunkan resiko kanker dan menurunkan konsentrasi homosistein plasma darah sehingga dapat mencegah gangguan pembuluh darah. Dengan peranan asam folat yang begitu penting, maka diperlukan kemampuan untuk mengukur kadar asam folat dalam serum.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan teknik pengukuran kadar asam folat dalam serum dengan cara yang aman, mudah dan murah, yaitu suatu teknik analisa yang dianalogikan dengan teknik ELISA (enzyme-linked immuno-sorbent assay). Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah isolasi PIF dari susu sapi dengan teknik salting out, dilanjutkan purifikasi dengan teknik kromatografi dan menguji afinitas PIF yang didapat terhadap folat serum dengan teknik yang analog ELISA. Untuk teknik tersebut perlu dibuat suatu konjugat folat-avidin dengan jembatan glutaraldehid. Selanjutnya teknik yang didapat digunakan untuk mengukur folat dalam serum.
Hasil dan kesimpulan : Telah dapat diisolasi protein ikat folat (PIF) dari susu sapi dengan kadar 2,884 mg/mL. PIF yang didapat diuji kemampuannya untuk mengikat folat dengan berbagai pengenceran 11500000, 1150000, 115000, 11500, 1150, 115. Pengenceran yang menunjukkan afinitas tertinggi terhadap folat yaitu 1150. Kemudian dilakukan titrasi lagi dengan tujuan untuk penghematan PIF, yaitu 1150, 11140 dan 11200. Dari ketiga pengenceran yang mempunyai linieritas tertinggi pada pengenceran 11100. Kemudian dilakukan pengukuran folat serum yang dibandingkan dengan metoda lain dengan hasil 26,4; 55,4; 31,4 dan 86,4 ng/mL. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa PIF dari susu sapi dapat digunakan untuk mengukur folat dalam serum."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16221
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>